Supaya tidak melewatkan peluang terbaik, para reporter buru-buru merilis berita ini. Pada dasarnya, konferensi pers ini sangatlah menghebohkan. Begitu dirilis, berita ini langsung menjadi berita utama. Para pendukung pun mulai memaki."Astaga, aku nggak nyangka Shania orang seperti itu! Semua yang dikatakannya hanya omong kosong!""Dia jahat sekali! Bukan hanya merampas milik orang lain, tapi juga ingin membunuhnya! Mengerikan sekali!""Orang seperti ini harus dihukum sesuai peraturan yang ada!"Melihat situasi ini, Zayden merasa sudah cukup. Dia berkata dengan suara seraknya, "Bukti sudah ada. Aku yakin kalian bisa menilai sendiri. Setelah membatalkan pertunangan, aku akan menyerahkan bukti kejahatan Shania kepada pihak berwajib. Biar mereka yang menanganinya, aku tidak akan melindungi wanita ini."Selesai berbicara, Zayden bangkit dan bersiap-siap untuk pergi. Melihat ini, para reporter yang merasa kurang puas buru-buru bertanya, "Tuan Zayden, sepertinya kamu sudah menemukan penyelam
Felya awalnya tampak tenang. Namun, begitu mendengar nama tersebut, ekspresinya pun tampak masam. Dalam sekejap, Felya tidak bisa mengendalikan amarahnya. Dia mengangkat tangannya untuk menampar Shania lagi. "Dasar gila, jangan bicara omong kosong!"Bagaimana mungkin Audrey adalah wanita yang sudah menolong Zayden? Felya sulit memercayainya.Meskipun ditampar, Shania merasa sangat puas melihat ekspresi marah Felya. Dia telah menyinggung Keluarga Moore sehingga kehidupannya pasti akan menderita. Jadi, jangan harap Audrey bisa bahagia!"Memang dia wanitanya. Kamu kira bagaimana Zayden bisa tahu kebenarannya? Tentu saja karena dia melahirkan anak untuk Zayden! Haha! Tapi, dengar-dengar anak itu sakit leukemia. Mungkin gara-gara kamu mengurungnya di ruang pembuangan limbah radioaktif. Audrey pasti nggak bisa memaafkanmu. Zayden pun ditakdirkan nggak bisa bersama Audrey!"Makin berbicara, Shania merasa makin gembira. Dia memiliki keinginan kuat untuk membuat mereka semua menderita.Ekspresi
Meskipun Zayden tahu Audrey tidak mungkin bersikap baik padanya sekarang, hatinya tetap terasa sakit saat mendengar perkataan ini.Zayden tersenyum getir dan berkata, "Tanpa kamu menyuruhku, aku sudah pasti akan melakukannya. Dash adalah putraku, mana mungkin aku mengabaikannya begitu saja? Aku pasti akan menolongnya."Audrey hanya merasa ironis saat melihat ekspresi sedih Zayden. Dia menimpali dengan kejam, "Bagus kalau kamu bisa berpikir begitu. Aku kira kamu akan seperti dulu, mengancamku dengan kelemahanku. Lagi pula, kamu pernah melakukan hal seperti itu. Sepertinya, kamu sudah menemukan hati nuranimu dalam 5 tahun ini."Wajah Zayden seketika memucat. Dia tentu memahami maksud Audrey, tetapi tidak bisa membantah. "Audrey, tenang sedikit. Aku memang sudah salah sebelumnya, aku ....""Kamu tahu kenapa Dash bisa jatuh sakit seperti ini? Semua ini karena perbuatan ibumu. Dash sampai terpapar radiasi untuk waktu yang lama. Kalau nggak, Dash pasti sehat-sehat saja. Aku juga nggak perlu
Audrey yakin Zayden tidak akan melakukan apa pun terhadap ibunya. Saat itu, dia juga mengatakan akan mengusir Shania ke luar negeri, tetapi keduanya malah hendak bertunangan. Janji pria ini hanya sebatas lelucon di mata Audrey.....Setelah keluar dari bangsal, Zayden tampak agak linglung. Dia baru menyadari bahwa perubahan sikap Audrey yang mendadak itu tidak seperti yang dikatakan oleh wanita ini. Apakah ibunya benar-benar telah melakukan begitu banyak perbuatan jahat untuk mengancam Audrey?Zayden sulit memercayai ibunya akan menggunakan metode sekeji itu. Namun, Audrey tidak seperti sedang berbohong.Sesaat kemudian, Zayden baru tersadar dari lamunannya. Dia menelepon Caleb, menyuruhnya untuk mengambil rekaman kamera pengawas dari kafe yang dikunjungi Audrey hari itu. Zayden ingin melihat apakah ibunya juga berada di sana atau tidak.Kemudian, Zayden juga menyuruh bawahannya untuk segera mengantar sampel darah Dash. Sesudah mengurus semuanya, dia pun pergi mengambil darah untuk mel
