Bagi Zayden, Audrey adalah seorang wanita yang penuh motif tersembunyi dan tidak tahu malu. Zayden bahkan merasa jijik dengan anak di perutnya dan memaksanya untuk melakukan aborsi. Namun, untuk apa Audrey melakukan hal yang begitu kejam demi seorang pria yang tidak pernah memercayainya ini? Audrey tidak punya kenangan baik di tempat ini, malah meninggalkan luka kepadanya seumur hidup. Bisa melarikan diri dari tempat itu adalah hal terbaik."Aku tentu saja bersedia pergi, tapi aku harus tanya pendapat ibuku .... Bolehkah aku bertemu ibuku?"Audrey tidak tahu apakah ibunya bersedia meninggalkan tempat yang selama ini sudah menjadi tempat tinggalnya. Apalagi, ibunya juga melihat kejadian saat Zayden menariknya pergi dan pasti merasa sangat khawatir, sehingga dia ingin memberi tahu ibunya bahwa dia aman.Melihat situasi itu, Christian berkata, "Bibi seharusnya nggak keberatan atau kamu hubungi saja dia dulu." Mendengar perkataan itu, Audrey langsung menganggukkan kepalanya.Christian meng
Zayden terlelap di tempat tidur karena pengaruh obat penenang, tetapi hatinya sama sekali tidak merasa tenang. Hanya ada mimpi-mimpi yang kacau di pikirannya. Dia sepertinya kembali ke ruang operasi itu. Namun kali ini, dia tidak menunggu di luar, melainkan berada di dalam dan menyaksikan di samping dengan dingin.Zayden melihat Audrey menangis dan berteriak. Audrey memohon mereka untuk jangan menyakiti anaknya dengan suara yang putus asa dan menyedihkan. Hatinya merasa sangat sakit dan terus berusaha mengulurkan tangannya. "Jangan operasi lagi. Semuanya hentikan dan keluar dari sini!"Zayden berteriak dengan putus asa ingin menghentikan orang-orang itu, tetapi semua itu tidak berarti. Orang-orang di ruang operasi terlihat tanpa ekspresi apa pun dan tetap memulai prosedur operasi dengan kejam. Zayden hanya bisa melihat semuanya dalam diam.Zayden melihat orang-orang itu menyuntikkan obat bius kepada Audrey yang menangis tersedu-sedu dan memasukkan alat operasi yang dingin ke dalam tubu
Begitu mendengar perkataan Caleb, Zayden yang awalnya memberontak dengan keras langsung tertegun. Dia mengedipkan matanya, lalu melihat ke arah Caleb yang sedang berbicara. "Apa katamu? Apa kata-kata ini boleh sembarangan diucapkan?"Caleb baru pertama kali melihat ekspresi Zayden yang memohon seperti itu. Pria yang selalu terlihat sangat berkuasa, ternyata ada saatnya tidak berani menghadapi kenyataan juga. Namun, dia tidak bisa membohongi Zayden. Jika terus berbohong, hal itu hanya akan membuat Zayden makin enggan menghadapi kenyataan. "Dia benar-benar sudah mati. Tuan Zayden, kamu sudah pingsan selama tiga hari, mayatnya sudah dikremasi ...."Caleb memalingkan wajahnya dan berbicara dengan sedih. Dia memang tidak puas dengan beberapa tindakan Audrey, tetapi bagaimanapun juga, Audrey adalah seseorang yang hidup dan pernah mengenalnya. Dia juga tidak berani percaya Audrey sudah mati. Namun, saat mayat Audrey dikremasi, dia juga berada di sana dan melihat dengan matanya sendiri Audrey
Timothy sama sekali tidak bisa menerima hasil pemeriksaan psikiater itu. Namun, dia juga tidak memiliki pilihan dan hanya bisa menyuruh psikiater itu untuk segera mencari cara. Entah dengan terapi psikologis atau cara lainnya, pokoknya dia harus menyembuhkan Zayden.Namun, tidak peduli apa pun yang mereka lakukan, Zayden tetap terlihat putus asa dan tidak memedulikan siapa pun. Dia enggan bereaksi dengan urusan apa pun, sehingga proses terapi psikologis menjadi sangat sulit.Melihat penampilan Zayden yang makin kusam, Timothy merasa ingin memberi tahu kebenarannya, tetapi dia tetap menahan diri. Kelihatannya, perasaan Zayden terhadap wanita itu sudah cukup dalam sekarang. Jika tahu Audrey sebenarnya masih belum mati, Zayden mungkin akan pergi mencarinya lagi. Pada saat itu, tidak tahu seberapa besar kekacauan yang akan terjadi. Dia merasa tidak berdaya dan hanya bisa memerintahkan orang untuk terus menjaga Zayden sembari dia mencari cara lain.Timothy segera teringat seseorang yaitu ib
