Jadi nikah siri, 🤓tapi alhamdulilah si Al gak akan nyentuh dan ada perjanjian tuh. Kalau Tisya berani nyentuh ada konsekuensinya, hm kira-kira apa, ya konsekuensinya?🤔
"Saya terima nikah dan kawinnya Tisya Rhani binti Anggara dengan maskawin uang lima puluh juta halal untuk saya dibayar Tunai!"Dalam satu kali tarikan napas ijab kabul Aleandra ucapkan dengan lantang dan penuh ketegasan.Pernikahan di bawah tangan itu pun sah di mata agama, dengan saksi tokoh masyarakat setempat dan juga Kiyai yang menikahkan keduanya.Meski ada rasa bahagia karena berhasil memiliki raga Aleandra, tetapi di dalam hati Tisya merasakan sebuah kegelisahan.Kegelisahan setelah mendengar jawaban konsekuensi jika dirinya melanggar perjanjian pra nikah semalam.Para saksi dan Kiyai baru saja pulang, dan mereka mengetahui pernikahan siri ini atas persetujuan pihak istri pertama.Karena tak ingin menggangu rumah tangga mereka, setelah proses ijab kabul selesai, semuanya pergi dari sana."Silakan kalian menempati kamar tamu selama sisa 5 hari di sini. Karena aku enggak sudi sekamar dengan maduku!" Ucapan Aryesta membuat Tisya dan Aleandra menoleh ke arahnya.Melihat madunya hen
"Jangan gila kamu ya, Mas!" pekik Aryesta yang tangannya langsung menyliang di depan dada.Bisa-bisanya suaminya minta jatah padanya, di saat laki-laki itu sudah menikah dengan perempuan lain.Otak Aleandra ditaruh di mana?!Tubuh Aryesta sangat letih, dan dia merasa sudah tak sanggup menghadapi birahi suaminya yang kelebihan hormon ini.Aleandra yang mendapati penolakan istrinya tak tinggal diam dong."Emangnya kenapa? Kita kan suami istri. Jadi sah-sah aja dong kalau suamimu ini minta jatah pagi ini?" tanya Aleandra setengah memaksa.Aryesta semakin merapatkan diri dan meraih selimut agar terlindung dari tatapan lapar suami mesumnya ini."Kamu baru aja nikah sama Tisya! Kenapa kamu enggak minta jatah sama dia aja, sih?! Aku capek, Mas! Badanku sakit semua dan pengen banget istirahat tiga hari ke depan. Bisa, kan?" harap Aryesta dengan tatapan menyedihkannya.Akan tetapi, ternyata misinya tak membuahkan hasil, karena suaminya justru naik ke atas tempat tidur dan mengungkung dirinya."
Melihat istrinya yang sedang senyam-senyum sendiri, Aleandra pun mulai beraksi."Kayaknya udah ada yang siap main kuda-kuda lagi, nih?" bisik Aleandra tepat di telinga istrinya.Setelah dirinya berhasil menguasai diri, karena ketahuan salting brutal. Kini Aleandra menunjukkan sifat menjengkelkannya lagi pada Aryesta.Mata Aryesta mengerjap lucu dan langsung tersadar dari lamunannya, membuat perempuan itu menjauhkan wajahnya.Namun, belum ada gerakan lebih lanjut, Aleandra sudah menahan tengkuk istrinya dan mulai mencium bibir ranum itu penuh gairah."Mas berhenti! Aku enggak bisa lagi!" protes Aryesta, yang sudah tahu ke mana arah adegan selanjutnya.Akan tetapi, Aleandra terus menciuminya. Bahkan telapak tangannya sudah mengambil peran di balik pakaian istrinya.Sampai pagutan itu dia lepaskan karena baru menyadari jika dada istrinya terbungkus bra."Kamu kok pakai bra lagi, sih? Kan perjanjiannya—""Mas! Kamu belum gila, kan? Tadi itu ada Kiyai dan juga tokoh masyarakat yang jadi sak
