Meskipun tangan Claude kuat, dia tetap saja tidak bisa memegang panci yang penuh dengan air dengan satu tangan. Saat panci miring, air, kerang, dan sayuran tumpah di atas kompor gas. Apinya memang padam, tetapi kemeja, jas, dan sepatu kulit bermerek Claude kotor karena air yang tercampur dengan minyak itu. Beberapa kerang dan sayuran terjatuh dari meja ke lantai. Lillia yang memegang mangkuk, menyusutkan lehernya dan mundur ke belakang sambil memandang Claude dengan ekspresi polos dan takut. Claude benar-benar ingin menaruh panci itu ke kepala Lillia.Claude memelototi Lillia. "Kamu sengaja melakukan ini untuk balas dendam ya?"Lillia menggelengkan kepalanya dengan sekuat tenaga. "Kalau aku sengaja melakukannya, aku akan disambar petir!""Lillia, sebaiknya ucapanmu itu benar!" Claude jarang sekali marah besar."Kenapa?" Jilly memapah Ohara menuju pintu dapur.Lillia buru-buru berkata, "Ada kecelakaan kecil. Nggak apa-apa, aku akan membersihkannya."Claude meletakkan pancinya dan berkat
Pipi dan telinga Lillia memerah, tetapi dia masih berpura-pura tenang. "Kalau nggak mau pakai, kamu boleh keluar dengan telanjang ...."Claude meraih pergelangan tangan Lillia dan menariknya mendekat. Lillia yang tidak waspada langsung terjatuh ke dalam pelukannya. Dalam kebingungan, tangan Lillia menekan ke bagian yang terlarang.Saat tubuhnya terasa panas, Lillia berusaha keras untuk memberontak. "Pakai bajumu. Apa yang kamu lakukan di siang hari seperti ini?""Kamu cukup ingat ukuranku ya." Claude memandang Lillia. Awalnya, suasana hatinya terasa kacau. Namun, melihat Lillia menyiapkan pakaian untuknya, suasana hatinya berangsur-angsur membaik. Ternyata masih ada tempat baginya di rumah Lillia ini.Lillia mengira Claude sedang mengatakan hal lain, sehingga dia merasa makin malu dan ingin langsung bersembunyi. Dia memandang Claude dengan wajah yang memerah. "Kamu mau pakai atau nggak?""Kamu bisa menyentuhnya lebih lama agar lebih berkesan, biar nanti kamu bisa membeli lebih banyak p
Setelah memeriksa nadi Lillia, Dokter Mawardi itu memandang Priya sambil tersenyum dan berkata, "Sepertinya tubuhnya baik-baik saja, sudah periksa di rumah sakit?"Priya menganggukkan kepala sebagai isyarat menyuruh Lillia yang berbicara. Lillia yang tidak fokus baru menjawab dengan nada lembut setelah lengannya disenggol Priya, "Sudah periksa dan disuntik juga, tapi nggak ada efeknya.""Kita coba akupunktur, lalu aku beri kamu beberapa obat," kata dokter itu dengan ekspresi lembut."Begitu saja?" Priya juga merasa dokter ini terlihat tidak bisa diandalkan.Dokter itu berkata dengan nada lembut, "Aku sudah melihat riwayat penyakitmu, tubuhnya harusnya baik-baik saja. Bagaimana kalau bawa cucumu ke sini juga?"Mendengar perkataan itu, ekspresi Priya langsung muram. "Cucuku pasti baik-baik saja! Sejak kecil hingga dewasa, dia selalu memeriksa tubuhnya dan hasilnya kita juga tahu. Nggak mungkin ada masalah!"Dokter itu hanya tersenyum."Pergi akupunktur saja, setiap setengah bulan sekali
Priya hanya bisa berkata dengan tak berdaya, "Baiklah. Aku hanya tahu marganya Mawardi saja, nggak tahu namanya. Nomor kontaknya seharusnya ada ditulis di bungkusan obat yang dibawa Lillia, coba kamu lihat saja.""Bahkan namanya saja Nenek nggak tahu, tapi Nenek membawanya untuk akupunktur?" Amarah Claude meledak. Setelah mengatakan itu, dia menutup teleponnya, lalu kembali ke dalam kamar tamu hotel dan mencari tas Lillia. Selain tablet, KTP, dan kunci, sama sekali tidak ada obat yang dikatakan Priya di dalam tasnya. Ekspresinya menjadi sangat dingin. Dia kembali duduk di samping Lillia dan menelepon Priya.Setelah Priya menerima teleponnya, Claude bertanya dengan sabar, "Apa nama kliniknya?""Yah Klinik Setia. Bagaimana dengannya? Padahal dia hanya menjalani akupunktur, sungguh lemah," gumam Priya dengan nada yang tidak puas terhadap Lillia.Claude mendengus dan menutup teleponnya lagi. Dia menggenggam tangan Lillia dan menyadari pergelangan tangannya dingin. Para dokter itu memeriksa
