"Bener karena itu, Mas?" sahut Kinan."Iya karena itu," jawab Radit lirih.Hatinya mencelos merutuki kebodohannya yang tak bisa berkata jujur pada Kinan.Radit takut jika dia menyatakan perasaannya akan berakibat buruk pada persahabatan mereka."Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku, Mas. Selama ini cuma kamu pria yang tulus baik padaku," ucap Kinan serius.Radit menatap Kinan haru, ingin sekali berkata jujur tentang perasaannya tapi bibirnya terasa kelu.Setibanya di klinik, Kinan langsung turun dan berpamitan pada Radit untuk menuju tempat kerjanya.Radit benar-benar menyesal dengan kebodohannya, dia pukul stir kemudi berkali-kali merutuki diri."Bodoh banget kamu, Radit!!" gumam Radit.****Sementara Bu Rina disibukkan dengan persiapan menyambut tamu dari keluarga Bagas.Bu Rina menyiapkan hidangan bersama dengan Dinda. Sementara Ranti menjaga Caca di kamarnya, dia memang tak terbiasa di dapur jadi lebih memilih menjaga bocah kecil itu.Lewat tengah hari kelurga Bu Nur datang, Ind
Radit merasa geram melihat Rangga berdiri di sana. Dia yakin jika pria itu ingin menjemput Kinan."Ngapain kamu di sini?" tanya Radit ketus."Mau jemput Kinan." sahut Rangga cuek.Radit memasang tampang tak suka. Dia tak ingin rencananya mengajak Kinan makan di luar sekaligus menyatakan perasaannya gagal begitu saja."Kinan pulang bareng aku, kami mau mampir dulu buat makan," ucap Radit."Baiklah, aku ikut kalian," ucap Rangga terlihat santai.Radit sudah tak dapat menahan diri lagi, rahangnya mengeras menahan emosi melihat Rangga yang bersikeras mengganggu rencananya."G*la kamu ya? Pergilah dan jangan membuatku terpancing emosi karenamu," ucap Radit penuh tekanan.Kinan tampak berjalan keluar dari dalam kilinik. Dahinya mengernyit kala melihat Radit dan Rangga sedang berbicara berdua."Mas Rangga?" ucap Kinan."Iya, Kinan. Sengaja aku datang ke sini untuk menjemputmu," ucap Rangga penuh harap."Tapi aku ada janji sama Mas Radit, kami mau makan di luar," jawab Kinan."Kinan, kamu gak
Kinan pulang saat senja sudah menyingsing, Ranti menyambutnya dengan tersenyum sinis."Tumben baru pulang, sengaja ya mau menghindar," cibir Ranti."Oh iya, tadi sekalian mampir diajak Mas Radit makan di luar," jawab Kinan mengelak tuduhan kakaknya."Alasan saja!! Tapi gak apa-apa sih, ada berita baik yang harus aku sampaikan," ucap Ranti."Berita baik? Apa itu, Mbak?" tanya Kinan."Pernikahanku dan Mas Bagas akan diadakan sebulan lagi dan dia akan tinggal di sini setelah menikah nanti," ucap Ranti tersenyum puas."Apa?! Kamu gak salah, Mbak?! Kenapa kalian tidak tinggal di rumah Mas Bagas saja atau ngontrak, kek?" tanya Kinan tak percaya."Kamu mengusirku? Ini rumah Ibu bukan rumah Bapakmu jadi jangan sok deh kamu," ujar Ranti sengit."Bukan begitu, Mbak. Aku dan Mas Bagas pernah menjadi suami istri, aku takut jika—," ucapan Kinan terpotong oleh Ranti."Apa?! Kamu takut jika Mas Bagas akan tergoda lagi denganmu, begitu? Jangan ngimpi deh kamu ... justru Mas Bagas memikirkan kebaikan
