Perlombaan sudah dimulai. Sandrina dan Zakiah ikut lomba memasak. Mereka bergabung dalam satu team. Sementara Hurraim, Juna dan Bastian ikut lomba memancing. Hurraim sangat antusias melakukan kegiatan mancing yang justru tidak pernah dia lakukan sebelumnya. "Bekerja keraslah, sayang!" sorak Sandrina sembari melambaikan tangan. Hurraim tersenyum dengan manisnya. Semakin bertambah semangat dan konsentrasinya setelah diberi support oleh kekasihnya itu. Walaupun tidak tahu menahu soal teknik memancing, tapi Hurraim tetap mengikutinya. "Bu, Pak CEO semangat banget tuh dilihatin sama Ibu," ucap Zakiah menggoda Bosnya. "Juna juga nggak kalah semangat tuh, Kiah. Walaupun dia ngantuk, tapi demi mobil Pajero sport, rela menahan kantuknya dan menghabiskan 3 cangkir kopi. Hahaha," balas Sandrina diiringi tawa renyahnya. "Hahaha! Ibu bisa aja. Eh, semogah aja dapat Pajero. Kasihan dia belum punya mobil," ucap Zakiah sembari menatap Juna yang asyik dan serius memancing. "Aamiin. Eh, Kiah. Mem
Sandrina sudah selesai memasak nasi liwet, sambal terasi, ikan goreng dan berbagai lalapan lainnya. Ikan mas hasil tangkapan Hurraim pun sudah selesai dimasak. Team juri sudah menunggu dan siap menilai masakan para peserta lomba. "Semoga kita menang ya, Bu," ucap Zakiah penuh harap. "Aamiin. Kalau menang, kita dapat hadiah alat-alat masak yang canggih dan modern," balas Sandrina. "Yeah!!! Tapi buat Pak CEO udah dipisahin 'kan Bu?" tanya Zakiah. "Aman, Kiah. Lihat tuh, dia mau ke sini!" ucap Sandrina sembari menatap intens pada Hurraim yang sedang berjalan ke arahnya. Perlombaan memancing sudah selesai. Hurraim hanya berhasil mendapatkan 1 ekor ikan mas. Bastian mendapatkan 5 ekor ikan mas dan nila. Sementara Juna, mendapatkan 15 ekor ikan mas dan nila. Sepertinya Juna termasuk salah satu pemenang lomba mancing itu. "Sayang, aku capek," rengek Hurraim dengan ekspresi manjanya. Lelaki tampan itu ngelendot pada Sandrina yang duduk di kursi jati. Sandrina memutar bola matanya dan m
Michael mengendarai mobilnya dengan cepat menuju kediaman Clara. Emosi sudah menumpuk di dadanya. Clara benar-benar wanita licik dan jahat. Tak pernah Michael bayangkan jika ternyata wanita yang menghancurkannya adalah Clara. Sudah berhasil menyingkirkan Sandrina dari hidupnya, sekarang Clara pun menyingkirkan kekayaan miliknya. Sungguh ironis, tapi inilah kenyataan yang Michael hadapi. "Clara! Clara! Buka pintunya!" teriak Michael di luar. Ia berharap Clara ada di dalam sana. Namun, beberapa menit berlalu, Clara tak kunjung keluar. Hal itu benar-benar membuat Michael dongkol. Lelaki tampan itu pun mendobrak pintu itu lalu masuk mencari keberadaan Clara. Akan tetapi, tidak ada siapa pun di sana. "Clara! Sembunyi di mana kamu!?" teriak Michael lagi. Ada yang janggal di hadapan Michael. Perabotan dan barang-barang di sana sangatlah berbeda. Tentu saja dia mulai curiga jika apartemen ini bukan ditempati oleh Clara lagi. "Hei, apa yang kamu lakukan di rumahku!?" teriak seorang lansia