"Kenapa aku berbuat seperti itu? Tentu saja untuk kebaikanmu! Dia hidup dengan Christian selama ini, tapi tiba-tiba pulang mencarimu. Aku nggak ingin kamu terlibat skandal lagi karena dia!" seru Felya dengan emosional.Zayden sangat menghormati Felya selama ini. Itu sebabnya, dia sangat marah saat mendengar Zayden bertanya dengan nada bicara tidak sopan."Dia tidak pernah berniat mencariku, justru aku yang terus mengganggunya. Semua ini salahku, kamu nggak seharusnya menyakitinya," sahut Zayden."Kamu sudah gila, ya?" tanya Felya dengan nada melengking sambil memelotot. Dia tidak menyangka putra kebanggaannya akan bersikap begitu rendah diri demi seorang wanita."Menurutku, justru Ibu yang sudah gila. Gara-gara kamu menculik Dash, dia menderita leukemia akut sekarang. Bagaimanapun, dia cucumu ...," timpal Zayden.Felya termangu mendengarnya. Anak itu menderita leukemia? Bagaimana bisa kebetulan seperti itu? Felya pun bertanya, "Kamu yakin itu anakmu? Jangan-jangan wanita itu hanya meni
Zayden tidak menyangka ibunya akan begitu kejam demi kepentingan sendiri. Dia pun berkata, "Aku tidak akan merebut anak itu darinya. Ibu, tolong jangan mencelakai Audrey dan kerabatnya lagi. Kalau terulang lagi, aku hanya bisa mengirimmu ke luar negeri."Seusai melontarkan itu, Zayden langsung mengakhiri panggilannya. Felya pun membantingkan ponsel saking murkanya. Dia tidak menduga putranya yang begitu berbakti akan bersikap begitu keras kepala demi Audrey dan anak haram itu, bahkan mengancam akan mengirimnya ke luar negeri.Audrey ini memang bencana besar. Kalau sampai wanita ini menjadi istri Zayden, mungkin Zayden tidak akan mengakui Felya sebagai ibunya lagi.....Setelah mengakhiri panggilan, Zayden mengembuskan napas saking lelahnya. Dia tidak menduga Felya bukan hanya tidak merasa bersalah, tetapi ingin merebut Dash yang sedang sakit. Kalau sampai Audrey mengetahui hal ini, wanita ini pasti tidak bersedia bertemu dengan Zayden lagi.Sambil berpikir demikian, Zayden melihat dokt
Mengungkit masalah ini, Audrey tiba-tiba tidak berniat mengonfrontasi lagi. Dia menatap pria di hadapannya dengan gugup. "Ada apa?" tanya Audrey sambil mengepalkan tangannya dengan erat. Tatapannya penuh dengan penantian dan harapan."Hasil tesku dan Dash cocok." Zayden menatap Audrey lekat-lekat. Hanya pada saat ini, Audrey baru memandang Zayden dengan tenang. Meski dalam hatinya merasa getir, Zayden tetap memberitahukan hasilnya dengan jujur terhadap Audrey.Mendengar hal itu, Audrey terdiam sejenak. Tadinya dia telah mempersiapkan mental seandainya hasil tes kali ini juga gagal. Kini setelah diberi tahu bahwa hasilnya cocok, Audrey malah menjadi sulit memercayainya. Audrey mencubit lengannya dengan keras. Rasa sakit itu mengingatkan Audrey bahwa dia tidak sedang bermimpi ataupun berhalusinasi saat ini.Akhirnya berhasil juga, Dash punya harapan untuk sembuh! Dalam beberapa hari belakangan ini, baru kali ini Audrey bisa tersenyum. Berita ini seakan-akan membuat hatinya yang muram men
Audrey mengerutkan alisnya dan berkata, "Menurutku nggak perlu seperti itu. Kamu bisa pulang setelah melakukan transplantasi, aku akan mengirimkan kabarnya padamu setiap saat ....""Tidak bisa!" tolak Zayden. "Aku harus menjaga Dash di sisinya! Ini adalah satu-satunya permintaanku padamu.""Zayden, kamu ...." Audrey merasa tak berdaya. Dia hanya ingin Zayden pulang setelah melakukan operasi transplantasi agar tidak timbul masalah lainnya lagi. Hanya saja, Zayden tampaknya sangat bersikeras dengan permintaannya. Dari pemahaman Audrey terhadap Zayden, pria ini pasti tidak akan menyerah begitu saja."Baiklah ... aku setuju. Tapi, kamu nggak boleh beri tahu Dash bahwa kamu adalah ayahnya. Aku nggak mau kamu memberitahunya hal ini, oke?" Mendengar perkataan Audrey, Zayden hanya tertawa getir. Tak disangka, dia bahkan tidak diperbolehkan mengakui statusnya di hadapan Dash.Namun, setelah ragu-ragu sejenak, Zayden akhirnya setuju. Dia tahu bahwa hal ini memang tidak boleh dipaksakan. Dia tida