Hanna mengadahkan wajahnya. Kemudian menyingkap selimut dan terlihat dengan jelas, sinyal mentereng di bawah sana. Hanna kembali menatap Sagara dengan cepat.
“Mana bisa, Sagara. Ini rumah sak—“
Sagara beranjak dari tempat tidurnya kemudian mengunci pintu. Lantas membuat Hanna melotot kala melihatnya. Sagara menarik tangan Hanna. Membawanya duduk di atas sofa kemudian membuka celananya.
“Kamu bisa melakukan hal yang pernah kita lakukan waktu itu, Hanna,” kata Sagara dengan suara paraunya.
“Ta—tapi, Sagara.”
Sagara menatap Hanna dengan raut wajah memohon. Sampai akhirnya Hanna pun mengalah. Ia membuka celana dalamnya dan duduk di atas paha Sagara.
Ia yang tengah diburu gairah pun menikmati setiap gerakan yang dia lakukan di atas tubuh Sagara. Mengeluarkan desahan yang nyaring di telinga. Membuat Sagara menyunggingkan senyum kala melihat Hanna yang begitu semangat melayani suaminya.
Sampai
Baru saja Suster Indah hendak menjawab pertanyaan Andra, pemilik showroom datang dan memberikan surat-surat mobil milik Sagara.“Terima kasih ya, Bu. Sudah mau jagain mobilnya Sagara. Nggak bisa ditambahin nih. Uangnya ngepas,” kata Andra sembari menerbitkan senyumnya.“Iya, nggak apa-apa.”Andra dan Suster Indah pun pamit dan masuk ke dalam mobil Sagara. Membawa mobil itu menuju rumah sakit, sesuai permintaan sang pemilik mobil.“Bagaimana kabarnya Tante Mayang?” tanya Andra setelah hampir lima menit lamanya tidak ada suara dari dua orang ini.Suster Indah menoleh. “Baik, Mas. Kondisinya sudah semakin membaik. Harusnya lusa sudah bisa pulang, tapi karena nunggu Mas Sagara sembuh dulu, Bu Mayang baru bisa pulang.”Andra manggut-manggut. “Syukurlah. Yang penting kondisinya sudah kembali sehat. Soal pulang, bisa kapan aja. Sambil nunggu Sagara sembuh dulu.”Suster Indah mengang
"Maafkan saya karena sering menguping obrolan Suster Indah di telepon. Sejak kejiwaan saya kembali, saya merasa ada yang janggal pada anak saya. Yang seharusnya dia sudah ke sini untuk melihat kondisi saya. Tapi, hingga kini, sudah empat hari setelah saya sembuh, Sagara tidak kunjung menemui saya."Suster Indah menelan salivanya dengan pelan. "Lalu?"Mayang menghela napasnya. "Saya tau, apa yang sedang terjadi pada anak saya. Dia ... sedang dirawat di rumah sakit, kan? Suster Indah bilang, bagaimana kondisi Sagara. Alasan Suster tidak mau memberi tahu saya tentang kondisi anak saya, apa?"Yang pada akhirnya Mayang pun tahu tentang kondisi Sagara saat ini. Tidak pernah menemuinya di sana padahal sudah tahu, jika Mayang sudah sembuh. Perempuan itu menghela napas dnegan pelan."Sebelumnya saya minta maaf karena sudah menyembunyikan soal Mas Sagara, Bu. Saya mengkhawatirkan kondisi Ibu, jika tau apa yang terjadi dengan Mas Sagara," kata Suster Indah berusaha
Mayang menghela napasnya dengan pelan. "Manusia paling jahat memang, si Damar itu. Padahal dia sudah berjanji pada Mama, tidak akan pernah mengganggu hidup kamu lagi. Tapi, dia malah menyewa pembunuh untuk membunuh kamu."Mayang memejammkan matanya sekejap kemudian menghela napasnya kembali.Sagara lantas menerbitkan senyumnya."Pak Ardi, kaki tangannya Mr. Patrick. Dia yang sedang mengambil dokumen asli itu di Jepang. Dengan begitu, aku bisa menuntut Damar lebih. Bukan hanya pasal penculikan. Dia juga terkena pasal percobaan pembunuhan, merampas senjata tajam milik aparat kepolisian, dan juga sudah memalsukan dokumen Anumerta Coorporation."Mayanga mengusapi lengan anaknya itu sembari menganggukkan kepalanya. "Iya, Nak. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Mama akan mendukung kamu," ucapnya kemudian mengulas senyumnya.Sagara mengangguk. "Seandainya aku punya bukti tentang pembuahan yang Damar lakukan ke Papa, bisa aku laporkan juga, Ma. Sayangnya
Di Indonesia.Rumah Sakit Harapan.Ortopedi yang dikenakan dia akhirnya sudah bisa dilepas. Mengingat kondisi tulang yang terkena luka tembak itu sudah mulai pulih. Betapa leganya hati Sagara lantaran akhirnya ia bisa terbebas dari ortopedi sialan itu. Membuat dirinya tidak bisa leluasa untuk melakukan hal yang ingin dia lakukan.“Ini, hasil scan di bagian tulang dada Anda. Saat pertama kali terkena luka tembak, dengan yang baru. Hasilnya sangat jauh berbeda, bukan? Tetapi, harus tetap minum obat agar tulangnya kembali lebih baik lagi. Karena Anda tidak akan bisa menggendong istri Anda jika tulang selangkanya masih sakit,” kata Dokter Handoko menjelaskan perihal kondisi Sagara.Pria itu menghela napas kasar. “Baik, Dok. Berapa lama lagi, saya harus dirawat? Udah gak betah, Dok. Pengen pulang.”“Lusa, baru bisa pulang ke rumah. Untuk saat ini, kondisi Anda masih dalam perawatan.”Sagara mengembungkan pipiny
