"Kenapa aku berbuat seperti itu? Tentu saja untuk kebaikanmu! Dia hidup dengan Christian selama ini, tapi tiba-tiba pulang mencarimu. Aku nggak ingin kamu terlibat skandal lagi karena dia!" seru Felya dengan emosional.Zayden sangat menghormati Felya selama ini. Itu sebabnya, dia sangat marah saat mendengar Zayden bertanya dengan nada bicara tidak sopan."Dia tidak pernah berniat mencariku, justru aku yang terus mengganggunya. Semua ini salahku, kamu nggak seharusnya menyakitinya," sahut Zayden."Kamu sudah gila, ya?" tanya Felya dengan nada melengking sambil memelotot. Dia tidak menyangka putra kebanggaannya akan bersikap begitu rendah diri demi seorang wanita."Menurutku, justru Ibu yang sudah gila. Gara-gara kamu menculik Dash, dia menderita leukemia akut sekarang. Bagaimanapun, dia cucumu ...," timpal Zayden.Felya termangu mendengarnya. Anak itu menderita leukemia? Bagaimana bisa kebetulan seperti itu? Felya pun bertanya, "Kamu yakin itu anakmu? Jangan-jangan wanita itu hanya meni
Zayden tidak menyangka ibunya akan begitu kejam demi kepentingan sendiri. Dia pun berkata, "Aku tidak akan merebut anak itu darinya. Ibu, tolong jangan mencelakai Audrey dan kerabatnya lagi. Kalau terulang lagi, aku hanya bisa mengirimmu ke luar negeri."Seusai melontarkan itu, Zayden langsung mengakhiri panggilannya. Felya pun membantingkan ponsel saking murkanya. Dia tidak menduga putranya yang begitu berbakti akan bersikap begitu keras kepala demi Audrey dan anak haram itu, bahkan mengancam akan mengirimnya ke luar negeri.Audrey ini memang bencana besar. Kalau sampai wanita ini menjadi istri Zayden, mungkin Zayden tidak akan mengakui Felya sebagai ibunya lagi.....Setelah mengakhiri panggilan, Zayden mengembuskan napas saking lelahnya. Dia tidak menduga Felya bukan hanya tidak merasa bersalah, tetapi ingin merebut Dash yang sedang sakit. Kalau sampai Audrey mengetahui hal ini, wanita ini pasti tidak bersedia bertemu dengan Zayden lagi.Sambil berpikir demikian, Zayden melihat dokt
Mengungkit masalah ini, Audrey tiba-tiba tidak berniat mengonfrontasi lagi. Dia menatap pria di hadapannya dengan gugup. "Ada apa?" tanya Audrey sambil mengepalkan tangannya dengan erat. Tatapannya penuh dengan penantian dan harapan."Hasil tesku dan Dash cocok." Zayden menatap Audrey lekat-lekat. Hanya pada saat ini, Audrey baru memandang Zayden dengan tenang. Meski dalam hatinya merasa getir, Zayden tetap memberitahukan hasilnya dengan jujur terhadap Audrey.Mendengar hal itu, Audrey terdiam sejenak. Tadinya dia telah mempersiapkan mental seandainya hasil tes kali ini juga gagal. Kini setelah diberi tahu bahwa hasilnya cocok, Audrey malah menjadi sulit memercayainya. Audrey mencubit lengannya dengan keras. Rasa sakit itu mengingatkan Audrey bahwa dia tidak sedang bermimpi ataupun berhalusinasi saat ini.Akhirnya berhasil juga, Dash punya harapan untuk sembuh! Dalam beberapa hari belakangan ini, baru kali ini Audrey bisa tersenyum. Berita ini seakan-akan membuat hatinya yang muram men
Audrey mengerutkan alisnya dan berkata, "Menurutku nggak perlu seperti itu. Kamu bisa pulang setelah melakukan transplantasi, aku akan mengirimkan kabarnya padamu setiap saat ....""Tidak bisa!" tolak Zayden. "Aku harus menjaga Dash di sisinya! Ini adalah satu-satunya permintaanku padamu.""Zayden, kamu ...." Audrey merasa tak berdaya. Dia hanya ingin Zayden pulang setelah melakukan operasi transplantasi agar tidak timbul masalah lainnya lagi. Hanya saja, Zayden tampaknya sangat bersikeras dengan permintaannya. Dari pemahaman Audrey terhadap Zayden, pria ini pasti tidak akan menyerah begitu saja."Baiklah ... aku setuju. Tapi, kamu nggak boleh beri tahu Dash bahwa kamu adalah ayahnya. Aku nggak mau kamu memberitahunya hal ini, oke?" Mendengar perkataan Audrey, Zayden hanya tertawa getir. Tak disangka, dia bahkan tidak diperbolehkan mengakui statusnya di hadapan Dash.Namun, setelah ragu-ragu sejenak, Zayden akhirnya setuju. Dia tahu bahwa hal ini memang tidak boleh dipaksakan. Dia tida
