Buset dah Al, nyebut lu😯 ya kali mau langsung garap bini lu sih Al aduh🤦🏻♀️
"Apakah kamu sudah tidak tahan, Sayang?" bisik Aleandra di telinga istrinya yang sudah memejamkan matanya.Mata Aleandra menatap ke sekeliling dan memang benar jika ini masih siang bolong, untuk itulah Aleandra membuka pintu mobil dengan tubuh istrinya yang menempel sempurna, karena takut dada bulat Aryesta terekspos.Kemudian Aleandra membuka pintu penumpang dan duduk di sana.Menutup seluruh gorden, dengan begitu Aryesta merasa lebih baik, meskipun mungkin akan melakukan di dalam mobil bersama suami mesumnya ini."Mas enggak mau nyuruh aku mandi dulu?" Aryesta bertanya pada suaminya yang sedang fokus pada kedua dada bulat sang istri.Mendengar pertanyaan tersebut, Aleandra pun mendongak dan menatap wajah sayu istrinya yang sudah siap dia garap."Aku sebenarnya pengen nyuruh kamu berendam dulu, tapi kayaknya itu terlalu lama, dan di sini juga enggak ada kolam renang. Jadi ya sudahlah, kita langsung main saja. Pengen tahu sensasi main di mobil kayak gimana." Perkataan yang sukses membu
Jantung Aleandra berdegup kencang, setelah telepon dia matikan. Di mana kini Aryesta sudah mulai bangun dari tidur pulasnya."Mas, ini kita sudah sampai?" Aryesta bertanya dengan suara serak, ciri khas seseorang yang baru saja bangun tidur.Melihat suaminya yang bergeming, tentu saja sedikit membuat Aryesta bingung.Kini perempuan itu mengusap lengan suaminya yang sedari tadi tubuhnya masih bertelanjang dada, karena memang kemeja miliknya masih dipakai sang istri."Mas, kamu kenapa?"Mendengar nada khawatir dan juga usapan lembut telapak tangan Aryesta, kini Aleandra menatap perempuan itu dengan tatapan rumitnya.Aleandra menatap lekat istrinya, lalu menarik napas dalam-dalam kemudian dia berucap, "Ar, apa boleh kita tinggal di apartemenku barengan sama Tisya malam ini?""Apa kamu gila, Mas? Kamu mau nempatin aku sama istri sirimu dalam satu atap? Aku enggak mau, Mas!" tolak Aryesta dengan suara tingginya.Mendengar penolakan Aryesta, Aleandra pun menganggukkan kepalanya, lalu keluar d
"Apa sebegitu pentingnya dia di hidup kamu, Mas?"Lagi, Aryesta berteriak dan hal itu berhasil membuat Aleandra menghentikan langkahnya kembali.Dengan napas sedikit menderu, Aleandra terbalik badan, menatap sengit istrinya yang sialnya sudah membuka ketiga kancing kemeja hitamnya.Sialan!Aleandra mengumpat dan segera berjalan cepat ke arah ranjang, lalu tanpa banyak bicara laki-laki itu langsung menerjang istri penggodanya."Apakah kamu sudah mencintaiku, Ar? Dan apakah kamu sedang merasa cemburu pada madumu, hmh?" serak suara Aleandra memenuhi gendang telinga Aryesta.Sementara, perempuan itu membuka lebar pahanya dan menerima semua serangan suami mesumnya ini.Tersenyum penuh kemenangan, lalu Aryesta mengangkat wajah suaminya, hingga mereka bertatapan."Aku tidak sudi suamiku dijamah perempuan lain, Mas! Bukannya itu juga janjimu, enggak bakalan nyentuh dia selama pernikahan siri ini berlangsung?" tanya Aryesta yang masih belum percaya pada tabiat suami mesumnya ini.Bagaimanapun j
