Bab 27Menunggu Kejelasan"Jambrong lama sekali. Harusnya dia sudah sampai! Becus kerja nggak, sih, dia? Jemput anak kecil aja lama banget! Rugi aku bayar dia lama-lama!" sungut Amelia, karena orang suruhannya tak kunjung datang. Cukup membuat hatinya kesal dan memanas. Entah sudah berapa kali dia memandang ke arah pintu. Berharap matanya melihat Jambrong datang bersama Nabilla. Karena ada suatu hal, yang akan ia berikan kepada anak mantan teman dekatnya dulu. Terkadang dia sampai memastikan, keluar dari ruangan. Amelia menoleh ke arah jam tangan yang ia gunakan. Rasa tak sabar, sudah menyeruak masuk tanpa permisi. Semakin membuat dada terasa sesak dan pernapasan terasa tersumbat. Karena sudah tak sabar, akhirnya Amelia meraih gawainya. Ingin menghubungi orang suruhannya. Jambrong. Bagi Amelia kerjaan yang ia berikan ke Jambrong itu sangatlah mudah. Sangat mudah sekali. Apa lagi hanya bersangkutan dengan anak sekolah, yang iya tahu memang tak membawa hape. Jadi cukup mudah dan lelu
Bab 28Perlahan-lahan"Akhirnya kita sampai rumah," ucap Nathan. Nabilla membuang napasnya kasar. Mengedarkan pandangannya. Dia sempat takut, untuk tidak bisa melihat lagi rumah ini. Rumah yang ia rasa syurga. "Iya, Yah, Alhamdulillah, Nabilla lapar sekali," balas Nabilla setelah puas memandang, dengan tangan memegangi perutnya. Karena dia belum makan dan baru merasakan lapar juga. Tadi, dia sempat merasakan lapar, tapi karena rasa takut yang luar biasa, rasa lapar itu hilang begitu saja. Yang ia pikirkan, bagaimana bisa bebas, bagaimana bisa menghubungi ayahnya. "Kamu bersih-bersih badan dulu, ya! Habis itu baru kita makan," pinta Nathan. Karena dia sudah merasakan tak enak dengan badannya, yang memang sudah banyak keringat yang keluar. "Iya, Yah, udah risih juga," balas Nabilla. Seraya memandangi badannya sendiri. Dia masih menggunakan baju milik si Ibu. "Ayah juga. Udah nggak sabar ingin ketemu air," ucap Nathan. Nabilla manggut-manggut. Karena dia juga sama. Udah nggak sabar,
Bab 29Satu per satuKejadian Nando bertemu dengan si Ibu yang membantu Nabilla, cukup membuat keadaan semakin rumit. Rumit menurut Nando, tapi lega menurut Si Ibu. Meninggalkan rasa penasaran kepada Nabilla dan ayahnya. Seperti itulah. Nando belum mengetahui semuanya. Si Ibu belum menceritakan detail. Karena kala itu ada Nabilla dan Nathan. Si Ibu memang tak mau, orang lain tahu, masa lalunya yang kelam.Ya, terlalu sakit untuk dikenang, malu juga untuk di ceritakan. Seperti itulah keadaan Si ibu. Makanya dia masih memilih diam, menimbulkan berbagai asumsi tentunya. Si ibu hanya memeluk Nando dan meminta maaf. Tentu saja membuat Nando bingung. Pemintaan maaf karena apa, dia juga tak paham. Hanya itu yang di lakukan si Ibu. Dia pun meninggalkan kartu namanya kepada Nando.Nando saat ini memandangi kartu nama yang di berikan. Ada alamat rumah dan nomor telpon si Ibu."Apa aku telpon Ibu itu, ya?" tanya Nando bingung sendiri. Ya, dia masih bingung, tak ada yang bisa dia ajak berunding
Bab 30Satu Masalah Terkuak"Owh iya ... nomor Ibu itu kan masih ada di panggilan masuk. Apa aku hubungi dia saja, ya? Untuk mencari tahu semua ini. Tapi, sopan nggak, ya?" Nathan semakin dirundung rasa penasaran. Karena semua itu ada sangkut pautnya dengan anaknya juga. Ada sangkut pautnya dengan Nabilla? Iya, karena Nathan pikir, Nando sedang dekat dengan anaknya. Jadi dia harus tahu betul, siapa Nando sebenarnya. "Telpon sajalah, dari pada terus menerus dihantui rasa penasaran," ucap Nathan akhirnya. Sudah tak tahan lagi, memendam rasa penasaran itu. Karena benar-benar cukup mengganggu pikirannya. Hingga merasa tak tenang. Nathan akhirnya menepikan mobilnya. Menghentikan mobilnya di tepi jalan. Barulah kemudian dia meraih gawainya. Mencari nomor si Ibu dengan sorot yang sangat teliti. Karena takut salah menelpon. Setelah ketemu dan yakin kalau itu nomor Si Ibu, Nathan menekan tombol telpon, hingga nomor mereka terhubung. "Hallo ... assalamualaikum!" terdengar suara salam dari
