Karena apa tuh?🤔
"Aku kayaknya lagi hamil, Ar. Dan aku juga enggak mau jadiin anakku yatim pas dia lahir nanti," lirih Dinda, yang tangannya sudah menggenggam tangan Aryesta.Tatapan mata Dinda sendu dan penuh pengharapan, tetapi entah mengapa, tak ada rasa iba di dalam hati Aryesta.Bahkan dengan ringan Aryesta melepas tangan adik tirinya yang sedari tadi digenggamnya, hanya untuk menarik simpatik."Aku tidak peduli padamu, Dinda. Dan perlu kamu ketahui, jika anakmu tidak akan menjadi yatim selama Mas Dion masih hidup, sekalipun itu di dalam penjara. Jadi enggak usah banyak drama, deh," ucap Aryesta penuh ketegasan.Mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Aryesta tentu saja membuat Dinda yang semula beramah tamah, dan mencoba memantik rasa iba di dalam hati Aryesta, kini menggeram marah.Matanya menajam dan dada yang kembang kempis, memperlihatkan betapa dirinya geram karena perkataannya langsung dipatahkan oleh statemen sang kakak tiri."Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus keluarin Mas Di
Setelah keluar dari mobil mewah milik Aleandra, Dinda pun langsung memesan taksi dan pergi dari area perusahaan itu dengan perasaan dongkol.Selang beberapa menit, akhirnya taksi itu tiba di sebuah lapas, tempat calon suaminya berada.Kakinya melangkah begitu anggun, ah lebih tepatnya pura-pura anggun, karena Dinda tak ingin citranya buruk jika mengeluarkan sifat aslinya di depan umum seperti ini.Dengan langkah pasti, Dinda pun menghampiri Dion di tempat besuk, dialah satu-satunya orang yang mempedulikan Dion, hingga tak ada satu orang pun yang membesuknya selama di sana."Bagaimana? Apakah kamu sudah memintanya untuk membebaskan aku?" Itulah pertanyaan yang menyambut kedatangan Dinda.Dinda baru saja duduk tepat di seberang Dion, karena terhalang kaca pembatas."Kakak tiriku tidak akan pernah mengeluarkanmu dari sini. Itu yang dia katakan padaku tadi, Mas," jawab Dinda yang memang benar adanya.Mendengar perkataan Dinda yang memberi kabar buruk, tentu saja Dion kesal bukan main.Brak
"Dia tidak mungkin meninggalkan aku, kan?""Tidak mungkin! Apalagi jika suatu saat nanti dia hamil anakku, dia pasti tidak akan membiarkan anaknya tumbuh tanpa seorang Papa.""Yah, tadi pasti hanya gertak sambal doang.""Tenang Al. Dia itu sangat mencintaimu. Jadi, jangan takut, istri cantikmu itu pasti akan setia di sisimu sampai nanti."Aleandra terus bergumam pada dirinya sendiri, setelah Aryesta keluar dari ruang rapat. Sementara dirinya masih menenangkan diri di dalam sana. Ya, Aleandra tak ingin mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Karena itulah dirinya masih betah di ruang rapat.Ingatan Aleandra kembali pada zaman istrinya masih kuliah dulu, dan hal itu membuat senyum manis tercetak di bibir sensualnya."Kamu bahkan sangat bucin padaku dari awal kita bertemu di sana Ar. Aku sangat yakin, kalau kamu tidak akan pernah bisa meninggalkan aku, kan? Apalagi jika benihku tumbuh di rahimmu, dan aku pastikan kamu akan mengandung anakku sebelum misimu bersama kakak sepupu
