Malam ini Kinan tak dapat tidur. Bayangan Rangga seakan tak berhenti berkelebat di alam pikirannya. Rasa khawatir dan cemas masih jelas tergambar di wajah ayunya.Bu Rina mengamati putrinya dalam kegelisahan. "Kenapa, Kinan? Masih mikirin Rangga?" tanya Bu Rina."Iya, Bu. Eh eng-enggak," sahut Kinan mencoba berkilah.Bu Rina tersenyum dengan gelagat putrinya, dia tahu apa yang saat ini ada di dalam pikiran Kinan."Wajahmu itu tidak bisa berbohong. Kamu khawatir dan kamu masih cinta dengan Rangga meskipun kamu mencoba untuk menutupinya." ucap Bu Rina."Iya, Bu. Itu benar tapi aku dilema dengan perasaanku. Mas Radit juga menyatakan cintanya kepadaku. Tapi yang terpenting saat ini adalah kesembuhan Mas Rangga," tutur Kinan.Bu Rina tak merasa heran karena dia tahu dengan hanya melihat perhatian Radit selama ini kepada Kinan.****Pagi itu Kinan masuk kerja seperti biasanya, namun dia tak bisa sepenuhnya berkonsentrasi.Kinan tak menyadari Radit mengamatinya saat sedang menyiapkan obat.
"Mas, ini aku, Kinan. Aku sangat mengkhawatirkanmu, tolong jangan seperti ini. Kamu kuat, kamu pasti bisa melewati semua ini. Berjuanglah, Mas ... aku yakin kamu bisa bertahan," bisik Kinan di telinga Rangga.Tak ada reaksi dari Rangga, bahkan saat Kinan menggengam erat tangannya. Tubuhnya tetap dingin terbujur kaku tanpa ada reksi.Semakin deras tangisan perempuan itu. Dia takut, teramat sangat takut kehilangan pria itu dengan cara seperti ini, tanpa sempat mengatakan jawaban yang dimintanya.****Radit menuju kantin yang ada di rumah sakit itu. Saat dia ingin membeli minuman, dia melihat Risa duduk seorang diri di sudut ruangan, wajahnya menghadap jendela yang memberikan pemandangan malam kota itu.Radit menghampiri Risa untuk bertanya sesuatu. Namun begitu mendekat, dia melihat perempuan itu terisak lirih."Risa?" lirih Radit.Risa menyeka air matanya secara cepat saat menyadari kedatangan seseorang."Mas Radit? Kenapa ada di sini?" tanya Risa mengalihkan perhatian."Aku ingin mem
"Dok, tolong periksa suami saya, Dok?" seru Risa cemas."Apa pasien tadi bereaksi atau memberikan respon, Bu?" tanya Dokter itu."Iya, Dok. Tadi suami saya menggerakkan jari-jarinya, dia juga mengeluarkan air mata," ucap Risa.Dokter itu memeriksa Rangga dengan seksama. Dia mengecek denyut jantungnya, tekanan darah hingga sistem pernafasannya."Apa tadi Ibu mengajak pasien mengobrol atau bercerita?" tanya Dokter itu lagi."Iya, Dok. Saya memang mencurahkan isi hati saya kepadanya, selain itu saya juga mengatakan tentang anak saya yang sedang sakit saat ini," jelas Risa."Pasien masih koma, Bu. Yang Ibu liat tadi adalah reaksi emosi pasien. Meskipun dia masih tak sadarkan diri, tapi dia dapat mendengar setiap perkataan orang-orang di sekitarnya. Jadi saya harap Ibu bisa memberikan motivasi atau bercerita tentang hal-hal yang positif," jelas sang Dokter.Risa mendengarkan penjelasan Dokter itu. Dia ingin suaminya bisa lekas sadar dan sehat seperti sediakala.****Radit menyempatkan diri
Malam itu Kinan berpikir tentang banyak hal. Dia sedih karena melihat Andika begitu terpukul dengan perpisahan orangtuanya. Kinan tak menyangka dampak dari perbuatannya akan melukai banyak orang, bahkan seorang anak kecil tak berdosa pun ikut merasakannya.Penyesalan itu datang saat Kinan mengetahui cinta Rangga begitu besar padanya. Tapi dia tak mau bersikap egois lagi. Sebuah keputusan telah diambilnya demi untuk kebaikan semua orang.Pagi itu Kinan sudah bersiap untuk berangkat kerja. Sebuah panggilan masuk melalui ponselnya."Mbak Kinan, tolong beritahu Ibu kalau Mas Rangga sudah sadar," ucap Lia di seberang sana."Alhamdulillah ... iya setelah ini Mbak akan memberitahu Bu Lina kabar baik ini," jawab Kinan dengan senyum terukir di wajahnya.Kinan terkejut dengan berita itu. Perasaaan haru dan bahagia bercampur menjadi satu, dia merasakan kelegaan setelah beberapa hari tak bisa tidur karena rasa khawatir.Kinan lantas berpamitan pada Ibunya dan mencium pipi gembul anaknya yang masi