"Bu, kami minta tanda tangan untuk prosedur yang akan dijalani," ucap seorang perawat pada Kinan.Segera dihapusnya matanya yang masih basah. Kinan bingung dengan perkataan perawat itu, dia merasa tak punya hak untuk mengambil keputusan."Saya bukan anggota keluarganya, Sus. Tapi saya akan menghubungi istrinya agar bisa segera datang ke sini," ucap Kinan."Baiklah, Bu. Kami tunggu kabar secepatnya ya agar pasien bisa segera ditindaklanjuti," ucap perawat itu."Iya, Sus." sahut Kinan.Perawat itu kemudian masuk ke dalam dan keluar lagi membawa ponsel milik Rangga."Bu, ini ponsel milik pasien. Saya minta tolong Ibu menyimpannya karena barusan ada telepon masuk tapi kami belum sempat mengangkatnya," ucap perawat itu.Benar saja tak lama perawat itu pergi, ponsel itu kembali berdering dan Kinan langsung mengangkatnya."Nak, kenapa teleponnya tak diangkat? Dari tadi Ibu menghubungimu, perasaan Ibu tidak enak takut terjadi sesuatu sama kamu," ucap seorang perempuan di seberang sebelum Kina
Bu Yuni dan suaminya membawa Andika-anak Rangga dan Risa-ke rumah sakit di mana Rangga dirawat.Risa menunggu kedatangan putranya itu dengan jantung berdebar. Belum hilang rasa khawatirnya terhadap Rangga kini ditambah putranya yang kondisinya semakin buruk."Ris, kalau bukan karena kamu yang memaksa Mama, males Mama bawa Andika ke rumah sakit. Sakit panas doang kasih obat warung juga sembuh, kemayu banget jadi orang." gerutu Bu Yuni setibanya di rumah sakit."Bu, sakit panas yang tak kunjung sembuh bisa ada indikasi penyakit lain yang belum terdeteksi, Bu," ucap Bu Lina menyahut.Bu Yuni yang tak menyadari keberadaan Bu Lina-besannya-menoleh kaget. "Eh, ada besan di sini? Gimana keadaan Rangga? Nanti kalau Rangga sudah sembuh, suruh balikan aja sama Risa, kasihan sama Andika. Mungkin anak itu sakit karena memikirkan orangtuanya," cerocos Bu Yuni."Soal itu kita pikirkan nanti saja, Bu. Yang terpenting sekarang Dika segera mendapatkan pertolongan dari Dokter agar diketahu penyebab sa
Malam ini Kinan tak dapat tidur. Bayangan Rangga seakan tak berhenti berkelebat di alam pikirannya. Rasa khawatir dan cemas masih jelas tergambar di wajah ayunya.Bu Rina mengamati putrinya dalam kegelisahan. "Kenapa, Kinan? Masih mikirin Rangga?" tanya Bu Rina."Iya, Bu. Eh eng-enggak," sahut Kinan mencoba berkilah.Bu Rina tersenyum dengan gelagat putrinya, dia tahu apa yang saat ini ada di dalam pikiran Kinan."Wajahmu itu tidak bisa berbohong. Kamu khawatir dan kamu masih cinta dengan Rangga meskipun kamu mencoba untuk menutupinya." ucap Bu Rina."Iya, Bu. Itu benar tapi aku dilema dengan perasaanku. Mas Radit juga menyatakan cintanya kepadaku. Tapi yang terpenting saat ini adalah kesembuhan Mas Rangga," tutur Kinan.Bu Rina tak merasa heran karena dia tahu dengan hanya melihat perhatian Radit selama ini kepada Kinan.****Pagi itu Kinan masuk kerja seperti biasanya, namun dia tak bisa sepenuhnya berkonsentrasi.Kinan tak menyadari Radit mengamatinya saat sedang menyiapkan obat.
