Kira-kira Ar mau ngasih keturunan gak yah buat Al? Padahal kan Ar pengen ninggalin Al kurang dari satu tahun, atas kesepakatannya sama Derren.🤔
"M–maksudnya Mas, apa?" gagap Aryesta yang sedikit meriang mendengar permintaan suaminya ini.Padahal Aryesta tak pernah memiliki niat mempunyai anak dengan Aleandra. Meskipun dia mencintai laki-laki itu, tetapi dia tak bisa bersama dengan suaminya hingga nanti.Untuk itulah, Aryesta selalu meminum pil KB agar semua benih yang suaminya berikan, tak ada yang menjadi segumpal janin.Aleandra melihat itu.Melihat kegugupan istrinya, bahkan tak hanya rasa gugup, dahi putih istrinya terlihat mulai berkeringat, dan hal tersebut membuatnya semakin penasaran.Dengan langkah pelan, Aleandra mendekati sang istri dan langsung memeluknya dari belakang."Mas!" pekik Aryesta tertahan karena takut mengusik jam istirahat kakeknya.Aleandra terkekeh geli dan membungkukkan badannya, lalu menaruh dagunya di bahu Aryesta, yang sedikit membuat istrinya kaget karena rasa geli."Apakah kamu berencana menghalangi semua bibit-bibit unggulku menggunakan alat kontrasepsi, hmh?" bisik Aleandra, yang sialnya telap
Aryesta diam mematung saat mendengar suara Kakek Surya, yang bagaikan petir di siang bolong. Sungguh tak terduga sama sekali.Merasa tak mendapat jawaban dari sang cucuk, kini Kakek Surya melayangkan teguran lagi."Aryesta, apakah kamu ada di sini, Nak?""Hah? I–iya, Kek. Ini aku abis tiduran di sofa tadi," jawab Aryesta dengan nada gagapnya.Jika Aryesta sedang tergagap-gagap, maka Aleandra justru terkikik geli melihatnya."Ini semua gara-gara kamu, Mas!" ucap Aryesta yang hanya menggerakkan bibirnya saja, karena takut kakeknya curiga.Aleandra mengangkat kedua bahunya tak peduli, dan memilih membersihkannya sisa-sisa percintaan keduanya menggunakan tisu basah beraroma buah segar.Sementara, Aryesta bergegas membenahi pakaian dan juga rambutnya. Lalu dia berjalan pelan menuju ke arah kakeknya.Langkah demi langkahnya terasa sangat berat dan Aryesta sangat malu, karena ketahuan oleh Kakek Surya, tengah melakukan hal tak senonoh di ruangan pasien itu."K–kakek sudah baikan, kah? Dan sej
Aleandra terus mengumpat sepanjang perjalanan mencari jejak istrinya yang dibawa kabur oleh Dion.Hingga ketika dirinya hendak berbelok, ada dering ponsel yang membuat Aleandra mengehentikan mobil tersebut di area yang cukup aman untuk parkir.Melihat nama sang penelepon, sedikit malas Aleandra mengangkatnya."Hmh?""Mas! Kamu di mana? Kenapa aku cari-cari kamu dari semalam tidak ada? Apa kamu sudah pulang? Kenapa tidak mengabari aku, Mas!" sembur Tisya di seberang telepon sana yang sangat kesal pada suami sirinya ini.Aleandra spontan menjauhkan telepon dan menjawab, "Untuk sementara kamu tinggal di apartemenku saja. Masuk pakai kode pin tanggal pernikahan aku dengan Aryesta."Tisya merasa tercengang mendengar keputusan suami sirinya pun akhirnya bertanya, "Memangnya kamu mau tinggal di mana, Mas? Karena aku yakin, kamu tidak mungkin mengajak kami untuk tinggal bareng bertiga dalam satu atap, kan?""Ya iyalah! Bisa habis aku didiami istri pertamaku," jawab Aleandra dengan cepat, "Aku