Sagara menghela napasnya dengan pelan. Tangannya mengusapi wajah cantik milik sang istri. Kemudian menerbitkan senyumnya kepada wanitanya itu.“Aku selalu mempermalukan diri aku sendiri di depan semua orang yang bertanya mengenai kehamilan kamu. Karena aku ingin menjaga nama baik istri aku. Biar saja mereka menganggap aku pria nggak bener. Bahkan, mereka pun tau kalau saat itu aku sedang menjalin hubungan dengan Clara.“Aku juga bilang. Aku terlalu tergoda oleh kamu. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk berhubungan badan dengan kamu, tapi tidak dengan Clara. Kenapa nggak jujur aja kalau aku hanya menolong kamu.” Sagara menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Karena aku nggak mau kamu menanggung malu. Biar aku aja.”Sagara kembali menerbitkan senyumnya. Ia hanya ingin Hanna tahu betapa ia sangat menjaga privasi istrinya. Biar saja dicemooh oleh banyak orang, asal jangan Hanna. Biar saja dia harus mengakui sudah selingkuh dari Clara. Asalkan Hanna selamat dari omon
Sagara, dalam keputusasaan akibat pengusiran oleh ayah tirinya, menghadapi dilema tentang tempat tinggal yang layak baginya. Satu-satunya warisan yang dimilikinya kini hanyalah sebuah mobil hitam yang ditinggalkan oleh ayah yang telah tiada selamanya."Damar yang tak berbelas kasihan! Arrghhh!" teriaknya, diikuti dengan tendangan keras ke ban mobilnya. Ia juga menarik rambutnya dengan keras sebelum memejamkan matanya."Ke mana lagi saya harus pergi? Tabungan saya hanya cukup untuk bertahan seminggu," ucapnya dengan lirih, sambil mengusap air mata yang mengalir di sudut matanya.Saat ia hendak kembali ke dalam mobilnya, mata Sagara menangkap sosok yang berdiri di tepi jembatan, tampaknya siap untuk melompat ke bawah."Hei! Jangan melakukannya!" serunya, lalu ia berlari menuju perempuan tersebut dengan secepat mungkin."Jangan melakukannya!" ucap Sagara lagi, sambil menarik tubuh perempuan itu sehingga keduanya terjatuh ke aspal.Meskipun terkesan tidak senang dengan bantuan yang diberi
“Orang tua saya sudah tidak ada lagi, Pak. Yang saya miliki sekarang hanya Hanna. Ayah saya meninggal karena diracun, dan pelaku belum ditemukan hingga kini. Ibunda saya menjadi gila karena suami barunya merampas semua kekayaan yang dimiliki ayah saya. Jika Bapak bersedia bersabar, saya akan berusaha mengambil kembali kekayaan yang menjadi hak saya,” jelas Sagara dengan tegas, berusaha meyakinkan Krisna untuk menerima dirinya dan menikahkannya dengan Hanna, anak semata wayangnya.Krisna menghela napas dengan kasar. “Artinya, kamu sudah tidak memiliki apa pun. Bahkan harta orang tua kamu bisa direbut oleh ayah tirimu. Bagaimana jika ada pria lain yang lebih berhasil dari kamu dan ingin menikahi anak saya?”Sagara menelan ludahnya. Kini, ia memang tidak memiliki apa-apa. Namun, ia yakin bahwa harta itu pasti akan kembali padanya. Matanya menatap tajam Krisna.“Saat ini memang saya tidak memiliki bukti yang bisa membuat Bapak percaya. Namun, suatu hari nanti saya akan membuktikannya. Jik
Satu minggu kemudian, Sagara dan Hanna melangsungkan akad nikah dengan acara yang sangat sederhana. Mereka hanya mengundang keluarga besar Hanna dan keluarga dari sahabat ayah Sagara. Meski harus menanggung malu, Krisna telah memberitahu kebenaran tentang kehamilan Hanna yang terjadi sebelum menikah.“Sagara, jaga dirimu baik-baik, ya. Kami harus kembali ke Yogyakarta,” kata Hendrik kepada Sagara.Sagara mengangguk sambil mengulas senyumnya. “Baik, Om. Terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk menjadi saksi pernikahan kami.”Hendrik menepuk bahu Sagara. “Kita akan segera mencari bukti untuk mengambil kembali perusahaan ayahmu. Setelah kita menemukan semua dokumen asli yang disembunyikan oleh ayahmu, kita dapat melaporkan Damar ke polisi.”Sagara mengangguk lagi. “Aku juga akan berusaha mencarinya, Om. Sayangnya, orang tua Hanna tidak merestui kami karena aku tidak memiliki apapun.”“Iya, Om sudah tahu. Terlihat dari ekspresi mertuamu. Dia kecewa karena anaknya melibatkan diri den