Meskipun Zayden tahu Audrey tidak mungkin bersikap baik padanya sekarang, hatinya tetap terasa sakit saat mendengar perkataan ini.Zayden tersenyum getir dan berkata, "Tanpa kamu menyuruhku, aku sudah pasti akan melakukannya. Dash adalah putraku, mana mungkin aku mengabaikannya begitu saja? Aku pasti akan menolongnya."Audrey hanya merasa ironis saat melihat ekspresi sedih Zayden. Dia menimpali dengan kejam, "Bagus kalau kamu bisa berpikir begitu. Aku kira kamu akan seperti dulu, mengancamku dengan kelemahanku. Lagi pula, kamu pernah melakukan hal seperti itu. Sepertinya, kamu sudah menemukan hati nuranimu dalam 5 tahun ini."Wajah Zayden seketika memucat. Dia tentu memahami maksud Audrey, tetapi tidak bisa membantah. "Audrey, tenang sedikit. Aku memang sudah salah sebelumnya, aku ....""Kamu tahu kenapa Dash bisa jatuh sakit seperti ini? Semua ini karena perbuatan ibumu. Dash sampai terpapar radiasi untuk waktu yang lama. Kalau nggak, Dash pasti sehat-sehat saja. Aku juga nggak perlu
Audrey yakin Zayden tidak akan melakukan apa pun terhadap ibunya. Saat itu, dia juga mengatakan akan mengusir Shania ke luar negeri, tetapi keduanya malah hendak bertunangan. Janji pria ini hanya sebatas lelucon di mata Audrey.....Setelah keluar dari bangsal, Zayden tampak agak linglung. Dia baru menyadari bahwa perubahan sikap Audrey yang mendadak itu tidak seperti yang dikatakan oleh wanita ini. Apakah ibunya benar-benar telah melakukan begitu banyak perbuatan jahat untuk mengancam Audrey?Zayden sulit memercayai ibunya akan menggunakan metode sekeji itu. Namun, Audrey tidak seperti sedang berbohong.Sesaat kemudian, Zayden baru tersadar dari lamunannya. Dia menelepon Caleb, menyuruhnya untuk mengambil rekaman kamera pengawas dari kafe yang dikunjungi Audrey hari itu. Zayden ingin melihat apakah ibunya juga berada di sana atau tidak.Kemudian, Zayden juga menyuruh bawahannya untuk segera mengantar sampel darah Dash. Sesudah mengurus semuanya, dia pun pergi mengambil darah untuk mel
"Kenapa aku berbuat seperti itu? Tentu saja untuk kebaikanmu! Dia hidup dengan Christian selama ini, tapi tiba-tiba pulang mencarimu. Aku nggak ingin kamu terlibat skandal lagi karena dia!" seru Felya dengan emosional.Zayden sangat menghormati Felya selama ini. Itu sebabnya, dia sangat marah saat mendengar Zayden bertanya dengan nada bicara tidak sopan."Dia tidak pernah berniat mencariku, justru aku yang terus mengganggunya. Semua ini salahku, kamu nggak seharusnya menyakitinya," sahut Zayden."Kamu sudah gila, ya?" tanya Felya dengan nada melengking sambil memelotot. Dia tidak menyangka putra kebanggaannya akan bersikap begitu rendah diri demi seorang wanita."Menurutku, justru Ibu yang sudah gila. Gara-gara kamu menculik Dash, dia menderita leukemia akut sekarang. Bagaimanapun, dia cucumu ...," timpal Zayden.Felya termangu mendengarnya. Anak itu menderita leukemia? Bagaimana bisa kebetulan seperti itu? Felya pun bertanya, "Kamu yakin itu anakmu? Jangan-jangan wanita itu hanya meni
Zayden tidak menyangka ibunya akan begitu kejam demi kepentingan sendiri. Dia pun berkata, "Aku tidak akan merebut anak itu darinya. Ibu, tolong jangan mencelakai Audrey dan kerabatnya lagi. Kalau terulang lagi, aku hanya bisa mengirimmu ke luar negeri."Seusai melontarkan itu, Zayden langsung mengakhiri panggilannya. Felya pun membantingkan ponsel saking murkanya. Dia tidak menduga putranya yang begitu berbakti akan bersikap begitu keras kepala demi Audrey dan anak haram itu, bahkan mengancam akan mengirimnya ke luar negeri.Audrey ini memang bencana besar. Kalau sampai wanita ini menjadi istri Zayden, mungkin Zayden tidak akan mengakui Felya sebagai ibunya lagi.....Setelah mengakhiri panggilan, Zayden mengembuskan napas saking lelahnya. Dia tidak menduga Felya bukan hanya tidak merasa bersalah, tetapi ingin merebut Dash yang sedang sakit. Kalau sampai Audrey mengetahui hal ini, wanita ini pasti tidak bersedia bertemu dengan Zayden lagi.Sambil berpikir demikian, Zayden melihat dokt
