Risa mondar mandir di depan pintu, cemas akan keadaan suaminya. Rasa takut yang semakin besar menjalar di hatinya."Mas, sudah jam 3 pagi dan kamu belum pulang juga. Di mana kamu, Mas?" gumam Risa dalam hati.Tak lama terdengar suara mobil yang memasuki halaman rumahnya. Risa mengintip dari jendela dan memastikan bahwa benar suaminya yang datang.Setelah yakin, Risa membuka pintu dan melihat Rangga berjalan ke arahnya. Risa hanya mampu menatap suaminya itu dengan mata berkaca-kaca. Tak mampu bertanya dan lidahnya terasa kelu."Ris, aku sudah memutuskan," ucap Rangga begitu ada di hadapan istrinya.Risa masih diam memaku, jantungnya berdegup dengan kencang menunggu kalimat selanjutnya yang akan keluar dari mulut suaminya."Kita rawat anak itu bersama, dia anakku dan kita akan membesarkannya sama seperti kita membesarkan kakaknya," ucap Rangga dengan yakin.Risa terbelalak, tak menyangka suaminya akan mengatakan hal yang membuat hatinya sejuk seketika."Mas, aku ...." Risa terbata denga
Sekilas Risa juga menyaksikan Kinan dan Rangga saling memandang. Sebagai sesama perempuan, Risa mengerti betul masih ada rasa diantara Kinan dan suaminya. Namun, Risa mencoba menepis segala pikiran buruk yang sempat melintas di hatinya."Maaf ya, Bu Rina, Kinan, pagi-pagi kami sudah mengganggu. Kedatangan kami ke sini untuk memberitahukan kepada Bu Rina sekeluarga kalau besok sore kami akan mengadakan acara syukuran di rumah kami, jadi kami meminta Ibu dan juga para tetangga lainnya untuk ikut rewang," ucap Risa menjelaskan maksud kedatangannya. Rangga cuma mengangguk kecil dengan ucapan istrinya. "Iya, Mbak. Kami akan datang, acaranya kan sore ya, jadi paginya kami akan bantu-bantu mempersiapkan apa saja yang perlu dimasak. Jangan khawatir, Mbak Risa, semua ibu-ibu di sini pada kompak kalau ada yang kerepotan. Oh iya, kalau boleh tahu acara syukuran untuk apa ya, Mbak?" tanya Bu Rina.Risa lalu mendekati suaminya dan bergelayut mesra di lengannya. "Syukuran untuk rumah tangga kami
Hari itu Kinan dan Radit disibukkan dengan persiapan pernikahan mereka. Radit tampak sangat bersemangat sekali dalam mempersiapkan semuanya. Dia ingin memastikan semuanya akan sempurna di hari pernikahannya."Kinan, kita udah dapat MuA dan baju pengantinnya, trus kita juga udah pesan undangan. Setelah ini kita mencari katring untuk acara kita nanti," ucap Radit semangat."Mas, apa kamu tidak merasa capek? Nanti malam kamu juga ada jadwal praktek, 'kan? Apa tidak sebaiknya kita tunda dulu?" tanya Kinan khawatir.Radit menatap bola mata kekasihnya dengan lembut, pria itu tersenyum hangat pada perempuan di sampingnya."Kamu adalah energi positif yang aku punya, Sayang. Bagaimana mungkin aku merasa lelah saat kamu sudah berada di sampingku." ucap Radit mesra.Kinan menatap bola mata itu, ada kesungguhan di sana. Dia tak ingin semangat yang sudah muncul menjadi hilang, akhirnya dia memilih menuruti setiap permintaan calon suaminya."Baiklah, Mas. Jika itu membuatmu senang, maka tak ada ala