Kecupan dari Dion meleset ke pipi kiri, tetapi laki-laki sinting itu tak kecewa, karena baginya masih banyak waktu untuk menggarap mantan istrinya ini."Apa kamu tahu? Sudah lama aku menantikan saat-saat seperti ini, supaya bisa berduaan bareng kamu, dan nyumbang bikin dedek bayi di rahimmu." Ledek Dion, yang sangat senang melihat Aryesta tak berdaya.Laki-laki yang hanya menggunakan semvak itu pun berguling ke samping tubuh Aryesta.Lalu memandang raut ketakutan Aryesta yang merupakan hiburan untuknya ini.Dion menyelipkan rambut Aryesta ke belakang telinga dengan santai, juga tersenyum lembut padanya, yang dibalas tatapan setajam silet."Kamu mau kita making love pakai gaya apa, Sayang? Aku jamin, kamu bakalan ketagihan sama keperkasaanku nanti," beo Dion dengan binar mata penuh bahagianya."Kamu pikir aku ini cewek apa, Mas? Aku lebih baik mati, daripada disentuh sama laki-laki lain!" tukas Aryesta yang matanya sudah menajam penuh kebencian.Namun, Dion tak tersinggung sama sekali,
Brak!"Jangan bergerak! Dan menyerahlah!"Sialan!Padahal sedikit lagi adik kecilnya masuk ke dalam diri sang mantan istri, tetapi mendengar pintu yang didobrak paksa, serta pekikan seorang laki-laki, membuat Dion mengerang kesal.Wajahnya memerah menahan amarah, lalu menoleh ke samping, hingga saat itulah dirinya menyadari sesuatu.Dor!"Argh!"Terlambat!Sebelum Dion berguling ke samping, bahunya sudah terkena tembakan. Dan membuatnya mengerang kesakitan."Aleandra sialan!" teriak Dion yang menekan bahunya, karena terus mengeluarkan darah, akibat peluru yang dilesakan salah satu polisi padanya barusan.Sementara laki-laki yang dia teriaki mentertawakan dirinya yang sangat bodoh.Mata Aleandra menoleh pada kedua polisi yang hendak membekuk Dion, membuatnya merentangkan tangan guna melarang."Berbalik badan dan tunggu aku membawa istriku keluar dulu!" titah Aleandra dengan suara super dinginnya.Mau tak mau kedua polisi itu membalikkan badannya, karena tahu siapa Aleandra, dan tak ingi
Setelah membuat Dion babak belur, Aleandra langsung keluar dari kamar itu dan menemukan istrinya tengah berjongkok dengan tubuh bergetar, serta kepala menunduk di antara kedua lutut.Aleandra menatap kedua polisi lalu berucap, "Bawa dia ke kantor polisi dan tunggu pengacaraku yang membereskan semua pelaporannya.""Siap, laksanakan!" Kompak kedua polisi itu yang langsung masuk kembali untuk mengamankan Dion.Tatapan keduanya terkejut saat melihat Dion yang sudah tak sadarkan diri di atas lantai dengan kondisi mengenaskan.Akan tetapi, mengingat tuduhan pelapor yang tak hanya menggugat satu kejahatan saja, kedua polisi itu mengeluarkan borgol dan memasangkannya pada satu pergelangan tangan yang tidak patah."Tidak mungkin kita membawanya tanpa busana begini.""Pakaikan saja kolor itu, terlalu lama jika kita memakaikan seluruh baju dan celana panjangnya juga!" saran salah satu dari mereka, yang langsung disetujui rekannya.Lalu mereka membawa keluar tubuh tak berdaya Dion menuju mobil khu
"Apakah kamu sudah tidak tahan, Sayang?" bisik Aleandra di telinga istrinya yang sudah memejamkan matanya.Mata Aleandra menatap ke sekeliling dan memang benar jika ini masih siang bolong, untuk itulah Aleandra membuka pintu mobil dengan tubuh istrinya yang menempel sempurna, karena takut dada bulat Aryesta terekspos.Kemudian Aleandra membuka pintu penumpang dan duduk di sana.Menutup seluruh gorden, dengan begitu Aryesta merasa lebih baik, meskipun mungkin akan melakukan di dalam mobil bersama suami mesumnya ini."Mas enggak mau nyuruh aku mandi dulu?" Aryesta bertanya pada suaminya yang sedang fokus pada kedua dada bulat sang istri.Mendengar pertanyaan tersebut, Aleandra pun mendongak dan menatap wajah sayu istrinya yang sudah siap dia garap."Aku sebenarnya pengen nyuruh kamu berendam dulu, tapi kayaknya itu terlalu lama, dan di sini juga enggak ada kolam renang. Jadi ya sudahlah, kita langsung main saja. Pengen tahu sensasi main di mobil kayak gimana." Perkataan yang sukses membu
