Yeaaay dobel up nih🥳🥳 Tisya kasihan ya, miris banget.🤓Si Al malah minta kepuasan sama Aryesta, padahal baru aja nikah sama Tisya, haduh.
"Jangan gila kamu ya, Mas!" pekik Aryesta yang tangannya langsung menyliang di depan dada.Bisa-bisanya suaminya minta jatah padanya, di saat laki-laki itu sudah menikah dengan perempuan lain.Otak Aleandra ditaruh di mana?!Tubuh Aryesta sangat letih, dan dia merasa sudah tak sanggup menghadapi birahi suaminya yang kelebihan hormon ini.Aleandra yang mendapati penolakan istrinya tak tinggal diam dong."Emangnya kenapa? Kita kan suami istri. Jadi sah-sah aja dong kalau suamimu ini minta jatah pagi ini?" tanya Aleandra setengah memaksa.Aryesta semakin merapatkan diri dan meraih selimut agar terlindung dari tatapan lapar suami mesumnya ini."Kamu baru aja nikah sama Tisya! Kenapa kamu enggak minta jatah sama dia aja, sih?! Aku capek, Mas! Badanku sakit semua dan pengen banget istirahat tiga hari ke depan. Bisa, kan?" harap Aryesta dengan tatapan menyedihkannya.Akan tetapi, ternyata misinya tak membuahkan hasil, karena suaminya justru naik ke atas tempat tidur dan mengungkung dirinya."
Melihat istrinya yang sedang senyam-senyum sendiri, Aleandra pun mulai beraksi."Kayaknya udah ada yang siap main kuda-kuda lagi, nih?" bisik Aleandra tepat di telinga istrinya.Setelah dirinya berhasil menguasai diri, karena ketahuan salting brutal. Kini Aleandra menunjukkan sifat menjengkelkannya lagi pada Aryesta.Mata Aryesta mengerjap lucu dan langsung tersadar dari lamunannya, membuat perempuan itu menjauhkan wajahnya.Namun, belum ada gerakan lebih lanjut, Aleandra sudah menahan tengkuk istrinya dan mulai mencium bibir ranum itu penuh gairah."Mas berhenti! Aku enggak bisa lagi!" protes Aryesta, yang sudah tahu ke mana arah adegan selanjutnya.Akan tetapi, Aleandra terus menciuminya. Bahkan telapak tangannya sudah mengambil peran di balik pakaian istrinya.Sampai pagutan itu dia lepaskan karena baru menyadari jika dada istrinya terbungkus bra."Kamu kok pakai bra lagi, sih? Kan perjanjiannya—""Mas! Kamu belum gila, kan? Tadi itu ada Kiyai dan juga tokoh masyarakat yang jadi sak
"Papa emang enggak kenal sama laki-laki yang kamu ambil video cctv waktu itu. Tapi yang jelas itu bukan Kakek Surya. Kamu juga kenal sama wajah Kakek Surya, kan?" Randy menatap putranya yang sedang menghela napas."Ya aku kenal dong, Pah. Makanya aku sakit hati banget lihat dia bawa laki-laki lain. Padahal malam itu aku mau ngelamar dia. Bukannya bahagia, aku malah lihat kejadian menjijikan itu," gerutu Aleandra yang tangannya kembali mengepal kencang.Entah kenapa, setiap mengingat kejadian itu dirinya selalu ingin menghajar seseorang.Dadanya bergemuruh hebat, dan emosinya mulai tak stabil. Hingga bahunya ditepuk pelan oleh sang ayah."Tapi kenapa kamu enggak coba tanyain langsung sama istrimu itu aja, sih? Kamu ini ribet banget kayak cewek aja. Padahal Papa udah nyaranin itu dari dulu. Tapi kamu gengsi banget buat nanya langsung sama mantu Papa itu, kan?" heran sekali Randy pada putra tantrumnya ini.Sudah diberi saran, tetapi Aleandra gengsian banget.Jika demikian, maka Randy ikut
