Malam ini Sandrina sudah kembali ke tempat camping. Mulanya Sandrina tidak diperbolehkan pulang oleh dokter karena masih butuh perawatan, tapi Sandrina menolak dan mengatakan bahwa sudah sehat. Hurraim yang selalu khawatir pada kondisi Sandrina pun melarang Sandrina meninggalkan rumah sakit. Namun, lagi-lagi Sandrina memaksa dan meyakinkan Hurraim bahwa dia akan baik-baik saja. Hurraim mendudukkan bokongnya di samping sang kekasih. Hatinya terus merekah indah, bagaikan bunga mawar yang baru mekar di pagi hari. Hurraim tersenyum manis, menatap wajah cantik Sandrina yang tak bosan-bosan untuk ia nikmati. "Katakan sesuatu, princess," ucap Hurraim dengan lembut. Sandrina menoleh lalu tersenyum singkat. "Apakah ini nyata? Atau aku sudah berada di surga?" Ia menatap lekat wajah tampan Hurraim. "Kenapa demikian?" tanya Hurraim sembari menatap heran. "Kenapa? Tentu saja karena aku bahagia. Oh, ini benar-benar mimpi, ya? Mana mungkin seorang CEO original ini sudi mencintai wanita janda se
"Ehem! Kayaknya ada yang nempel terus deh kayak permen karet!" ledek Zakiah sembari menatap usil pada Sandrina dan Hurraim. Sandrina menyunggingkan senyuman samar. Sebenarnya dia agak malu-malu sekarang. Namun Hurraim seakan tidak ingin melepas tangannya sejak tadi. "Kalau dilepas, takut ngacak-ngacak semua yang ada di sini," celetuk Juna yang berhasil membuat semua orang tertawa. "Haha! Memangnya aku apa, Juna!" protes Sandrina sembari menatap sebal. "Dia sekarang berlian ku. Kalau aku lepas, takut ada yang mungut," ucap Hurraim yang berhasil membuat semua orang diam. Sandrina tersenyum simpul. Aroma barbeque dan jagung bakar begitu menusuk ke dalam indera penciumannya. "Kalian hebat banget bisa bikin barbeque sesempurna ini.""Kami hanya tinggal memanggang saja, Bu. Perbumbuannya 'kan sudah diatur sama chef di dapur. Hehe," ucap Zakiah. "Benar juga," balas Sandrina. "Sayang, di mana tenda kamu?" tanya Hurraim. "Yang itu," jawab Sandrina sembari menunjuk pada tendanya. Tak ja
Naima mulai menghubungi Hurraim. Wanita cantik berambut panjang itu benar-benar kesal karena tidak dapat bertemu dengan tunangannya. Walaupun sikap Hurraim benar-benar cuek padanya, tapi Naima tetap teguh pendirian dan ingin menikah dengan Hurraim si pria tampan berwajah timur tengah. “Kenapa nggak diangkat, sih!” dengkus Naima sebal. “Mungkin sedang sibuk, Naima. Apa lebih baik kamu nginep aja di sini. Besok mungkin Hurraim akan pulang,” ucap Pristilla mencoba menenangkan calon menantunya itu. “Kenapa nggak malam ini aja kita susul ke sana, Tante? Naima kangen banget sama Hurraim. Naima juga khawatir Hurraim kenapa-napa,” celoteh Naima yang tampak menekan setiap ucapannya. Pristilla membuang napasnya kasar. Naima benar-benar menggebu-gebu ingin bertemu dsngan Hurraim. Akan tetapi, jarak rumahnya dengan tempat camping Hurraim cukup jauh. Tidak mungkin mereka akan ke sana sekarang juga. Lagipula, Hurraim akan marah jika tiba-tiba mereka menyusul tanpa persetujuannya. “Kamu yang sa
