“Ada apa dengan kalian?!” pekik Rosaline saat melihat kedua putranya yang pulang dengan wajah dan tubuh babak belur.“Darius, apa yang terjadi?” tanya Rosaline saat melihat kedua putranya bungkam.“Kami hanya latihan karena sudah lama tidak berlatih bersama!” jawab Darius yang membuat Rosaline mengerutkan alis dan siap mengomel lebih lanjut karena tidak puas dengan jawaban itu. Namun Adianto meremas bahu istrinya yang membuat wanita itu langsung menoleh pada suaminya.“Kalian mandi dulu saja, nanti Mama akan membantu mengobati luka kalian!” kata Adianto dan kedua putranya langsung pergi menuju kamar masing-masing. Kakak beradik itu bersyukur karena sang ayah membantu mereka, menyelamatkan mereka dari omelan panjang Ibunya.“Terkadang pria perlu baku hantam untuk menyelesaikan masalah. Lebih baik kau obati luka mereka!” kata Adianto pada Rosaline yang sekarang mengerutkan alis semakin dalam, namun wanita itu akhirnya tetap diam dan menuruti perkataan suaminya. Dia pergi untuk mengambil
Darren berniat untuk membeli tiket pesawat secara langsung di bandara. Dia segera berangkat dari rumah setelah membereskan barang yang akan dibawanya ke Jakarta dan pamit pada kedua orang tuanya. Sesampainya di bandara, dia langsung mencari tiket penerbangan tujuan ke Jakarta yang berangkat paling cepat dari waktu sekarang. Sayangnya pesawatnya baru saja lepas landas, sehingga dia harus menunggu tiga jam lagi untuk penerbangan selanjutnya.Sekarang dia sedang mencari tempat untuk merokok sambil menunggu waktu pesawat berangkat. Dia berusaha untuk meredakan kegalauan yang masih terus bercokol di hatinya. Hatinya tidak ingin pergi, hatinya ingin kembali mencari Bu El dan memeluk wanita itu. Semalam dia belum pergi dari kamar Bu El saat mendengar wanita itu menangis. Dia menutup pintu balkon namun berdiam disana karena masih belum rela meninggalkan wanita itu. Entah berapa lama dia terdiam disana dengan pikiran kosong hingga dia mendengar saat wanita itu mulai menangis. Dia hanya diam
Nick terbelalak melihat penampilan Darren yang baru. Jika bukan karena dia yang membelikan semua yang diminta sahabatnya itu, dia tidak akan tahu kalau pria di depannya ini adalah Darren.Kulit wajah Darren sekarang terlihat gelap, warna bola matanya hitam ditambah dengan kacamata jadul yang membuat pria itu terlihat lebih tua dari usianya, mata itu juga dibingkai dengan alis yang sudah diwarnai dengan warna hitam. Darren juga sudah menggunakan rambut palsu gondrong, kumis dan brewok yang semakin membuatnya terlihat garang. Pakaiannya terlihat sederhana dan membosankan, tidak seperti Darren yang biasanya menggunakan pakaian modis.Dilihat dari sudut manapun, pria yang berada di depannya terlihat kurang terawat dan tidak menarik, ditambah pakaian yang membosankan membuat orang tidak akan memperhatikannya.“Darren?” panggil Nick ragu. Walau dia tahu itu sahabatnya, tapi tidak terlihat sama sekali kemiripan dengan sahabatnya itu.“Apa aku sudah tampak berbeda?” tanya Darren.“Sangat. Ji
Malam itu Eloisa memberitahu orang tuanya kalau dia menyetujui perjodohan dengan Darius Hartadi. Dia sudah memutuskan untuk menikah dengan pria itu agar kedua orang tuanya tidak mengkhawatirkan dirinya lagi. Tadi pagi ibunya sudah bertanya apakah dia mau menikah dengan Darius Hartadi? Ibunya menjelaskan kalau Darius hanya pernah berpacaran satu kali dan gagal menikah karena tunangannya hamil dengan temannya. Bukankah cerita mereka mirip? Hanya pernah berpacaran satu kali lalu tunangannya selingkuh dengan temannya sendiri. Sejak dia tahu kalau yang dijodohkan dengannya adalah Darius Hartadi, dia mulai memperhatikan pria itu yang memang sangat menjaga jarak dari wanita, bahkan wanita saja takut dengan dia, tepatnya dengan ekspresi wajah pria itu yang dingin dan datar. Apakah pria itu trauma pada wanita? Seperti dirinya juga yang menjaga jarak dari para pria? Kecuali satu pria yang belakangan selalu menerobos dengan paksa, melewati batas yang sudah dia buat. Dia menggelengkan kepala,