"Papa emang enggak kenal sama laki-laki yang kamu ambil video cctv waktu itu. Tapi yang jelas itu bukan Kakek Surya. Kamu juga kenal sama wajah Kakek Surya, kan?" Randy menatap putranya yang sedang menghela napas."Ya aku kenal dong, Pah. Makanya aku sakit hati banget lihat dia bawa laki-laki lain. Padahal malam itu aku mau ngelamar dia. Bukannya bahagia, aku malah lihat kejadian menjijikan itu," gerutu Aleandra yang tangannya kembali mengepal kencang.Entah kenapa, setiap mengingat kejadian itu dirinya selalu ingin menghajar seseorang.Dadanya bergemuruh hebat, dan emosinya mulai tak stabil. Hingga bahunya ditepuk pelan oleh sang ayah."Tapi kenapa kamu enggak coba tanyain langsung sama istrimu itu aja, sih? Kamu ini ribet banget kayak cewek aja. Padahal Papa udah nyaranin itu dari dulu. Tapi kamu gengsi banget buat nanya langsung sama mantu Papa itu, kan?" heran sekali Randy pada putra tantrumnya ini.Sudah diberi saran, tetapi Aleandra gengsian banget.Jika demikian, maka Randy ikut
Aleandra baru saja keluar dari mobil ayahnya, dia kembali pada mobilnya, dan melihat ayahnya pergi dengan mengendarai kendaraan roda empat itu sendiri."Syukurlah Papa udah mulai ada kemajuan. Meski belum bisa berdiri lama-lama," ucap Aleandra yang merasa lega melihat perkembangan sang ayah.Pandangannya menerawang jauh, pada kecelakaan yang mengakibatkan kaki Randy mengalami kelumpuhan.Jelas ada seseorang yang berusaha mencelakainya, dan Aleandra pun sudah tahu siapa pelakunya. Akan tetapi, semua bukti belum terkumpul lengkap. Membuatnya masih harus bersabar.Hingga pikirannya melayang pada percakapannya bersama Randy tadi, dan hal itu sangat menjengkelkan, karena lagi-lagi hatinya mulai goyah."Apa aku harus lanjutin rencananya? Atau enggak usah?"Aleandra mulai bimbang dengan rencananya, setelah mendengar nasihat Randy.Baru saja ingin melajukan mobilnya menuju ke rumah, tiba-tiba ada sebuah telepon dari nomor tanpa nama."Apa yang kalian dapatkan hari ini?" Adalah sapaan yang meny
"Kamu jangan coba-coba bohongin aku, berengsek!" hardik Aleandra yang saat ini sudah bangun, dan berdiri dengan tatapan mata setajam pisaunya.Tisya membuang napas kesal sekaligus sakit hati, karena ternyata kesialannya akan dimulai hari ini.Dirinya pikir akan ada momen bahagianya walau secuil dari pernikahan mereka, tetapi ternyata nihil. Tidak sama sekali.Karena kesal dan tak kunjung membuka suara, Aleandra kembali bertanya, "Cepat katakan di mana istriku, sialan!""Aku juga istrimu, Mas! Bukan hanya dia aja!" Tisya berteriak dan tak terima dimaki sedemikian rupa oleh suaminya.Apalagi hanya karena mendengar ucapannya, yang mengatakan jika Aryesta pergi dengan mantan suaminya. Dia pikir Aleandra tak akan semurka ini. Nyatanya feeling-nya jauh meleset.Karena tak ingin disalahkan dengan hal yang bukan ulahnya, Tisya pun kembali berujar, "Seenggaknya aku ini juga istrimu, Mas! Tolong hargain aku di sini meski sedikit! Jangan apa-apa hanya Aryesta dan Aryesta aja! Aku juga punya hak y
"Kayaknya enggak perlu nunggu malam, deh."Mendengar jawaban dari mulut suaminya, membuat tubuh Tisya seketika tersentak dan sedikit mundur.Bagaimana tidak mundur, jika suaminya sudah melangkah dan semakin mengikis jarak dengannya.Sebuah jarak yang selama ini Aleandra jaga, kini semakin tak berjarak.Bahkan tubuh besar suaminya sudah berhasil mengungkung tubuh semampai Tisya di balik dinding jendela kaca teras vila."M–maksud Mas, apa?" gagap Tisya yang merasa jika mungkin suaminya hanya ingin mengujinya saja.Apalagi Tisya sangat mengingat perjanjian yang keduanya sepakati untuk tidak saling menyentuh satu sama lain.Lalu, jika dalam perjanjian saja mereka dilarang saling menyentuh, kenapa pula Aleandra meminta sesuatu yang sepertinya menjurus ke arah sana?Aduh!Kepala Tisya semakin pusing saja.Ditambah lagi Aleandra yany kian mendekatkan wajah keduanya, hingga napas mereka saling bersahutan, saking dekatnya."Aku lagi pusing ... dan aku lagi butuh pelampiasan. Bukannya sangat efe