Malam ini sungguh berbeda bagi Sandrina maupun Hurraim. Mereka berdua sudah berada di dalam tenda. Tenda yang cukup untuk 2 sampai 3 orang itu benar-benar istimewa bagi keduanya. Ini pengalaman pertama dan mungkin tidak akan pernah mereka lupakan. Hurraim tiada henti menggenggam tangan lembut Sandrina. Senyuman manis dan kebahagiaan terpancar di wajah tampannya. Sekali lagi, Hurraim sungguh tidak menyangka bahwa kini sudah memiliki cinta sang sekretaris cantik itu. “Tidak dingin?” tanya Hurraim sembari menatap lembut wajah cantik Sandrina. Sandrina tersenyum kecil. “Tidak. Karena pakai selimut dan jaket juga.”“Hmmm, tidak butuh pelukan dariku?” goda Hurraim sembari mengusap lembut wajah cantik Sandrina."Yehhh, mulai deh mesumnya," cicit Sandrina sembari menatap sebal. "Hanya peluk saja, kamu bilang mesum?" seloroh Hurraim. Sandrina membuang napasnya pelan. "Nggak-nggak. Ya sudah mau peluk.""Nggak mau!" tolak Hurraim sembari memalingkan wajahnya ke samping. Sandrina mengerucut
Cuaca pagi ini cukup cerah. Meskipun udara cukup dingin, tapi tidak membuat peserta camping malas melakukan kegiatan mereka di sana. Hari ini akan banyak game yang mereka lakukan. Para peserta sudah mendaftarkan diri untuk mengikuti lomba yang Hurraim selenggarakan. "Sayang, kamu mau ikut lomba memancing?" tanya Hurraim pada kekasihnya—Sandrina. Sandrina terkekeh kecil mendengar pertanyaan Hurraim. "Yang benar aja. Aku nggak bisa mancing ikan.""Kalau mancing buaya?" tanya Hurraim sembari tersenyum usil. "Wah, ini sih yang bahaya. Nanti buaya-buaya itu pada nyantol semua," jawab Sandrina diiringi seringainya. Hurraim tersenyum simpul. "Kamu paling semangat bahas buaya. Ada apa sih dengan buaya?""Buaya itu sebenarnya nggak salah. Yang salah itu cowok yang doyan selingkuh, playboy, playing victim, suka mempermainkan wanita. Akhirnya buaya yang jadi korbannya," celoteh Sandrina yang tampak sebal. "Wow! Semangat sekali. Padahal buaya itu termasuk hewan yang setia. Orang Betawi membu
Perlombaan sudah dimulai. Sandrina dan Zakiah ikut lomba memasak. Mereka bergabung dalam satu team. Sementara Hurraim, Juna dan Bastian ikut lomba memancing. Hurraim sangat antusias melakukan kegiatan mancing yang justru tidak pernah dia lakukan sebelumnya. "Bekerja keraslah, sayang!" sorak Sandrina sembari melambaikan tangan. Hurraim tersenyum dengan manisnya. Semakin bertambah semangat dan konsentrasinya setelah diberi support oleh kekasihnya itu. Walaupun tidak tahu menahu soal teknik memancing, tapi Hurraim tetap mengikutinya. "Bu, Pak CEO semangat banget tuh dilihatin sama Ibu," ucap Zakiah menggoda Bosnya. "Juna juga nggak kalah semangat tuh, Kiah. Walaupun dia ngantuk, tapi demi mobil Pajero sport, rela menahan kantuknya dan menghabiskan 3 cangkir kopi. Hahaha," balas Sandrina diiringi tawa renyahnya. "Hahaha! Ibu bisa aja. Eh, semogah aja dapat Pajero. Kasihan dia belum punya mobil," ucap Zakiah sembari menatap Juna yang asyik dan serius memancing. "Aamiin. Eh, Kiah. Mem
Sandrina sudah selesai memasak nasi liwet, sambal terasi, ikan goreng dan berbagai lalapan lainnya. Ikan mas hasil tangkapan Hurraim pun sudah selesai dimasak. Team juri sudah menunggu dan siap menilai masakan para peserta lomba. "Semoga kita menang ya, Bu," ucap Zakiah penuh harap. "Aamiin. Kalau menang, kita dapat hadiah alat-alat masak yang canggih dan modern," balas Sandrina. "Yeah!!! Tapi buat Pak CEO udah dipisahin 'kan Bu?" tanya Zakiah. "Aman, Kiah. Lihat tuh, dia mau ke sini!" ucap Sandrina sembari menatap intens pada Hurraim yang sedang berjalan ke arahnya. Perlombaan memancing sudah selesai. Hurraim hanya berhasil mendapatkan 1 ekor ikan mas. Bastian mendapatkan 5 ekor ikan mas dan nila. Sementara Juna, mendapatkan 15 ekor ikan mas dan nila. Sepertinya Juna termasuk salah satu pemenang lomba mancing itu. "Sayang, aku capek," rengek Hurraim dengan ekspresi manjanya. Lelaki tampan itu ngelendot pada Sandrina yang duduk di kursi jati. Sandrina memutar bola matanya dan m