Mengungkit masalah ini, Audrey tiba-tiba tidak berniat mengonfrontasi lagi. Dia menatap pria di hadapannya dengan gugup. "Ada apa?" tanya Audrey sambil mengepalkan tangannya dengan erat. Tatapannya penuh dengan penantian dan harapan."Hasil tesku dan Dash cocok." Zayden menatap Audrey lekat-lekat. Hanya pada saat ini, Audrey baru memandang Zayden dengan tenang. Meski dalam hatinya merasa getir, Zayden tetap memberitahukan hasilnya dengan jujur terhadap Audrey.Mendengar hal itu, Audrey terdiam sejenak. Tadinya dia telah mempersiapkan mental seandainya hasil tes kali ini juga gagal. Kini setelah diberi tahu bahwa hasilnya cocok, Audrey malah menjadi sulit memercayainya. Audrey mencubit lengannya dengan keras. Rasa sakit itu mengingatkan Audrey bahwa dia tidak sedang bermimpi ataupun berhalusinasi saat ini.Akhirnya berhasil juga, Dash punya harapan untuk sembuh! Dalam beberapa hari belakangan ini, baru kali ini Audrey bisa tersenyum. Berita ini seakan-akan membuat hatinya yang muram men
Audrey mengerutkan alisnya dan berkata, "Menurutku nggak perlu seperti itu. Kamu bisa pulang setelah melakukan transplantasi, aku akan mengirimkan kabarnya padamu setiap saat ....""Tidak bisa!" tolak Zayden. "Aku harus menjaga Dash di sisinya! Ini adalah satu-satunya permintaanku padamu.""Zayden, kamu ...." Audrey merasa tak berdaya. Dia hanya ingin Zayden pulang setelah melakukan operasi transplantasi agar tidak timbul masalah lainnya lagi. Hanya saja, Zayden tampaknya sangat bersikeras dengan permintaannya. Dari pemahaman Audrey terhadap Zayden, pria ini pasti tidak akan menyerah begitu saja."Baiklah ... aku setuju. Tapi, kamu nggak boleh beri tahu Dash bahwa kamu adalah ayahnya. Aku nggak mau kamu memberitahunya hal ini, oke?" Mendengar perkataan Audrey, Zayden hanya tertawa getir. Tak disangka, dia bahkan tidak diperbolehkan mengakui statusnya di hadapan Dash.Namun, setelah ragu-ragu sejenak, Zayden akhirnya setuju. Dia tahu bahwa hal ini memang tidak boleh dipaksakan. Dia tida
Audrey menengadah ke arah sumber suara. Melihat Christian datang menjemputnya, dia segera melangkah cepat ke arah pria itu. Zayden mengerutkan alisnya. Hatinya merasa gusar, tetapi dia berusaha untuk menahan diri dan mengikuti Audrey. Christian berdiri di samping sebuah mobil dan melambai ke arah mereka."Mohon bantuanmu," kata Audrey kepada Christian. Setelah mendapat kabar bahwa hasil tesnya cocok, Audrey segera menyampaikan berita ini kepada Lara dan Christian agar kedua orang itu tidak cemas."Nggak perlu sungkan di antara kita," jawab Christian sambil tertawa. Dia melihat wajah Audrey dengan saksama dan mengulurkan tangannya untuk mengelus wajah Audrey. "Audrey, kenapa wajahmu ... terluka?""Nggak apa-apa, aku hanya nggak sengaja jatuh." Audrey menggelengkan kepalanya. Dia tidak menceritakan apa yang dialaminya beberapa hari ini di luar negeri. Jika diceritakan, hal ini hanya akan membuat Christian semakin khawatir saja.Zayden yang melihat gerakan Christian ini langsung mengulurk
Audrey duduk di kursi penumpang depan, sementara Christian sedang mengemudikan mobilnya. Christian menyerahkan sebuah laporan hasil tes kepada Audrey. Dia tahu bahwa Audrey paling mengkhawatirkan hal ini. Audrey segera menerimanya dan memeriksa hasil tes tersebut.Lantaran penyakit Dash, Audrey bahkan sudah menghafal parameter hasil tes. Setelah memeriksanya dengan saksama, dia baru menghela napas lega setelah mengetahui bahwa kondisi Dash cukup stabil sekarang. Audrey tiba-tiba melihat kumis Christian yang sudah mulai lebat. Dia pasti sudah lama tidak merawat diri demi menjaga kondisi Dash."Maaf merepotkanmu selama ini," ucap Audrey.Christian tersenyum, lalu berkata, "Nggak usah sungkan." Christian mengalihkan pandangannya ke kaca spion untuk melihat ke belakang sambil berkata, "Dash memanggilku Papa Chris, jadi sudah seharusnya aku melakukan semua ini."Mendengar kata "Papa", Zayden langsung mengepalkan tangannya dengan erat. Dia benar-benar merasa tidak berguna karena membiarkan a