Malam itu Kinan gelisah memikirkan Radit yang akan pergi. Dipandangi wajah mungil Caca yang tengah tertidur lelap di sampingnya.Sebisa mungkin dipejamkan kedua matanya, namun tetap tak bisa. Saat dia menutup mata malah wajah Radit yang berkelebat di alam pikirannya.Dia bangun dan meraih ponsel yang ada di atas nakas. Mencoba mengirim pesan pada Radit namun takut mengganggu. Tak biasanya dia segugup ini, biasanya dia selalu mengirim pesan jika dia mau tak peduli kapan pun waktunya.Ditulisnya beberapa kata diatas ponsel itu, saat dia ingin mengirimnya perasaan ragu kembali menghampiri. Akhirnya dihapusnya kembali pesan itu hingga beberapa kali dia melakukan itu.Saat dia ingin menulis kembali tiba-tiba ponselnya berdering dan ternyata ada telepon yang masuk dari Radit.Seulas senyum muncul di bibir tipisnya, segera diterima telepon itu."Mas Radit, ada apa?" tanya Kinan dengan senyum mengembang."Kamu mau nulis pesan apa sih, dari tadi aku lihat keterangannya mengetik terus tapi tida
"Ibu lihat kamu ceria sekali, apa yang membuatmu begitu bahagia, Kinan?" tanya Bu Rina dengan senyum mengembang.Aura kebahagiaan yang terpancar dari diri seseorang memang bisa menyalurkan energi positif untuk orang lain. Itulah mengapa ada salah satu hadist yang mengatakan bahwa senyum kita di depan orang lain itu sedekah."Iya, Bu. Aku bahagia sekali, aku dan Mas Radit sepakat menjalin hubungan yang lebih serius lagi," ucap Kinan dengan senyum yang tak lepas dari wajah ayunya."Jadi kamu menerima Radit?" tanya Bu Rina seraya menaikkan kedua alisnya.Kinan mengangguk mantap untuk meyakinkan ibunya. "Alhamdulillah, semoga kalian bisa segera menuju ke jenjang yang lebih tinggi lagi ya." Doa Bu Rina untuk putrinya."Aamiin ...." Kinan mengamini doa ibunya.Mereka mengobrol sambil mengawasi Caca yang sedang bermain dengan boneka-bonekanya.Mereka tak menyadari ada Ranti yang berdiri menatap dengan pandangan yang sulit diartikan."Selalu Kinan yang mendapatkan doa terbaik dari Ibu." ucap
Bagas yang tak menyadari kesalahannya, menatap heran pada mereka yang hadir lalu beralih menatap Ranti di sampingnya.Ranti dengan mata berkaca-kaca menatap nanar calon suaminya itu, mulutnya terkunci hanya ekspresi wajahnya yang mewakili perasaannya saat ini.Saat mata mereka bertemu, Ranti memilih menundukkan wajahnya menyembunyikan rasa malu dan kecewa yang tersemat di hatinya. Sedangkan kedua tangannya yang ada dipangkuannya mengepal hingga memutih menampakkan garis buku jemarinya menahan emosi di dada.Kinan yang berdiri di samping kursi Bu Rina sambil menggendong Caca merasa malu sekaligus sedih. Malu karena Bagas mengucapkan namanya dan sedih karena bisa merasakan apa yang dirasakan kakaknya saat ini.Pak Rahmat yang ada disamping Bagas lekas menyenggol putranya itu, Bagas menoleh dan menautkan kedua alisnya seraya menaikkan dagunya.Pak Rahmat mendekatkan diri ke Bagas dan berbisik di telinganya." Kamu salah sebut nama," Wajah Bagas berubah menjadi pias, rasa malu menjalar d
Air mata Kinan meluncur tak terbendung, saat mantan suaminya itu semakin brutal melucuti pakaiannya.Tak berdaya! Itu yang saat ini Kinan rasakan, dalam hati dia cuma bisa berdoa mengharapkan pertolongan pada Tuhannya.Saat berada dalam keputusasaan, tiba-tiba pintu kamarnya ada yang membuka.Bu Rina berdiri dengan mata terbelalak melihat pemandangan yang ada di depannya. "B*jingan!! Lepaskan Kinan!" teriak Bu Rina sambil memukul dan menarik Bagas.Bu Rina menatap nyalang pada pria itu, nafasnya memburu, wajahnya merah padam dipenuhi oleh emosi.Kinan meringkuk menangis mengiba seraya menarik selimut dan menutupi tubuhnya. Pakaian yang dikenakannya berantakan dan banyak sisi yang robek.Dinda yang mendengar suara teriakan ibunya segera menyusul ke kamar itu dan dia menutup mulutnya terkejut melihat kondisi Kinan yang berantakan."A-ada apa ini, Bu? Kenapa Mas Bagas ada di sini juga?" tanya Dinda memandang mereka secara bergantian.Bu Rina dengan garang menjawab pertanyaan putrinya."