Jantung Aleandra berdegup kencang, setelah telepon dia matikan. Di mana kini Aryesta sudah mulai bangun dari tidur pulasnya."Mas, ini kita sudah sampai?" Aryesta bertanya dengan suara serak, ciri khas seseorang yang baru saja bangun tidur.Melihat suaminya yang bergeming, tentu saja sedikit membuat Aryesta bingung.Kini perempuan itu mengusap lengan suaminya yang sedari tadi tubuhnya masih bertelanjang dada, karena memang kemeja miliknya masih dipakai sang istri."Mas, kamu kenapa?"Mendengar nada khawatir dan juga usapan lembut telapak tangan Aryesta, kini Aleandra menatap perempuan itu dengan tatapan rumitnya.Aleandra menatap lekat istrinya, lalu menarik napas dalam-dalam kemudian dia berucap, "Ar, apa boleh kita tinggal di apartemenku barengan sama Tisya malam ini?""Apa kamu gila, Mas? Kamu mau nempatin aku sama istri sirimu dalam satu atap? Aku enggak mau, Mas!" tolak Aryesta dengan suara tingginya.Mendengar penolakan Aryesta, Aleandra pun menganggukkan kepalanya, lalu keluar d
Teriakan Tisya tentu saja membuat Aleandra terkejut dan langsung menatap tajam ke arah istri keduanya itu."Apa kamu tidak bisa bicara pelan sedikit, hah!" cerca Aleandra dengan suara yang sudah mulai bertenaga, tak selemah sebelumnya. "Dan kenapa kamu meneriaki nama istri pertamaku?"Kebingungan Aleandra menarik atensi Tisya yang tubuhnya bergetar, bahkan keringat dingin sudah mulai bermunculan di dahi putih Tisya, yang wajahnya menyiratkan sebuah kecemasan."Tisya? Bilang padaku, ada apa!" tuntut Aleandra yang tak sabar menunggu. "Dan kenapa juga kamu seperti habis melihat hantu? Apa ada sesuatu di dalam ponselmu?" Aleandra tentu menatap tangan gemetar Tisya yang masih menggenggam erat ponselnya.Dengan berat Tisya menelan salivanya susah payah, kemudian menyodorkan ponsel miliknya kepada sang suami, yang kini mengangkat alisnya penuh keheranan.Paham suaminya masih bingung dengan rasa terkejut dan teriakannya, Tisya pun akhirnya bersuara, "Mas buka saja pesan yang dikirimkan seseor
"Ar kamu di mana?" racau Aleandra di sela tidurnya.Sejak kejadian nahaas hilangnya sang istri berserta keluarga perempuan itu dua bulan lalu, kondisi tubuh Aleandra semakin buruk.Bahkan hari ini laki-laki itu sedang berbaring dengan mengigaukan nama istri pertamanya yang hingga saat ini belum dia ketahui. Dari semua orang yang masuk dalam daftar, hanya Aryesta, Kakek Surya, Denia dan Dina yang belum juga ditemukan tubuh ataupun jasadnya.Karena itulah, Aleandra berhalusinasi jika Aryesta masih hidup entah di mana. Yang sialnya dia lupa memberikan alat pelacak pada sang istri."Aku pikir kamu tidak akan pernah ninggalin aku, Ar. Makanya aku diam saja, dan tidak memiliki niat menanamkan alat pelacak itu padamu," ucap Aleandra pelan yang matanya sudah mulai mengerjap bangun.Refleks tangannya memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing dan mual yang tak tertahankan, bahkan sialnya lagi sekarang dia justru menginginkan mangga muda dengan bumbu rujak."Maaf, Tuan. Tapi Anda baru saja s