Aryesta langsung berbalik badan menuju kantin perusahaan untuk mengisi perutnya, tetapi Tisya yang memiliki misi untuk mengganggu wanita itu pun semakin antusias mengikutinya."Apalagi yang kamu inginkan, Tisya!" ketus Aryesta yang terus berjalan dan tak ingin menghentikan langkahnya.Karena sungguh, memiliki pekerjaan menumpuk seperti tadi langsung menguras energi dan tenaganya. Kali ini Aryesta membutuhkan amunisi untuk mengisi ulang tenaganya.Akan tetapi, Tisya belum juga berhenti mengganggu, dan terus mengekori ke mana pun langkah istri pertama dari suaminya ini. Entah apa yang sedang Aleandra inginkan saat ini, tetapi memangnya apalagi yang bisa Tisya lakukan, selain menuruti semua permintaannya.Tisya juga melihat banyak karyawan yang menyapa Aryesta dengan ramah, selayaknya karyawan pada atasan. Dan entah kenapa hatinya merasa murka melihat semua itu. Ada perasaan iri dengki yang bercokol di dalam hatinya pada perempuan itu.Baru saja keduanya tiba di kantin, tiba-tiba saja ada
"Apa kamu tidak bisa bekerja, hah?" sentak Tisya dengan mata memicingnya ke arah Aryesta yang baru saja memecahkan alat makan beserta isinya.Aryesta memandang datar ke arah Tisya yang mengangkat wajah angkuh, menunjukkan jika perempuan itu pantas dihormati. Namun, bukan Aryesta, jika dia tak bisa membuat lawannya jengkel.Aryesta bahkan tak peduli suara pecahan itu mungkin saja akan membuat kenyamanan orang-orang terganggu. Namun, baginya itu bukan masalah. Karena siapa suruh matanya ternodai oleh pemandangan menyebalkan di depan sana, ketika dirinya membuka pintu ruangan CEO, yang saat ini sedang dihuni oleh Aleandra juga istri keduanya, Tisya. Si model majalah dewasa.Melipat tangan di dada, lalu Aryesta mengangkat satu alisnya penuh ejekan, "Apakah kalian begitu miskin? Hingga menggunakan kantor untuk bermesraan seperti ini?"Tatapan penuh remeh dari Arsyeta seolah membuat harga diri Tisya terluka, hingga akhirnya perempuan yang saat ini sedang duduk di pangkuan Aleandra itu bangki
Langkah Aryesta terhenti ketika baru saja dia berbalik, tetapi suaminya sudah berkata demikian. Tentunya Aryesta dibuat geram dengan mengepalkan tangannya kencang, lalu berbalik untuk menatap suami menyebalkannya itu."Apalagi yang kamu inginkan, Mas? Bukannya kalian mau main kuda-kudaan di sini? Ya sudah, aku mau keluar dari ruangan ini." Aryesta berucap dengan helaan napas jengkelnya. "Lagian ya, Mas. Aku mau manggil OB buat bersihin makanan yang berserakan itu!" Tunjuk Aryesta pada makanan juga piring, gelas tercerai berai di atas lantai.Aleandra pun ikut menatap lantai kotor itu, tetapi hanya sejenak, "Aku bisa manggil OB pakai telepon kantor. Kamu enggak perlu lakuin hal itu."Aryesta pun menganggukan kepalanya lalu kembali berbalik badan, yang lagi-lagi Aleandra cekal pergelangan tangannya.Aryesta berdecak, "Apalagi sih, Mas? Kan sudah beres semuanya? Apa ada perlu sesuatu lagi?" Sungguh kesal sekali Aryesta pada suaminya ini, yang terus-menerus menahannya untuk pergi. "Kalau e
"Terserah kamu, Mas. Aku tidak peduli, dan aku tidak akan masuk ke ruanganmu sekarang ini," jawab Aryesta yang langsung menutup telepon kantor.Perempuan cantik itu menatap kesal gagang telepon seolah benda tersebut adalah wajah menyebalkan suaminya. Ada banyak rasa kesal di dalam hati Aryesta yang tak bisa dia ungkapkan semuanya, tentunya membuat Aryesta dongkol bukan main."Bisa-bisanya laki-laki nyebelin itu nyuruh aku datang ke ruangan. Setelah berbagi peluh dengan istri keduanya selesai," ketus Aryesta yang entah kenapa hatinya merasa tak nyaman.Apalagi mengingat kedekatan suaminya dan juga Tisya tadi, sangat mengganggu pemandangan dan mengotori matanya. Tak pernah sekalipun Aryesta berpikir akan melihat adegan kemesraan mereka berdua."Apakah mereka tidak punya urat malu sampai-sampai melakukan itu di kantor? Sungguh tidak beretika sekali," gerutu Aryesta yang kembali meraih dokumen di hadapannya. "Tapi sepertinya pernikahan mereka berdua agak aneh. Karena aku sering melihat dan