"Ibu?!" Kinan membelalakkan matanya begitu masuk ke dalam rumahnya.matanya berbinar kala mendapati Radit diantara banyak tamu yang bertandang ke rumahnya.Bu Rina tersenyum hangat saat melihat putrinya itu datang dan menyebut namanya."Masuklah, Kinan. Radit datang bersama keluarga besarnya," ucap Bu Rina dengan senyum yang menghiasi wajahnya.Kinan masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya, dia hanya bisa berdiri memaku dengan wajah bingung.Radit tersenyum lembut mendapati kekasihnya yang tampak syok dengan kehadirannya dan keluarganya. Pria itu lantas berdiri dan menghampiri Kinan."Kinan, maaf ya aku ke sini tak mengabarimu dan membuatmu terkejut," ucap Kinan seraya menuntun Kinan masuk ke dalam rumah."Iya, Mas. Kamu sukses membuatku terkejut," balas Kinan lalu menyalami anggota keluarga Radit satu persatu.Ada ayah dan ibu Radit, kakak-kakak perempuan Radit, keponakan, bahkan bulek dan pakliknya juga ikut berkunjung ke rumah Kinan.Saat menyalami Bu Niken-ibunya Radit- wanit
Setibanya di rumah, Rangga lantas memberikan obat itu kepada Risa."Ris, ini segera diminum obatnya," ucap Rangga pada istrinya yang terbaring lemah.Wajah Risa tampak pucat, tak ada satu makanan pun yang masuk ke lambungnya. Asal dimasuki makanan, maka dirinya akan kembali memuntahkannya. Karena itu Rangga memilih tidak berangkat ke kantor karena khawatir dengannya.Saat ini yang diinginkannya cuma yang asem-asem seperti mangga muda.Risa segera meminum obat yang telah diberikan oleh Rangga setelah itu dia meminum air putih secukupnya.Belum juga dia kembali berbaring, rasa mual kembali melandanya. Semakin lama semakin tak bisa ditahan hingga Risa berlari ke kamar mandi dan kembali muntah.Rangga begitu khawatir dan memijit tengkuk istrinya."Kita ke dokter aja, Ris. Siapa tahu ada hal lain yang membuatmu seperti ini," ucap Rangga cemas."Gak apa-apa, Mas. Aku cuma masuk angin saja. Lagian aku males keluar rumah. Oh ya, mana mangga muda pesananku tadi?" tanya Risa menagih pesanannya.