Lorenza telah bercerai dengan suaminya saat Eleanor berusia lima tahun. Selama itu, papi Michael dan Eleanor tidak pernah lagi menemui mereka. Bukan karena tidak ingin, tapi Lorenza yang menghalanginya untuk bertemu dengan putra putrinya."Jangan ngawur, Ele. Papi sudah tidak peduli pada kita sejak bercerai dengan Mami. Dia sudah bahagia dengan keluarga barunya," ujar Michael yang tampak menekan setiap ucapannya. "Aku nggak ngawur, Kak. Ini benar-benar terjadi. Kalian bahkan tidak tahu 'kan kalau papi sudah ada di Indonesia!?" tukas Eleanor semakin ngotot. "Apa!?" Sontak saja Lorenza melebarkan kedua matanya dan menatap setengah tidak percaya. "Apa kamu sering berkomunikasi dengannya?" tanya Michael penuh selidik. Eleanor mengangguk mantap. "Ya! Sudah tiga tahun belakangan, aku dan papi saling bertukar kabar. Papi sempat mengajakku untuk bertemu, tapi aku ragu karena takut tidak bisa menahan emosiku saat bertemu dengannya.""Jangan pernah menemuinya. Ingat, dia papi kalian yang ti
Sandrina kembali bergabung dengan peserta lainnya. Team San Kitchen pun mendapat juara 2. Sementara juara 3, dari karyawan perusahaan Hurraim. "Sekarang pengumuman untuk pemenang lomba squid game!" ucap MC. Juna mendadak tegang dan harap-harap cemas. Kendati demikian, dia sudah yakin jika akan mendapatkan hadiah mobil yang diimpikan. Ada beberapa orang yang mendapatkan juara. Selain juara 1, 2 dan 3. Juara harapan lainnya pun mendapatkan hadiah. Ini sungguh membuat semua peserta semangat. "Juna pasti dapat mobil, Kiah," ucap Sandrina. "Iya, Bu San. Semoga saja pak CEO nggak bohong ya," sahut Zakiah. "Dia nggak akan bohong. Ini menyangkut harga diri dan kesuksesannya dalam bisnis," tukas Sandrina menegaskan. "Hehe, iya-iya Bu," balas Zakiah. "Pemenangnya adalah Arjuna Prakoso!" ucap Hurraim. "Yeeeee!" Zakiah bersorak. Juna terduduk lesu lalu bersujud di tanah. Setelah itu dia menengadahkan kedua tangannya ke atas langit. "Alhamdulillah." Kemudian, staf itu pun berjalan cepat k
Kembali ke keluarga Michael...Hari ini Michael mengunjungi perusahaan yang sudah sah menjadi milik Clara. Meskipun Clara sendiri belum bisa ia temui, tapi Michael akan berusaha mendapatkan perusahaan miliknya kembali. Perusahaan itu memang warisan dari orang tua Lorenza, tapi tetap saja Michael pun berusaha payah untuk mengembangkannya. Sekarang, siapa yang tidak marah dan geram jika tiba-tiba seorang Clara merebut perusahaan yang sudah susah payah dibangun dan dikembangkan. "Maaf Pak, Anda bukan bagian dari perusahaan ini lagi," ucap petugas keamanan yang saat ini berusaha menghalangi Michael untuk masuk ke perusahaan itu. Michael menatap tajam dan dadanya benar-benar terasa sesak. Bisa-bisanya orang di hadapannya ini melarangnya masuk. Padahal dialah yang menggajinya. "Ini bukan urusanmu! Aku akan mendapatkan hakku kembali!" ujar Michael bersikeras untuk masuk. "Tapi Bu Clara melarang Anda datang ke sini, Pak," ucap keamanan itu. Michael membuang napasnya kasar. "Minggir!" Ia
Sesampainya di rumah...Naima berlari kecil menghampiri Hurraim yang baru saja tiba. Wanita cantik itu langsung memeluk hangat tubuh tunangannya. Setelah dua hari menunggu, akhirnya Hurraim datang juga. "Aaaaaa, akhirnya kamu pulang," sorak Naima dengan tingkah manjanya. Hurraim memutar bola matanya malas lalu membuang napasnya kasar. Dia pun segera mendorong tubuh Naima agar menjauh darinya. "Lepaskan! Jangan peluk-peluk tubuhku seperti ini."Naima mengerucutkan bibirnya bertingkah sebal. "Kamu kenapa sih, kok cuek banget sama aku. Hurraim, kita akan menikah. Maka cobalah membuka hati untukku."Hurraim tak menggubris. Dia sekarang berjalan menaiki anak tangga untuk langsung ke kamarnya. Naima mengekori sambil terus mengoceh. "Hurraim sayang, apa kamu tidak merindukan aku?" tanya Naima dengan manja sekaligus sebal. "Tidak! Heh, suruh siapa kamu mengikuti aku? Pergi sekarang juga. Aku capek dan perlu istirahat. Nanti malam keluarga kita akan kembali bertemu, maka aku akan umumkan s
