Hmm kira-kira bener gak sih si Tisya diancam?🤔Ini juga kenapa Al ngomongnya pedes banget ke Ar, apa Al lupa dia baru aja gempur Ar sampe susah jalan gitu, eh malah dibentak endingnya.😤😡
"Apa sebegitu pentingnya dia di hidup kamu, Mas?"Lagi, Aryesta berteriak dan hal itu berhasil membuat Aleandra menghentikan langkahnya kembali.Dengan napas sedikit menderu, Aleandra terbalik badan, menatap sengit istrinya yang sialnya sudah membuka ketiga kancing kemeja hitamnya.Sialan!Aleandra mengumpat dan segera berjalan cepat ke arah ranjang, lalu tanpa banyak bicara laki-laki itu langsung menerjang istri penggodanya."Apakah kamu sudah mencintaiku, Ar? Dan apakah kamu sedang merasa cemburu pada madumu, hmh?" serak suara Aleandra memenuhi gendang telinga Aryesta.Sementara, perempuan itu membuka lebar pahanya dan menerima semua serangan suami mesumnya ini.Tersenyum penuh kemenangan, lalu Aryesta mengangkat wajah suaminya, hingga mereka bertatapan."Aku tidak sudi suamiku dijamah perempuan lain, Mas! Bukannya itu juga janjimu, enggak bakalan nyentuh dia selama pernikahan siri ini berlangsung?" tanya Aryesta yang masih belum percaya pada tabiat suami mesumnya ini.Bagaimanapun j
"M–mas, tolong ...."Perempuan itu terisak dengan tubuh yang sudah tak lagi berpakaian, menatap penuh permohonan pada suaminya yang baru saja tiba."Berani menodainya, aku buat kalian kehilangan burung-burung kecil kalian, berengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Aleandra langsung menghajar laki-laki seragam hitam yang hendak menodai istri sirinya dengan kekuatan penuh.Tak peduli pada tangisan istri sirinya yang kali ini sudah meringkuk, berusaha menutupi bagian-bagian sensitif tubuhnya dari pandangan orang lain.Namun, kesenangannya menghajar harus terhenti karena ada pihak keamanan yang mendekat guna melerai perkelahian."Urusi semuanya dan akan kulpaporkan kemanan apartemen ini pada pihak berwajib!" ancam Aleandra pada petugas keamanan yang hanya bisa menunduk takut, karena memang ini karena kelalaian mereka.Melihat daun pintu yang sudah rusak karena berhasil dibobol entah suruhan siapa, seketika amarah Aleandra mencuat, tetapi saat matanya menatap tubuh Tisya yang tak berdaya di atas lantai
Setelah berkendara dengan hanya dihiasi oleh keheningan, kini sepasang suami istri itu tiba juga di kediaman keluarga Aleandra.Lagi dan lagi, Aleandra masuk ke dalam sana dengan menggendong salah satu istrinya.Jika sebelumnya laki-laki itu melangkah menuju lantai dua, maka kini langkah Aleandra berbelok ke sebuah kamar tamu.Dibukanya pintu perlahan, sampai akhirnya dia melihat ada sosok sang Papa yang ternyata belum tidur di ruang keluarga.Bertatapan sejenak, sebelum akhirnya Aleandra masuk ke dalam kamar tamu dan membaringkan tubuh lemah Tisya di atas tempat tidur.Tanpa banyak kata, Aleandra langsung bangkit dan hendak keluar, tetapi ada lengan Tisya yang menahan kepergiannya."Tidak bisakah untuk malam ini kamu menemaniku, Mas? Hanya malam ini dan tanpa tuntutan lainnya," mohon Tisya, dengan mata berkaca-kaca, karena sungguh dirinya masih syok mendapatkan pelecehan dari oknum yang tak dia kenali tadi.Meski ini ada di rumah keluarga Aleandra, dan terjamin keamanannya, tetap saja