"Mbak, ada apa?" tanya Kinan seraya balas memeluk sang Kakak.Ranti menangis sesenggukan, sudah dari rumah suaminya, dia menahan sesak di dada. Kini saat di depan Kinan, dia ingin menumpahkan segala hal yang membuatnya ingin menangis."Kinan, ternyata benar semua ucapanmu. Mas Bagas bukan suami yang baik," ucap Ranti di tengah isaknya.Kinan menghela nafas panjang, dia bisa merasakan apa yang kakaknya rasakan karena dia pernah ada di posisi itu sebelumnya."Apa yang dilakukan Mas Bagas kepadamu, Mbak?" tanya Kinan seraya menelisik wajah kakaknya."Tadi malam saat aku mau tidur, dia minta dibikinkan nasi goreng karena bosan dengan menu tadi pagi. Lalu aku pun menurutinya karena tak ingin membuatnya marah lagi, saat nasi itu sudah siap dia malah mengataiku tak becus karena nasi gorengnya gak enak. Dan tadi pagi dia minta aku masak gulai ikan karena aku belum pernah masak, jadi aku lihat resep di youtube. Aku ikuti sesuai perintah berharap mendapatkan pujian setelahnya tapi ternyata dia
Malam itu semua tetangga hadir untuk menghadiri acara syukuran di rumah Rangga dan Risa."Mbak Kinan, kamu kok belum siap-siap? Emang gak mau ikut ke acaranya Mas Rangga?" tanya Dinda."Enggak, aku di rumah saja sama Caca. Tuh Mbak Ranti kamu ajak sekalian biar dia bisa terhibur," ucap Kinan enggan."Ih, gak seru tahu! Mbak Ranti dan Ibu memang ikut, kok. Mbak Kinan di rumah sendirian, loh." ucap Dinda lagi."Enggak apa-apa, Din. Mbak gak kesepian kok, 'kan ada Caca yang nemani," jawab Kinan yang sedang memangku Caca.Kinan memang sengaja tak mau ikut, dia ingat pesan Rangga dan Risa tempo hari. Akhirnya Bu Rina dan kedua putrinya pun pergi tanpa Kinan.****Caca bermain mengejar bola karet yang dilemparnya. Kinan menemani bocah itu dengan riang gembira."Tuh bolanya gelinding, Ca! Diambil dulu ya, Sayang," ucap Kinan lembut.Caca berjalan perlahan untuk mengambil bola itu. Sedangkan Kinan memperhatikan pola laku si kecil."Ma, ada Ayah," ucap Caca yang sudah pinter ngomong."Siapa,
Kinan menggendong Caca dan berjalan beriringan bersama Bu Rina. Acara syukuran masih belum selesai, masih sesi pembacaan doa saat mereka datang.Rangga menatap Kinan yang baru datang, senyum tipis terbit di wajahnya yang tampan. Meskipun Kinan sama sekali tak melihatnya, bahkan tak mengetahui keberadaannya.Kinan mengambil duduk di samping Bu Rina. Tampak Bu Yuni-Ibu dari Risa-melirik sinis ke arahnya. Bu Yuni memang datang ke acara itu atas permintaan putrinya.Bu Yuni merasa geram dengan hadirnya Kinan, lantas perempuan paruh baya itu menghampiri Kinan dan berbicara pelan di sampingnya."Ngapain kamu ke sini? Masih belum menyerah juga kamu rupanya?" bisik Bu Yuni.Kinan lantas melirik wanita itu, dia tahu benar dengan maksud Bu Yuni."Mbak Risa sendiri yang sudah mengundang kami semua ke sini, Bu," jawab Kinan datar."Iya, kecuali kamu wanita perusak rumah tangga orang," tutur Bu Yuni tak lagi pelan.Beberapa orang di samping Kinan mendengar perkataan Bu Yuni bahkan Bu Rina juga me
"Ngapain kamu ke sini? Apa belum jelas apa yang Ibu bilang tempo hari?" seru Bu Nur emosi kepada Bagas.Pak Rahmat dan Santi-adik Bagas-hanya terdiam menyaksikan kemarahan Bu Nur."Bu, aku cuma—," ucap Bagas terputus."Cuma apa? Bukannya kamu sendiri yang bilang untuk tidak mencampuri hidupmu. Jadi mulai sekarang urus sendiri keperluanmu," sela Bu Nur sebelum Bagas menyelesaikan ucapannya.Pak Rahmat menghampiri istrinya dan memintanya untuk bersabar."Sabar to, Bu. Mungkin Bagas cuma ingin sarapan, kan biasanya jam segini dia memang ke sini untuk sarapan terus berangkat kerja," ucap Pak Rahmat menenangkan istrinya.Bu Nur mendengkus kesal mendengar ucapan suaminya."Biar dia makan di luar saja, Pak. Sesekali kita harus memberinya pelajaran, agar dia tidak selalu semena-mena pada istrinya dan bisa berpikir lebih dewasa lagi." ucap Bu Nur tegas.Pak Rahmat akhirnya hanya bisa terdiam dan tak membantah lagi ucapan istrinya.Bagas menunduk lesu, setelah itu dia memilih pergi karena meman