"Siapa ayah dari bayi itu?" ucap Rangga penuh penekanan."A-aku memang bersalah, Mas. Tapi ...." ucap Risa lirih."Siapa ayah dari anak yang kau kandung itu, Risa?" teriak Rangga emosi.Risa tertunduk, matanya telah basah oleh air mata. Untuk berkata dirinya seakan tak mampu."Maafkan aku, Mas—." Risa ingin menjelaskan tapi lagi-lagi Rangga menyelanya."Katakan, Ris! Siapa yang telah menghamilimu?" teriak Rangga tak sabar."Dion, Mas. Di-dia lelaki yang pernah membantuku menyakiti Kinan namun tak berhasil." Risa akhirnya mengatakan hal yang sebenarnya.Rangga tak heran jika Risa bisa melakukan itu dengan pria lain. Sebelum menjadi istrinya, memang banyak lelaki yang mengejar Risa. Bahkan saat mereka telah menikah sekali pun masih saja ada yang berusaha menggoda istrinya itu."Baiklah, aku akan mengantarmu kepadanya sekarang juga," ucap Rangga dingin seraya ingin melajukan mobilnya."Ja-jangan, Mas. Aku tak mau, aku cuma ingin bersama denganmu," ucap Risa kekeh."Tapi kamu telah memboh
Rangga terlihat kacau, setelah mengantarkan istrinya pulang ke rumah, dia kembali keluar entah ke mana.Risa di rumah menangis sedih meratapi nasib yang tak berpihak kepadanya. Ujian datang di saat mereka berdua memutuskan membuka lembaran baru demi putra tercinta, demi keutuhan rumah tangga mereka."Ma, Papa ke mana?" tanya Andika dengan wajah polosnya.Andika terbiasa bersama Rangga sebelum tidur. Mereka berdua memang sangat dekat, karena itulah Rangga memutuskan kembali kepada Risa, demi untuk menjaga hati putranya."Papa sedang ada urusan di luar, kamu tidur dulu ya. Besok kan harus bangun pagi buat sekolah," ucap Risa seraya membelai lembut rambut putranya."Gak mau, aku mau nunggu Papa dulu," Andika merajuk, masih ada trauma di hatinya, takut jika Papanya akan pergi lagi.Risa nelangsa, melihat putranya merajuk seperti itu hatinya mencelos. "Kenapa, sih selalu mencari Papa? Di sini kan sudah ada Mama? Apa Mama gak penting buat kamu?" seru Risa emosional.Andika menangis melihat
"Yaelah ... kayak cewek aja sih pake curhat-curhatan segala!" cibir Rangga."Emang cewe doang yang butuh didengar, aku juga dong," sahut Dewa.Lia datang membawa teh hangat dan cemilan untuk Lala dan Dewa. Gadis itu lalu mempersilakan tamunya untuk mencicipinya."Silakan, seadanya saja ...."ucap Lia.Dewa memperhatikan adik Rangga itu, matanya tak berkedip melihat Lia yang polos namun tetep terlihat kecantikannya."Rangga, itu adik kamu bukan?" tanya Dewa berbisik."Iya, kenapa emang?" tanya Rangga balik."Kayaknya aku bakalan sering main ke rumah ibumu nanti deh, Ga." celetuk Dewa."Eh, gak ada ya, jangan coba-coba deketin adikku atau kamu akan berurusan sama kakaknya," balas Rangga seraya menunjuk dirinya."Yeay ... emang kamu gak mau punya ipar ganteng dan mapan kayak aku, Ga?" komentar Dewa."Udah deh, jangan becanda," jawab Rangga.Lia lalu pamit ke depan menemani Andika yang sedang bermain di luar, Dewa minta ijin Rangga untuk sekedar mengobrol bersama Lia di depan.Tinggal Lala
Kinan membuka map itu dan melihat apa isi di dalamnya. Ternyata di dalam map itu ada sertifikat rumah atas nama Kinan. Diam-diam Bu Niken dan suaminya telah membeli rumah Bu Nilam dan mengalihkan namanya atas nama Kinan.Kinan menyeka sudut matanya yang basah, rasa haru menyeruak di dada."Bu, Pak ... saya gak tahu harus bagaimana lagi untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada kalian. Begitu banyak yang sudah kalian berikan untukku," ucap Kinan dengan mata berkaca-kaca."Tak perlu begitu, Kinan. Kami juga orangtuamu jadi wajar kan kalau kami ingin memberikan sesuatu kepada putri kami," ucap Bu Niken dengan senyum lembutnya.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat."Cukup dampingi Radit dan jadikan dia raja di hatimu, maka dia akan memperlakukan