"Mas, ini aku, Kinan. Aku sangat mengkhawatirkanmu, tolong jangan seperti ini. Kamu kuat, kamu pasti bisa melewati semua ini. Berjuanglah, Mas ... aku yakin kamu bisa bertahan," bisik Kinan di telinga Rangga.Tak ada reaksi dari Rangga, bahkan saat Kinan menggengam erat tangannya. Tubuhnya tetap dingin terbujur kaku tanpa ada reksi.Semakin deras tangisan perempuan itu. Dia takut, teramat sangat takut kehilangan pria itu dengan cara seperti ini, tanpa sempat mengatakan jawaban yang dimintanya.****Radit menuju kantin yang ada di rumah sakit itu. Saat dia ingin membeli minuman, dia melihat Risa duduk seorang diri di sudut ruangan, wajahnya menghadap jendela yang memberikan pemandangan malam kota itu.Radit menghampiri Risa untuk bertanya sesuatu. Namun begitu mendekat, dia melihat perempuan itu terisak lirih."Risa?" lirih Radit.Risa menyeka air matanya secara cepat saat menyadari kedatangan seseorang."Mas Radit? Kenapa ada di sini?" tanya Risa mengalihkan perhatian."Aku ingin mem
"Dok, tolong periksa suami saya, Dok?" seru Risa cemas."Apa pasien tadi bereaksi atau memberikan respon, Bu?" tanya Dokter itu."Iya, Dok. Tadi suami saya menggerakkan jari-jarinya, dia juga mengeluarkan air mata," ucap Risa.Dokter itu memeriksa Rangga dengan seksama. Dia mengecek denyut jantungnya, tekanan darah hingga sistem pernafasannya."Apa tadi Ibu mengajak pasien mengobrol atau bercerita?" tanya Dokter itu lagi."Iya, Dok. Saya memang mencurahkan isi hati saya kepadanya, selain itu saya juga mengatakan tentang anak saya yang sedang sakit saat ini," jelas Risa."Pasien masih koma, Bu. Yang Ibu liat tadi adalah reaksi emosi pasien. Meskipun dia masih tak sadarkan diri, tapi dia dapat mendengar setiap perkataan orang-orang di sekitarnya. Jadi saya harap Ibu bisa memberikan motivasi atau bercerita tentang hal-hal yang positif," jelas sang Dokter.Risa mendengarkan penjelasan Dokter itu. Dia ingin suaminya bisa lekas sadar dan sehat seperti sediakala.****Radit menyempatkan diri
"Yaelah ... kayak cewek aja sih pake curhat-curhatan segala!" cibir Rangga."Emang cewe doang yang butuh didengar, aku juga dong," sahut Dewa.Lia datang membawa teh hangat dan cemilan untuk Lala dan Dewa. Gadis itu lalu mempersilakan tamunya untuk mencicipinya."Silakan, seadanya saja ...."ucap Lia.Dewa memperhatikan adik Rangga itu, matanya tak berkedip melihat Lia yang polos namun tetep terlihat kecantikannya."Rangga, itu adik kamu bukan?" tanya Dewa berbisik."Iya, kenapa emang?" tanya Rangga balik."Kayaknya aku bakalan sering main ke rumah ibumu nanti deh, Ga." celetuk Dewa."Eh, gak ada ya, jangan coba-coba deketin adikku atau kamu akan berurusan sama kakaknya," balas Rangga seraya menunjuk dirinya."Yeay ... emang kamu gak mau punya ipar ganteng dan mapan kayak aku, Ga?" komentar Dewa."Udah deh, jangan becanda," jawab Rangga.Lia lalu pamit ke depan menemani Andika yang sedang bermain di luar, Dewa minta ijin Rangga untuk sekedar mengobrol bersama Lia di depan.Tinggal Lala
Kinan membuka map itu dan melihat apa isi di dalamnya. Ternyata di dalam map itu ada sertifikat rumah atas nama Kinan. Diam-diam Bu Niken dan suaminya telah membeli rumah Bu Nilam dan mengalihkan namanya atas nama Kinan.Kinan menyeka sudut matanya yang basah, rasa haru menyeruak di dada."Bu, Pak ... saya gak tahu harus bagaimana lagi untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada kalian. Begitu banyak yang sudah kalian berikan untukku," ucap Kinan dengan mata berkaca-kaca."Tak perlu begitu, Kinan. Kami juga orangtuamu jadi wajar kan kalau kami ingin memberikan sesuatu kepada putri kami," ucap Bu Niken dengan senyum lembutnya.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat."Cukup dampingi Radit dan jadikan dia raja di hatimu, maka dia akan memperlakukan