Di sudut lain...Seorang pria duduk dengan memeluk lutut di bawah ranjang. Matanya sayu, rambutnya berantakan, wajahnya kusam dan tubuhnya gemetar. Kamar itu tampak gelap dan seolah nestapa merenggut semua cahaya. Asap rokok mengepul di udara. Melayang tinggi bersama segenap penderitaan. Michael semakin terpuruk dan tidak bisa melakukan apapun lagi. Dia sudah kehilangan kekuasaannya. Bahkan untuk memberi makan pada mami dan adiknya pun Michael tidak bisa melakukannya. "Kenapa semuanya terjadi begitu saja? Apakah aku diciptakan hanya untuk menderita!?" gumam Michael dalam hati. Semenjak kehilangan perusahaannya, Michael selalu melamun dan menikmati minuman haram. Lorenza sebagai orang tua sangat prihatin terhadap kondisi putranya itu. Sering kali dia mengingatkan Michael agar tidak menyiksa dirinya sendiri dengan minuman keras dan begadang semalaman. Namun, Michael terlanjur pusing dan depresi. Dia mencari sebuah ketenangan dalam hidupnya. "Setelah kehilangan papi yang direbut oleh
Hari ini Sandrina mengunjungi San Kitchen. Wanita cantik itu tampak semangat karena melihat pengunjung yang mulai ramai. Sudah beberapa hari dia tidak mengunjungi San Kitchen dikarenakan sibuk bekerja sebagai sekretaris CEO. "Bu, pemasukan semakin lancar," ucap Zakiah memberikan informasi. Sandrina tersenyum sumringah. "Alhamdulillah, Kiah. Tidak sia-sia kita berjuang.""Iya Bu. Sepertinya kepercayaan kembali mereka miliki," ucap Zakiah. "Itu harus. Kita tidak boleh lalai lagi. Jika ada yang mencurigakan, langsung lapor pada keamanan," imbuh Sandrina dengan serius. Zakiah mengangguk paham. "Iya Bu. Tapi kayaknya sekarang musuh-musuh Bu San udah nggak ada lagi ya. Saya juga udah jarang lihat mantan suami Bu San.""Alhamdulillah mereka sudah tidak mengganggu hidup saya lagi, Kiah. Itu yang saya inginkan. Mungkin mereka sudah mulai tenang dengan kehidupannya. Syukur-syukur mereka bisa hidup rukun tanpa mengusik hidup saya," tutur Sandrina, "bay the way, emangnya kamu sering lihat Mic
Begitu sampai di rumah, Hurraim langsung dihampiri oleh sang Bunda. Ekspresi bundanya terlihat serius sekaligus penuh selidik. Hurraim langsung disuruh duduk di sofa dan berhadapan dengan Pristilla. “Jawab pertanyaan Bunda. Siapa perempuan yang tadi pergi bersamamu?” tanya Pristilla dengan raut wajah serius sekaligus penuh intimidasi. Hurraim menghela napas panjang lalu membuangnya perlahan. Benar dugaannya dengan Bastian. Bahwa sang Bunda akan mengetahui masalah ini. Baru beberapa menit lalu dia membahas ini dengan Bastian. “Siapa yang mengadukan ini pada Bunda? Sejak kapan Bunda punya mata-mata untuk mengikuti aku?” tanya Hurraim dsngan tampang sangar dan kesal. Dia berpikir kalau sang bunda menyuruh seseorang untuk memata-matai dirinya. “Jawab saja! Jangan balik nanya. Nggak sopan banget kamu. Bunda tahu sesuatu tentang kamu. Tapi kamu mencoba menutupi dari Bunda? Anak macam apa kamu ini. Selama ini, Bunda selalu melakukan yang terbaik untuk kamu, Hurraim! Apapun tentangmu, sel