"M–mas, tolong ...."Perempuan itu terisak dengan tubuh yang sudah tak lagi berpakaian, menatap penuh permohonan pada suaminya yang baru saja tiba."Berani menodainya, aku buat kalian kehilangan burung-burung kecil kalian, berengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Aleandra langsung menghajar laki-laki seragam hitam yang hendak menodai istri sirinya dengan kekuatan penuh.Tak peduli pada tangisan istri sirinya yang kali ini sudah meringkuk, berusaha menutupi bagian-bagian sensitif tubuhnya dari pandangan orang lain.Namun, kesenangannya menghajar harus terhenti karena ada pihak keamanan yang mendekat guna melerai perkelahian."Urusi semuanya dan akan kulpaporkan kemanan apartemen ini pada pihak berwajib!" ancam Aleandra pada petugas keamanan yang hanya bisa menunduk takut, karena memang ini karena kelalaian mereka.Melihat daun pintu yang sudah rusak karena berhasil dibobol entah suruhan siapa, seketika amarah Aleandra mencuat, tetapi saat matanya menatap tubuh Tisya yang tak berdaya di atas lantai
Setelah berkendara dengan hanya dihiasi oleh keheningan, kini sepasang suami istri itu tiba juga di kediaman keluarga Aleandra.Lagi dan lagi, Aleandra masuk ke dalam sana dengan menggendong salah satu istrinya.Jika sebelumnya laki-laki itu melangkah menuju lantai dua, maka kini langkah Aleandra berbelok ke sebuah kamar tamu.Dibukanya pintu perlahan, sampai akhirnya dia melihat ada sosok sang Papa yang ternyata belum tidur di ruang keluarga.Bertatapan sejenak, sebelum akhirnya Aleandra masuk ke dalam kamar tamu dan membaringkan tubuh lemah Tisya di atas tempat tidur.Tanpa banyak kata, Aleandra langsung bangkit dan hendak keluar, tetapi ada lengan Tisya yang menahan kepergiannya."Tidak bisakah untuk malam ini kamu menemaniku, Mas? Hanya malam ini dan tanpa tuntutan lainnya," mohon Tisya, dengan mata berkaca-kaca, karena sungguh dirinya masih syok mendapatkan pelecehan dari oknum yang tak dia kenali tadi.Meski ini ada di rumah keluarga Aleandra, dan terjamin keamanannya, tetap saja
Aryesta berbalik badan, berjalan tertatih menuju ke atas ranjang, lalu membaringkan tubuhnya di sana.Aleandra tahu jika istrinya kecewa karena dia mengungkit-ungkit tentang statusnya bersama Tisya.Namun, Aleandra tak mau ambil pusing dan memilih ikut bergabung ke atas tempat tidur, berbaring di samping Aryesta yang langsung memunggungi dirinya.Helaan napas lelah Aleandra keluarkan lalu berkata, "Kakak sepupumu nyuruh orang-orang buat lecehin Tisya."Spontan Aryesta membalikan tubuhnya hingga kini mereka saling berhadapan. "Kenapa Kak Derren lakuin itu sama dia? Apa hubungannya?" Sangsi Aryesta yang tak percaya pada perkataan Aleandra.Kedua bahu Aleandra terangkat cuek, lalu menyandarkan kepalanya pada sandaran ranjang."Tadi dia sendiri yang nelepon aku. Bahkan dia kirim chat. Dia bilang kalau kamu terluka, maka sebagai gantinya Tisya bakal ngerasian hal yang sama denganmu." Aleandra bercerita tentang pesan yang Derren kirimkan tadi pada sang istri.Mendengarnya, ada perasaan tak e
Keduanya tertidur dengan Aleandra yang memeluk Aryesta dari belakang sepanjang malam.Hingga tanpa terasa pagi pun menjelang, Aryesta yang bangun terlebih dahulu sudah membersihkan diri, dan memakai pakaian formal, tak seperti biasanya.Melihat penampilan istrinya yang sudah sangat rapi tentu saja membuat kening Aleandra sedikit mengerut bingung, "Kamu mau ke mana dengan pakaian itu, Ar?" tanya Aleandra, seraya mendekati istrinya, "Tidak biasanya kamu pakai pakaian kayak gini."Aleandra memandang Aryesta dari atas hingga ke bawah, memindai penampilan yang menurutnya sedikit aneh itu.Mendapat pertanyaan dari suaminya, Aryesta pun menoleh, "Aku mau minta kerjaan di kantor kamu, Mas.""Apa!" pekik Aleandra dengan kedua bola mata yang membulat sempurna saking terkejutnya dengan permintaan Aryesta.Mata itu mengerjap beberapa kali kemudian berkata, "Maksud kamu apa ngomong kayak gitu? Apa nafkah yang aku kasih masih kurang?" Aleandra mendelik tak suka pada istrinya.Aryesta tersenyum simpu