"Bagaimana mungkin, Mas? Andika belum punya kekuatan hukum karena dia anak di bawah umur. Lalu bagaimana kalau aku menikah dengan Dion nanti, sementara dia tak ingin tinggal bareng ibuku?" tanya Risa tak terima.Bu Lina dan Lia menggelengkan kepala tak percaya dengan penuturan Risa. Sementara Bu Yuni menatap tajam putrinya."Apa kamu bilang? Dan kamu lebih memilih Dion daripada Ibumu sendiri, hah?!" tanya Bu Yuni dengan mendelikkan matanya."Sudahlah, Bu. Aku tak mau nantinya Dion seperti Mas Rangga, pergi meninggalkanku karena sikap Ibu," jawab Risa datar."Hei, ibu bahkan belum tahu bagaimana dan siapa Dion, apa pekerjaannya, sudah mapankah dia hingga berani menikahi putriku?" seru Bu Yuni."Tak penting, Bu. Yang penting anak dalam kandunganku memiliki seorang ayah," jawab Risa kekeh.Bu Lina dan Lia merasa heran dengan perdebatan anak dan ibu itu. Sebegitu tak berharganya kah seorang Rangga di mata mereka hingga di depannya mereka berdebat tentang seorang laki-laki lain tanpa ada r
"Loh, sayang banget, Mbak. Apa karena sedang hamil ya jadi gitu? Tapi beneran loh, Mbak ... mumpung ada gratisan, uenak pula," Bu Abdul kembali menawari Risa."Saya kan udah bilang gak berselera, Bu!" ucap Risa dengan wajah ditekuk.Karena merasa tak tahan saat melihat semua orang mengucapkan selamat kepada Kinan dan Radit, apalagi melihat Kinan yang selalu tersenyum bahagia membuat Risa pergi dari tempat itu dengan rasa dongkol.Ini merupakan kejutan buat Risa. Di saat dia mengira Kinan akan menderita karena gagal menikah, justru Kinan kini bahahia dengan sebuah kejutan istimewa.****Risa pulang ke rumah dengan rasa panas di hati. Ketika sampai, dia melihat ibunya-Bu Yuni- sudah duduk di ruang tamu bersama Bu Lina dan Lia "Oh, sudah sampai, Bu. Kirain besok mau ke sininya," ucap Risa kepada ibunya."Iyalah, setelah mendengar ceritamu waktu kamu telepon kemarin hati Ibu langsung panas aja," jawab Bu Yuni.Setelah itu dia beralih menatap Bu Lina dan bertanya kepadanya."Jadi selama i
Radit duduk di samping Ayahnya. Pak Penghulu mengambil tempat di depan Radit bersama wakilnya.Paklik dari Radit kemudian memberi sambutan untuk tamu yang sudah hadir. Setelah mengucapkan salam dan basa-basi kecil, dia mengungkapkan tujuannya datang ke rumah Kinan bersama keluarga."Saya rasa Bapak/Ibu sekalian tahu apa maksud kami datang ke sini ya ... karena ada Pak Penghulu bersama kami. Benar kami ingin menikahkan putra kami Radit Mahesa bersama Kinan Wulandari yang tempo hari sempat tertunda karena suatu hal." tutur Paklik Radit.Suasana kembali riuh saat Paklik dari Radit memperjelas maksud dan tujuannya."Dan untuk mempersingkat waktu, kami ingin segera memulai acara akadnya, silakan, Pak bisa dimulai ...." Paklil Radit mempersilakan.Kinan yang ada di dalam akhirnya disuruh keluar oleh adiknya, Dinda."Mbak, udah ditungguin, cepetan keluar," ucap Dinda."Eh, bentar Mbak. Ganti baju, gih. Ini ada kebaya cantik dan kerudungnya," ucap MuA itu bergegas."Bu Niken dan keluarganya