Bab 31Mendekati SelesaiSekuat apa pun menutupi bangkai, cepat atau lambat, baunya pasti akan tercium juga. Seperti itulah yang terjadi pada Amelia. Sekuat apa pun dia menutupi kebohongan tentang identitas Nando, kebenaran itu tetap akan terungkap. Bahkan memang terungkap dengan sendirinya. Takdir yang ingin mengungkapnya, bukan keinginan dan bahkan tak pernah terpikirkan sebelumnya. Ya, tanpa sengaja, Nando bertemu sendiri dengan perempuan yang benar-benar melahirkannya. Tanpa dia minta, takdirlah yang mempertemukan mereka. Bahkan tak ada niat mencari, tapi memang bertemu dengan sendirinya.Seperti itulah hidup, hanya bisa direncanakan, tapi tak kuat untuk dijalankan. Takdir mutlak kuasa Allah. Manuasia hanya bisa menjalankan takdir yang memang sudah digariskan!**********************"Namaku Nando Perkasa! Benar kan, Ma?" tanya Nando dia hanya menerka dan menguji mamanya saja. Nando sudah tak tahan lagi. Dia sampaikan saja hal itu. Sudah tak memikirkan lagi apa yang akan terjadi
Bab 32Menjalankan Rencana"Kamu bodoh sekali Jambrong! Bisa-bisanya kamu gagal culik anak kecil!" Maki Amelia. Sorot mata menyalang, ia lemparkan ke arah lelaki berbadan kekar itu. Dia sudah bersama Jambrong hari ini. Sengaja dia meminta Jambrong untuk datang menemuinya. Semalaman dia tak bisa tidur, gara-gara ucapan Nando, yang telah mengetahui nama Nando Perkasa. Cukup menyita perhatiannya. "Anak itu tak selugu yang kita lihat. Dia itu licik!" balas Jambrong. Amelia nyengir begitu saja. "Halah ... alasan!" sungut Amelia, dengan mata menyalang murka dan memerah. Jambrong menundukan kepalanya. Dia menyadari kalau dia salah. Wajar jika Amelia marah, dia sudah memberikan uang banyak kepada lelaki berbadan kekar itu. Tapi hasilnya tak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Cukup membuat rasa kecewa dan sesak menjadi satu."Selicik-liciknya dia, dia itu anak kecil ... harusnya malu bisa kalah sama anak kecil? Percuma badan gede, tapi kalah sama anak kecil!" Maki Amelia lagi. Rasanya me
Bab 33Lanjutan Rencana"Ayah, hari ini Nabilla mau ke rumah Bu Marlina. Ibu yang menolong Nabilla itu. Boleh?" tanya Nabilla kepada ayahnya. Nathan sendiri baru saja selesai bertemu dengan Marlina. Kisah hidupnya cukup membuatnya sesak saat mendengarnya. Ya, Marlina sudah menceritakan semuanya kepada Nathan, masalah Nando hingga jatuh ke tangan Amelia. Cukup menyakitkan dan tentunya cukup bodoh. Itulah yang Nathan pikir, karena dia tak habis pikir, dengan jalan pikir Marlina kala itu. "Mau ayah antar?" tanya Nathan. Nabilla mengulas senyum tipis. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. Nathan melipat keningnya sejenak."Nggak usah, Ayah! Nabilla nanti dijemput Nando. Boleh, kan?" jawab dan tanya lagi Nabilla. Nada tanya yang ia katakan, cukup membuat Nathan tak kuasa untuk menolaknya. Tak tega lebih tepatnya. Nada suara Nabilla terdengar sangat berharap. Berharap untuk diijinkan. Nathan menarik napasnya sejenak. Sebenarnya dia sangat berat untuk melepas Nabilla pergi tanpa dirinya.
Bab 34Hanya Rencana?"Astagfirullah ...." ucap Nathan saat dia kepleset. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba Nathan terpleset. Cukup membuat rasa nyeri di kaki ia rasakan. Dengan perlahan Nathan bangkit. Seketika degub jantungnya berdegub kencang sekali. "Kok, perasaan aku jadi nggak enak gini, ya?" tanya Nathan pada diri sendiri. Ya, dia merasa hatinya sedang tidak baik-baik saja. "Nabilla dan Nando sudah sampai rumah Bu Marlina belum, ya?" tanya Nathan, dia jadi kepikiran dengan mereka. Nathan segera melangkah menuju ke ruang TV dengan sangat pelan-pelan, karena kakinya masih nyeri, belum nyaman. Dia duduk di sana terlebih dahulu. Menenangkan hatinya sejenak, sambil sedikit menekan-nekan kaki yang terasa nyeri itu. "Aku telpon Bu Marlina saja. Tanya mereka sudah sampai apa belum. Kalau aku telpon Nabilla itu terlalu berbahaya. Dia sedang di jalan," gumam Nathan ngomong sendiri. Setelah hatinya sedikit bisa dia kendalikan, Nathan meraih gawainya. Dia segera mencari nomor Bu Marlina.