"A–apa yang kamu lakukan di sini?" gagap Aryesta yang sedikit kaget melihat sosok di depannya.Sosok yang kini berpenampilan acak-acakan dengan mata bengkak, akibat menangis semalaman tadi.Orang itu mendekat dan dengan bibir bergetar dia pun maju lalu ....Plak!Wajah Aryesta tertoleh ke samping mendapat tamparan mengejutkan itu. Namun, secepat kilat Aryesta menatap berang ke arah pelaku di hadapannya ini."Apa yang kamu lakukan padaku, Dinda!" geram Aryesta dengan suara rendah menahan emosi, yang nyaris meledak pada adik tirinya ini.Ya, sosok yang pagi-pagi sekali datang bertamu tak lain dan tak bukan adalah Dinda.Dinda tersenyum miring, meski wajahnya tetap sendu, tetapi ada begitu banyak tatapan penuh kebencian mengarah pada saudara tirinya ini.Plak!Lagi, tamparan kedua Dinda layangkan, yang membuat Aryesta semakin mengeratkan gigi untuk menahan amarahnya."Apa salahku, Dinda? Ini bahkan masih terlalu pagi untukmu mengajakku ribut," tukas Aryesta yang kini kedua pipinya sudah m
Aleandra berdiri di balkon kamarnya, memandang langit malam dengan tatapan kosong.Ya, setelah kelahiran bayi Adam dan Dinda 3 jam yang lalu, Aleandra putuskan kembali ke rumah, melanjutkan sisa-sisa masalah yang sebelumnya sudah diurusi oleh Beni."Apakah bayinya setampan Dean, Mas?" ucal Aryesta seraya merengkuh tubuh suaminya dari belakang.Hal yang membuat Aleandra terlonjak saking kagetnya. Beruntung laki-laki itu mengenali aroma parfum yang menempel di kulit istrinya, sehingg tak berakhir dia banting, karena Aleandra sangat tak menyukai sentuhan lawan jenis, selain istrinya saja.Aleandra tersenyum dan menggelengkan kepalanya tak setuju, "Dean yang paling tampan, Ar. Kau tenang saja, di kemudian hari pasti Dean yang akan menang jika mereka terjebak cinta jajar genjang."Aryesta terkekeh mendengarnya sambil berjalan ke samping, dan menyandarkan kepalanya di lengan sang suami."Jadi namanya Bian Reganza, Mas?"Aleandra menganggukan kepalanya, lalu tanpa menunggu waktu yang lama unt
Maria melangkah pelan menuju punggung Dinda, sampai ....Bruk!"Argh!" teriak Dinda dengan tubuhnya yang sudah terjungkal ke depan, perut buncitnya pun menempel ke atas lantai dengan hantaman keras."Dinda!" Adam refleks membentak, melihat istrinya terjatuh dan mengerang di atas lantai.Sampai akhirnya dia sadar jika ada seseorang di belakang, yang sedang mematung tak percaya, dengan apa yang baru saja dia lakukan pada adik ipar dari Nyonya rumah ini."Kau ... dasar perempuan kurang ajar!" suara Adam menggelegar berat, lalu melangkah ke arah Maria hingga ....Bugh!Bruk!"Argh!" Maria meringis sata bahunya ditonjok dan disungkurkan dengan kekuatan penuh, membuat tubuhnya terpelanting di atas lantai, dan mengenai guji di dekatnya, membuat semua orang yang baru saja masuk rumah, langsung berhamburan mencari sumber suara.Semua orang menatap terkejut, saat Dinda terjatuh dan menangis, sambil menatap paha putihnya yang sudah dilumuri darah segar.Kemudian tatapan semua orang menoleh ke ara