Audrey menengadah ke arah sumber suara. Melihat Christian datang menjemputnya, dia segera melangkah cepat ke arah pria itu. Zayden mengerutkan alisnya. Hatinya merasa gusar, tetapi dia berusaha untuk menahan diri dan mengikuti Audrey. Christian berdiri di samping sebuah mobil dan melambai ke arah mereka."Mohon bantuanmu," kata Audrey kepada Christian. Setelah mendapat kabar bahwa hasil tesnya cocok, Audrey segera menyampaikan berita ini kepada Lara dan Christian agar kedua orang itu tidak cemas."Nggak perlu sungkan di antara kita," jawab Christian sambil tertawa. Dia melihat wajah Audrey dengan saksama dan mengulurkan tangannya untuk mengelus wajah Audrey. "Audrey, kenapa wajahmu ... terluka?""Nggak apa-apa, aku hanya nggak sengaja jatuh." Audrey menggelengkan kepalanya. Dia tidak menceritakan apa yang dialaminya beberapa hari ini di luar negeri. Jika diceritakan, hal ini hanya akan membuat Christian semakin khawatir saja.Zayden yang melihat gerakan Christian ini langsung mengulurk
Audrey duduk di kursi penumpang depan, sementara Christian sedang mengemudikan mobilnya. Christian menyerahkan sebuah laporan hasil tes kepada Audrey. Dia tahu bahwa Audrey paling mengkhawatirkan hal ini. Audrey segera menerimanya dan memeriksa hasil tes tersebut.Lantaran penyakit Dash, Audrey bahkan sudah menghafal parameter hasil tes. Setelah memeriksanya dengan saksama, dia baru menghela napas lega setelah mengetahui bahwa kondisi Dash cukup stabil sekarang. Audrey tiba-tiba melihat kumis Christian yang sudah mulai lebat. Dia pasti sudah lama tidak merawat diri demi menjaga kondisi Dash."Maaf merepotkanmu selama ini," ucap Audrey.Christian tersenyum, lalu berkata, "Nggak usah sungkan." Christian mengalihkan pandangannya ke kaca spion untuk melihat ke belakang sambil berkata, "Dash memanggilku Papa Chris, jadi sudah seharusnya aku melakukan semua ini."Mendengar kata "Papa", Zayden langsung mengepalkan tangannya dengan erat. Dia benar-benar merasa tidak berguna karena membiarkan a
Zayden sama sekali tidak keberatan dengan sikap Audrey yang sangat dingin terhadapnya. Sebaliknya, pandangannya malah terjatuh pada Dash yang kini telah terlelap. Dia merasa enggan untuk pergi dan berkata, "Audrey, biarkan aku menjaga Dash."Sambil berbicara, Zayden melangkahkan kakinya dengan pelan ke samping tempat tidur. Dash sedang tidur pulas saat ini. Meski wajahnya tampak kurus, penampilannya masih tetap terlihat imut bagaikan boneka. Tatapan Zayden berubah menjadi lebih lembut dari biasanya.Bibir Audrey bergetar sejenak. Awalnya dia ingin menyuruh Zayden pergi, tetapi akhirnya mengurungkan niatnya setelah melihat ekspresi Zayden saat ini. Bagaimanapun, Zayden adalah ayah kandung Dash. Apalagi, Audrey masih ingin Zayden mendonorkan sumsum tulang belakangnya untuk menyembuhkan Dash.Zayden baru merasa lega setelah melihat Audrey tidak mengusirnya. Dia menarik kursi dengan pelan, lalu duduk di samping tempat tidur. Melihat wajah Dash, Zayden bahkan merasa dirinya sedang bermimpi.
Memang pantas Audrey membencinya, Zayden hanya bisa menerima semua ini dengan sabar. Akan tetapi, dia tidak ingin merelakan sedetik pun kebersamaannya dengan Dash.Hanya saja, Audrey tetap enggan menyetujuinya, "Zayden, jangan lupa kamu sudah janji nggak akan memberitahukan hubunganmu sesungguhnya dengan Dash. Baginya, kamu hanya orang asing yang pernah ditemuinya beberapa kali. Untuk apa kamu berjaga di sini? Aku nggak bisa menjelaskannya nanti.""Tenang saja, aku akan menepati semua janjiku padamu. Tapi, kamu juga sudah setuju akan membiarkanku bersamanya beberapa saat ini. Jadi, aku tetap akan di sini untuk menjaganya. Dulu aku tidak punya kesempatan untuk menemani dan melihat pertumbuhannya. Sekarang aku tidak mau lagi melewatkan sedetik pun."Audrey ingin membantahnya, tetapi Dash tiba-tiba mengerutkan alis dan membalikkan tubuhnya. Sepertinya dia terganggu karena suara perdebatan kedua orang itu. Lantaran takut membangunkan Dash, Audrey terpaksa menghela napas tak berdaya.Audrey