Zayden menatap Audrey dengan ekspresi keras kepala. Dia tidak percaya akting Audrey bisa begitu bagus. Selama mereka bersama, Audrey jelas pernah merasa malu, bahkan wajah Audrey memerah saat kontak fisik dengannya. Audrey juga memasak untuknya saat dia sedang terluka. Dia tidak percaya hati Audrey tidak pernah goyah.Melihat tatapan Zayden yang merasa terluka, mata Audrey berbinar. Namun, dia tetap mencubit pinggangnya sendiri, menggunakan rasa sakit agar pikirannya tetap sadar. Tentu saja, tidak mungkin Audrey tidak pernah merasa tersentuh. Namun saat teringat dengan ancaman Felya, dia tidak berani bertaruh. Jika dia kalah, semua orang di sekitarnya yang akan terluka. Audrey tidak sanggup menanggung konsekuensi itu. Dia tersenyum dan nada bicaranya terdengar makin sinis. "Nggak. Sejak awal, perasaanku kepadamu hanya ada kebencian. Setiap menit dan detik di sampingmu adalah sebuah siksaan bagiku."Audrey merasa hatinya sakit, tetapi dia tidak memedulikannya. Lagi pula, hanya ada takdi
Zayden tidak ingin mendengar apa yang dikatakan Audrey lagi. Emosinya kini seakaan-akan hampir meledak. Zayden tidak bisa menjamin hal gila apa lagi yang akan dilakukannya karena kekejaman Audrey. Dia hanya bisa melakukan itu, memaksa Audrey agar menutup mulutnya dan diam dengan putus asa.Setelah bibirnya digigit, Audrey merasa sakit. Dia mengulurkan tangannya dan mendorong dada Zayden dengan keras, tetapi usahanya sia-sia.Saat merasakan darah Audrey, tatapan Zayden juga tampak memerah dan terlihat liar. Dia melihat Audrey lebih memilih untuk merasa sakit dan lukanya terus berdarah daripada menjawabnya. Bahkan sampai Zayden menggigit bibirnya pun, Audrey tidak mau menerima ciuman Zayden. Ternyata, kebencian yang dikatakan Audrey bukanlah sebuah kebohongan, melainkan murni dari hati Audrey.Saat Zayden tertegun sejenak, Audrey akhirnya mendapat kesempatan untuk mendorong Zayden. Begitu dia berbalik dan hendak pergi, Zayden langsung menggenggam lengannya. "Mau ke mana?""Aku juga nggak
Namun, Audrey tidak membiarkan dirinya untuk goyah. Dia menjawab dengan tanpa ragu-ragu, "Kalau kamu benar-benar cacat, semua itu juga pilihanmu sendiri, nggak ada hubungan denganku."Setelah mengatakan itu, Audrey segera pergi.Zayden berdiri di sana dan menatap punggung Audrey yang pergi dengan tatapan yang tajam. Audrey begitu tegas dengan keputusannya hingga tidak menoleh untuk melihatnya sekali pun. Sepertinya, semua yang terjadi beberapa hari ini hanya mimpinya saja. Audrey sama sekali tidak peduli dengan nyawanya. Semua yang telah dia lakukan juga tidak akan pernah menandingi posisi Christian di hati Audrey selamanya.....Audrey segera keluar. Saat tiba di luar, dia harusnya merasa lega saat melihat sinar matahari yang terang. Namun, sinar matahari itu malah membuat matanya terasa sangat sakit dan perih, seakan-akan ada sesuatu yang mengalir.Melihat Audrey sudah keluar, sopir yang diatur Zayden segera mendekat. "Nona Audrey, Anda baik-baik saja? Tuan Zayden tidak keluar bersam
Felya tidak bertele-tele dan langsung menyetujui persyaratan Audrey. Sesudah menunggu sejenak, Audrey akhirnya melihat klarifikasi yang mulai beredar di internet. Tertulis Christian dijebak seseorang dan biang keroknya telah ditangkap sekarang, jadi berharap para netizen tidak terbawa arus lagi.Di bawah bimbingan media, orang-orang yang awalnya menyerang Christian akhirnya menjadi tenang. Beberapa orang bahkan mulai meminta maaf.Audrey menghela napas lega melihat hasil ini. Dia segera menelepon Christian dan akhirnya terhubung. "Halo, Audrey, aku baik-baik saja. Jangan khawatir," ucap Christian yang terdengar agak lelah.Audrey merasa sangat bersalah padanya. Bagaimanapun, Christian tidak melakukan kesalahan apa pun, tetapi terlibat karena dirinya."Setelah masalah ini beres, kita kembali ke luar negeri," ujar Audrey. Perkataan ini langsung membuat Christian yang tertekan menjadi bersemangat kembali."Audrey, serius? Kamu sudah memikirkannya matang-matang? Oke, aku langsung pesan tik
Zayden seperti tidak mendengar perkataan ini. Dia hanya duduk melamun di tempatnya. Beberapa saat kemudian, hujan akhirnya turun.Caleb yang buru-buru datang dari rumah sakit bergegas ingin membawa Zayden ke tempat yang aman dari hujan. Luka Zayden masih belum pulih. Jika terkena air dan infeksi, akibatnya akan sangat fatal."Jangan sentuh aku!" Akan tetapi, begitu Caleb menyentuhnya, Zayden langsung menepis tangannya. Caleb pun merasa mereka seperti kembali ke masa lalu saat mengira Audrey sudah meninggal.Waktu itu, Zayden juga bersikap seperti ini. Dia benar-benar mengabaikan kesehatan sendiri, bahkan bersikeras melakukan hal yang tampak tidak berarti bagi orang luar.Caleb tidak berdaya melihatnya. Dia hanya bisa mengirim pesan untuk meminta bantuan Audrey. Biar bagaimanapun, dia tidak mungkin membiarkan Zayden terkena hujan saat kondisinya sedang buruk.[ Nona Audrey, apa yang terjadi pada kalian? Tuan Zayden nggak mau pulang, padahal sudah dibujuk. Apa kamu bisa kemari sebentar?