Michael mengendarai mobilnya dengan cepat menuju kediaman Clara. Emosi sudah menumpuk di dadanya. Clara benar-benar wanita licik dan jahat. Tak pernah Michael bayangkan jika ternyata wanita yang menghancurkannya adalah Clara. Sudah berhasil menyingkirkan Sandrina dari hidupnya, sekarang Clara pun menyingkirkan kekayaan miliknya. Sungguh ironis, tapi inilah kenyataan yang Michael hadapi. "Clara! Clara! Buka pintunya!" teriak Michael di luar. Ia berharap Clara ada di dalam sana. Namun, beberapa menit berlalu, Clara tak kunjung keluar. Hal itu benar-benar membuat Michael dongkol. Lelaki tampan itu pun mendobrak pintu itu lalu masuk mencari keberadaan Clara. Akan tetapi, tidak ada siapa pun di sana. "Clara! Sembunyi di mana kamu!?" teriak Michael lagi. Ada yang janggal di hadapan Michael. Perabotan dan barang-barang di sana sangatlah berbeda. Tentu saja dia mulai curiga jika apartemen ini bukan ditempati oleh Clara lagi. "Hei, apa yang kamu lakukan di rumahku!?" teriak seorang lansia
Kabar kehamilan Sandrina sudah sampai ke telinga kedua orang tuanya. Mendengar kabar itu, mereka berdua sangat bahagia dan bersyukur. Sejak putri mereka menikah dengan Michael, sejujurnya keduanya sangat menantikan sosok seorang cucu, tapi mereka tidak berani mendesak atau memaksa putri mereka untuk segera memberikan cucu pada mereka. Sekarang, tanpa diminta pun Sandrina sudah dipercayai oleh Tuhan untuk mengandung anaknya. "Alhamdulillah, anak kita benar-benar sehat dan subur, Yah. Berarti memang rezeki dia bersama Hurraim. Tuhan memang tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya," ucap Marlinda penuh syukur. Sang suami mengangguk pelan diiringi senyuman kemenangan. Mereka juga sudah tahu kalau nanti malam di kediaman Pristilla akan mengadakan acara syukuran atas kehamilan Sandrina. Jadi, keduanya akan hadir untuk ikut mendoakan, serta memberikan ucapan selamat dan support terhadap Sandrina juga Hurraim. "Semoga Tuhan selalu menjaga mereka. Menjaga Sandrina dari hal buruk. Menjaga calon
Hurraim berlari ke loteng. Mendengar hal yang mengkhawatirkan tentang istrinya, dia langsung menemui Sandrina di sana. Jantungnya berdetak kencang. Hurraim takut Sandrina kenapa-kenapa. Saat ini, Sandrina tengah duduk sembari memegangi perutnya. Ekspresinya membuat Hurraim semakin panik. Tentu saja Sandrina mulai berakting. Perempuan cantik itu seolah sedang merasakan sakit di bagian perutnya. "Arrgggh!!" pekik Sandrina."Sayang, apa yang terjadi padamu?" tanya Hurraim dengan kekhawatiran yang semakin mendalam. Ditangkapnya tubuh sang istri. Kemudian dia mengelus perut rata Sandrina yang tanpa disadari tengah mengandung sang buah hati. Sandrina meringis seperti kesakitan. Pristilla dan Fery hanya menonton saja. Begitu juga dengan Eleanor. Mereka diam-diam sedang menunggu waktu untuk memberikan surprise pada Hurraim."Perutku, sayang...." Sandrina mengeluh. "Ayo kita ke rumah sakit! Ini tidak bisa dibiarkan," ucap Hurraim tampak panik. Hampir saja dia menggendong tubuh Sandrina, ta