Aryesta berbalik badan, berjalan tertatih menuju ke atas ranjang, lalu membaringkan tubuhnya di sana.Aleandra tahu jika istrinya kecewa karena dia mengungkit-ungkit tentang statusnya bersama Tisya.Namun, Aleandra tak mau ambil pusing dan memilih ikut bergabung ke atas tempat tidur, berbaring di samping Aryesta yang langsung memunggungi dirinya.Helaan napas lelah Aleandra keluarkan lalu berkata, "Kakak sepupumu nyuruh orang-orang buat lecehin Tisya."Spontan Aryesta membalikan tubuhnya hingga kini mereka saling berhadapan. "Kenapa Kak Derren lakuin itu sama dia? Apa hubungannya?" Sangsi Aryesta yang tak percaya pada perkataan Aleandra.Kedua bahu Aleandra terangkat cuek, lalu menyandarkan kepalanya pada sandaran ranjang."Tadi dia sendiri yang nelepon aku. Bahkan dia kirim chat. Dia bilang kalau kamu terluka, maka sebagai gantinya Tisya bakal ngerasian hal yang sama denganmu." Aleandra bercerita tentang pesan yang Derren kirimkan tadi pada sang istri.Mendengarnya, ada perasaan tak e
Keduanya tertidur dengan Aleandra yang memeluk Aryesta dari belakang sepanjang malam.Hingga tanpa terasa pagi pun menjelang, Aryesta yang bangun terlebih dahulu sudah membersihkan diri, dan memakai pakaian formal, tak seperti biasanya.Melihat penampilan istrinya yang sudah sangat rapi tentu saja membuat kening Aleandra sedikit mengerut bingung, "Kamu mau ke mana dengan pakaian itu, Ar?" tanya Aleandra, seraya mendekati istrinya, "Tidak biasanya kamu pakai pakaian kayak gini."Aleandra memandang Aryesta dari atas hingga ke bawah, memindai penampilan yang menurutnya sedikit aneh itu.Mendapat pertanyaan dari suaminya, Aryesta pun menoleh, "Aku mau minta kerjaan di kantor kamu, Mas.""Apa!" pekik Aleandra dengan kedua bola mata yang membulat sempurna saking terkejutnya dengan permintaan Aryesta.Mata itu mengerjap beberapa kali kemudian berkata, "Maksud kamu apa ngomong kayak gitu? Apa nafkah yang aku kasih masih kurang?" Aleandra mendelik tak suka pada istrinya.Aryesta tersenyum simpu
"A–apa yang kamu lakukan di sini?" gagap Aryesta yang sedikit kaget melihat sosok di depannya.Sosok yang kini berpenampilan acak-acakan dengan mata bengkak, akibat menangis semalaman tadi.Orang itu mendekat dan dengan bibir bergetar dia pun maju lalu ....Plak!Wajah Aryesta tertoleh ke samping mendapat tamparan mengejutkan itu. Namun, secepat kilat Aryesta menatap berang ke arah pelaku di hadapannya ini."Apa yang kamu lakukan padaku, Dinda!" geram Aryesta dengan suara rendah menahan emosi, yang nyaris meledak pada adik tirinya ini.Ya, sosok yang pagi-pagi sekali datang bertamu tak lain dan tak bukan adalah Dinda.Dinda tersenyum miring, meski wajahnya tetap sendu, tetapi ada begitu banyak tatapan penuh kebencian mengarah pada saudara tirinya ini.Plak!Lagi, tamparan kedua Dinda layangkan, yang membuat Aryesta semakin mengeratkan gigi untuk menahan amarahnya."Apa salahku, Dinda? Ini bahkan masih terlalu pagi untukmu mengajakku ribut," tukas Aryesta yang kini kedua pipinya sudah m
"Aku kayaknya lagi hamil, Ar. Dan aku juga enggak mau jadiin anakku yatim pas dia lahir nanti," lirih Dinda, yang tangannya sudah menggenggam tangan Aryesta.Tatapan mata Dinda sendu dan penuh pengharapan, tetapi entah mengapa, tak ada rasa iba di dalam hati Aryesta.Bahkan dengan ringan Aryesta melepas tangan adik tirinya yang sedari tadi digenggamnya, hanya untuk menarik simpatik."Aku tidak peduli padamu, Dinda. Dan perlu kamu ketahui, jika anakmu tidak akan menjadi yatim selama Mas Dion masih hidup, sekalipun itu di dalam penjara. Jadi enggak usah banyak drama, deh," ucap Aryesta penuh ketegasan.Mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Aryesta tentu saja membuat Dinda yang semula beramah tamah, dan mencoba memantik rasa iba di dalam hati Aryesta, kini menggeram marah.Matanya menajam dan dada yang kembang kempis, memperlihatkan betapa dirinya geram karena perkataannya langsung dipatahkan oleh statemen sang kakak tiri."Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus keluarin Mas Di
