Flashback"Maafkan aku, Arya. Bukan keimginanku untuk menguringmu disini" kata Karina dengan suara lembut, "Semua aku lakukan, karena aku cuma ingin melindungimu."Arya meliriknya sekilas, wajahnya penuh dengan kemarahan yang tertahan. "Melindungiku? Kamu mengurungku di sini, Karina. Aku bukan tahananmu."Karina tersenyum kecil, seolah tak terganggu oleh nada suaranya. "Aku tahu kamu marah, tapi tolong makan dulu. Kamu pasti lapar."Arya menatap makanan itu ragu-ragu. Ia tahu Karina sangat manipulatif, tapi rasa laparnya akhirnya mengalahkan logika. Dengan enggan, ia mengambil sendok dan mulai makan makanan itu."Baiklah, setelah ini, aku berharap kamu berhenti menggangguku," gumamnya sambil menyendok nasi ke mulut.Karina hanya tersenyum dan meninggalkannya sendirian. Setelah selesai makan, Arya merasa tubuhnya semakin lemas. Matanya mulai berat, dan kesadarannya perlahan-lahan memudar.Keesokan harinya, Arya terbangun dengan perasaan aneh. Seketika itu, dia terlonjak kaget saat meli
"Kalau anak itu memang anakmu, apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu akan membiarkan Karina membesarkannya sendirian?"Arya menggeleng dengan mantap. "Aku nggak akan lepas tanggung jawab, Rina. Kalau memang anak itu anakku, aku akan menafkahinya. Aku akan memastikan dia mendapatkan apa pun yang dia butuhkan. Tapi aku nggak akan menikahi Karina."Rina mengerutkan kening, hatinya terasa berat. "Arya, aku nggak tahu apa aku bisa menerima ini. Bagaimana dengan status anak itu? Dia punya hak untuk memiliki keluarga yang utuh."Arya menatap Rina, wajahnya penuh kesungguhan. "Dengar, Rina. Kalau Karina ingin status untuk anak itu, maka aku punya solusi. Anak itu akan menjadi anak kita. Kamu dan aku akan mengadopsinya."Rina terkejut mendengar pernyataan Arya. "Adopsi? Kamu serius, Arya? Bagaimana kalau Karina tidak setuju?"Arya menghela napas panjang, tangannya meremas-remas lututnya. "Hanya ini satu-satunya cara untuk menghadapi drama gila Karina. Aku tidak akan membiarKn dia selalu memgaca
"Keisha sudah tidur?" tanya Arya saat lelaki itu masuk ke dalam kamar.Rina mengangguk. Arya menatap istrinya dengan mata berbinar. Bathrobe yang Rina kenakan sedikit tersingkap membuat dadanya sedikit terlihat. Namun, sepertinya, Rina tak menyadari hal itu.Pria iru pun merangkak naik ke ranjang dan mengungkung istrinya. "Mas, kamu mau apa?" tanya Rina yang mendadak tegang malam ini. Padahal, sebelumnya, mereka pernah melakukannya."Bolehkah aku meminta hakku malam ini, Sayang?" bisik Arya yang tanpa menunggu jawaban langsung mencium bibir merah sang istri yang sedari tadi menggodanya. Ciuman itu pun turun ke leher memberikan gelanyar aneh di tubuh Rina."Mas ...." desahnya.Arya tak bisa lagi menahan hasratnya. Lelaki itu terus menyentuh titik sensitif Rina membuat wanita itu mencengkeram sprei kamar hotel itu dengan kuat menahan hasrat.Arya yang terus menyerang setiap titik tubuh Rina membuat rasa takut seolah menghilang berganti dengan kenikmatan yang membuat Rina mendesah manja
"Mas, kamu belum mandi ya?" tanya Rina sambil menutup hidungnya."Sudah sayang, bahkan Mas udah dua kali loh, mandinya," protes Arya sedikit kesal saat dirinya dibilang bau oleh sang istri."Kalau gitu, aku makan di kamar saja. Aku mual kalau deket-deket kamu, Mas," kesal Rina lalu membawa makanannya ke kamar.Arya kembali duduk di ruang makan dengan wajah lesu. Sudah beberapa hari ini, Rina selalu mengeluh bau tubuhnya. Padahal, Arya selalu mandi dan memakai parfum agar Rina tidak mual. Namun, tetap saja sama. Rina tetap mual jika berdekatan dengannya. "Papa, Mama kenapa sih? Kok Mama nggak mau ketemu Papa?" tanya Keisha dengan polos.Arya menggeleng, mencoba tersenyum walau hatinya gelisah. "Mama kamu mungkin lagi butuh waktu, Sayang. Papa juga nggak tahu kenapa Mama begitu."Keisha memiringkan kepala, lalu menepuk tangan ayahnya. "Papa jangan sedih, ya. Keisha akan coba tanya Mama lagi."---Di kamar, Rina duduk di tepi ranjang sambil memegang perutnya. Air matanya mengalir tanpa