Hari itu Bu Rina meminta bantuan Ranti dan Dinda serta beberapa tetangga lainnya. Pak Abdul dan istrinya juga secara khusus diminta bantuannya.Sementara ada orang suruhan Bu Niken yang membantu Kinan agar tampak lebih cantik."Kenapa aku mesti dirias seperti ini, Mbak?" tanya Kinan heran."Ini atas perintah Bu Niken. Dia ingin mengunjungimu dan dia tak ingin melihatmu pucat seperti ini." ucap perempuan itu.Kinan pun akhirnya menurut dan membiarkan dirinya dirias oleh orang suruhan Bu Niken."Aku juga bawain baju yang cantik buat Mbak Kinan. Setelah ini Mbak ganti baju juga ya," ucap perempuan itu.Kinan mengangguk kecil, sebenarnya dia ingin menolak untuk berhias apalagi jika dia mengingat Radit masih terbaring lemah. Tapi karena semua atas permintaan Bu Niken, maka Kinan tak dapat menolaknya.Sementara Bu Rina dengan wajah sumringah, membersihkan rumahnya dengan bantuan Ranti, seolah akan ada acara di rumahnya. Dinda lebih memilih untuk menjaga Caca."Bu, ini bunga pesanan Ibu, say
"Tolong! Kinan!?"Bu Rina berteriak kala melihat api yang membakar beberapa perabotan rumah tangga dan sebagian dapurnya.Kinan terlonjak!Wajahnya pucat pasi dan baru menyadari keadaan sekitarnya. Dengan wajah panik, Kinan mencoba menyiramkan air ke arah api yang mulai membesar.Dinda yang semula di kamar ketakutan, dia ikut membantu Kinan mengambil air di kamar mandi."Din, kamu bawa Caca keluar, banyak asap di sini!" perintah Kinan pada adiknya.Lantas Dinda menghampiri Caca yang masih tertidur dan membawanya ke depan rumah.Alih-alih padam, api itu semakin besar dan merembet.Bu Rina berlari keluar dan meminta pertolongam kepada para tetangga."Tolong! Tolong kebakaran!"Karena hari masih pagi, masih banyak orang yang ada di rumah dan belum berangkat bekerja.Para lelaki yang ada di sana segera berlarian ke rumah Kinan, ada Pak Abdul dan Rangga juga yang turut membantu.Mereka bekerja sama memadamkan api itu hingga tak lama kemudian api bisa dipadamkan.Semua merasa lega, setidakn
"Apa maksudnya, Mbak? Coba jelaskan dan tolong jangan bertele-tele." Bu Niken penasaran.Rangga mulai merasa ada yang aneh dengan ucapan Risa, namun dia tak dapat mencegah karena Risa jauh dari jangkauannya."Radit terlalu baik untuk seorang Kinan. Kalian belum tahu sepenuhnya siapa perempuan itu, dia wanita perusak rumah tangga orang, dia merebut suami saya dan kini pernikahan saya sudah diujung tanduk. Suami saya menceraikan saya karena Kinan dan kini saya tinggal menunggu surat gugatan cerai darinya," Risa berkata dengan mata berkaca-kaca.Sebisa mungkin Risa ingin membuat mereka percaya, dia memasang wajah sendu seolah dia memang pihak yang terdzalimi.Rangga segera menghampiri Risa dan menarik tangannya."Hentikan, Risa! Pergi dari sini sekarang juga!" ucap Rangga seraya menarik tangan Risa."Tidak, Mas. Biarkan aku bicara, aku ingin mengungkapkan kebenaran ini di depan mereka semua, Kinan pantas mendapatkannya," teriak Risa seraya melepaskan tangan Rangga.Kinan tertunduk malu,
Telepon selular itu jatuh begitu saja setelah Kinan mendapatkan kabar buruk dari Alya, kakak Radit."Kinan, ada apa ini? Siapa yang menelponmu, Nak," seru Bu Rina cemas.Ranti mengambil telepon yang masih terhubung itu, dia mencoba berbicara dengan si penelpon dan masih ada Alya yang menunggu tanggapan dari keluarga Kinan.Wajah Ranti berubah pias begitu mendengar keterangan dari Alya. Sedangkan saat ini semua orang menunggu penjelasan dari Ranti."Ada apa, Ran?" tanya Pak Abdul.Bu Rina bersender di tembok, hatinya terlalu lemah untuk mendengarkan kabar buruk. Sedangkan Kinan masih mematung dengan wajah dingin, tak bersuara dan tatapan matanya kosong."Radit kecelakaan, dia terluka parah dan saat ini ada di rumah sakit," terang Ranti.Semua ternganga, suasana berubah menjadi gempar, setiap orang berbicara dengan pendapatnya masing-masing."Kita harus ke rumah sakit sekarang juga, semoga Radit baik-baik saja," ucap Pak Abdul memberi komando."Kinan! Hei, Kinan ada apa denganmu?!" teri