"Enggk usah banyak drama yah kamu! Aku paling benci sama air mata perempuan!" peringat Aleandra dengan nada kejamnya.Hal itu membuat Tisya mengusap pelan air mata di pipinya dan mencoba menghentikan isakannya."Aku masih bingung kenapa kamu begitu terobsesi untuk menikah denganku?" Bingung Aleandra dengan jalan pikiran istrinya ini.Bagaimana mungkin seorang perempuan begitu memuja seorang laki-laki yang tak pernah menganggap keberadaannya, kan?"Itu juga yang jadi pertanyaan aku, kenapa kamu obses banget sama Aryesta? Ada apa? Aku aja sampe enggak paham dengan semua rencana anehmu ini." Balasan Tisya terjeda sedikit, hanya untuk melihat respon suaminya."Padahal kalau emang kamu obses milikin dia, kenapa nikahin aku dan obses juga buat nyakitin dia? Kamu yang jauh lebih aneh tahu, Mas. Aku enggak ngerti sama semua yang ada di dalam pikiran kamu."Terlihat wajah Aleandra semakin dingin tak tersentuh, yang hanya menyeringai, tanpa berniat memberi jawaban apa pun.Aleandra pun berbalik
Aryesta langsung berbalik badan menuju kantin perusahaan untuk mengisi perutnya, tetapi Tisya yang memiliki misi untuk mengganggu wanita itu pun semakin antusias mengikutinya."Apalagi yang kamu inginkan, Tisya!" ketus Aryesta yang terus berjalan dan tak ingin menghentikan langkahnya.Karena sungguh, memiliki pekerjaan menumpuk seperti tadi langsung menguras energi dan tenaganya. Kali ini Aryesta membutuhkan amunisi untuk mengisi ulang tenaganya.Akan tetapi, Tisya belum juga berhenti mengganggu, dan terus mengekori ke mana pun langkah istri pertama dari suaminya ini. Entah apa yang sedang Aleandra inginkan saat ini, tetapi memangnya apalagi yang bisa Tisya lakukan, selain menuruti semua permintaannya.Tisya juga melihat banyak karyawan yang menyapa Aryesta dengan ramah, selayaknya bos pada atasan. Dan entah kenapa hatinya merasa murka melihat semua itu. Ada perasaan iri dengki yang bercokol di dalam hatinya pada perempuan itu.Baru saja keduanya tiba di kantin, tiba-tiba saja ada seb
"Dia tidak mungkin meninggalkan aku, kan?""Tidak mungkin! Apalagi jika suatu saat nanti dia hamil anakku, dia pasti tidak akan membiarkan anaknya tumbuh tanpa seorang Papa.""Yah, tadi pasti hanya gertak sambal doang.""Tenang Al. Dia itu sangat mencintaimu. Jadi, jangan takut, istri cantikmu itu pasti akan setia di sisimu sampai nanti."Aleandra terus bergumam pada dirinya sendiri, setelah Aryesta keluar dari ruang rapat. Sementara dirinya masih menenangkan diri di dalam sana. Ya, Aleandra tak ingin mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Karena itulah dirinya masih betah di ruang rapat.Ingatan Aleandra kembali pada zaman istrinya masih kuliah dulu, dan hal itu membuat senyum manis tercetak di bibir sensualnya."Kamu bahkan sangat bucin padaku dari awal kita bertemu di sana Ar. Aku sangat yakin, kalau kamu tidak akan pernah bisa meninggalkan aku, kan? Apalagi jika benihku tumbuh di rahimmu, dan aku pastikan kamu akan mengandung anakku sebelum misimu bersama kakak sepupu