"Kamu jangan mesum mulu, Mas! Ini masih di kantor, ya Tuhan ...," keluh Aryesta yang sudah sangat kesal pada tingkat kemesuman suaminya ini.Aleandra pura-pura bodoh, dengan mengangkat satu alisnya, "Tidak akan ada orang yang berani cari masalah dengan CEO perusahaan, Ar." Menatap wajah memerah istrinya yang terlihat sangat menggemaskan itu. "Jadi tidak usah cari alasan hanya untuk menghindari melayaniku di sini."Suara Aleandra semakin membuat bulu kuduk Aryesta meremang seketika. Namun, sebelum perempuan itu melakukan perlawanan, tangannya sudah ditarik Aleandra, untuk mengikuti langkahnya."Mas lepasin! Kamu jangan coba-coba sama aku, yah!" ancam Aryesta yang berusaha melepaskan cekalan suaminya.Melihat istrinya yang terus memberontak, Aleandra tak memiliki pilihan lain, selain mengangkat tubuh Aryesta layaknya karung beras. Yang tentu saja langsung mendapat tabokan di punggungnya."Mas, lepasin aku!" teriak Aryesta yang tak menghentikan tabokannya, "Aku bisa teriak ya, Mas! Jadi,
Aleandra berdiri di balkon kamarnya, memandang langit malam dengan tatapan kosong.Ya, setelah kelahiran bayi Adam dan Dinda 3 jam yang lalu, Aleandra putuskan kembali ke rumah, melanjutkan sisa-sisa masalah yang sebelumnya sudah diurusi oleh Beni."Apakah bayinya setampan Dean, Mas?" ucal Aryesta seraya merengkuh tubuh suaminya dari belakang.Hal yang membuat Aleandra terlonjak saking kagetnya. Beruntung laki-laki itu mengenali aroma parfum yang menempel di kulit istrinya, sehingg tak berakhir dia banting, karena Aleandra sangat tak menyukai sentuhan lawan jenis, selain istrinya saja.Aleandra tersenyum dan menggelengkan kepalanya tak setuju, "Dean yang paling tampan, Ar. Kau tenang saja, di kemudian hari pasti Dean yang akan menang jika mereka terjebak cinta jajar genjang."Aryesta terkekeh mendengarnya sambil berjalan ke samping, dan menyandarkan kepalanya di lengan sang suami."Jadi namanya Bian Reganza, Mas?"Aleandra menganggukan kepalanya, lalu tanpa menunggu waktu yang lama unt
Maria melangkah pelan menuju punggung Dinda, sampai ....Bruk!"Argh!" teriak Dinda dengan tubuhnya yang sudah terjungkal ke depan, perut buncitnya pun menempel ke atas lantai dengan hantaman keras."Dinda!" Adam refleks membentak, melihat istrinya terjatuh dan mengerang di atas lantai.Sampai akhirnya dia sadar jika ada seseorang di belakang, yang sedang mematung tak percaya, dengan apa yang baru saja dia lakukan pada adik ipar dari Nyonya rumah ini."Kau ... dasar perempuan kurang ajar!" suara Adam menggelegar berat, lalu melangkah ke arah Maria hingga ....Bugh!Bruk!"Argh!" Maria meringis sata bahunya ditonjok dan disungkurkan dengan kekuatan penuh, membuat tubuhnya terpelanting di atas lantai, dan mengenai guji di dekatnya, membuat semua orang yang baru saja masuk rumah, langsung berhamburan mencari sumber suara.Semua orang menatap terkejut, saat Dinda terjatuh dan menangis, sambil menatap paha putihnya yang sudah dilumuri darah segar.Kemudian tatapan semua orang menoleh ke ara