Saat Kinan melakukan perawatan, Bu Niken dan Alya menjaga Caca secara bergantian. Di sana ada ruang tunggu yang disediakan untuk arena permainan khusus bagi anak-anak agar tidak merasa jenuh.Alya juga melakukan perawatan wajah, namun tidak menghabiskan waktu lama seperti Kinan karena Kinan memang melakukan perawatan seluruh tubuh.Setelah selesai melakukan perawatan, Kinan keluar dengan tubuh yang lebih segar dan wajah yang lebih bersih bersinar.Bu Niken dan Alya merasa puas dengan perubahan pada diri Kinan. Selanjutnya Bu Niken mengajak mereka untuk makan."Kalian pasti sudah lapar, 'kan?" Kita cari makan di sekitar sini ya," ucap Bu Niken."Iya, Ma. Aku lapar banget, aku yakin Kinan dan Caca juga sama tuh," sahut Alya seraya melirik Kinan dari kaca spion."Iya, Mbak. Saya juga lapar," sahut Kinan dengan tersenyum malu.Mereka memilih restoran yang menyediakan menu masakan khas jawa. Untuk Caca, mereka memesankan soto yang memang aman untuk anak kecil.Sedangkan Kinan dan Alya mas
"Yaelah ... kayak cewek aja sih pake curhat-curhatan segala!" cibir Rangga."Emang cewe doang yang butuh didengar, aku juga dong," sahut Dewa.Lia datang membawa teh hangat dan cemilan untuk Lala dan Dewa. Gadis itu lalu mempersilakan tamunya untuk mencicipinya."Silakan, seadanya saja ...."ucap Lia.Dewa memperhatikan adik Rangga itu, matanya tak berkedip melihat Lia yang polos namun tetep terlihat kecantikannya."Rangga, itu adik kamu bukan?" tanya Dewa berbisik."Iya, kenapa emang?" tanya Rangga balik."Kayaknya aku bakalan sering main ke rumah ibumu nanti deh, Ga." celetuk Dewa."Eh, gak ada ya, jangan coba-coba deketin adikku atau kamu akan berurusan sama kakaknya," balas Rangga seraya menunjuk dirinya."Yeay ... emang kamu gak mau punya ipar ganteng dan mapan kayak aku, Ga?" komentar Dewa."Udah deh, jangan becanda," jawab Rangga.Lia lalu pamit ke depan menemani Andika yang sedang bermain di luar, Dewa minta ijin Rangga untuk sekedar mengobrol bersama Lia di depan.Tinggal Lala
Kinan membuka map itu dan melihat apa isi di dalamnya. Ternyata di dalam map itu ada sertifikat rumah atas nama Kinan. Diam-diam Bu Niken dan suaminya telah membeli rumah Bu Nilam dan mengalihkan namanya atas nama Kinan.Kinan menyeka sudut matanya yang basah, rasa haru menyeruak di dada."Bu, Pak ... saya gak tahu harus bagaimana lagi untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada kalian. Begitu banyak yang sudah kalian berikan untukku," ucap Kinan dengan mata berkaca-kaca."Tak perlu begitu, Kinan. Kami juga orangtuamu jadi wajar kan kalau kami ingin memberikan sesuatu kepada putri kami," ucap Bu Niken dengan senyum lembutnya.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat.Kinan lantas memeluk wanita yang telah melahirkan suaminya itu dengan perasaan bahagia. Bu Niken membalas pelukan menantunya dengan erat."Cukup dampingi Radit dan jadikan dia raja di hatimu, maka dia akan memperlakukan