Setelah keluar dari mobil mewah milik Aleandra, Dinda pun langsung memesan taksi dan pergi dari area perusahaan itu dengan perasaan dongkol.Selang beberapa menit, akhirnya taksi itu tiba di sebuah lapas, tempat calon suaminya berada.Kakinya melangkah begitu anggun, ah lebih tepatnya pura-pura anggun, karena Dinda tak ingin citranya buruk jika mengeluarkan sifat aslinya di depan umum seperti ini.Dengan langkah pasti, Dinda pun menghampiri Dion di tempat besuk, dialah satu-satunya orang yang mempedulikan Dion, hingga tak ada satu orang pun yang membesuknya selama di sana."Bagaimana? Apakah kamu sudah memintanya untuk membebaskan aku?" Itulah pertanyaan yang menyambut kedatangan Dinda.Dinda baru saja duduk tepat di seberang Dion, karena terhalang kaca pembatas."Kakak tiriku tidak akan pernah mengeluarkanmu dari sini. Itu yang dia katakan padaku tadi, Mas," jawab Dinda yang memang benar adanya.Mendengar perkataan Dinda yang memberi kabar buruk, tentu saja Dion kesal bukan main.Brak
"Aku kayaknya lagi hamil, Ar. Dan aku juga enggak mau jadiin anakku yatim pas dia lahir nanti," lirih Dinda, yang tangannya sudah menggenggam tangan Aryesta.Tatapan mata Dinda sendu dan penuh pengharapan, tetapi entah mengapa, tak ada rasa iba di dalam hati Aryesta.Bahkan dengan ringan Aryesta melepas tangan adik tirinya yang sedari tadi digenggamnya, hanya untuk menarik simpatik."Aku tidak peduli padamu, Dinda. Dan perlu kamu ketahui, jika anakmu tidak akan menjadi yatim selama Mas Dion masih hidup, sekalipun itu di dalam penjara. Jadi enggak usah banyak drama, deh," ucap Aryesta penuh ketegasan.Mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Aryesta tentu saja membuat Dinda yang semula beramah tamah, dan mencoba memantik rasa iba di dalam hati Aryesta, kini menggeram marah.Matanya menajam dan dada yang kembang kempis, memperlihatkan betapa dirinya geram karena perkataannya langsung dipatahkan oleh statemen sang kakak tiri."Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus keluarin Mas Di
"A–apa yang kamu lakukan di sini?" gagap Aryesta yang sedikit kaget melihat sosok di depannya.Sosok yang kini berpenampilan acak-acakan dengan mata bengkak, akibat menangis semalaman tadi.Orang itu mendekat dan dengan bibir bergetar dia pun maju lalu ....Plak!Wajah Aryesta tertoleh ke samping mendapat tamparan mengejutkan itu. Namun, secepat kilat Aryesta menatap berang ke arah pelaku di hadapannya ini."Apa yang kamu lakukan padaku, Dinda!" geram Aryesta dengan suara rendah menahan emosi, yang nyaris meledak pada adik tirinya ini.Ya, sosok yang pagi-pagi sekali datang bertamu tak lain dan tak bukan adalah Dinda.Dinda tersenyum miring, meski wajahnya tetap sendu, tetapi ada begitu banyak tatapan penuh kebencian mengarah pada saudara tirinya ini.Plak!Lagi, tamparan kedua Dinda layangkan, yang membuat Aryesta semakin mengeratkan gigi untuk menahan amarahnya."Apa salahku, Dinda? Ini bahkan masih terlalu pagi untukmu mengajakku ribut," tukas Aryesta yang kini kedua pipinya sudah m
Keduanya tertidur dengan Aleandra yang memeluk Aryesta dari belakang sepanjang malam.Hingga tanpa terasa pagi pun menjelang, Aryesta yang bangun terlebih dahulu sudah membersihkan diri, dan memakai pakaian formal, tak seperti biasanya.Melihat penampilan istrinya yang sudah sangat rapi tentu saja membuat kening Aleandra sedikit mengerut bingung, "Kamu mau ke mana dengan pakaian itu, Ar?" tanya Aleandra, seraya mendekati istrinya, "Tidak biasanya kamu pakai pakaian kayak gini."Aleandra memandang Aryesta dari atas hingga ke bawah, memindai penampilan yang menurutnya sedikit aneh itu.Mendapat pertanyaan dari suaminya, Aryesta pun menoleh, "Aku mau minta kerjaan di kantor kamu, Mas.""Apa!" pekik Aleandra dengan kedua bola mata yang membulat sempurna saking terkejutnya dengan permintaan Aryesta.Mata itu mengerjap beberapa kali kemudian berkata, "Maksud kamu apa ngomong kayak gitu? Apa nafkah yang aku kasih masih kurang?" Aleandra mendelik tak suka pada istrinya.Aryesta tersenyum simpu