Keduanya berselisih. Claude menatap bekas gigitan di pergelangan tangannya sambil mengernyit.Lillia merasa sangat kesal, tetapi tidak bisa mencurahkan unek-uneknya ataupun menyalahkan orang. Sebelum menikah dengan Claude, dia tidak menduga pernikahannya akan seperti ini. Tidak ada cinta yang diharapkan, yang ada hanya kegetiran.Beberapa menit kemudian, Claude dan Lillia sama-sama terdiam. Claude ingin memeluk Lillia, tetapi malah ditendang oleh wanita itu. Claude yang kesal pun berbalik badan dan membentak, "Jangan naik ke ranjangku lagi lain kali!""Memangnya ini ranjang siapa? Kamu kira aku ingin tidur denganmu?" sahut Lillia dengan dingin. Dia juga ingin kembali ke kamarnya dan tidak akan melakukan hubungan intim dengan Claude lagi. Kalau tidak, pria ini terus berpikiran dirinya ingin melahirkan anak untuk mereka.Setelah sering berinteraksi selama beberapa waktu ini, Claude baru tahu bahwa Lillia juga bisa marah.Malam makin larut. Lillia yang lelah seharian akhirnya tidak tahan
Begitu panggilan tersambung, Lillia langsung mendengar omelan Priya. "Apa-apaan kamu ini? Aku susah payah mencarikanmu dokter pengobatan tradisional, tapi kamu malah membuat masalah. Aku sampai ditegur Claude!"Lillia membalas, "Nenek, Claude melihat jelas bagaimana situasiku kemarin. Kalau kamu merasa aku hanya berpura-pura, tanya saja dia. Suruh dia panggil dokter untuk menjelaskannya kepadamu.""Nggak perlu bicara omong kosong. Pokoknya yang kutahu adalah kamu telah menyia-nyiakan semua usahaku. Kalau nggak bisa hamil, kamu minta cerai saja dari Claude." Seusai berbicara, Priya langsung mengakhiri panggilan.Lillia meletakkan ponselnya, lalu menarik napas dalam-dalam. Sementara itu, Moonela sontak murka hingga wajah dan lehernya memerah. Dia memaki, "Apa-apaan wanita tua itu! Dia menyalahkanmu karena nggak dapat cucu sampai sekarang? Dia kira Claude begitu hebat, sampai-sampai kamu ingin mengandung anaknya? Dasar gila!""Aku saja nggak marah, kenapa malah kamu yang begitu emosional?
Lillia menatap Moonela sambil berkata, "Ucapanmu masuk akal juga.""Aku rasa masalah ini ada kaitannya dengan Nikita. Kalau nggak, kenapa orang itu sengaja menyebut marganya Mawardi? Dia jelas ingin memprovokasi istri sah," ujar Moonela yang lanjut menganalisis.Lillia pun tidak berbicara lagi, melainkan menunduk dan mulai menyulam. Di sisi lain, Moonela juga mengambil tabletnya dan mulai mengurus pekerjaannya. Tiba-tiba, dia meletakkan tabletnya.Moonela bertanya dengan terburu-buru, "Aku baru ingat sesuatu, kemarin kamu pergi dengan nenek tua itu, 'kan?"Lillia mengangguk seraya menyahut, "Benar, dia yang membawaku pergi. Dia terus mencari cara agar aku bisa hamil."Moonela menatap Lillia lekat-lekat sembari berkata, "Ada satu kemungkinan, yaitu Nikita menyerang dengan memanfaatkan nenek tua itu. Dia menyuruh dokter itu menggunakan marganya hanya untuk memprovokasimu. Dia memang nggak mengenalmu, tapi merasa sudah puas kalau bisa membuatmu menderita."Lillia merenungkannya dengan sak
Moonela menarik napas dalam-dalam, lalu menjelaskan, "Dia memang hanya asistenku. Tapi, jika aku masih tinggal setelah dia pergi, aku akan terkesan nggak setia kawan!""Aku bisa saja nggak meminta denda. Tapi, acara ini diinvestasikan oleh Kak Claude. Kalau sampai menyinggungnya, kariermu di bidang ini pasti akan menjadi sulit," ujar Cedron dengan serius.Moonela memelototinya sambil menyahut, "Kamu sedang mengancamku, ya? Asal kamu tahu, kalau Lillia pergi, aku juga akan pergi!""Apa alasannya?" tanya Cedron dengan tatapan selidik."Mau alasan apa? Aku dan Lillia setim, kamu kira aku akan tinggal di sini demi uang?" Usai berbicara, Moonela sontak mendorong Cedron.Sorot mata Cedron tampak misterius saat menatap punggung Moonela. Dia tiba-tiba tertawa sebelum berujar, "Kamu harus tahu, Claude mengundangmu khusus untuk mendesain pakaian Nikita. Jadi, jika dia gagal membuat Nikita terkenal, studio kalian mungkin akan menjadi tumbalnya."Amarah sontak berkecamuk dalam hati Moonela. Dia me