Lillia bersandar di bukit sambil menjinjitkan kakinya yang terluka itu. Karena kondisi saat ini gelap gulita, Claude tidak bisa melihat dengan jelas. Dia membuka senter ponsel, lalu berjongkok di hadapan Lillia. "Bagaimana kakimu?"Lillia tidak bisa berdiri stabil, tanpa sadar dia memegang pundak Claude sambil menggerakkan kakinya. "Agak sakit, tapi nggak tahu apakah memang keseleo atau nggak."Claude merasakan kekuatan Lillia di pundaknya, sehingga dia mengulurkan tangan untuk menyentuh pergelangan kaki kiri Lillia. Tubuh Lillia bergetar sejenak, lalu tanpa sadar memegang pundak Claude lagi. Suaranya terdengar gemetar, "Aku nggak apa-apa .... Kamu jangan ...."Claude mendongak menatapnya dengan senyuman tipis. "Baru menyentuh kakimu saja kamu sudah lemas?"Wajah Lillia merah padam. Dia menggertakkan gigi dengan mata berkaca-kaca, "Aku takut sakit." Usai berkata demikian, dia menoleh ke arah lain.Di bawah sinar lampu senter, telinga Lillia tampak memerah dan wajahnya yang tersipu terl
Tak disangka, Claude malah benar-benar meninggalkan Lillia yang terluka begitu saja. Percuma saja Lillia masih menaruh sedikit harapan saat melihat nama Nikita yang muncul di ponsel Claude tadi. Tadinya dia membayangkan, apakah mungkin Claude akan menemaninya karena terluka. Apakah mungkin kali ini saja Claude akan bisa lebih perhatian padanya?Namun hasilnya, tetap saja membuatnya kecewa. Lillia melihat sketsa itu sekilas, lalu melipatnya kembali. Dia berdiri sambil menopang pada dinding dan berjalan keluar dari gunung buatan itu dengan perlahan-lahan. Awalnya dia ingin menyuruh Moonela untuk datang menjemput. Namun saat ini sudah larut malam, Lillia jadi tidak enak hati mengganggu sahabat baiknya itu.Lillia berjalan ke sebuah kebun mawar. Langkah kakinya tiba-tiba terhenti. Pria yang baru saja selesai menelepon itu juga menyadari keberadaan Lillia. Di bawah sinar lampu yang redup, kaki pria itu terlihat jenjang dan tubuhnya terkesan agak kurus. Rambutnya yang sebahu, dikuncir di bel
Setelah berbunyi, lift berhenti di lantai tempat Lillia dan Claude berada. Adelio berencana memapah Lillia keluar dari lift, tetapi Claude tiba-tiba berkata, "Aku tinggal di sebelah kamarnya, jadi serahkan dia kepadaku. Kamu bisa naik lift ini turun saja."Lillia menatap ke arah Claude sebentar.Melihat ekspresi Claude yang dingin dan memikirkan interaksi dengan Lillia sebelumnya membuat kehebohan di daring, Adelio langsung tersadar dan segera melepaskan pergelangan tangan Lillia."Kalau begitu, aku pergi dulu," kata Adelio kepada Claude dengan sopan.Claude mendekat dan memapah Lillia. Setelah merespons dengan cuek, dia memapah Lillia keluar dari lift dengan ekspresi dingin.Begitu keluar dari lift, Lillia berencana untuk mendorong Claude pergi, tetapi Claude malah menggenggam pergelangan tangannya dengan tatapan yang dingin. "Kenapa? Aku sudah merusak rencanamu menggoda pria muda, jadi kamu marah, ya?"Ekspresi Lillia terlihat dingin, tetapi dia tidak membantah Claude juga. "Terserah
Claude membuka kancing ketiganya, lalu tiba-tiba menggenggam tangan Lillia yang ada di pinggangnya dan menariknya turun.Lillia terkejut dan berusaha menarik tangannya sendiri. Dia memelototi Claude dengan wajah yang memerah.Claude menahan tangan Lillia dengan ekspresi yang dingin dan tatapan yang tajam. Dia membungkuk dan bertanya kepada Lillia, "Lebih enak menyentuh pinggang atau sini?""Lepaskan aku!"Wajah Lillia memerah dan merasa terkejut dengan sikap Claude yang tidak tahu malu. Claude melepaskan tangan Lillia, lalu berlutut dan meraih pergelangan kakinya untuk mengangkatnya.Lillia merasa sakit hingga menarik napas dengan pelan. Dia melihat Claude melepaskan sepatu hak tingginya dan meletakkan kedua tangan di atas kakinya. Telapak tangan Claude yang memegang pergelangan kakinya, membuat tubuhnya terus bergetar. Lillia merasa seluruh tubuhnya merinding dan kulitnya menjadi tegang.Saat Claude meremas kakinya dengan kuat, Lillia berteriak kesakitan dan menggenggam selimutnya den