Dada Maria berdebar keras, mendengar suara berat itu, suara yang sangat jarang dia dengar, kini laki-laki itu datang juga ke mansion tuannya.Maria masih mematung, dan belum membalikkan badannya, takut jika laki-laki itu mengadukannya pada sang Tuan, ataupun memprovokasi tuannya untuk memecatnya dari pekerjaan ini.Laki-laki yang ternyata adalah Adam, wakil direktur di perusahaan Alra Grup, sekaligus sahabat Aleandra itu pun berjalan 4 langkah, kemudian berhenti, tepat di depan Maria, membuatnya membelakangi Maria saat ini."Saya mengetahui niat busukmu itu, bahkan saya yakin, kalau sahabat saya juga sudah mengetahuinya. Dia diam hanya karena menganggap kamu bukan lawan sepadannya saja. Jadi jangan terlalu percaya diri, Maria."Perkataan Adam langsung membuat lutut Maria lemas, hingga tubuh Maria ambruk ke atas lantai, tetapi baru saja Adam hendak menoleh ke belakang untuk melihat kondisi Maria, dari arah dalam rumah muncullah seseorang."Sayang! Kamu berani gatel sama pengasuh kegatel
"J–jadi Tuan tahu kalau Maria itu ...."Ucapan Beni menggantung, dan menatap tuannya sedang tersenyum miring, diiringi anggukan kepala untuk membenarkan apa yang ada di dalam kepala Beni."Maria berhalusinasi terlalu tinggi, hingga bermimpi ingin menjadi Nyonya rumahku. Oh, sungguh menggelikan. Bahkan Maria belum ada seujung kukunya istriku, Ben," kekeh Aleandra, yang mentertawakan kelakuan absurd baby sister putranya.Namun,satu alis Beni terangkat, dan bingung dengan apa yang ada di dalam kepala tuannya pun kembali bertanya."Kalau Tuan tahu kelakuan perempuan kampret itu, kenapa Tuan belum juga mengusirnya?"Aleandra tersenyum singkat, lalu mengangkat kedua bahunya, "Seperti yang kubilang tadi. Aku cukup terhibur dengan kecemburuan istriku, dan sangat menyenangkan melihat kesulitan Maria, saat menghadapi ketantrumannya Dean."Beni cukup mengerti, dan memang cukup menghibur melihat Maria dalam kesulitan menghadapi Dean selama ini.Hingga akhirnya percakapan keduanya selesai, karena d
"I–ini tidak mungkin," lirih Aleandra yang masih tak percaya dengan diagnosa dokter tadi.Masih sangat terkejut, kini Aleandra duduk di bangku yang tersedia di luar ruang perawatan. Kemudian matanya menatap pintu kamar VVIP tempat istrinya beristirahat.Sibuk dengan lamunan, tiba-tiba saja seseorang menepuk bahu Aleandra, membuatnya sedikit terlonjak kaget, saat melihat Beni datang tanpa Dean.Berhubung ini rumah sakit, dengan usia Dean yang baru 3 tahun, membuat balita itu mau tak mau harus duduk manis di mansion mewahnya, ditemani Denia, juga Dinda untuk menjaganya, selama Aryesta belum diperbolehkan pulang."Saya minta maaf mengenai kejadian dua hari lalu, Tuan. Tapi yang jelas kami tidak memiliki hubungan apa pun selain Nyonya dan bodyguard-nya saja," jelas Beni membuka pembicaraan, karena laki-laki itu belum mengetahui hasil pemeriksaan medis sang Nyonya.Ada helaan napas dari Aleandra saat mendengar penjelasan tersebut. Karena sebetulnya dia pun tahu kebenarannya, setelah mengece
Meninggalkan Maria yang masih menyeringai di belakang, Aleandra sudah berjalan menjauh, menururni anak tangga, dan mata tajamnya menyapu ruang tamu yang lampunya sudah menyala.Dan entah kenapa perasaannya mendadak tak tenang, setelah mendapat aduan dari baby sister putranya tadi, mengenai keberadaan istrinya yang sedang berduaan dengan salah satu orang kepercayaannya, yaitu Beni."Aku tidak akan memaafkanmu kali ini, Ar. Kita lihat saja setelah ini apa yang akan aku lakukan padamu," cicit Aleandra dengan tangan mengepal kencang. Terus berjalan hingga kakinya berhenti di ambang pintu dan melihat sesuatu yang membuat dadanya terbakar api cemburu. Di depan sana ... Beni sedang memeluk pinggang istrinya, membuat Aleandra berteriak kencang."Apa yang kalian lakukan di sini, brengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Dengan brutal Aleandra menarik kerah kemeja Beni, lalu memberikan 3 pukulan pada laki-laki yang sudah sangat lancang menyentuh miliknya. Sialan!Gigi Aleandra bergemelutuk, saat bayangan