"Bagaimana mungkin, Mas? Andika belum punya kekuatan hukum karena dia anak di bawah umur. Lalu bagaimana kalau aku menikah dengan Dion nanti, sementara dia tak ingin tinggal bareng ibuku?" tanya Risa tak terima.Bu Lina dan Lia menggelengkan kepala tak percaya dengan penuturan Risa. Sementara Bu Yuni menatap tajam putrinya."Apa kamu bilang? Dan kamu lebih memilih Dion daripada Ibumu sendiri, hah?!" tanya Bu Yuni dengan mendelikkan matanya."Sudahlah, Bu. Aku tak mau nantinya Dion seperti Mas Rangga, pergi meninggalkanku karena sikap Ibu," jawab Risa datar."Hei, ibu bahkan belum tahu bagaimana dan siapa Dion, apa pekerjaannya, sudah mapankah dia hingga berani menikahi putriku?" seru Bu Yuni."Tak penting, Bu. Yang penting anak dalam kandunganku memiliki seorang ayah," jawab Risa kekeh.Bu Lina dan Lia merasa heran dengan perdebatan anak dan ibu itu. Sebegitu tak berharganya kah seorang Rangga di mata mereka hingga di depannya mereka berdebat tentang seorang laki-laki lain tanpa ada r
"Loh, sayang banget, Mbak. Apa karena sedang hamil ya jadi gitu? Tapi beneran loh, Mbak ... mumpung ada gratisan, uenak pula," Bu Abdul kembali menawari Risa."Saya kan udah bilang gak berselera, Bu!" ucap Risa dengan wajah ditekuk.Karena merasa tak tahan saat melihat semua orang mengucapkan selamat kepada Kinan dan Radit, apalagi melihat Kinan yang selalu tersenyum bahagia membuat Risa pergi dari tempat itu dengan rasa dongkol.Ini merupakan kejutan buat Risa. Di saat dia mengira Kinan akan menderita karena gagal menikah, justru Kinan kini bahahia dengan sebuah kejutan istimewa.****Risa pulang ke rumah dengan rasa panas di hati. Ketika sampai, dia melihat ibunya-Bu Yuni- sudah duduk di ruang tamu bersama Bu Lina dan Lia "Oh, sudah sampai, Bu. Kirain besok mau ke sininya," ucap Risa kepada ibunya."Iyalah, setelah mendengar ceritamu waktu kamu telepon kemarin hati Ibu langsung panas aja," jawab Bu Yuni.Setelah itu dia beralih menatap Bu Lina dan bertanya kepadanya."Jadi selama i
Radit duduk di samping Ayahnya. Pak Penghulu mengambil tempat di depan Radit bersama wakilnya.Paklik dari Radit kemudian memberi sambutan untuk tamu yang sudah hadir. Setelah mengucapkan salam dan basa-basi kecil, dia mengungkapkan tujuannya datang ke rumah Kinan bersama keluarga."Saya rasa Bapak/Ibu sekalian tahu apa maksud kami datang ke sini ya ... karena ada Pak Penghulu bersama kami. Benar kami ingin menikahkan putra kami Radit Mahesa bersama Kinan Wulandari yang tempo hari sempat tertunda karena suatu hal." tutur Paklik Radit.Suasana kembali riuh saat Paklik dari Radit memperjelas maksud dan tujuannya."Dan untuk mempersingkat waktu, kami ingin segera memulai acara akadnya, silakan, Pak bisa dimulai ...." Paklil Radit mempersilakan.Kinan yang ada di dalam akhirnya disuruh keluar oleh adiknya, Dinda."Mbak, udah ditungguin, cepetan keluar," ucap Dinda."Eh, bentar Mbak. Ganti baju, gih. Ini ada kebaya cantik dan kerudungnya," ucap MuA itu bergegas."Bu Niken dan keluarganya
