Setelah Zayden berbicara, Caleb membawa beberapa pensiunan tentara dari pasukan khusus yang bersenjatakan pistol untuk berjaga di belakangnya. Semuanya menodongkan pistol ke arah Christian, membuat suasana tampak tercekam.Ketika orang-orang di rumah sakit melihatnya, mereka pun ketakutan hingga berteriak dan melarikan diri. Ini pertama kalinya Christian menghadapi situasi seperti ini. Ekspresinya tampak tegang, dia tidak menyangka bahwa Zayden akan membawa paksa Audrey dengan cara begini.Zayden tidak mengatakan apa pun, langsung membawa Audrey pergi. Christian ingin mengejar, tetapi tidak bisa bergerak sembarangan karena ditodong pistol. Dia hanya bisa melihat sosok kedua orang itu menghilang dari hadapannya.....Audrey yang ditarik oleh Zayden merasa tulangnya akan hancur karena tenaga si pria yang terlalu kuat. Ini juga pertama kalinya dia melihat Zayden seperti ini. Pria ini persis binatang buas yang mengamuk, yang bisa menggigit lehernya kapan saja.Audrey merasa ketakutan secar
Ketika melihat ketakutan dan kepanikan di wajah Audrey, senyuman Zayden menjadi semakin dalam. Dia mengulurkan tangan untuk mengelus wajah pucat Audrey sambil berkata, "Kamu pasti ingin bilang aku gila, 'kan? Aku juga merasa begitu. Aku gila karena kamu! Kalau begitu, mari menggila bersama!"Selesai berbicara, Zayden mengalihkan pandangannya. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Melihat ini, Audrey tak kuasa bergidik ngeri. Hatinya diliputi kegelisahan tak berujung.....Setelah Audrey dibawa pergi, Caleb menyuruh para pensiunan tentara itu menurunkan pistol. Mereka melakukan semua ini hanya untuk membawa Audrey pergi, bukan menciptakan kekacauan.Setelah aman, Christian bergegas maju dan meraih kerah baju Caleb. Dia bertanya, "Apa tujuan kalian? Ke mana dia membawa Audrey pergi?"Caleb juga tidak berdaya. Dia tidak pernah berhasil menebak isi hati Zayden, jadi hanya bisa menjawab, "Tuan Christian, aku juga nggak tahu. Tapi, sebaiknya jangan membuat Tuan Zayden marah sekarang. Kalau n
Namun, Zayden seperti tidak menyadari apa pun. Setelah turun dari mobil, dia langsung membuka pintu untuk Audrey dan membawanya turun.Melihat ini, Audrey merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Namun, Zayden akan merasa makin kesal jika dia terus menolak.Tanpa merasa goyah sedikit pun, Zayden langsung menarik Audrey ke dalam rumah sakit. Audrey pun dibawa ke sebuah ruangan, lalu Zayden akhirnya mengeluarkan benda yang menyumpal mulutnya.Tanpa sempat memedulikan rasa sakit pada rahangnya, Audrey segera berteriak, "Kamu ... apa yang mau kamu lakukan? Kenapa membawaku kemari? Lepaskan aku!"Zayden mengulurkan tangan untuk merapikan rambut Audrey. Kemudian, dia menimpali, "Coba kamu tebak, apa yang ingin kulakukan?"Sorot mata Zayden pelan-pelan bergeser ke bawah hingga akhirnya tertuju pada perut Audrey. Begitu melihatnya, Audrey sontak merinding. Tubuhnya tak kuasa gemetaran saat berseru, "Nggak! Jangan!""Bukan kamu yang membuat keputusan sekarang," sahut Zayden seraya menatap wajah
Zayden tidak bisa menahan tawa saat melihat sorot mata Audrey. Wanita ini mengira dirinya akan menghentikan operasi hanya karena ancamannya?"Tenang saja. Tanpa izin dariku, kamu tidak akan mati," sahut Zayden dengan nada datar. Akan tetapi, Audrey justru ketakutan mendengarnya."Kalau kamu menolak untuk makan, aku bisa membuatmu diinfus seumur hidup. Silakan dicoba kalau tidak takut," lanjut Zayden sambil memicingkan matanya yang tampak kejam.Tiba-tiba, Audrey merasa pria di hadapannya sangatlah asing. Dia sepertinya belum mengenal Zayden yang seperti ini, lugas dan ingin mendapatkan segala yang diinginkan. Hanya dengan satu kata darinya, pria ini sudah bisa membuat orang setengah mati.Sesudah melontarkan kalimat itu, Zayden langsung berbalik dan pergi. Di sisi lain, Audrey memandang sosok belakangnya dengan sangat tenang. Sepertinya, dia tidak bisa melarikan diri lagi sekarang."Zayden, jika suatu hari kamu tahu anak di kandunganku adalah anakmu dan dibunuh olehmu sendiri, apa kamu