Aleandra baru saja keluar dari mobil ayahnya, dia kembali pada mobilnya, dan melihat ayahnya pergi dengan mengendarai kendaraan roda empat itu sendiri."Syukurlah Papa udah mulai ada kemajuan. Meski belum bisa berdiri lama-lama," ucap Aleandra yang merasa lega melihat perkembangan sang ayah.Pandangannya menerawang jauh, pada kecelakaan yang mengakibatkan kaki Randy mengalami kelumpuhan.Jelas ada seseorang yang berusaha mencelakainya, dan Aleandra pun sudah tahu siapa pelakunya. Akan tetapi, semua bukti belum terkumpul lengkap. Membuatnya masih harus bersabar.Hingga pikirannya melayang pada percakapannya bersama Randy tadi, dan hal itu sangat menjengkelkan, karena lagi-lagi hatinya mulai goyah."Apa aku harus lanjutin rencananya? Atau enggak usah?"Aleandra mulai bimbang dengan rencananya, setelah mendengar nasihat Randy.Baru saja ingin melajukan mobilnya menuju ke rumah, tiba-tiba ada sebuah telepon dari nomor tanpa nama."Apa yang kalian dapatkan hari ini?" Adalah sapaan yang meny
"Kamu jangan coba-coba bohongin aku, berengsek!" hardik Aleandra yang saat ini sudah bangun, dan berdiri dengan tatapan mata setajam pisaunya.Tisya membuang napas kesal sekaligus sakit hati, karena ternyata kesialannya akan dimulai hari ini.Dirinya pikir akan ada momen bahagianya walau secuil dari pernikahan mereka, tetapi ternyata nihil. Tidak sama sekali.Karena kesal dan tak kunjung membuka suara, Aleandra kembali bertanya, "Cepat katakan di mana istriku, sialan!""Aku juga istrimu, Mas! Bukan hanya dia aja!" Tisya berteriak dan tak terima dimaki sedemikian rupa oleh suaminya.Apalagi hanya karena mendengar ucapannya, yang mengatakan jika Aryesta pergi dengan mantan suaminya. Dia pikir Aleandra tak akan semurka ini. Nyatanya feeling-nya jauh meleset.Karena tak ingin disalahkan dengan hal yang bukan ulahnya, Tisya pun kembali berujar, "Seenggaknya aku ini juga istrimu, Mas! Tolong hargain aku di sini meski sedikit! Jangan apa-apa hanya Aryesta dan Aryesta aja! Aku juga punya hak y
"Kayaknya enggak perlu nunggu malam, deh."Mendengar jawaban dari mulut suaminya, membuat tubuh Tisya seketika tersentak dan sedikit mundur.Bagaimana tidak mundur, jika suaminya sudah melangkah dan semakin mengikis jarak dengannya.Sebuah jarak yang selama ini Aleandra jaga, kini semakin tak berjarak.Bahkan tubuh besar suaminya sudah berhasil mengungkung tubuh semampai Tisya di balik dinding jendela kaca teras vila."M–maksud Mas, apa?" gagap Tisya yang merasa jika mungkin suaminya hanya ingin mengujinya saja.Apalagi Tisya sangat mengingat perjanjian yang keduanya sepakati untuk tidak saling menyentuh satu sama lain.Lalu, jika dalam perjanjian saja mereka dilarang saling menyentuh, kenapa pula Aleandra meminta sesuatu yang sepertinya menjurus ke arah sana?Aduh!Kepala Tisya semakin pusing saja.Ditambah lagi Aleandra yany kian mendekatkan wajah keduanya, hingga napas mereka saling bersahutan, saking dekatnya."Aku lagi pusing ... dan aku lagi butuh pelampiasan. Bukannya sangat efe
"Enggk usah banyak drama yah kamu! Aku paling benci sama air mata perempuan!" peringat Aleandra dengan nada kejamnya.Hal itu membuat Tisya mengusap pelan air mata di pipinya dan mencoba menghentikan isakannya."Aku masih bingung kenapa kamu begitu terobsesi untuk menikah denganku?" Bingung Aleandra dengan jalan pikiran istrinya ini.Bagaimana mungkin seorang perempuan begitu memuja seorang laki-laki yang tak pernah menganggap keberadaannya, kan?"Itu juga yang jadi pertanyaan aku, kenapa kamu obses banget sama Aryesta? Ada apa? Aku aja sampe enggak paham dengan semua rencana anehmu ini." Balasan Tisya terjeda sedikit, hanya untuk melihat respon suaminya."Padahal kalau emang kamu obses milikin dia, kenapa nikahin aku dan obses juga buat nyakitin dia? Kamu yang jauh lebih aneh tahu, Mas. Aku enggak ngerti sama semua yang ada di dalam pikiran kamu."Terlihat wajah Aleandra semakin dingin tak tersentuh, yang hanya menyeringai, tanpa berniat memberi jawaban apa pun.Aleandra pun berbalik