Hurraim mengantar Sandrina sampai ke rumahnya. Belanjaan yang banyak itu diangkut oleh Bastian dan dibantu oleh mbak-mbak yang bekerja di rumah Sandrina. Marlinda tampak menatap kaget dan tercengang melihat semua itu. Apa yang Sandrina bawa, sudah seperti hendak melakukan seserahan saja. "Aku pulang dulu. Besok weekend mau ke mana?" tanya Hurraim. "Nggak kemana-mana, sayang. Aku mungkin mau ke San Kitchen aja. Mau cek pemasukan di sana. Dengar-dengar, sekarang pengunjung sudah kembali ramai seperti semula," jawab Sandrina dengan jelas. Hurraim mengangguk singkat. "Oke. Kalau mau jalan, hubungi aku.""Memangnya kamu nggak ada acara dengan keluarga?" tanya Sandrina. "Nggak ada," jawab Hurraim, "Oh ya, aku ingin secepatnya kenalkan kamu pada orang tuaku. Apakah kamu sudah siap?" lanjutnya bertanya. Sandrina tersenyum tipis. Sejujurnya dia masih belum siap, tentu saja karena masih merasa insecure dengan status jandanya. Hurraim adalah lelaki yang belum pernah menikah. Di zaman sekara
Sandrina sudah selesai belanja. Sekarang dia benar-benar penasaran, apakah Hurraim mampu membayar belanjaan yang banyak itu? Sebenarnya, tanpa ditanya pun pasti Hurraim akan mampu. Secara dia seorang pengusaha kaya. Hanya saja, Sandrina cukup pemasaran dengan pengeluaran kali ini. “Sudah ku bilang, ini pasti terlalu berlebihan, sayang.” Sandrina bicara dengan nada pelan dan sedikit meremehkan. Hurraim menggeleng pelan. “Kamu ambil semua isi di dalam mal ini pun, itu tidak masalah.”“Hah, ada-ada aja kamu ini. Ya nggak mungkin lah! Buat apa juga aku ambil semua isi di dalam mal ini,” tukas Sandrina. “Ayo. Sekarang kita bermain di sana,” ajak Hurraim sembari meraih tangan kekasihnya. Sandrina melongo tak habis pikir. Bagaimana mungkin Hurraim mengajaknya bermain, sedangkan belanjaannya belum dibayar. Benar-benar membuat Sandrina merasa tidak enak. “Lepaskan!” sentak Sandrina sembari melepaskan tangannya. Tatapannya kini begitu tajam dan dingin. “Ada apa? Kamu nggak mau bermain den
Eleanor menceritakan apa yang terjadi pada keluarganya belakangan ini. Hal itu sontak membuat Papinya tercengang kaget. Terlebih saat mendengar kabar Michael yang depresi. Dia juga baru tahu apa yang terjadi pada rumah tangga Michael. Saat tahu Michael selingkuh, Papi Eleanor benar-benar geram dan menyangkut pautkan dengan sifat Lorenza. "Wajar aja kalau kakakmu seperti itu, Ele. Soalnya mamimu yang menghasutnya. Dari dulu mami kamu nggak mau berubah. Dia doyan selingkuh, dan malah diturunkan pada anaknya. Miris sekali. Papi harap, kamu tidak seperti itu, Nak. Karena jika itu terjadi, maka kamulah yang akan menghancurkan dirimu sendiri," tutur Papi Eleanor dengan serius. Eleanor mengangguk pelan. Maka setelah dia tahu banyak tentang maminya, seorang Eleanor mengerti mengapa maminya bersikeras menghasut Michael untuk selingkuh dengan Clara. Sampai-sampai rumah tangga kakaknya itu hancur oleh perbuatan mami mereka. "Ele nggak akan kayak mami. Tapi untung aja Papi berhasil temukan jal
"Mami, hari ini Ele mau nemuin papi," ucap Eleanor dengan tatapan penuh harap. Lorenza mendelikan matanya dan menatap tajam. Sepertinya dia sangat tidak suka dengan tindakan putrinya itu. "Jangan pernah menemuinya, Ele. Sudah Mami katakan berkali-kali kalau kamu tidak pantas bertemu dengan pria yang sudah menelantarkan kamu!" Ia bicara dengan nada tinggi dan ngegas. Eleanor menatap setengah tidak percaya. "Tapi ini demi kebaikan kita semua, Mam.""Apa yang akan kamu lakukan? Dia tidak akan peduli pada kita. Sudah, lupakan saja. Kita jalani kehidupan baru ini," ujar Lorenza yang tampak menekan setiap ucapannya.Eleanor membuang napasnya kasar. Dia benar-benar kesal pada Maminya yang selalu saja ingin menang sendiri. Padahal, Eleanor berniat untuk mengadukan apa yang terjadi pada keluarga mereka. Termasuk soal perusahaan yang dirampas oleh Clara. Siapa tahu sang papi bisa menolong mereka. Belakangan ini, Eleanor mengetahui bahwa papinya memiliki beberapa perusahaan besar dan sukses. T