Dada Maria berdebar keras, mendengar suara berat itu, suara yang sangat jarang dia dengar, kini laki-laki itu datang juga ke mansion tuannya.Maria masih mematung, dan belum membalikkan badannya, takut jika laki-laki itu mengadukannya pada sang Tuan, ataupun memprovokasi tuannya untuk memecatnya dari pekerjaan ini.Laki-laki yang ternyata adalah Adam, wakil direktur di perusahaan Alra Grup, sekaligus sahabat Aleandra itu pun berjalan 4 langkah, kemudian berhenti, tepat di depan Maria, membuatnya membelakangi Maria saat ini."Saya mengetahui niat busukmu itu, bahkan saya yakin, kalau sahabat saya juga sudah mengetahuinya. Dia diam hanya karena menganggap kamu bukan lawan sepadannya saja. Jadi jangan terlalu percaya diri, Maria."Perkataan Adam langsung membuat lutut Maria lemas, hingga tubuh Maria ambruk ke atas lantai, tetapi baru saja Adam hendak menoleh ke belakang untuk melihat kondisi Maria, dari arah dalam rumah muncullah seseorang."Sayang! Kamu berani gatel sama pengasuh kegatel
"J–jadi Tuan tahu kalau Maria itu ...."Ucapan Beni menggantung, dan menatap tuannya sedang tersenyum miring, diiringi anggukan kepala untuk membenarkan apa yang ada di dalam kepala Beni."Maria berhalusinasi terlalu tinggi, hingga bermimpi ingin menjadi Nyonya rumahku. Oh, sungguh menggelikan. Bahkan Maria belum ada seujung kukunya istriku, Ben," kekeh Aleandra, yang mentertawakan kelakuan absurd baby sister putranya.Namun,satu alis Beni terangkat, dan bingung dengan apa yang ada di dalam kepala tuannya pun kembali bertanya."Kalau Tuan tahu kelakuan perempuan kampret itu, kenapa Tuan belum juga mengusirnya?"Aleandra tersenyum singkat, lalu mengangkat kedua bahunya, "Seperti yang kubilang tadi. Aku cukup terhibur dengan kecemburuan istriku, dan sangat menyenangkan melihat kesulitan Maria, saat menghadapi ketantrumannya Dean."Beni cukup mengerti, dan memang cukup menghibur melihat Maria dalam kesulitan menghadapi Dean selama ini.Hingga akhirnya percakapan keduanya selesai, karena d
"I–ini tidak mungkin," lirih Aleandra yang masih tak percaya dengan diagnosa dokter tadi.Masih sangat terkejut, kini Aleandra duduk di bangku yang tersedia di luar ruang perawatan. Kemudian matanya menatap pintu kamar VVIP tempat istrinya beristirahat.Sibuk dengan lamunan, tiba-tiba saja seseorang menepuk bahu Aleandra, membuatnya sedikit terlonjak kaget, saat melihat Beni datang tanpa Dean.Berhubung ini rumah sakit, dengan usia Dean yang baru 3 tahun, membuat balita itu mau tak mau harus duduk manis di mansion mewahnya, ditemani Denia, juga Dinda untuk menjaganya, selama Aryesta belum diperbolehkan pulang."Saya minta maaf mengenai kejadian dua hari lalu, Tuan. Tapi yang jelas kami tidak memiliki hubungan apa pun selain Nyonya dan bodyguard-nya saja," jelas Beni membuka pembicaraan, karena laki-laki itu belum mengetahui hasil pemeriksaan medis sang Nyonya.Ada helaan napas dari Aleandra saat mendengar penjelasan tersebut. Karena sebetulnya dia pun tahu kebenarannya, setelah mengece
Meninggalkan Maria yang masih menyeringai di belakang, Aleandra sudah berjalan menjauh, menururni anak tangga, dan mata tajamnya menyapu ruang tamu yang lampunya sudah menyala.Dan entah kenapa perasaannya mendadak tak tenang, setelah mendapat aduan dari baby sister putranya tadi, mengenai keberadaan istrinya yang sedang berduaan dengan salah satu orang kepercayaannya, yaitu Beni."Aku tidak akan memaafkanmu kali ini, Ar. Kita lihat saja setelah ini apa yang akan aku lakukan padamu," cicit Aleandra dengan tangan mengepal kencang. Terus berjalan hingga kakinya berhenti di ambang pintu dan melihat sesuatu yang membuat dadanya terbakar api cemburu. Di depan sana ... Beni sedang memeluk pinggang istrinya, membuat Aleandra berteriak kencang."Apa yang kalian lakukan di sini, brengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Dengan brutal Aleandra menarik kerah kemeja Beni, lalu memberikan 3 pukulan pada laki-laki yang sudah sangat lancang menyentuh miliknya. Sialan!Gigi Aleandra bergemelutuk, saat bayangan