"Awas, hati-hati. Jangan sampai jatuh," ucap Pristilla dengan sangat antusias. Begitu tahu bahwa menantunya sedang mengandung, Pristilla sangat menjaga ketat Sandrina. Tentu saja dia takut Sandrina dan juga calon bayi dalam perutnya kenapa-kenapa. Sandrina digandeng oleh dua asisten rumah tangga. Ini terlalu berlebihan, tapi Sandrina tidak bisa menolak. Sebenarnya dia juga bisa berjalan sendiri sampai kamarnya. Namun, kekhawatiran sang mertua telah membuatnya seperti seorang ratu. "Kita akan mempunyai cucu!" seru Pristilla pada Fery. Sontak hal itu membuat Fery melebarkan kedua mata dan menatap setengah tidak percaya. "Hah, yang benar? Maksudnya Sandrina hamil?" Fery bertanya dengan raut wajah kaget serta penasaran. Pristilla mengangguk cepat. "Iya! Kita harus merayakan ini. Secepatnya kita atur acara perayaan kehamilan Sandrina.""Bun, itu terlalu berlebihan," protes Sandrina sedikit tidak setuju. "Apanya yang berlebihan? Kita akan mengadakan syukuran atas kehamilan kamu, Sandri
Hari demi hari terus berlalu. Sandrina dan Hurraim sudah menjalani rumah tangga selama satu bulan. Hari demi hari mereka lalui dengan penuh kebahagiaan. Tidak ada satu pun orang yang berani mengganggu kebahagiaan mereka. Dalam satu bulan ini, Sandrina masih tinggal bersama mertuanya. Hal itu dikarenakan keinginan Pristilla yang merasa masih belum siap berpisah jauh dengan Hurraim. Hurraim sendiri sudah ingin pindah rumah. Bahkan sebelum menikah pun, Hurraim sudah membeli rumah untuk dihuni dengan istrinya. Namun, saat ini dia belum bisa meninggalkan rumah orang tuanya itu. Padahal Hurraim sudah membujuk Pristilla berulang kali. Namun, Pristilla tetap kekeuh belum siap dan tidak mengizinkan Hurraim untuk pindah rumah. Pagi ini, Sandrina terbangun dalam keadaan lemas. Dia yang sudah tidak menjadi sekretaris Hurraim, hanya melakukan tugasnya sebagai seorang istri sekaligus owner San Kitchen. Selain itu, Sandrina juga mulai menekuni bisnis perhiasan media online. Hal ini sengaja dia lak
Hurraim mengelus lembut perut rata Sandrina. Perasaannya senang tak menentu. Telah terpikirkan olehnya bagaimana jika di dalam perut rata itu ada janin sang buah hati mereka. Tentu saja Hurraim sangat tidak sabar. Dia menikah, tujuan menikah memang tidak melulu tentang anak. Akan tetapi, memiliki anak setelah menikah adalah suatu kebahagiaan. Hurraim sendiri tidak pernah berniat untuk menunda-nunda punya anak. Jika Tuhan berkehendak, maka dia berharap Sandrina segera diberi momongan. "Semoga secepatnya kamu mengandung anak kita, sayang," ucap Hurraim dengan suara lembut. Sandrina tersenyum tipis. Waktu itu dia dengan Michael pun mengharapkan hal yang sama. Setiap saat menanti kehadiran sang buah hati mereka. Namun, takdir tidak sampai membuat mereka memiliki anak. Bahkan Sandrina sempat dituding wanita mandul oleh mertuanya sendiri. Semoga saja kali ini tidak. Sandrina sebenarnya sedikit trauma jika seandainya Tuhan sedikit lama memberikan anak padanya. Khawatir mertuanya mengira di
Selesai pesta pernikahan, Hurraim membawa kabur Sandrina ke sebuah hotel mewah yang sudah dipesannya. Segenap keluarga melepas dengan penuh kebahagiaan. Senyuman mengembang di sudut bibir kedua mempelai pengantin pria dan wanita. Taburan bunga mengiringi kepergian mereka. Sorak sorai keceriaan menambah kesan bahagia di sana. "Kamu milikku sayang!" ucap Hurraim. Pria tampan itu membopong tubuh ramping Sandrina dari luar hingga ke dalam hotel. Nuansa honeymoon terasa kental di sana. Taburan bunga dan gemerlapan lampu menyambut mereka. Belum lagi aroma harum dari berbagai sudut pun tercium menyengat indera penciuman mereka. "Malam ini aku tidak akan menahan diri lagi," ucap Hurraim lagi. Pria tampan itu nampak perkasa. Dia bahkan tergesa-gesa dan tidak sabaran. Maklum, Hurraim adalah sosok pria dewasa yang tidak pernah melakukan hubungan intim dengan wanita mana pun. Maka saat dia telah menikahi wanita pujaan hatinya, jangan heran jika Hurraim begitu semangat dan tidak sabar. Sekaran