Hari itu Bu Rina meminta bantuan Ranti dan Dinda serta beberapa tetangga lainnya. Pak Abdul dan istrinya juga secara khusus diminta bantuannya.Sementara ada orang suruhan Bu Niken yang membantu Kinan agar tampak lebih cantik."Kenapa aku mesti dirias seperti ini, Mbak?" tanya Kinan heran."Ini atas perintah Bu Niken. Dia ingin mengunjungimu dan dia tak ingin melihatmu pucat seperti ini." ucap perempuan itu.Kinan pun akhirnya menurut dan membiarkan dirinya dirias oleh orang suruhan Bu Niken."Aku juga bawain baju yang cantik buat Mbak Kinan. Setelah ini Mbak ganti baju juga ya," ucap perempuan itu.Kinan mengangguk kecil, sebenarnya dia ingin menolak untuk berhias apalagi jika dia mengingat Radit masih terbaring lemah. Tapi karena semua atas permintaan Bu Niken, maka Kinan tak dapat menolaknya.Sementara Bu Rina dengan wajah sumringah, membersihkan rumahnya dengan bantuan Ranti, seolah akan ada acara di rumahnya. Dinda lebih memilih untuk menjaga Caca."Bu, ini bunga pesanan Ibu, say
"Tolong! Kinan!?"Bu Rina berteriak kala melihat api yang membakar beberapa perabotan rumah tangga dan sebagian dapurnya.Kinan terlonjak!Wajahnya pucat pasi dan baru menyadari keadaan sekitarnya. Dengan wajah panik, Kinan mencoba menyiramkan air ke arah api yang mulai membesar.Dinda yang semula di kamar ketakutan, dia ikut membantu Kinan mengambil air di kamar mandi."Din, kamu bawa Caca keluar, banyak asap di sini!" perintah Kinan pada adiknya.Lantas Dinda menghampiri Caca yang masih tertidur dan membawanya ke depan rumah.Alih-alih padam, api itu semakin besar dan merembet.Bu Rina berlari keluar dan meminta pertolongam kepada para tetangga."Tolong! Tolong kebakaran!"Karena hari masih pagi, masih banyak orang yang ada di rumah dan belum berangkat bekerja.Para lelaki yang ada di sana segera berlarian ke rumah Kinan, ada Pak Abdul dan Rangga juga yang turut membantu.Mereka bekerja sama memadamkan api itu hingga tak lama kemudian api bisa dipadamkan.Semua merasa lega, setidakn
"Apa maksudnya, Mbak? Coba jelaskan dan tolong jangan bertele-tele." Bu Niken penasaran.Rangga mulai merasa ada yang aneh dengan ucapan Risa, namun dia tak dapat mencegah karena Risa jauh dari jangkauannya."Radit terlalu baik untuk seorang Kinan. Kalian belum tahu sepenuhnya siapa perempuan itu, dia wanita perusak rumah tangga orang, dia merebut suami saya dan kini pernikahan saya sudah diujung tanduk. Suami saya menceraikan saya karena Kinan dan kini saya tinggal menunggu surat gugatan cerai darinya," Risa berkata dengan mata berkaca-kaca.Sebisa mungkin Risa ingin membuat mereka percaya, dia memasang wajah sendu seolah dia memang pihak yang terdzalimi.Rangga segera menghampiri Risa dan menarik tangannya."Hentikan, Risa! Pergi dari sini sekarang juga!" ucap Rangga seraya menarik tangan Risa."Tidak, Mas. Biarkan aku bicara, aku ingin mengungkapkan kebenaran ini di depan mereka semua, Kinan pantas mendapatkannya," teriak Risa seraya melepaskan tangan Rangga.Kinan tertunduk malu,
Telepon selular itu jatuh begitu saja setelah Kinan mendapatkan kabar buruk dari Alya, kakak Radit."Kinan, ada apa ini? Siapa yang menelponmu, Nak," seru Bu Rina cemas.Ranti mengambil telepon yang masih terhubung itu, dia mencoba berbicara dengan si penelpon dan masih ada Alya yang menunggu tanggapan dari keluarga Kinan.Wajah Ranti berubah pias begitu mendengar keterangan dari Alya. Sedangkan saat ini semua orang menunggu penjelasan dari Ranti."Ada apa, Ran?" tanya Pak Abdul.Bu Rina bersender di tembok, hatinya terlalu lemah untuk mendengarkan kabar buruk. Sedangkan Kinan masih mematung dengan wajah dingin, tak bersuara dan tatapan matanya kosong."Radit kecelakaan, dia terluka parah dan saat ini ada di rumah sakit," terang Ranti.Semua ternganga, suasana berubah menjadi gempar, setiap orang berbicara dengan pendapatnya masing-masing."Kita harus ke rumah sakit sekarang juga, semoga Radit baik-baik saja," ucap Pak Abdul memberi komando."Kinan! Hei, Kinan ada apa denganmu?!" teri