Di sudut lain...Seorang pria duduk dengan memeluk lutut di bawah ranjang. Matanya sayu, rambutnya berantakan, wajahnya kusam dan tubuhnya gemetar. Kamar itu tampak gelap dan seolah nestapa merenggut semua cahaya. Asap rokok mengepul di udara. Melayang tinggi bersama segenap penderitaan. Michael semakin terpuruk dan tidak bisa melakukan apapun lagi. Dia sudah kehilangan kekuasaannya. Bahkan untuk memberi makan pada mami dan adiknya pun Michael tidak bisa melakukannya. "Kenapa semuanya terjadi begitu saja? Apakah aku diciptakan hanya untuk menderita!?" gumam Michael dalam hati. Semenjak kehilangan perusahaannya, Michael selalu melamun dan menikmati minuman haram. Lorenza sebagai orang tua sangat prihatin terhadap kondisi putranya itu. Sering kali dia mengingatkan Michael agar tidak menyiksa dirinya sendiri dengan minuman keras dan begadang semalaman. Namun, Michael terlanjur pusing dan depresi. Dia mencari sebuah ketenangan dalam hidupnya. "Setelah kehilangan papi yang direbut oleh
Sesampainya di rumah...Naima berlari kecil menghampiri Hurraim yang baru saja tiba. Wanita cantik itu langsung memeluk hangat tubuh tunangannya. Setelah dua hari menunggu, akhirnya Hurraim datang juga. "Aaaaaa, akhirnya kamu pulang," sorak Naima dengan tingkah manjanya. Hurraim memutar bola matanya malas lalu membuang napasnya kasar. Dia pun segera mendorong tubuh Naima agar menjauh darinya. "Lepaskan! Jangan peluk-peluk tubuhku seperti ini."Naima mengerucutkan bibirnya bertingkah sebal. "Kamu kenapa sih, kok cuek banget sama aku. Hurraim, kita akan menikah. Maka cobalah membuka hati untukku."Hurraim tak menggubris. Dia sekarang berjalan menaiki anak tangga untuk langsung ke kamarnya. Naima mengekori sambil terus mengoceh. "Hurraim sayang, apa kamu tidak merindukan aku?" tanya Naima dengan manja sekaligus sebal. "Tidak! Heh, suruh siapa kamu mengikuti aku? Pergi sekarang juga. Aku capek dan perlu istirahat. Nanti malam keluarga kita akan kembali bertemu, maka aku akan umumkan s
Kembali ke keluarga Michael...Hari ini Michael mengunjungi perusahaan yang sudah sah menjadi milik Clara. Meskipun Clara sendiri belum bisa ia temui, tapi Michael akan berusaha mendapatkan perusahaan miliknya kembali. Perusahaan itu memang warisan dari orang tua Lorenza, tapi tetap saja Michael pun berusaha payah untuk mengembangkannya. Sekarang, siapa yang tidak marah dan geram jika tiba-tiba seorang Clara merebut perusahaan yang sudah susah payah dibangun dan dikembangkan. "Maaf Pak, Anda bukan bagian dari perusahaan ini lagi," ucap petugas keamanan yang saat ini berusaha menghalangi Michael untuk masuk ke perusahaan itu. Michael menatap tajam dan dadanya benar-benar terasa sesak. Bisa-bisanya orang di hadapannya ini melarangnya masuk. Padahal dialah yang menggajinya. "Ini bukan urusanmu! Aku akan mendapatkan hakku kembali!" ujar Michael bersikeras untuk masuk. "Tapi Bu Clara melarang Anda datang ke sini, Pak," ucap keamanan itu. Michael membuang napasnya kasar. "Minggir!" Ia