"Untung saja lampunya mati. Jadi aku bisa jalanin misiku malam ini," ucap Maria yang sesekali menatap ke belakang, takut diikuti oleh seseorang.Jantungnya berdebar-debar kencang, setelah apa yang baru saja dia lakukan tadi."Rencana kali ini harus berhasil pokoknya," ujar Maria yang sedikit berdesis, "Mana aku sampai pegang anunya si Ben lagi. Ditambah harus pura-pura ngedesah. Iyuuuh, menjijikan banget. Kalau kayak gituannya sama Tuan Aleandra sih, aku seneng banget."Maria bergidik ngeri membayangkan dirinya saat mengeluarkan benda pusaka itu dari celana bahan Beni, ditambah dia siram pakai sedikit air mineral, untuk efek basahnya. Dan terakhir menunggu Aryesta turun untuk mengambil minum, lalu dia mendesahkan suaranya, agar Aryesta mencari sumber suara. Setelah itu, barulah dia menyelinap dari gelapnya malam, karena memang di mansion itu sangat jarang menyalakan lampu utama ketika malam hari. Membuat rencananya hampir berjalan mulus.Ya, semua itu adalah rencana Maria untuk menjeba
Dua tahun telah berlalu setelah kekesalan Aryesta pada saat itu.Pada saat putranya berlari ke arahnya tanpa baju, lalu terjatuh, Aryesta pun benar-benar pergi ke mall, quality time dengan putra tersayangnya.Bahkan setelah itu Aryesta tak lagi banyak bicara, ataupun menegur. Aryesta bagai orang asing di kediamannya sendiri.Saking asingnya, Aleandra dibuat uring-uringan, karena Aryesta tak pernah sebinal dulu lagi.Bahkan Aryesta terkesan dingin, dan hanya melayaninya bak seorang pelacur, yang setelah berhubungan badan, Aryesta akan pergi ke kamar berbeda, tanpa pelukan hangat setiap malamnya.Sama halnya kali ini, tubuh Aryesta terasa remuk redam, ketika terbangun di tengah malam, kemudian dia meringis, karena hujaman suaminya sangat brutal.Bahkan jalan pun terasa perih, merasa jika inti tubuhnya seperti lecet, membuat Aryesta hati-hati dalam melangkah, menuruni ranjang, lalu memakai piyama lengan pendek, yang kakinya panjang.Setelah mencapai pintu kamar, Aryesta berbalik badan, la
Aleandra pun memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya, mengingat jika istrinya sedang mandi, inilah kesempatan untuknya agar bisa meminta jatah.Akan tetapi, angan itu langsung pupus, ketika istrinya sudah berganti pakaian, dan hendak keluar, lengkap dengan tas kecilnya.Dahi Aleandra sedikit berkerut, kemudian bertanya, "Mau pergi ke mana kamu hari ini, Ar?"Mendapatkan pertanyaan mendadak dari seseorang yang sebelumnya tak Arsyeta prediksi, tentu saja perempuan itu mengusap dadanya naik turun, lalu menatap malas netra penuh curiga dari suaminya."Aku mau pergi ke mall. Lagian untuk apa aku di sini, jika kehadiranku tak pernah dibutuhkan oleh suami dan anakku, hmh?" sinis Aryesta yang hatinya mulai dongkol, ketika harus menghadapi Aleandra juga Dean yang tantruman, dan selalu menguji kesabarannya.Sama halnya seperti sekarang, saat langkah kaki Aryesta hendak melaju, tiba-tiba terdengar teriakan balita, membuatnya menoleh dan melihat jika putranya sedang berlari mendekat ke arahnya."