"Untung saja lampunya mati. Jadi aku bisa jalanin misiku malam ini," ucap Maria yang sesekali menatap ke belakang, takut diikuti oleh seseorang.Jantungnya berdebar-debar kencang, setelah apa yang baru saja dia lakukan tadi."Rencana kali ini harus berhasil pokoknya," ujar Maria yang sedikit berdesis, "Mana aku sampai pegang anunya si Ben lagi. Ditambah harus pura-pura ngedesah. Iyuuuh, menjijikan banget. Kalau kayak gituannya sama Tuan Aleandra sih, aku seneng banget."Maria bergidik ngeri membayangkan dirinya saat mengeluarkan benda pusaka itu dari celana bahan Beni, ditambah dia siram pakai sedikit air mineral, untuk efek basahnya. Dan terakhir menunggu Aryesta turun untuk mengambil minum, lalu dia mendesahkan suaranya, agar Aryesta mencari sumber suara. Setelah itu, barulah dia menyelinap dari gelapnya malam, karena memang di mansion itu sangat jarang menyalakan lampu utama ketika malam hari. Membuat rencananya hampir berjalan mulus.Ya, semua itu adalah rencana Maria untuk menjeba
Dua tahun telah berlalu setelah kekesalan Aryesta pada saat itu.Pada saat putranya berlari ke arahnya tanpa baju, lalu terjatuh, Aryesta pun benar-benar pergi ke mall, quality time dengan putra tersayangnya.Bahkan setelah itu Aryesta tak lagi banyak bicara, ataupun menegur. Aryesta bagai orang asing di kediamannya sendiri.Saking asingnya, Aleandra dibuat uring-uringan, karena Aryesta tak pernah sebinal dulu lagi.Bahkan Aryesta terkesan dingin, dan hanya melayaninya bak seorang pelacur, yang setelah berhubungan badan, Aryesta akan pergi ke kamar berbeda, tanpa pelukan hangat setiap malamnya.Sama halnya kali ini, tubuh Aryesta terasa remuk redam, ketika terbangun di tengah malam, kemudian dia meringis, karena hujaman suaminya sangat brutal.Bahkan jalan pun terasa perih, merasa jika inti tubuhnya seperti lecet, membuat Aryesta hati-hati dalam melangkah, menuruni ranjang, lalu memakai piyama lengan pendek, yang kakinya panjang.Setelah mencapai pintu kamar, Aryesta berbalik badan, la
Aleandra pun memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya, mengingat jika istrinya sedang mandi, inilah kesempatan untuknya agar bisa meminta jatah.Akan tetapi, angan itu langsung pupus, ketika istrinya sudah berganti pakaian, dan hendak keluar, lengkap dengan tas kecilnya.Dahi Aleandra sedikit berkerut, kemudian bertanya, "Mau pergi ke mana kamu hari ini, Ar?"Mendapatkan pertanyaan mendadak dari seseorang yang sebelumnya tak Arsyeta prediksi, tentu saja perempuan itu mengusap dadanya naik turun, lalu menatap malas netra penuh curiga dari suaminya."Aku mau pergi ke mall. Lagian untuk apa aku di sini, jika kehadiranku tak pernah dibutuhkan oleh suami dan anakku, hmh?" sinis Aryesta yang hatinya mulai dongkol, ketika harus menghadapi Aleandra juga Dean yang tantruman, dan selalu menguji kesabarannya.Sama halnya seperti sekarang, saat langkah kaki Aryesta hendak melaju, tiba-tiba terdengar teriakan balita, membuatnya menoleh dan melihat jika putranya sedang berlari mendekat ke arahnya."