Bab 20Perkara DendamNabilla terdiam, masih terpaku di tempatnya. Dia belum beranjak, dia masih mengatur napasnya yang terasa sesak. Berkali-kali Nabilla membuang kasar napasnya. Berkali-kali juga, Nabilla menekan kuat dadanya. Agar dia bisa terus mengendalikan dirinya. Agar dia bisa terus mengontrol emosinya. "Kenapa hatiku sesesak ini saat mendengar ucapannya?" tanya Nabilla dalam hati. Yang dia maksud adalah ucapan Nathan. Ya, ucapan Nathan barusan, memang sangat mengena di dalam hatinya. Karena rasa sesak hati yang ia rasakan, area mata terasa memanas. Itu yang di rasakan oleh Nabilla sekarang. Ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya, tapi dia sadar jika dirinya ada di mana sekarang. Farhan pun masih terdiam di tempatnya. Dia masih mengamati Nabilla dari tempatnya itu. Belum berani mendekat. Yang ada di hatinya kini adalah rasa cemburu dan kasihan.Cemburu? Ya, Farhan sangat cemburu dengan Nathan. Dia pun merasakan ucapan Nathan sangat lah tulus. Sangat tulus, hingga samp
Bab 21Curhatan Hati"Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Tarfi'ah kepada Nabilla. Ya, Nabilla baru saja sampai rumahnya. Walau hatinya masih kusut, tapi dia berusaha memperlihatkan kalau dirinya baik-baik saja di depan Mama tirinya itu.Nabilla pulang pulang diantar oleh Farhan. Tapi, Farhan sudah pulang duluan."Baik, Bunda ... baiiiikk banget!" jawab Nabilla dengan nada yang seolah sangat meyakinkan Tarfi'ah, kalau dirinya memang baik-baik saja. Tapi tidak cukup membuat hati Tarfi'ah lega mendengarnya. Masih terasa ada ganjalan di dalam hatinya. Tarfi'ah menarik napasnya sejenak. Memandangi anak tirinya itu lekat. Hingga bola mata mereka saling beradu pandang. Cukup membuat Nabilla nyengir merasa tak enak hati."Kamu nggak bohong sama Bunda kan?" tanya Tarfi'ah lagi, untuk lebih memastikan. Tentu saja cukup membuat Nabilla melipat kening sejenak. Mencerna lebih dalam. Menelan ludah sejenak."Kok kayaknya Bunda curiga gitu, ya? Kenapa? Apa dia tahu apa yang sebenernya terjadi?" tanya
Bab 22Kemelut Suanasa Hati"Sebelum ke rumah Nabilla, kita makan dulu, ya! Kasihan adik kamu!" ucap Razmi. Nathan mengembangkan senyum. Kemudian menganggukkan kepalanya pelan. Kepalanya melongok sejenak ke dalam mobil. Melihat adiknya. "Iya, Ma. Kebetulan Nathan juga lapar," balas Nathan. Razmi melempar senyum khas keibuan. "Telpon kakakmu, ajak dia makan bareng sama kita!" pinta Razmi. Nathan tanpa mikir panjang lagi, seketika menganggukkan kepalanya. "Baik, Ma!" Langsung Nathan mengeluarkan gawainya dari dalam saku bajunya. Segera mencari nomor kakaknya. "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, atau berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi!" Seperti itulah jawaban dari operator. Kemudian Nathan segera mematikan gawainya. Menatap ke arah mamanya lagi. "Nomor Mas William nggak aktif, Ma!" ucap Nathan. Seketika Razmi melipat keningnya. "Tumben?" jawab Razmi lirih. Nathan mengangkat kedua bahunya sejenak. Pertanda dia tak tahu, kenapa nomor kakaknya nggak aktif. "Mu
Bab 23Akhirnya"Hapemu bunyi terus, kenapa nggak diangkat?" tanya Tarfi'ah kepada anak tirinya. Ya, mendengar dering panggilan masuk hape anaknya, dia keluar dari kamarnya. Penasaran kenapa Nabilla tak mengangkat hapenya. Dia tertidur kah, atau bagaimana. Seperti itu pemimiran Tarfi'ah. "Malas, Bun," jawab Nabilla asal. Tarfi'ah melipat keningnya sejenak. Kemudian menatap ke arah gawai anaknya itu. Melihat siapa yang memanggilnya, kok sampai anaknya itu tak mau mengangkat telponnya."Telpon dari Nathan. Kenapa nggak diangkat?" tanya Tarfi'ah lagi. Nabilla menghela napas sejenak. Tentu saja Tarfi'ah semakin ingin tahu lebih. "Nggak tahu itu nomor Nathan beneran atau bukan. Bisa jadi itu nomor Mas William, atau ... entahlah mana yang punya dendam juga kita nggak tahu," jawab Nabilla. Tarfi'ah gantian menghela napasnya. Kemudian dia duduk di sebelah anaknya. "Apa perlu Bunda yang angkat?" tanya balik Tarfi'ah. Nabilla dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, Bund! Biarkan