Setelah keluar dari mobil mewah milik Aleandra, Dinda pun langsung memesan taksi dan pergi dari area perusahaan itu dengan perasaan dongkol.Selang beberapa menit, akhirnya taksi itu tiba di sebuah lapas, tempat calon suaminya berada.Kakinya melangkah begitu anggun, ah lebih tepatnya pura-pura anggun, karena Dinda tak ingin citranya buruk jika mengeluarkan sifat aslinya di depan umum seperti ini.Dengan langkah pasti, Dinda pun menghampiri Dion di tempat besuk, dialah satu-satunya orang yang mempedulikan Dion, hingga tak ada satu orang pun yang membesuknya selama di sana."Bagaimana? Apakah kamu sudah memintanya untuk membebaskan aku?" Itulah pertanyaan yang menyambut kedatangan Dinda.Dinda baru saja duduk tepat di seberang Dion, karena terhalang kaca pembatas."Kakak tiriku tidak akan pernah mengeluarkanmu dari sini. Itu yang dia katakan padaku tadi, Mas," jawab Dinda yang memang benar adanya.Mendengar perkataan Dinda yang memberi kabar buruk, tentu saja Dion kesal bukan main.Brak
Aryesta langsung berbalik badan menuju kantin perusahaan untuk mengisi perutnya, tetapi Tisya yang memiliki misi untuk mengganggu wanita itu pun semakin antusias mengikutinya."Apalagi yang kamu inginkan, Tisya!" ketus Aryesta yang terus berjalan dan tak ingin menghentikan langkahnya.Karena sungguh, memiliki pekerjaan menumpuk seperti tadi langsung menguras energi dan tenaganya. Kali ini Aryesta membutuhkan amunisi untuk mengisi ulang tenaganya.Akan tetapi, Tisya belum juga berhenti mengganggu, dan terus mengekori ke mana pun langkah istri pertama dari suaminya ini. Entah apa yang sedang Aleandra inginkan saat ini, tetapi memangnya apalagi yang bisa Tisya lakukan, selain menuruti semua permintaannya.Tisya juga melihat banyak karyawan yang menyapa Aryesta dengan ramah, selayaknya karyawan pada atasan. Dan entah kenapa hatinya merasa murka melihat semua itu. Ada perasaan iri dengki yang bercokol di dalam hatinya pada perempuan itu.Baru saja keduanya tiba di kantin, tiba-tiba saja ada
"Dia tidak mungkin meninggalkan aku, kan?""Tidak mungkin! Apalagi jika suatu saat nanti dia hamil anakku, dia pasti tidak akan membiarkan anaknya tumbuh tanpa seorang Papa.""Yah, tadi pasti hanya gertak sambal doang.""Tenang Al. Dia itu sangat mencintaimu. Jadi, jangan takut, istri cantikmu itu pasti akan setia di sisimu sampai nanti."Aleandra terus bergumam pada dirinya sendiri, setelah Aryesta keluar dari ruang rapat. Sementara dirinya masih menenangkan diri di dalam sana. Ya, Aleandra tak ingin mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Karena itulah dirinya masih betah di ruang rapat.Ingatan Aleandra kembali pada zaman istrinya masih kuliah dulu, dan hal itu membuat senyum manis tercetak di bibir sensualnya."Kamu bahkan sangat bucin padaku dari awal kita bertemu di sana Ar. Aku sangat yakin, kalau kamu tidak akan pernah bisa meninggalkan aku, kan? Apalagi jika benihku tumbuh di rahimmu, dan aku pastikan kamu akan mengandung anakku sebelum misimu bersama kakak sepupu