Sang pengantin pria telah selesai berjabat tangan dengan Ayah Sandrina. Ijab dan kabul baru saja selesai diucapkan. Segenap saksi, mengatakan 'sah'. Saat itu juga sorak sorai dan ucapan syukur terdengar riuh di telinga. Detik ini juga, Sandrina telah resmi menjadi istri bagi Hurraim. Mereka telah disatukan dalam ikatan yang suci. Murni karena cinta dan jodoh dari ilahi. "Alhamdulillah, sah!" ucap Pristilla sembari menatap haru pada putranya yang tampan nan gagah. Senyuman kebahagiaan mengembang di bibir Hurraim. Tak sabar rasanya ingin melihat sang wanita pujaan. Selesai dengan ritual ijab kabul, penuntun acara memanggil sang mempelai pengantin wanita agar segera keluar. Para tamu nampak antusias. Di antara mereka ada yang sudah pernah hadir di acara pernikahan Sandrina dengan Michael. Namun, tetap saja mereka sangat penasaran pada Sandrina kali ini. Dari segi pesta, dekorasi dan gaya pernikahan Sandrina kali ini jauh berbeda dengan pernikahannya waktu lalu. Tentu ini sengaja Sandri
“Bunda walaupun belum pernah jadi mertua, tapi bunda pastikan bakal jadi mertua yang baik. Kamu jangan asal kalau bicara, Hurraim! Jangan bikin Sandrina takut dan berasumsi buruk tentang Bunda!” Pristilla mengomeli dengan kekesalan yang mendalam. Bagaimana tidak kesal, putranya sendiri membicarakan hal buruk tentangnya di hadapan calon menantu. Hurraim tersenyum simpul. Sebenarnya dia hanya bercanda. Hurraim juga tentu berharap Bundanya akan menjadi mertua yang baik untuk Sandrina. Akan tetapi seperti biasa sang Bunda menanggapi dengan serius. “Yang benar saja? Aku hanya ngomong sesuai fakta. Tapi, tetaplah aku percaya kalau Bunda bisa jadi mertua yang baik untuk istri aku nanti,” ucap Hurraim sembari memeluk Sandrina. Pristilla memencengkan bibirnya. “Ada juga kamu! Jangan sampai jari suami zalim terhadap istri. Dan jangan jadi anak durhaka terhadap Bunda! Awas aja kalau sampai itu terjadi,” ancam Pristilla. Sedikit memberikan nasihat pada putranya. “Tenang aja, Bun. Nanti bakala
Clara tersenyum miring. Kini dia bersedekap dan menatap remeh. Gundukan kesal seakan terlihat di atas kepalanya saat ini. Mengingat Michael sempat drop, dia seperti tidak percaya jika Michael bisa menjebloskan Clara ke dalam penjara. “Kamu tidak punya kuasa atau kekuatan sedikit pun, Michael sayang. Sekarang aku ingin bertanya, dari mana kamu dapatkan modal untuk membuka usaha seperti ini? Kamu pasti meminjam bank, ya? Haha. Jangan sombong dulu! Kalau bisnis kamu berkembang dan sukses, kamu mungkin akan mendapatkan kekuatan dan kekuasaan lagi seperti dulu. Tapi kalau bisnismu mangkrak dan bangkrut, maka apa yang akan kamu dapat? Pastinya sebuah kerugian dan keterpurukan seperti beberapa waktu lalu. Haha!” Clara tertawa terbahak-bahak. Suaranya nyaring dan dia benar-benar menghina Michael. Michael mengepalkan tangan. Mustahil dia tidak marah. Semenjak kejadian itu, kebencian mulai merambat dalam pekarangan hati Michael. Kendati demikian, Michael tidak ingin menjadi arogan lagi. Dia h