Claude tidak berbicara lebih banyak lagi. Setelah membantu Lillia memijat pergelangan kakinya cukup lama, dia baru berdiri dan pergi. Lillia juga tidak merasa kamar itu sepi dan dingin setelah dia pergi. Sebenarnya, setelah keduanya sering tidur bersama, sepertinya semuanya selalu seperti hari ini. Suasananya hening dan tidak ada kehangatan.Claude meninggalkan kamar Lillia dan menutup pintunya dengan pelan, lalu berjalan ke kamarnya sendiri.Claude baru saja masuk ke kamarnya, pintu kamar yang lain terbuka. Seorang desainer wanita bernama Rosabel sedang berdiri di pintu sambil membawa kantong sampah. Dia menyipitkan matanya dan menatap pintu kamar Claude dengan mata yang berbinar.Lillia tidak banyak tidur belakangan ini. Namun setelah ribut dengan Claude, dia akhirnya tidur dengan nyenyak dan merasa sangat bersemangat saat bangun. Meskipun pergelangan kakinya masih sakit, dia masih bisa berjalan dengan normal. Asalkan tidak berjalan terlalu cepat, dia masih bisa menahan rasa sakitnya
Pandangan semua orang tertuju kepada Adelio.Setelah melihat Lillia dan Nikita sebentar, Adelio tiba-tiba berkata dengan ekspresi aneh, "Kalau kalian salah paham tentang masalah Pak Claude memapahnya ke dalam kamar semalam, aku bisa menjadi saksinya juga.""Jam berapa kamu melihat Pak Claude memapahnya masuk ke kamar?" Rosabel segera mencoba menggali informasi dari Adelio.Adelio memandang Rosabel dan mengangkat bahunya. "Lebih aneh lagi, kamu posting Instagram pada pukul empat pagi dan sekarang menanyakanku waktunya. Kamu sengaja ya?"Rosabel langsung tersenyum dingin. "Maksudmu, aku posting Instagram pada pukul empat pagi sengaja untuk memfitnahnya ya?"Ekspresi Adelio terlihat cuek. "Aku nggak tahu ya. Siapa yang nggak tidur pada pukul empat pagi? Bahkan Pak Claude juga harus tidur. Lagi pula, semalam kakinya terkilir saat sedang berjalan-jalan di taman dan kebetulan bertemu dengan Pak Claude di lift. Pak Claude hanya berbaik hati memapahnya, kalian langsung membuatnya terdengar seo
Lillia menatap Nikita dengan tatapan tenang. "Merayu? Memangnya kamu pantas bicara seperti itu?"Menghadapi aura Lillia yang mendominasi, hati Nikita merasa takut. Lillia tahu Claude sudah menikah dan pasti akan melibatkannya dalam masalah ini jika Lillia benar-benar sudah terdesak. Nikita mengalihkan pandangan dan segera menjelaskan dengan ekspresi yang tertekan, "Lillia, aku juga demi reputasi Kak Moonela. Aku memang nggak melihat apakah Claude benar-benar keluar dari kamarmu pada pukul empat pagi. Tapi kalau Rosabel bilang dia melihatnya, tidak mungkin dia bohong, 'kan?""Rosabel, bagaimana kalau kita cari waktu untuk bertanya kepada Pak Claude? Kalau kamu terus begini, aku juga nggak sanggup menjawabmu karena aku nggak tahu dia datang ke kamarku pada pukul empat pagi." Lillia sudah meyakinkan dirinya tidak akan mengakui hal ini. Kali ini memang masalah Claude, mengapa dia yang harus menanggung tekanan dari opini publik?Tanpa menunggu Rosabel berbicara, Lillia melanjutkan, "Siapa y
Moonela berhasil membujuk Lillia, wanita ini pun tidak mencemaskan terlalu banyak lagi.Pagi ini, Lillia selesai membuat model baju. Dia akan mencari Nikita untuk mengukurnya langsung. Jadi, setelah makan siang, Lillia membawa model baju itu dan menemui Nikita yang berada di taman.Begitu melihat Lillia, Nikita langsung menyapa, "Lillia, kenapa kamu membawa model baju kemari?""Kamu model kami, aku harus mencocokkan ukurannya denganmu," sahut Lillia dengan tenang.Nikita duduk di kursi taman sembari menggoyangkan kipas lipat di tangannya. Dia membalas, "Maaf, tapi aku sedang melakukan pemotretan. Tunggu sebentar, ya."Para desainer dan model yang berada di samping pun tersenyum sinis untuk mengejek Lillia. Namun, Lillia tidak takut. Dia maju, lalu menatap Nikita dengan tegas sambil berkata, "Bu Moonela sedang menunggu. Setelah aku mengukur, dia akan mulai membuat bajunya. Aku hanya butuh 10 menit untuk mengukurnya."Nikita mengernyit mendengarnya. Dia menimpali dengan agak jengkel, "As