Setelah keluar dari mobil mewah milik Aleandra, Dinda pun langsung memesan taksi dan pergi dari area perusahaan itu dengan perasaan dongkol.Selang beberapa menit, akhirnya taksi itu tiba di sebuah lapas, tempat calon suaminya berada.Kakinya melangkah begitu anggun, ah lebih tepatnya pura-pura anggun, karena Dinda tak ingin citranya buruk jika mengeluarkan sifat aslinya di depan umum seperti ini.Dengan langkah pasti, Dinda pun menghampiri Dion di tempat besuk, dialah satu-satunya orang yang mempedulikan Dion, hingga tak ada satu orang pun yang membesuknya selama di sana."Bagaimana? Apakah kamu sudah memintanya untuk membebaskan aku?" Itulah pertanyaan yang menyambut kedatangan Dinda.Dinda baru saja duduk tepat di seberang Dion, karena terhalang kaca pembatas."Kakak tiriku tidak akan pernah mengeluarkanmu dari sini. Itu yang dia katakan padaku tadi, Mas," jawab Dinda yang memang benar adanya.Mendengar perkataan Dinda yang memberi kabar buruk, tentu saja Dion kesal bukan main.Brak
"Aku kayaknya lagi hamil, Ar. Dan aku juga enggak mau jadiin anakku yatim pas dia lahir nanti," lirih Dinda, yang tangannya sudah menggenggam tangan Aryesta.Tatapan mata Dinda sendu dan penuh pengharapan, tetapi entah mengapa, tak ada rasa iba di dalam hati Aryesta.Bahkan dengan ringan Aryesta melepas tangan adik tirinya yang sedari tadi digenggamnya, hanya untuk menarik simpatik."Aku tidak peduli padamu, Dinda. Dan perlu kamu ketahui, jika anakmu tidak akan menjadi yatim selama Mas Dion masih hidup, sekalipun itu di dalam penjara. Jadi enggak usah banyak drama, deh," ucap Aryesta penuh ketegasan.Mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Aryesta tentu saja membuat Dinda yang semula beramah tamah, dan mencoba memantik rasa iba di dalam hati Aryesta, kini menggeram marah.Matanya menajam dan dada yang kembang kempis, memperlihatkan betapa dirinya geram karena perkataannya langsung dipatahkan oleh statemen sang kakak tiri."Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus keluarin Mas Di
"A–apa yang kamu lakukan di sini?" gagap Aryesta yang sedikit kaget melihat sosok di depannya.Sosok yang kini berpenampilan acak-acakan dengan mata bengkak, akibat menangis semalaman tadi.Orang itu mendekat dan dengan bibir bergetar dia pun maju lalu ....Plak!Wajah Aryesta tertoleh ke samping mendapat tamparan mengejutkan itu. Namun, secepat kilat Aryesta menatap berang ke arah pelaku di hadapannya ini."Apa yang kamu lakukan padaku, Dinda!" geram Aryesta dengan suara rendah menahan emosi, yang nyaris meledak pada adik tirinya ini.Ya, sosok yang pagi-pagi sekali datang bertamu tak lain dan tak bukan adalah Dinda.Dinda tersenyum miring, meski wajahnya tetap sendu, tetapi ada begitu banyak tatapan penuh kebencian mengarah pada saudara tirinya ini.Plak!Lagi, tamparan kedua Dinda layangkan, yang membuat Aryesta semakin mengeratkan gigi untuk menahan amarahnya."Apa salahku, Dinda? Ini bahkan masih terlalu pagi untukmu mengajakku ribut," tukas Aryesta yang kini kedua pipinya sudah m
Keduanya tertidur dengan Aleandra yang memeluk Aryesta dari belakang sepanjang malam.Hingga tanpa terasa pagi pun menjelang, Aryesta yang bangun terlebih dahulu sudah membersihkan diri, dan memakai pakaian formal, tak seperti biasanya.Melihat penampilan istrinya yang sudah sangat rapi tentu saja membuat kening Aleandra sedikit mengerut bingung, "Kamu mau ke mana dengan pakaian itu, Ar?" tanya Aleandra, seraya mendekati istrinya, "Tidak biasanya kamu pakai pakaian kayak gini."Aleandra memandang Aryesta dari atas hingga ke bawah, memindai penampilan yang menurutnya sedikit aneh itu.Mendapat pertanyaan dari suaminya, Aryesta pun menoleh, "Aku mau minta kerjaan di kantor kamu, Mas.""Apa!" pekik Aleandra dengan kedua bola mata yang membulat sempurna saking terkejutnya dengan permintaan Aryesta.Mata itu mengerjap beberapa kali kemudian berkata, "Maksud kamu apa ngomong kayak gitu? Apa nafkah yang aku kasih masih kurang?" Aleandra mendelik tak suka pada istrinya.Aryesta tersenyum simpu
