Share

Bab 5

Claude memandang Lillia sambil merengut. Dia benar-benar tidak paham dengan apa yang ingin dilakukan Lillia. Bagaimana pekerjaannya yang rendahan dan selalu diperintah-perintah orang ini bisa dibandingkan dengan kehidupannya di Keluarga Hutomo?

Claude tak kuasa menyindirnya, "Kalau nggak bisa merendahkan gengsi, jangan kerja di bidang pelayanan."

Lillia merasa tersinggung mendengar hal ini. Kedua orang ini benar-benar pandai memutarbalikkan fakta. Sudut bibir Lillia berkedut sejenak, lalu berkata dengan tidak segan, "Boleh saja, kalau begitu aku akan menyuruh orang lain untuk melayanimu. Semoga saja kamu bisa berhasil mendapatkan kontak Lorraine agar bisa memberikan bisnis untuk kami."

Begitu melontarkan perkataan itu, Lillia langsung menyuruh asistennya untuk masuk dan berpesan secara khusus, "Jangan sampai mengungkit identitasku." Setelah itu, Lillia kembali menambahkan dengan nada kejam, "Kalau dia tanya, bilang saja suami Lorraine baru meninggal, jadi dia nggak berniat untuk desain."

Mau mencari Lorraine? Teruskan saja mimpinya!

Asisten itu menanggapi sekilas, lalu berjalan masuk ke ruang ganti. Kebetulan dia mendengar Nikita sedang mengeluh pada Claude, "Lihat saja sikapnya itu. Aku hanya sangat menyukai gaun ini, jadi memintanya untuk memberikan nomor kontak Lorraine. Tapi dia malah begini! Sikap pelayan zaman sekarang memang buruk sekali."

Claude merasa pusing mendengarkan keluhan Nikita. Dia hanya membalas, "Untuk apa kamu perhitungan dengan pelayan toko kecil sepertinya? Aku akan menyuruh orang untuk mencarikan Lorraine untuk bertemu denganmu."

Asisten itu mengerucutkan bibirnya tanpa sadar. Dalam hatinya membatin, 'Jelas-jelas Lorraine ada di hadapanmu, kamu malah menyinggung orangnya. Malah masih mau mencari Lorraine pula ....'

Setelah itu, asisten tersebut menyampaikan perkataan Lillia dengan ekspresi datar, "Maaf, suami Lorraine meninggal, dia tidak ingin bertemu klien sekarang."

Kelopak mata Claude berkedut, dia berkata, "Kalau begitu tunggu saja dulu." Kasihan juga wanita itu baru menjanda.

....

Setelah menghadapi Claude, Lillia jadi tidak mengantuk lagi. Dia menelepon Moonela, "Hari ini aku dapat 18,7 miliar. Cepat adakan jamuan perayaan untukku." Begitu mendengar perkataan itu, Moonela langsung tahu bahwa gaun pengantin itu telah terjual.

Lagi pula Lillia sudah bercerai, menjual gaun pengantin itu juga bukan sebuah ide yang buruk. Hanya saja dia merasa penasaran, "Orang bodoh mana .... Eh, maksudnya, raja mana yang begitu murah hati?"

"Claude," kata Lillia seraya tersenyum getir, "Dia membelikannya untuk Nikita."

Moonela hampir saja berteriak, "Kalau begitu kamu masih menjualnya?"

Mata Lillia memerah, tetapi dia berusaha menahan air matanya. "Nggak rugi juga. Cukup untuk menutup pengeluaran kita selama setahun!"

Hanya saja, kerja keras Lillia selama tiga tahun ini jadi sia-sia. Gaun itu malah jadi milik orang lain. Dijual dengan harga 18,7 miliar karena tanggal pengambilan akta nikah mereka adalah 18 Juli. Mungkin Claude sendiri juga sudah tidak ingat lagi.

Malam itu, Lillia minum banyak sekali anggur. Moonela juga menemaninya minum hingga mabuk. Lillia memanggil taksi untuk mengantarkannya pulang. Setelah itu, dia memanggil taksi untuk kembali ke toko.

Di tengah jalan, dia tiba-tiba teringat bahwa Claude belum melihat surat cerai yang diletakkannya. Lillia harus mengirimkan surat itu besok, jadi dia menyuruh sopir mengubah arah dan membawanya ke "rumah" yang ditinggalinya selama 3 tahun itu.

Taksi itu berhenti di depan pintu rumahnya. Lillia membayar ongkos taksi, lalu masuk ke rumah dengan langkah sempoyongan. Begitu masuk ke rumah, dia ditekan ke pintu dengan kasar, lalu pria itu memaksa untuk menciumnya.

Lillia masih setengah sadar, aroma tubuh yang familier dan suhu tubuh pria itu merangsang indra penciuman Lillia, membuatnya hampir saja menangis. Jika Claude bisa begitu berinisiatif beberapa hari yang lalu, Lillia mungkin akan kegirangan sekali.

Namun saat mengingat Claude datang untuk mencoba gaun pengantin di toko bersama Nikita hari ini, hati Lillia langsung membeku. Dia mendorong Claude, lalu menyeka bibirnya dengan jijik. "Nikita nggak bisa memuaskanmu sampai kamu nggak pilih-pilih pasangan ya?"

Jelas sekali Claude juga baru saja pulang, dia masih belum mengganti pakaiannya. Dia menatap wanita di hadapannya dan berkata, "Lalu bagaimana denganmu? Katanya mau bercerai, kenapa datang ke sini di tengah malam? Kamu nggak sanggup bekerja karena terlalu menderita?"

Lillia bisa merasakan kecuekan dalam suara Claude. Dia mengepalkan tangan dengan erat, lalu berkata dengan kesal, "Uangnya nggak sebanyak saat kerja denganmu, tapi nggak lebih menderita daripada dulu."

Setelah itu, Lillia berjalan melewati sisinya dan membuka lampu di ruang tamu. Dia mengambil surat cerai dan kartu bank di meja, lalu menyodorkannya pada Claude. "Aku sengaja pulang untuk mengambil ini. Kebetulan kamu ada di sini sekarang, aku nggak perlu capek-capek antarkan lagi besok."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status