Aryesta masih menunggu penjelasan dari mantan suaminya. Sementara itu, Dinda adik tirinya sudah mulai kesal pun berkata, "Ini sebenarnya kalian mau sampai kapan ngedrama kayak gini, sih? Aku udah muak, yah!"Mendengar perkataan adik tirinya, membuat Aryesta menoleh ke belakang dan memandangnya malas."Kalau emang kamu muak, ya udah sana pergi! Lagian enggak ada yang nyuruh kamu datang ke sini juga, kok. Kamunya aja yang kayak jalangkung." Memandang rendah sang adik tiri ketika mengatakan kalimat tersebut.Tak lupa juga tangan yang Aryesta lipat di bawah dadanya dengan tatapan sinis.Melihat situasi yang sudah tidak kondusif lagi, Dion pun akhirnya menjelaskan, "Kami mau pulang ke Jakarta sekarang juga. Dan mau enggak mau kamu harus ikut bareng kami.""Kenapa aku harus ikut sama kalian?" tolak Aryesta yang merasa kurang nyaman berada di tengah-tengah mereka. Dion menggendikan kedua bahunya, dan mulai menjalankan roda empat itu kembali menuju bandara. "Tadi Kakek Surya telepon dan sur
"Apa maksud dari ucapanmu itu, hah!" gertak Aleandra yang langsung membalikkan tubuhnya, dan dapat dia lihat sosok Derren yang sedang memandangnya remeh.Dengan tangan yang terlipat di depan dada, Derren semakin menunjukkan jika dirinya jauh di atas Aleandra yang hanya butiran debu di matanya.Menikmati wajah penuh emosi Aleandra, Derren justru semakin mendekat dan merangkul Aryesta, yang kian memancing amarahnya."Lepaskan tanganmu dari tubuh istriku, berengsek!" Berteriak seraya mendorong dada Derren agar menjauhi istrinya.Namun, Derren tak ingin melepaskan rangkulannya pun semakin mengeratkan pelukan itu, hingga membuat Aryesta sedikit risih."Kakak lepasin!""Tidak akan, Ar. Bukannya kita saudara sepupu, jadi tidak masalah dong kalau kita pelukan atau rangkulan seperti ini? Bukan begitu adik iparku?" ejek Derren pada Aleandra yang sudah tak tahan melihat kedekatan istrinya, dengan laki-laki lain.Brak!Kedua bola mata Aryesta membulat dan terkejut melihat Derren, yang langsung me
Plak!Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri Aleandra, hingga membuat wajah laki-laki itu tertoleh ke samping.Namun, bukan makian yang dia lontarkan karena sifat kurang ajar istrinya, Aleandra jutsru tekekeh sinis."Aku belum selesai sama kamu ya, Mas! Setelah ini, aku bakalan bicara serius sama kamu!" ungkap Aryesta yang sudah sangat kesal pada sifat arogan suaminya ini.Aleandra tentu saja melihat istrinya membantu Derren bangkit, seolah laki-laki itu lemah tak berdaya.Cih!Decihan itu terdengar oleh telinga Aryesta, yang semakin menatapnya penuh permusuhan."Kalau kedatangan kamu cuman mau buat keributan, sebaiknya kamu pergi dan urusin istri sirimu itu, Mas! Sebelum aku benar-benar muak dan menggugat cerai dirimu nanti!"Saat itulah Aleandra yang semula tenang, langsung menarik paksa lengan Aryesta, hingga terlepas dari rangkulannya bersama Derren."Aku enggak akan pernah biarin itu terjadi, Ar! Karena sampai kapan pun, kamu tetap istriku! Sekalipun kamu selingkuh sama laki-l