"Pesawat yang melakukan penerbangan ke London yang lepas landas pada pukul 13.00 WIB siang ini mengalami kecelakaan karena cuaca tiba-tiba memburuk. Berikut nama-nama penumpang yang tercatat di pembelian tiket adalah, Dinda, Aryesta Ribela, dan dua orang lainnya belum ditemukan oleh tim sar. Sekian berita siaran langsung hari ini, sampai jumpa di liputan selanjutnya."Deg!Prang!Jantung Adam berdetak sangat kencang, ketika mendengar berita siaran langsung di hadapannya. Bahkan makanan dan minuman yang berada di atas nampan itu terjatuh saking terkejutnya dengan informasi dadakan ini."B–bagaimana bisa?"Sumpah demi apa pun, dada Adam terasa sesak dan seketika itu juga lupa caranya bernapas, membuatnya tersengal-sengal.Setelah mengumpulkan kesadaran yang sempat hilang sejenak, Adam langsung berlari sekuat tenaga menuju salah satu ruangan di perusahaan itu.Namun, sialnya entah kenapa jarak dari kantin menuju ruangan sahabat sekaligus bosnya itu terasa sangat jauh, hingga beberapa kali
"Apa kamu yakin, Al?"Pertanyaan Randy membuat Aleandra yang semula melamun langsung terkejut. Menoleh ke arahnya dengan tatapan gelisah. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh putra semata wayangnya ini, Randy cukup heran. Karena tak biasanya Aleandra kurang fokus seperti ini."Kamu kenapa lagi, Al? Pusing? Mual? Atau tidak enak badan?" tanya Randy lagi, karena memang selama ini yang merasakan ngidam adalah Aleandra, bukan menantunya. Terlebih di jam makan siang seperti ini, Aleandra kerap tantrum dan butuh pijatan sang istri. Orang ngidam memang selalu aneh-aneh, dan Randy pernah merasakannya dulu, saat istrinya mengandung Aleandra.Aleandra memijat pangkal hidungnya yang mulai terasa nyut-nyutan. Tetapi tak mau dia terlihat lemah di hadapan papanya, karena dirinya sudah terbiasa selama tiga bulan ini. Meraskan tubuhnya yang tiba-tiba letoy, dan ternyata dirinya kena sindrom ngidam.Jika kebanyakan sang istri yang mengidam banyak hal, ini justru pihak suami. Itulah sebabnya Aleandra t
"Sekarang pergi ke kamar, dan jelaskan padaku, Ar!" perintah Aleandra dengan suara tegas, tetapi pelannya. Karena dia tak ingin keluarganya tahu, jika pernikahan dirinya bersama Aryesta layaknya tengah berada di ujung tanduk.Aryesta hanya mengangguk. Kemudian meminta izin pada Papa dan Mama mertuanya, tak lupa dia juga pamit dengan Tisya sang madu. Beralasan jika Aleandra meminta dipijat lagi. Ya, hanya itulah yang bisa dia gunakan sebagai alasan saat ini. Terlebih waktu sudah menunjukkan jam satu dini hari.Setelah mendapat persetujuan dari mereka, Aryesta berbalik badan. Menarik napasnya sangat dalam, lalu melangkah mengikuti jejak suaminya menuju kamar mereka.Ketika langkahnya mencapai pintu kamar, Aryesta tak lantas membukanya, dia justru terdiam sejenak, dan mencari-cari alasan yang sekiranya dapat dia berikan pada suaminya itu.Ditambah lagi, dia bingung dari mana Aleandra mengetahui jika dirinya masuk ke dalam ruang kerja Mama Ranti? Mungkinkah dirinya berada dalam pengawasan
"Apa kamu pikir, kamu bisa bebas begitu saja, setelah apa yang kamu lakukan?""Ingat, aku tidak akan tinggal diam jika kamu tidak membantunya, Ranti!" Itulah bunyi dua pesan suara yang dikirimkan oleh nomor tak dikenal padanya.Dengan tangan meremat ponsel, Ranti mengeraskan rahangnya, lalu membanting benda pipih itu ke dinding hingga menimbulkan suara keras, yang membuat Aryesta terkejut di balik gorden."Berengsek! Aku tidak bersalah! Aku tidak melakukannya! Semua ini salahnya! Tapi kenapa aku yang dapat getahnya, sialan!" desis Ranti, dengan mata penuh kebencian menatap bingkai keluarga kecilnya bersama Randy, Aleandra, juga Tisya. Sebuah foto pernikahannya bersama Randy beberapa tahun silam.Matanya semakin tajam melihat Aleandra yang terlihat malas difoto, "Gara-gara kamu melindunginya. Aku yang jadi buronan mereka, sialan! Dasar anak tiri tidak tahu diri!" pekik Ranti yang tatapannya dipenuhi dendam juga kebencian pada anak tirinya.Matanya terpejam, dan menumpukan telapak tangan