Bab 24Zona Tak Nyaman"Uhuk, uhuk, uhuk ...." Tiba-tiba Razmi tersedak saat makan. Dengan cepat Teguh mengulurkan air putih kepada istrinya itu. "Minum dulu!" pinta Teguh. Segera Razmi menerima uluran segelas air putih itu. Kemudian dia segera meneguk air putih itu tanpa tersisa. "Hati-hati, Ma, makannya!" ucap Nathan yang memandang ke arah Razmi. Razmi memaksakan melempar senyum. Razmi segera meletakan gelas yang sudah kosong itu di meja. Kemudian segera meraih tisue dan mengusap bibirnya."Astagfirullah ...." ucap Razmi lirih. Ia menelan ludahnya sejenak. Kemudian mengatur napasnya. Menata hatinya yang tiba-tiba terasa mengganjal. Ia menekan dadanya sedikit kuat. Agar rasa sesak di dalam hatinya bisa sedikit saja berkurang. "Kamu mikiri apa?" tanya Teguh. Razmi menggeleng sejenak. Karena dia sendiri bingung dengan keadaannya. "Emm, Kakakmu, Mas William, nggak ada telpon balik, ya?" tanya Razmi dengan tatapan mengarah kepada Nathan. Karena mamanya tanya seperti itu, Nathan se
Bab 25Kejadian itu"Itu William mau ke mana, ya? Kok kencang banget naik motornya. Ngeri!" tanya Razmi saat melihat anak sulungnya naik motor dengan kencang. Melihat anaknya naik motor dengan begitu kencangnya, cukup membuatnya sangat khawatir. "Astagfirullah!" ucap Teguh yang terkejut saat melihat anak tirinya naik motor dengan kencangnya. Dia melakukan mobilnya dengan pelan. Menoleh sejenak ke arah belakang. Tak puas jika hanya melihat dari kaca spion. Mereka masih di mobil sekarang. Mau menuju ke rumah Tamam. Nathan naik motornya sendiri. Jadi Teguh mengikuti motor Nathan dari belakang."Itu tadi kayak motornya Mas William. Kenapa dia naik motor sampai sekencang itu? Kenapa dia?" tanya Nathan dalam hati. Dia sendiri juga bertanya-tanya. Laju arah mereka berlawanan. Cukup membuat semuanya penasaran. Nathan dan kedua orang tuanya tahu William naik motor dengan kencang. Tapi sebaliknya, William tak tahu mereka. Karena William hanya fokus dengan suasana hati dan pikirannya sendiri
Bab 26Air Mata Kehidupan"Alhamdulillah, kamu sudah sadar," ucap Tamam saat melihat kelopak mata istrinya terbuka. Tarfi'ah merasakan kepalanya pusing dan berat. Ia pegangi kepalanya dengan tangan. Benar-benar ia merasakan pusing yang sangat luar biasa. Tamam sendiri suasana hatinya sudah tak karu-karuan. Tapi dia sendiri nggak tahu harus bagaimana di depan istrinya yang baru saja sadar itu. "Aku di mana, Mas? Aku kenapa?" tanya Tarfi'ah dengan nada yang sangat berat. Lupa? Ya, Tarfi'ah tak ingat apa-apa lagi, setelah matanya melihat Nabilla penuh darah, seketika dia pingsan lagi dan lagi. Entah sudah berapa kali dia pingsan. Setiap bangun, jika mengingat darah yang mengalir segar di badan anaknya, dia seketika histeris dan pingsan lagi. "Kamu pingsan dan sekarang ada di rumah sakit," jelas Tamam dengan nada suara yang sangat pelan. Nada suara itu sangat berat. Tapi dia tetap berusaha menyampaikan dengan pelan. Dengan penuh hati-hati. Dia tak ingin keadaan istrinya semakin memb
Bab 27Luka Kehidupan"Kita tadi kelamaan muter-muter, jadi nggak ketemu lagi dengan mereka, ya Allah ...." gerutu Razmi. Merasa kesal nggak jelas. Sesak sekali hatinya dengan keadaan ini. Benar-benar dalam keadaan zona tak nyaman."Ya namanya kita juga bukan orang sini. Nggak hapal jalan," balas Teguh. Dia sendiri juga sebenarnya kesal, tapi tak mungkin dia nampakan di depan istrinya. Agar keadaan tak semakin runyam. Nathan masih terdiam. Badannya lemas seolah tak kuat untuk bangkit. Razmi menoleh ke arah anaknya. Mengambil anaknya yang kecil, yang memang masih dalam dekapan Nathan. Anaknya yang kecil pun nurut saja saat Razmi mengambilnya. Mendengar Nabilla meninggal, Nathan masih berharap itu hanya mimpi. "Nathan?" sapa Razmi lirih. Tapi Nathan tak menjawab. Tatapan matanya kosong dengan air mata yang terus bergulir dengan sendirinya. Rasa sesak di dadanya, cukup mampu menarik air mata keluar dari sarangnya. Cukup membuat dunianya hancur berkeping-keping saat mendengar kabar it