Setelah semua kenangan masa lalu, tepatnya di lima tahun yang lalu sempat menyapa dalam ingatan Aryesta. Kini semuanya kembali ke masa sekarang.Aryesta yang sedang membulatkan matanya tak percaya, saat melihat rekaman cctv kecelakaan Aleandra, yang mobilnya terbalik."Apa yang Kakak lakuin sama Mas Al, hah?!" jerit Aryesta dengan dada berdebar kencang.Sementara itu, Darren hanya mengangkat kedua bahunya tak acuh dan mengambil kembali ponsel miliknya."Itu cctv jalan raya kecelakaan lima tahun lalu saat di London. Dan waktu itu kalau tidak salah, bertepatan dengan hari ulang tahunmu."Jawaban Derren, membuat Aryesta terkejut dan menoleh ke arah Kakak sepupunya penuh tanya."Apa semua itu ulah kamu, Kak?" tuduhnya, yang mungkin saja demikian.Mengingat Derren sangat posesif dan berambisi memiliki dirinya, bukan tidak mungkin jika laki-laki ini merencanakan kecelekaan itu, kan?Akan tetapi, Derren yang dituduh seperti itu hanya menatap malas Aryesta, yang menurutnya sedikit bodoh."Aku
Enam bulan berlalu setelah kepulangan Dion ke Indonesia, kini Aryesta baru saja kembali dari kampus.Hingga dering ponsel miliknya terdengar dan membuat perempuan itu melihat nama "Al" tertera di layar."Iya halo. Aku lagi depan apartemen. Kamu mau ke sini enggak?" sapa Aryesta, seraya membuka pintu apartemen miliknya."Kayaknya malam ini aku enggak bakalan ke sana, deh. Soalnya aku ada acara penting." Jawaban Aleandra menutup panggilan telepon.Aryesta pun tersenyum kecil menatap layar ponsel, yang menampilkan foto bersama Aleandra di sebuah taman bermain malam, penuh tawa dan saling merangkul.Sementara itu, Aleandra sedang berdiri dari kejauhan, dengan mata yang tak pernah lepas dari gerak gerik calon istrinya.Ah, benar. Calon istri.Bibir Aleandra berkedut gemas, saat membayangkan dirinya akan melamar Aryesta malam ini.Bahkan di tangannya sudah ada kotak beludru berwarna navy yang isinya cicin berlian dengan desain unik. Sebuah desain yang khusus dia rancang untuk calon istrinya.
Setelah pembicaran panjang kali lebar bersama kakak sepupunya, kini Aryesta berada di ruang perawatan, karena ternyata Dion sudah bangun dari masa kritisnya.Dion sudah sadar dua jam yang lalu, tanpa sepengetahuannya, karena bercerita dengan Derren tak pernah sebentar.Saat ini Dion sedang tersenyum manis ke arah Aryesta yang sibuk menyuapinya bubur."Aku senang kamu baik-baik aja, Sayang."Aryesta tersenyum kecil dan menyelesaikan suapan terkahir untuk Dion, sebelum akhinrya memberikan air mineral. Sesi makan pun selesai."Kenapa kamu lakuin semua itu, Mas? Apa kamu sengaja pengen buat aku semakin hutang budi sama kamu?"Perkataan yang keluar dari mulut Aryesta, membuat dada Dion berdebar kencang, karena takut kebusukannya terbongkar.Namun, Dion rasa mustahil."Enggak mungkin Aryesta punya kemampuan melacak semua bukti, yang udah aku hilangkan itu, kan? Aku tahu dia tidak semahir itu untuk melacak kejadian kemarin," pikir Dion yang hanya bisa dia utarakan di dalam hatinya saja.Aryes
"Al itu cuman senior aku yang sering bantuin aku selama di sini, Kak! Enggak lebih dari itu!"Derren memicingkan matanya tak percaya, karena dari mata Aryesta jelas menyiratkan lebih dari sekadar itu."Jujur sama Kakak, atau perlu Kakak buat hancur perusahaan keluarganya!" Ancaman mematikan yang selalu sukses membuat Aryesta menyerah, berujung membuka mulutnya."Oke fine aku jujur! Aku emang suka dan kagum sama dia. Dia yang selalu bantuin semua tugas-tugas aku yang enggak bisa dilakuin sama Mas Dion. Tapi ya udah. Cuman sebatas itu aja, Kak!""Sebatas itu apanya?! Kamu bahkan sering menginap di apartemen Aleandra setelah mengerjakan tugas. Dan dari alat pelacak yang Kakak akses, kalian selalu tidur satu kamar dari tiga Minggu yang lalu! Kamu kenapa sangat murahan tidur dengan laki-laki yang belum menjadi suamimu, hah?!" murka Derren yang memang sedari kecil sudah meng-klaim adik sepupunya itu adalah miliknya.Namun, Aryesta adalah perempuan liar yang sangat sulit diatur, menuruti semu