Setelah selesai membantu Dash mandi, Audrey dan Dash yang sudah berganti pakaian pun berjalan keluar. Christian duduk di ruang tamu untuk menunggu keduanya. Di sampingnya terdapat koper yang sudah beres dikemas. Dia berkata, "Audrey, aku sudah pesan tiket terdekat. Saatnya kita kembali."Audrey ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Felya akhirnya berjanji akan menghentikan semua kekacauan ini. Namun, Audrey sudah lama tidak pergi melihat ibunya. Entah ibunya menyadari keanehan ini atau tidak. Jika kembali secepatnya, dia pun bisa merasa tenang."Mama, kenapa kita terburu-buru sekali?" tanya Dash sambil mendongak dan menatap Audrey. Jelas, dia merasa agak bingung sekarang. Sepertinya, mereka bahkan belum berpamitan dengan Zayden."Nenekmu sudah menunggu lama di luar negeri. Dia sudah merindukanmu, bukannya bagus kalau kita pulang lebih cepat untuk melihatnya?" sahut Audrey.Begitu membahas tentang Lara, Dash menjadi sangat merindukannya. Dia mengangguk dengan patuh tanpa bertan
Zayden memahami karakter Audrey dengan baik. Kalau bukan karena sudah muak, wanita ini tidak akan main kabur begitu saja. Apakah Audrey takut terus diusik olehnya?Hati Zayden terasa sakit. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, lalu meninju dadanya dengan kuat. Namun, semua ini tidak ada gunanya.Zayden tak kuasa tertawa. Ternyata, hanya dia sendiri yang beranggapan bahwa semua telah membaik.Caleb buru-buru maju untuk menghentikan saat melihat Zayden menyiksa diri sendiri. Tanpa disangka, begitu dia menyentuh tubuh Zayden, pria ini tiba-tiba terjatuh."Cepat antar ke rumah sakit!" seru Felya yang terkejut. Dia segera menyuruh orang datang membantu. Dengan demikian, sekelompok orang itu sibuk memapah Zayden dan membawanya ke mobil. Mereka pun pergi ke rumah sakit terdekat.....Tempat duduk Audrey tepat di samping jendela. Dia memejamkan matanya sambil memakai earphone untuk mendengar lagu. Namun, lagu itu sepertinya hanya terlintas begitu saja karena pikirannya entah melayang ke mana
Audrey berdoa dalam hatinya, 'Demam Dash harus cepat reda.'Namun, situasi tidak berkembang seperti yang mereka harapkan. Sesudah memakan obat, suhu tubuh Dash tidak turun, melainkan menjadi makin parah. Dash pun terlihat lemas karena demam tinggi yang tak kunjung reda.Audrey merasa sangat gelisah, tetapi mereka sedang berada di pesawat sehingga dia tidak punya cara apa pun. Dia hanya bisa menggunakan kapas alkohol, mencoba untuk menurunkan suhu tubuh Dash.Christian yang di samping juga cukup kewalahan. Meskipun dia seorang dokter, hal yang bisa dilakukan sekarang sangatlah terbatas."Audrey, jangan khawatir. Aku sudah panggil ambulans. Setelah pesawat mendarat, kita bisa langsung membawa Dash ke rumah sakit," ujar Christian.Audrey tidak meresponsnya. Dia terus menatap Dash yang berada di pelukannya. Dia hanya berharap pesawat cepat mendarat.Waktu terus berlalu. Audrey merasa setiap detik adalah penderitaan terbesar baginya. Pada akhirnya, dia mendengar pengumuman bahwa pesawat aka