Aryesta berbalik badan, berjalan tertatih menuju ke atas ranjang, lalu membaringkan tubuhnya di sana.Aleandra tahu jika istrinya kecewa karena dia mengungkit-ungkit tentang statusnya bersama Tisya.Namun, Aleandra tak mau ambil pusing dan memilih ikut bergabung ke atas tempat tidur, berbaring di samping Aryesta yang langsung memunggungi dirinya.Helaan napas lelah Aleandra keluarkan lalu berkata, "Kakak sepupumu nyuruh orang-orang buat lecehin Tisya."Spontan Aryesta membalikan tubuhnya hingga kini mereka saling berhadapan. "Kenapa Kak Derren lakuin itu sama dia? Apa hubungannya?" Sangsi Aryesta yang tak percaya pada perkataan Aleandra.Kedua bahu Aleandra terangkat cuek, lalu menyandarkan kepalanya pada sandaran ranjang."Tadi dia sendiri yang nelepon aku. Bahkan dia kirim chat. Dia bilang kalau kamu terluka, maka sebagai gantinya Tisya bakal ngerasian hal yang sama denganmu." Aleandra bercerita tentang pesan yang Derren kirimkan tadi pada sang istri.Mendengarnya, ada perasaan tak e
Setelah berkendara dengan hanya dihiasi oleh keheningan, kini sepasang suami istri itu tiba juga di kediaman keluarga Aleandra.Lagi dan lagi, Aleandra masuk ke dalam sana dengan menggendong salah satu istrinya.Jika sebelumnya laki-laki itu melangkah menuju lantai dua, maka kini langkah Aleandra berbelok ke sebuah kamar tamu.Dibukanya pintu perlahan, sampai akhirnya dia melihat ada sosok sang Papa yang ternyata belum tidur di ruang keluarga.Bertatapan sejenak, sebelum akhirnya Aleandra masuk ke dalam kamar tamu dan membaringkan tubuh lemah Tisya di atas tempat tidur.Tanpa banyak kata, Aleandra langsung bangkit dan hendak keluar, tetapi ada lengan Tisya yang menahan kepergiannya."Tidak bisakah untuk malam ini kamu menemaniku, Mas? Hanya malam ini dan tanpa tuntutan lainnya," mohon Tisya, dengan mata berkaca-kaca, karena sungguh dirinya masih syok mendapatkan pelecehan dari oknum yang tak dia kenali tadi.Meski ini ada di rumah keluarga Aleandra, dan terjamin keamanannya, tetap saja
"M–mas, tolong ...."Perempuan itu terisak dengan tubuh yang sudah tak lagi berpakaian, menatap penuh permohonan pada suaminya yang baru saja tiba."Berani menodainya, aku buat kalian kehilangan burung-burung kecil kalian, berengsek!"Bugh!Bugh!Bugh!Aleandra langsung menghajar laki-laki seragam hitam yang hendak menodai istri sirinya dengan kekuatan penuh.Tak peduli pada tangisan istri sirinya yang kali ini sudah meringkuk, berusaha menutupi bagian-bagian sensitif tubuhnya dari pandangan orang lain.Namun, kesenangannya menghajar harus terhenti karena ada pihak keamanan yang mendekat guna melerai perkelahian."Urusi semuanya dan akan kulpaporkan kemanan apartemen ini pada pihak berwajib!" ancam Aleandra pada petugas keamanan yang hanya bisa menunduk takut, karena memang ini karena kelalaian mereka.Melihat daun pintu yang sudah rusak karena berhasil dibobol entah suruhan siapa, seketika amarah Aleandra mencuat, tetapi saat matanya menatap tubuh Tisya yang tak berdaya di atas lantai