Lima tahun yang lalu, di ibu kota London, ada sosok perempuan yang sedang terduduk menangis di depan ruangan ICU, dengan kepala menunduk.Hingga suara langkah kaki dan juga aroma parfum yang sangat dia kenali menyapa indera penciumannya itu semakin mendekat.Sosok berpakaian serba hitam, kaca mata juga masker hitam yang hampir tak pernah laki-laki itu lepaskan, seolah-olah menjadi identitas dirinya ketika berada di luar."Jangan bersikap bodoh seperti ini Aryesta! Kakak sudah tahu penyebab kecelakaan yang kalian alami."Mendengar sapaan itu, Aryesta yang semula menyembunyikan wajahnya di antara kedua lutut pun seketika juga mendongakkan wajahnya, yang masih berderai air mata."A–apa itu? Apa yang Kakak temuin? Tolong bantu kasih hukuman sama orang yang udah bikin Mas Dion kayak gini, Kak!" titah Aryesta dengan suara paraunya, karena terlalu lama menangisi keadaan Dion, yang masih dalam keadaan kritis, setelah mengalami kecelakaan.Beruntungnya, Aryesta tak tertabrak oleh kendaraan besa
Tubuh Aryesta menegang sempurna, ketika mencium parfum maskulin yang bercampur aroma tubuh seseorang di belakangnya.Napas yang sebelumnya sudah lega, kini menjadi sesak kembali oleh lilitan sepasang lengan kokoh, yang di punggung tangannya terdapat tato kepala burung elang itu semakin memeluknya erat."Kenapa kamu diam saja, Baby? Apakah kamu tidak merindukanku, hmh?" bisik laki-laki itu di samping telinga Aryesta, yang semakin membuat tubuhnya bergetar karena takut.Melihat pujaan hatinya tak bisa berkutik, tentu saja membuat laki-laki yang tengah memeluk tubuh mungil itu semakin merasa gemas.Saking gemasnya, dia mendaratkan hidung bangirnya di leher Aryesta yang tak terhalang oleh rambut hitam bergelombangnya."K–kak D. Apa kabar?" tanya Aryesta yang berusaha menguatkan dirinya sendiri dari godaan setan berwujud manusia, yang sialnya sangat tampan itu."Bukannya aku sudah bilang, kalau aku tidak suka jika kamu memanggilku Tuan D?!""A–aku kan manggilmu Kakak. Bukan Tuan," elak Arye
"Itu bukan urusanmu! Dan berhenti ikut campur urusan kami! Kalau kamu masih ingin banyak bicara, lebih baik turun dari mobil ini sekarang juga!"geram Aleandra yang sudah sangat emosi.Apakah keputusan Aleandra menikah siri dengan Tisya adalah keputusan yang benar?Atau bahkan keputusannya keliru?Saat ini laki-laki itu merasa terjebak oleh rencananya sendiri, dan hal tersebut membuatnya sangat kesal.Melihat Tisya yang akhirnya diam dan tak melakukan protes pada dirinya lagi, kini Aleandra langsung memacu kendaraannya kembali.Hingga teleponnya berdering dan langsung dia angkat menggunakan earpiece di telinga kanannya."Istri Anda baru saja tiba di bandara, dan mereka bertiga langsung naik pesawat, yang sudah dipesan oleh Dion sebelumnya, Tuan," adu ajudan Aleandra di seberang telepon sana."Lalu?" Aleandra bertanya singkat."Saya baru saja cek, dan ternyata keberangkatan mereka menuju Jakarta. Mungkin ada masalah dengan keluarga istri Anda Tuan. Makanya mereka terlihat sangat terburu-