Aryesta berbalik badan, berjalan tertatih menuju ke atas ranjang, lalu membaringkan tubuhnya di sana.Aleandra tahu jika istrinya kecewa karena dia mengungkit-ungkit tentang statusnya bersama Tisya.Namun, Aleandra tak mau ambil pusing dan memilih ikut bergabung ke atas tempat tidur, berbaring di samping Aryesta yang langsung memunggungi dirinya.Helaan napas lelah Aleandra keluarkan lalu berkata, "Kakak sepupumu nyuruh orang-orang buat lecehin Tisya."Spontan Aryesta membalikan tubuhnya hingga kini mereka saling berhadapan. "Kenapa Kak Derren lakuin itu sama dia? Apa hubungannya?" Sangsi Aryesta yang tak percaya pada perkataan Aleandra.Kedua bahu Aleandra terangkat cuek, lalu menyandarkan kepalanya pada sandaran ranjang."Tadi dia sendiri yang nelepon aku. Bahkan dia kirim chat. Dia bilang kalau kamu terluka, maka sebagai gantinya Tisya bakal ngerasian hal yang sama denganmu." Aleandra bercerita tentang pesan yang Derren kirimkan tadi pada sang istri.Mendengarnya, ada perasaan tak e
Setelah berkendara dengan hanya dihiasi oleh keheningan, kini sepasang suami istri itu tiba juga di kediaman keluarga Aleandra.Lagi dan lagi, Aleandra masuk ke dalam sana dengan menggendong salah satu istrinya.Jika sebelumnya laki-laki itu melangkah menuju lantai dua, maka kini langkah Aleandra berbelok ke sebuah kamar tamu.Dibukanya pintu perlahan, sampai akhirnya dia melihat ada sosok sang Papa yang ternyata belum tidur di ruang keluarga.Bertatapan sejenak, sebelum akhirnya Aleandra masuk ke dalam kamar tamu dan membaringkan tubuh lemah Tisya di atas tempat tidur.Tanpa banyak kata, Aleandra langsung bangkit dan hendak keluar, tetapi ada lengan Tisya yang menahan kepergiannya."Tidak bisakah untuk malam ini kamu menemaniku, Mas? Hanya malam ini dan tanpa tuntutan lainnya," mohon Tisya, dengan mata berkaca-kaca, karena sungguh dirinya masih syok mendapatkan pelecehan dari oknum yang tak dia kenali tadi.Meski ini ada di rumah keluarga Aleandra, dan terjamin keamanannya, tetap saja
"M–mas, tolong ...."Perempuan itu terisak dengan tubuh yang sudah tak lagi berpakaian, menatap penuh permohonan pada suaminya yang baru saja tiba."Berani menodainya, aku buat kalian kehilangan burung-burung kecil kalian, berengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Aleandra langsung menghajar laki-laki seragam hitam yang hendak menodai istri sirinya dengan kekuatan penuh.Tak peduli pada tangisan istri sirinya yang kali ini sudah meringkuk, berusaha menutupi bagian-bagian sensitif tubuhnya dari pandangan orang lain.Namun, kesenangannya menghajar harus terhenti karena ada pihak keamanan yang mendekat guna melerai perkelahian."Urusi semuanya dan akan kulpaporkan kemanan apartemen ini pada pihak berwajib!" ancam Aleandra pada petugas keamanan yang hanya bisa menunduk takut, karena memang ini karena kelalaian mereka.Melihat daun pintu yang sudah rusak karena berhasil dibobol entah suruhan siapa, seketika amarah Aleandra mencuat, tetapi saat matanya menatap tubuh Tisya yang tak berdaya di atas lantai