PIL KB MERUSAK KECANTIKANKU# PART53 (64)"Katakan, Kinan ...." ucap Rangga tak sabar.Kinan menghela nafas panjang untuk menetralisir detak jantungnya yang berdebar dengan kencang.Begitu juga dengan Rangga, manik mata legamnya tak lepas memandang Kinan yang mulai berkeringat dingin."Mas, maafkan aku ... aku tak bisa menerimamu." ucap Kinan lirih seraya menatap ke dalam bola mata Rangga.Mata Kinan sudah penuh dengan genangan air mata. Dengan susah payah Kinan mengatakan itu yang pastinya akan kembali menorehkan luka di hati Rangga.Rangga terdiam memaku, terdengar nafas beratnya. Dia berusaha untuk tegar dan menerima keputusan Kinan sesuai dengan janjinya tempo hari."Baiklah, Kinan. Aku terima dan aku hargai keputusanmu seperti janjiku tempo hari. Tapi ... apa aku boleh tahu apa alasannya kamu menolakku?" ucap Rangga dengan mata yang terlihat basah.Rangga menunduk dan menghapus kasar air matanya. Hati Kinan mencelos menyaksikan pemandangan itu. Sungguh rasa tak tega ada di hatiny
Mas, a-aku minta maaf padamu. Aku baru sadar selama menjadi istrimu, aku banyak salah dan tak mendengarkan setiap perkataanmu. Aku minta maaf karena aku lebih mendengarkan pendapat keluargaku dan membiarkan mereka ikut campur dalam rumah tangga kita. Aku salah, Mas ... aku minta maaf!" Risa berkata dengan rasa bersalah yang tampak di matanya.Rangga tercengang, dia tak menyangka jika Risa telah menyadari semuanya. Selama ini dia sudah sering berbicara untuk mengingatkan istrinya itu namun juga tak ada perubahan, justru saat dia menyerah istrinya mulai berubah.Ada rasa haru, ada rasa bahagia namun dia juga bingung dengan keadaan ini."Aku juga minta maaf, Ris. Aku juga sudah bersalah padamu," ucap Rangga dengan mata berkaca-kaca.Risa yang sedari tadi menundukkan pandangan, sontak mendongak dan menatap ke arah suaminya."Mas, apa bisa kita memperbaiki rumah tangga kita lagi?" tanya Risa ragu.Rangga menatap istrinya dalam kebisuan, dia masih bingung dengan keadaan ini."Ris, kita bica
PIL KB MERUSAK KECANTIKANKUBab 54A (66)"Dek, Mama mana?" tanya Risa pada adiknya begitu sampai di rumah."Ke warung katanya mau beli bumbu, Mbak," sahutnya seraya melirik Rangga yang berdiri di samping Risa.Risa akhirnya mengajak Rangga ke kamar untuk membantunya mengemas barang-barang yang akan dibawanya."Mas, kamu rebahan aja. Aku gak mau kamu terlalu capek, aku takut luka bekas operasimu nanti sakit," pesan Risa khawatir seraya memasukkan baju-baju miliknya dan juga Andika ke dalam koper."Gak apa-apa, aku bantu yang ringan-ringan aja, kok," sahut Rangga dengan tersenyum simpul.Bu Yuni datang dan menghampiri Risa di kamarnya. Dia tahu anaknya itu datang karena ada mobil Rangga di depan.Saat melihat putrinya itu berkemas, Bu Yuni membelalakkan matanya, kaget."Ris, kamu mau ke mana pakai bawa-bawa koper segala, hah!?" tanya Bu Yuni dengan mata melotot."Aku mau ikut Mas Rangga tinggal di rumah kontrakannya, Ma" sahut Risa seraya sibuk memasukkan beberapa surat penting ke dalam
Malam itu Kinan gelisah memikirkan Radit yang akan pergi. Dipandangi wajah mungil Caca yang tengah tertidur lelap di sampingnya.Sebisa mungkin dipejamkan kedua matanya, namun tetap tak bisa. Saat dia menutup mata malah wajah Radit yang berkelebat di alam pikirannya.Dia bangun dan meraih ponsel yang ada di atas nakas. Mencoba mengirim pesan pada Radit namun takut mengganggu. Tak biasanya dia segugup ini, biasanya dia selalu mengirim pesan jika dia mau tak peduli kapan pun waktunya.Ditulisnya beberapa kata diatas ponsel itu, saat dia ingin mengirimnya perasaan ragu kembali menghampiri. Akhirnya dihapusnya kembali pesan itu hingga beberapa kali dia melakukan itu.Saat dia ingin menulis kembali tiba-tiba ponselnya berdering dan ternyata ada telepon yang masuk dari Radit.Seulas senyum muncul di bibir tipisnya, segera diterima telepon itu."Mas Radit, ada apa?" tanya Kinan dengan senyum mengembang."Kamu mau nulis pesan apa sih, dari tadi aku lihat keterangannya mengetik terus tapi tida