Zayden berdiri di depan pintu ruang operasi dan mendengar suara di dalam yang awalnya sangat kacau, tetapi perlahan-lahan menjadi tenang. Dia bisa membayangkan adegan di dalam, sebuah operasi yang berjalan dengan lancar. Namun, adegan yang dibayangkan itu tidak membuatnya senang sesuai yang diharapkannya. Dadanya malah tiba-tiba merasa sesak.Waktu berlalu dengan lambat dan terasa sangat lama. Zayden merasa tidak tahan dan mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya. Dia ingin menyalakan rokoknya, tetapi teringat tidak boleh merokok di tempat itu. Saat dia perlahan-lahan meremas bungkusan rokoknya, dia mendengar suara langkah kaki yang panik dari belakangnya. Dia menoleh dan melihat Christian bergegas mendekat.Christian hanya bisa meminta bantuan Timothy karena khawatir dengan keselamatan Audrey. Timothy awalnya tidak ingin ikut campur, tetapi terpaksa membantunya karena Christian mengancam Timothy dengan nyawanya sendiri. Setelah mengetahui posisi Audrey, dia segera bergegas ke sana, t
Mendengar perkataan dokter, kedua pria itu langsung menghentikan pertengkaran mereka. Zayden langsung mendekat dengan ekspresi tidak percaya. "Apa yang terjadi? Kenapa bisa pendarahan parah? Ini hanya operasi kecil!"Christian bangkit dan menatap Zayden dengan tatapan yang penuh kebencian. "Nggak ada operasi yang jamin akan berhasil. Kamu ini sedang bermain-main dengan nyawa Audrey!"Saat ini, Zayden sudah tidak bisa mendengar perkataan apa pun. Dia buru-buru ingin masuk ke ruang operasi. Melihat kejadian itu, beberapa dokter dan perawat segera menghalanginya. "Tuan Zayden, ini adalah wilayah steril, kamu tidak boleh masuk!"Takut Zayden akan memaksa untuk masuk ke ruang operasi dan menyebabkan konsekuensi yang lebih serius, beberapa pengawal segera mendekat dan menariknya.Zayden ditarik keluar dari ruang operasi dengan paksa. Meskipun belum sempat melihat apa pun, dia bisa mencium bau darah yang sangat kuat. Baunya sangat kuat seolah-olah semua darah Audrey telah mengalir habis di te
Melihat Zayden, dokter menundukkan kepalanya dengan malu. "Maaf, Tuan Zayden. Nona Audrey sudah ...."Begitu mendengar perkataan dokter, Zayden tertegun. Dia mendengar semua kata-katanya dengan sangat jelas, tetapi tidak berniat untuk meresponsnya. Beberapa saat kemudian, dia tiba-tiba meraung dan meraih kerah baju dokter. "Ini bukan dia, tidak mungkin ini adalah dia. Dia tidak akan mati!"Melihat mata Zayden yang memerah, dokter menjelaskan dengan ekspresi sedih, "Tuan Zayden, tolong tenang. Kami juga tidak ingin situasinya menjadi seperti ini, tapi kami sudah berusaha keras."Sendi tangan Zayden berderak karena meraih kerah baju dokter terlalu kuat. Melihat kejadian itu, dokter buru-buru menyuruh orang menarik Zayden karena takut Zayden akan kehilangan kendali. Namun, orang-orang itu belum sempat menyentuhnya, Zayden sudah mendorong semua orang.Zayden berjalan ke samping ranjang itu dengan terhuyung-huyung dan kedua tangannya yang bergetar membuka kain putih itu. Dia bahkan mencoba
Audrey merasa dirinya seolah-olah tenggelam di lautan yang terus menariknya. Terdengar suara orang yang menyuruhnya jangan mati dan ada juga yang sedang menangis. Suara-suara yang kacau itu membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang. Dia tiba-tiba membuka matanya dan menyadari dirinya sedang berbaring di sebuah tempat tidur besar yang sangat empuk. Seluruh tubuhnya terasa ringan, seolah-olah tidak memiliki beban sedikit pun.Setelah tertegun sejenak, pikirannya baru mulai berfungsi kembali dan kejadian sebelum pingsan, semuanya muncul kembali di pikirannya. Dia ingat kejadian Zayden memaksanya masuk ke dalam ruang operasi dan menyuruhnya melakukan aborsi. Dia juga ingat Zayden bilang wanita sepertinya tidak pantas untuk melahirkan anak Zayden. Saat terpikir perkataan Zayden yang menyakitkan dan punggung Zayden yang tanpa belas kasihan, membuat hatinya merasa sakit.Audrey mengulur tangannya dan mengelus perutnya untuk merasakan apakah anaknya benar-benar sudah tiada. Namun, tubuhnya sam