"I–itu ...."Aryesta tak bisa melanjutkan alasannya, karena jantungnya berdebar-debar tak menentu, saat mendengar seseorang memanggil, dan menanyakan perihal ucapan pelannya tadi."Aku menyesal, kenapa aku harus mengeluarkan suaraku tadi, sih. Harusnya aku ngomong dalam hati saja. Kalau begini kan, repot urusannya. Apalagi sampai ketahuan gini." Aryesta menggerutu di dalam hatinya, atas semua kebodohan dan kecerobohannya beberapa detik lalu, ketika dirinya menutup pintu kamar.Masih memunggungi seseorang, Aryesta pun meremat jari-jarinya dengan perasaan gugup. Kemudian dia memberanikan diri membalikan tubuhnya secara perlahan. Bahkan dia sudah siap jika mendapat banyak pertanyaan atau tuduhan lain dari orang itu.Bukan amarah orang itu yang Aryesta pikirkan saat ini. Namun, bagaimana dengan misinya, dan tak ada misi yang berhasil dia laksanakan. Ya Tuhan. Dirinya akan sangat malu di hadapan Derren Rynegan. Pasti Kakak sepupunya itu akan meledeknya terus-menerus.Hah! Mungkin inilah akh
Di sepanjang perjalanan pulang, Dinda tak banyak bicara, membuat Adam sesekali menoleh ke arahnya, tetapi hanya sejenak, karena laki-laki itu kembali fokus pada jalanan.Hah!Terdengar hela napas berat Dinda yang mengalihkan atensi Adam kembali, hingga dirinya yang sudah tak tahan pun bertanya, "Apakah Anda masih tidak percaya pada ucapan istrinya?"Dinda tak langsung menjawab, dan kembali mengingat ucapan dari perempuan yang mengaku sebagai istri sah Dion. Ditambah seorang anak perempuan yang mereka miliki, yang sudah berusia 5 tahun."Aku tidak menyangka saja ... kalau selama ini dia berbohong mengenai statusnya, bahkan dia sampai memanipulasi kami semua." Lagi, Dinda mengembuskan napas panjangnya. "Tapi aku benar-benar tak menyangka, dia tega melakukan ini semua hanya karena sebuah dendam."Ya, dendam. Dendam di masa lalu yang mengakibatkan dirinya dipecat dari pekerjaannya yang saat itu menjadi clining servise di sebuah perusahaan, akibat mencopet tas kerja milik Randy, yang merupa
"Lama banget sih! Ke mana lagi tuh, orang," gerutu Dinda yang jengkel duduk di salah satu kursi restaurant, yang tak jauh dari tempat keluarga Aleandra.Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, di sebuah restaurant yang cukup ramai pengunjung ini, Dinda sedang menunggu seseorang. Namun, sudah beberapa kali dia menoleh pada pintu masuk, berharap saudara tirinya tiba, tak kunjung memunculkan batang hidungnya juga.Saking kesalnya menunggu, Dinda pun meraih ponsel dan menelepon Aryesta, yang deringnya langsung terdengar dari arah belakang.Tanpa menunggu respon dan mendengar jawaban, Dinda langsung bangkit hendak memaki, tetapi justru yang datang adalah seseorang yang tak dia kenali, sedang memegang ponsel Aryesta."Siapa kamu? Dan di mana Kakak tiriku?" tanya Dinda yang matanya menatap tajam ke arah laki-laki muda tampan di depannya.Laki-laki itu tersenyum kecil lalu mengangguk sebagai sapaan. Kemudian dia putuskan untuk duduk, meski tak dipersilakan oleh Dinda. Ah masa bodo. Dirinya suda