Ular itu merasa terusik oleh lampu dari ponsel Darren sehingga ular itu menegakkan tubuhnya dan memperlihatkan kerudungnya, dia bersiap menyemburkan bisanya dan itu membuat Darren langsung berlari untuk menyelamatkan diri dari semburan bisa ular itu.Darren melempar pisaunya dan mengenai tubuh ular kobra itu yang membuat ular itu marah dan bergerak mendekatinya. Dia berlari keluar ke arah balkon itu untuk mencegah ular itu tiba-tiba menyerang Bu El. Sial! Sangat sulit mengenai target di kegelapan seperti ini! Maki Darren dalam hati. Tadi dia berniat melempar pisau ke mata ular itu agar ular itu terkejut dan melarikan diri karena merasa terancam. Tapi karena gelap, lemparannya tidak akurat dan hanya mengenai tubuh ular itu. Dan itu membuat si ular menjadi marah!Dia mengeluarkan sebuah pisau lipat lagi yang dia sembunyikan di ikat pinggangnya. Pisau yang ini ukurannya lebih kecil, tapi dia tidak memiliki senjata lain. Jika dia menggunakan pistol, maka suaranya akan membangunkan satu k
Sekali lagi mata Eloisa terbelalak saat pria aneh yang duduk di balkon kamarnya itu melepaskan rambut palsunya. Dia melihat rambut cokelat yang sudah beberapa hari ini tidak dia lihat. Dia lalu melihat pria itu mengambil sesuatu dari kedua matanya dan saat pria itu menatapnya lagi, dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari mata biru pria itu.“Bu El,” panggil Darren.Eloisa mengerjap beberapa kali saat mendengar dirinya dipanggil. Di depannya ini sekarang memang Darren yang berkulit cokelat gelap, tapi sudah pasti pria ini Darren. Mata dan rambut pria itu terlalu mencolok.“Saya tahu saya tampan dan Ibu boleh terus menatap saya sampai kapanpun, tapi sekarang tolong bantu saya dulu,” Kalimat konyol Darren selanjutnya menyadarkan Eloisa dari keterpanaannya. Dia mengerutkan alis lalu melipat tangannya di bawah dada.“Untuk apa kau menggunakan itu semua?” tanya Eloisa curiga.“Untuk menjaga Bu El seperti sekarang,” jawab Darren.“Saya bisa menjaga diri sendiri!” tolak Eloisa. Dia meng
Tangan Eloisa seakan bergerak sendiri saat mendengar permintaan Darren untuk mencium pria itu, sekarang kedua tangannya masih berada di pipi pria itu. Namun kesadaran membuat dirinya ragu, yang membuatnya berhenti mendekat untuk mencium pria itu. Ini tidak benar! Dia tidak boleh mencium pria itu lagi!“Aku hanya bercanda, Bu El. Jangan memaksakan diri.” kata Darren dengan senyum yang dipaksakan, tangan pria itu kembali membelai lembut pipinya. Dia bisa melihat tatapan terluka di mata pria itu karena berpikir dia berusaha memaksakan diri untuk mencium pria itu dan ternyata tidak bisa. Ya Tuhan, sampai sebegitunya pria ini memikirkan dirinya. Air matanya menetes begitu saja karena terharu.“Eh, jangan menangis Bu El. Aku tidak apa-apa. Tadi aku hanya bercanda.” kata Darren panik. Dia tidak bermaksud menekan Eloisa, seakan dia minta pamrih atas apa yang dia lakukan untuk wanita itu. Dia benar-benar tulus melakukan segalanya untuk Eloisa.Dia kembali membeku saat Eloisa memeluknya. Dia b
Nick masuk ke apartemen dan menemukan Darren yang sedang duduk manis di sofa menunggunya.“Apa kau melihat ada yang mengikuti Bu El?” tanya Darren begitu dia melihat Nick.“Tidak ada.” jawab Nick kesal. Sudah lebih dari dua puluh kali Darren menanyakan hal yang sama sepanjang hari ini.“Kau yakin?” tanya Darren lagi.“Seratus persen.” jawab Nick lagi masih dengan nada suara yang sama. Sahabatnya ini sejak pagi sangat berisik menyuruhnya memata-matai Eloisa Renata. Dan sepanjang hari meneleponnya seperti pacar posesif yang takut diselingkuhi. Mana pertanyaannya selalu sama pula!“Apa ada yang mengikuti Bu El?“Kau yakin?” “Coba kau lihat lebih teliti sampai ke atap gedung dan jendela gedung tetangga.”Hal itu mengingatkannya pada salah satu iklan televisi waktu dia masih kecil, iklan yang bercerita tentang pacar posesif yang selalu menelepon dan bertanya hal yang sama. Sampai burung beo peliharaan sang pacar hafal jawaban empunya dan si burung yang menjawab saat sang pacar telepon.L