Zayden berpikir mungkin Audrey sangat membencinya, sehingga Audrey tidak bersedia untuk masuk ke mimpinya.Saat Zayden sedang berpikir dan menghina dirinya, terdengar suara langkah kaki di luar pintu. Kemudian, seorang pria berjubah putih masuk. Begitu masuk ke dalam kamar, pria itu tidak seperti psikiater lainnya yang menjaga jarak aman terlebih dahulu. Pria itu malah langsung mendekati Zayden dan mondar-mandir di depannya. Saat menyadari Zayden sama sekali tidak bereaksi dengan kehadirannya, mata pria itu berbinar.Saat tidak ada yang memperhatikan, pria itu mengeluarkan botol semprotan kecil di tangannya dan menyemprotkan cairan berbau aneh di sekitar Zayden. Beberapa saat kemudian, pria itu mengeluarkan liontin kristal lagi dan mengayunkannya di depan Zayden. Beberapa hari ini, ada yang mencoba terapi hipnotis kepada Zayden, tetapi selalu tidak berhasil karena pertahanan psikologis Zayden terlalu kuat. Namun kali ini, Zayden terhipnotis karena efek cairan itu dan tatapannya tertuju
"Tentu saja berhasil. Dengan kemampuan hipnotisku ditambah dengan obat bius yang kuat, pria itu malam ini pasti akan mengikuti isyaratku untuk lompat dari gedung."Begitu mendengar Zayden malam ini akan mati, tatapan Vivi terlihat sangat gembira. Lagi pula, keadaan Zayden saat ini terlihat tidak bersemangat. Jika Zayden benar-benar sudah mati, orang lain juga akan menganggapnya bunuh diri demi cinta dan tidak akan ada orang yang mencurigainya. Pada saat itu, semua aset Keluarga Moore akan jatuh di tangan mereka sebagai keluarga anak pertama. Mereka bisa melakukan apa pun yang diinginkan dan tidak perlu dikendalikan siapa pun lagi.Saat membayangkan kehidupan berkuasanya, Vivi sangat tidak sabar menunggu jam 12 malam ini dan melihat kejadian Zayden yang mati mengenaskan karena melompat dari gedung."Tenang saja, Pak. Asalkan masalah hari ini berjalan lancar, aku akan memberikan tambahan setengah dari harga yang sudah kita sepakati sebelumnya.""Sepakat."Saat mendengar ada begitu banyak
Sebelum Zayden menyelesaikan perkataannya, Felya tiba-tiba melayangkan tamparan dengan kuat dan memaki, "Omong kosong apa yang kamu katakan! Sadarlah sedikit!"Zayden termangu karena tamparan ini, tetapi rasa sakit di wajahnya membuat pikirannya menjadi lebih jernih. Dia memegang pipinya sambil menatap Felya. Tebersit keheranan pada sorot matanya. "Ibu?""Ya, ini aku." Ketika melihat ekspresi terkejut Zayden, Felya merasa agak sedih. Dia melanjutkan, "Aku datang untuk melihatmu, tapi malah terkejut setengah mati dibuatmu. Gimana? Masih ingin lompat? Kalau iya, aku akan menemanimu."Zayden sudah lebih tenang sekarang. Dia tidak mungkin mengorbankan nyawa ibu kandungnya. Jadi, Zayden pelan-pelan mundur dari jendela.Ketika melihat Zayden sudah benar-benar tenang, Felya menghela napas dan berucap, "Mudah saja kalau ingin mati. Tapi, apa dia akan senang kalau melihatmu begini? Kalau memang merasa bersalah, kamu seharusnya berpikir apa yang bisa kamu lakukan demi dia dan orang-orang yang di
Ketika mendengar perkataan Felya ini, Timothy merasa senang sekaligus sedih. Dia senang karena Zayden akhirnya bisa mendapatkan kasih sayang seorang ibu setelah bertahun-tahun. Dia sedih karena tidak tahu kapan Felya akan melupakan kebencian dalam hatinya.....Di dalam kamar yang gelap gulita, Audrey berbaring di ranjang dengan mata terpejam. Tangan wanita ini tampak mencengkeram seprai dengan erat.Audrey tidak bisa tidur nyenyak selama beberapa hari ini. Setiap kali memejamkan matanya, dia akan teringat pada kejadian di ruang operasi pada hari itu. Peristiwa itu bagaikan potongan film yang terus diputar di benaknya.Meskipun tahu dirinya sudah aman, Audrey masih tidak bisa terlepas dari mimpi buruk itu. Perasaan putus asa itu membuatnya tidak berani tertidur lelap. Sekarang, dia bisa tertidur juga karena tubuhnya sudah terlalu lelah.Akan tetapi, Audrey malah bermimpi dirinya kembali ke ruang operasi yang menakutkan itu. Dia pun mengernyit dan tubuhnya yang rileks menjadi tegang.Ha