"Bagaimana mungkin, Mas? Andika belum punya kekuatan hukum karena dia anak di bawah umur. Lalu bagaimana kalau aku menikah dengan Dion nanti, sementara dia tak ingin tinggal bareng ibuku?" tanya Risa tak terima.Bu Lina dan Lia menggelengkan kepala tak percaya dengan penuturan Risa. Sementara Bu Yuni menatap tajam putrinya."Apa kamu bilang? Dan kamu lebih memilih Dion daripada Ibumu sendiri, hah?!" tanya Bu Yuni dengan mendelikkan matanya."Sudahlah, Bu. Aku tak mau nantinya Dion seperti Mas Rangga, pergi meninggalkanku karena sikap Ibu," jawab Risa datar."Hei, ibu bahkan belum tahu bagaimana dan siapa Dion, apa pekerjaannya, sudah mapankah dia hingga berani menikahi putriku?" seru Bu Yuni."Tak penting, Bu. Yang penting anak dalam kandunganku memiliki seorang ayah," jawab Risa kekeh.Bu Lina dan Lia merasa heran dengan perdebatan anak dan ibu itu. Sebegitu tak berharganya kah seorang Rangga di mata mereka hingga di depannya mereka berdebat tentang seorang laki-laki lain tanpa ada r
"Loh, sayang banget, Mbak. Apa karena sedang hamil ya jadi gitu? Tapi beneran loh, Mbak ... mumpung ada gratisan, uenak pula," Bu Abdul kembali menawari Risa."Saya kan udah bilang gak berselera, Bu!" ucap Risa dengan wajah ditekuk.Karena merasa tak tahan saat melihat semua orang mengucapkan selamat kepada Kinan dan Radit, apalagi melihat Kinan yang selalu tersenyum bahagia membuat Risa pergi dari tempat itu dengan rasa dongkol.Ini merupakan kejutan buat Risa. Di saat dia mengira Kinan akan menderita karena gagal menikah, justru Kinan kini bahahia dengan sebuah kejutan istimewa.****Risa pulang ke rumah dengan rasa panas di hati. Ketika sampai, dia melihat ibunya-Bu Yuni- sudah duduk di ruang tamu bersama Bu Lina dan Lia "Oh, sudah sampai, Bu. Kirain besok mau ke sininya," ucap Risa kepada ibunya."Iyalah, setelah mendengar ceritamu waktu kamu telepon kemarin hati Ibu langsung panas aja," jawab Bu Yuni.Setelah itu dia beralih menatap Bu Lina dan bertanya kepadanya."Jadi selama i
Radit duduk di samping Ayahnya. Pak Penghulu mengambil tempat di depan Radit bersama wakilnya.Paklik dari Radit kemudian memberi sambutan untuk tamu yang sudah hadir. Setelah mengucapkan salam dan basa-basi kecil, dia mengungkapkan tujuannya datang ke rumah Kinan bersama keluarga."Saya rasa Bapak/Ibu sekalian tahu apa maksud kami datang ke sini ya ... karena ada Pak Penghulu bersama kami. Benar kami ingin menikahkan putra kami Radit Mahesa bersama Kinan Wulandari yang tempo hari sempat tertunda karena suatu hal." tutur Paklik Radit.Suasana kembali riuh saat Paklik dari Radit memperjelas maksud dan tujuannya."Dan untuk mempersingkat waktu, kami ingin segera memulai acara akadnya, silakan, Pak bisa dimulai ...." Paklil Radit mempersilakan.Kinan yang ada di dalam akhirnya disuruh keluar oleh adiknya, Dinda."Mbak, udah ditungguin, cepetan keluar," ucap Dinda."Eh, bentar Mbak. Ganti baju, gih. Ini ada kebaya cantik dan kerudungnya," ucap MuA itu bergegas."Bu Niken dan keluarganya
Hari itu Bu Rina meminta bantuan Ranti dan Dinda serta beberapa tetangga lainnya. Pak Abdul dan istrinya juga secara khusus diminta bantuannya.Sementara ada orang suruhan Bu Niken yang membantu Kinan agar tampak lebih cantik."Kenapa aku mesti dirias seperti ini, Mbak?" tanya Kinan heran."Ini atas perintah Bu Niken. Dia ingin mengunjungimu dan dia tak ingin melihatmu pucat seperti ini." ucap perempuan itu.Kinan pun akhirnya menurut dan membiarkan dirinya dirias oleh orang suruhan Bu Niken."Aku juga bawain baju yang cantik buat Mbak Kinan. Setelah ini Mbak ganti baju juga ya," ucap perempuan itu.Kinan mengangguk kecil, sebenarnya dia ingin menolak untuk berhias apalagi jika dia mengingat Radit masih terbaring lemah. Tapi karena semua atas permintaan Bu Niken, maka Kinan tak dapat menolaknya.Sementara Bu Rina dengan wajah sumringah, membersihkan rumahnya dengan bantuan Ranti, seolah akan ada acara di rumahnya. Dinda lebih memilih untuk menjaga Caca."Bu, ini bunga pesanan Ibu, say
"Tolong! Kinan!?"Bu Rina berteriak kala melihat api yang membakar beberapa perabotan rumah tangga dan sebagian dapurnya.Kinan terlonjak!Wajahnya pucat pasi dan baru menyadari keadaan sekitarnya. Dengan wajah panik, Kinan mencoba menyiramkan air ke arah api yang mulai membesar.Dinda yang semula di kamar ketakutan, dia ikut membantu Kinan mengambil air di kamar mandi."Din, kamu bawa Caca keluar, banyak asap di sini!" perintah Kinan pada adiknya.Lantas Dinda menghampiri Caca yang masih tertidur dan membawanya ke depan rumah.Alih-alih padam, api itu semakin besar dan merembet.Bu Rina berlari keluar dan meminta pertolongam kepada para tetangga."Tolong! Tolong kebakaran!"Karena hari masih pagi, masih banyak orang yang ada di rumah dan belum berangkat bekerja.Para lelaki yang ada di sana segera berlarian ke rumah Kinan, ada Pak Abdul dan Rangga juga yang turut membantu.Mereka bekerja sama memadamkan api itu hingga tak lama kemudian api bisa dipadamkan.Semua merasa lega, setidakn
"Apa maksudnya, Mbak? Coba jelaskan dan tolong jangan bertele-tele." Bu Niken penasaran.Rangga mulai merasa ada yang aneh dengan ucapan Risa, namun dia tak dapat mencegah karena Risa jauh dari jangkauannya."Radit terlalu baik untuk seorang Kinan. Kalian belum tahu sepenuhnya siapa perempuan itu, dia wanita perusak rumah tangga orang, dia merebut suami saya dan kini pernikahan saya sudah diujung tanduk. Suami saya menceraikan saya karena Kinan dan kini saya tinggal menunggu surat gugatan cerai darinya," Risa berkata dengan mata berkaca-kaca.Sebisa mungkin Risa ingin membuat mereka percaya, dia memasang wajah sendu seolah dia memang pihak yang terdzalimi.Rangga segera menghampiri Risa dan menarik tangannya."Hentikan, Risa! Pergi dari sini sekarang juga!" ucap Rangga seraya menarik tangan Risa."Tidak, Mas. Biarkan aku bicara, aku ingin mengungkapkan kebenaran ini di depan mereka semua, Kinan pantas mendapatkannya," teriak Risa seraya melepaskan tangan Rangga.Kinan tertunduk malu,
Telepon selular itu jatuh begitu saja setelah Kinan mendapatkan kabar buruk dari Alya, kakak Radit."Kinan, ada apa ini? Siapa yang menelponmu, Nak," seru Bu Rina cemas.Ranti mengambil telepon yang masih terhubung itu, dia mencoba berbicara dengan si penelpon dan masih ada Alya yang menunggu tanggapan dari keluarga Kinan.Wajah Ranti berubah pias begitu mendengar keterangan dari Alya. Sedangkan saat ini semua orang menunggu penjelasan dari Ranti."Ada apa, Ran?" tanya Pak Abdul.Bu Rina bersender di tembok, hatinya terlalu lemah untuk mendengarkan kabar buruk. Sedangkan Kinan masih mematung dengan wajah dingin, tak bersuara dan tatapan matanya kosong."Radit kecelakaan, dia terluka parah dan saat ini ada di rumah sakit," terang Ranti.Semua ternganga, suasana berubah menjadi gempar, setiap orang berbicara dengan pendapatnya masing-masing."Kita harus ke rumah sakit sekarang juga, semoga Radit baik-baik saja," ucap Pak Abdul memberi komando."Kinan! Hei, Kinan ada apa denganmu?!" teri