"Sayang, kata dokter, supaya kamu cepat melahirkan, kamu harus sering-sering colek aku. Nih coba lihat video-nya dokter yang viral itu!" kata Arya sambil menunjukkan salah satu video di tok tok.Rina mengerutkan dahinya. "Bilang aja kamu lagi pengen. Pake kata dokter segala," sindir Rina.Arya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hehehe, kamu tahu aja."Rina pun tersenyum. Lalu masuk ke dalam kamar. Dia memang sudah mempersiapkan diri, ingin memberikan suaminya servis terbaik sebelum lelaki itu harus berpuasa lama setelah dia melahirkan.Tak lama, Rina pun keluar dengan gaun satin tanpa lengan yang pendek dengan pose yang begitu menantang. "Baby, wanna play?"Arya pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Lelaki itu langsung menggendong istrinya ke kamar kemudian menaruhnya di ranjang."Mencoba menggodaku? Hhhmm?"Rina hanya tersenyum. Kemudian menarik Arya dan menyatukan bibir mereka. Tak lama, suara erangan dan desahan menggema di seluruh ruangan.Saat di tengah permainan, Rina sudah
20 Tahun Kemudian"Kak, bagaimana Mahendra?" tanya Arya pada sang putri saat mereka sedang sarapan.Sebelum memjawab, wanita berusia 28 tahun itu melirik adiknya. "Sejauh ini aman sih, Pa. Hanya saja, Arfan selalu santai dalam mengerjakan apapun. Entah bagaimana proyek Arkana di tangannnya."Arya memang sangat memanjakan Arfan. Lelaki itu selalu meminta bantuam sang ayab saat melakukan kesalahan."Bagaimana, Dek? Apa proyek Arkana berjalan dengan lancar? Ingat, jangan sampai kamu melakukan kesalahan," Arya mengingatkan putra semata wayangnya."Beres, Pa. Papa tenang saja, proyek ini pasti berhasil," sahut pemuda berusia 24 tahun itu.Meski ada rasa iri di hatinya karena sang kakak yang hanya menaruhnya di perusahaan cabang, tetapi, Arfan tidak berani protes. Karena baik sang ayah maupun sang ibu tak pernah mengizinkan dia memegang kantor pusat.---Di Kantor Mahendra Corp.Keisha duduk di ruangannya, menatap laporan keuangan sambil menghela napas panjang. Ia lalu menekan tombol interk
Malam ini, Arfan mengajak Nadin makan malam romantis di sebuah restoran mewah. Ia berencana melamar wanita yang dicintainya itu. “Nadin, aku ingin membangun masa depan bersamamu. Aku ingin kita menikah.” Kata Arfan sambil menatap Nadin penuh harap. Nadin terdiam. Wajahnya pucat, tangannya gemetar. Namun, sebisa mungkin, dia merubah wajahnya kembali seperti semula."Aku akan bilang sama Mama, dulu," ucapnya gugup.Arfan pun mengangguk. "Sabtu besok, kita akan bicarakan masalah ini dengan kedua orang tuamu dan ibumu. Kita bertemu di resto Gama."Malam itu, di restoran mewah di pusat kota, pertemuan dua buah keluarga telah digelar. Mereka akan membahas tentang pertunangan Arfan dan Nadin.Rina dan Arya duduk berdampingan, menatap calon menantu mereka dengan penuh rasa ingin tahu. Keisha, yang masih sedikit curiga pada Nadin, duduk dengan sikap waspada."Jadi, Nadin," Arya membuka percakapan, "bisakah kau ceritakan sedikit tentang keluargamu?"Nadin tersenyum tipis, tetapi tangannya ter
"Kamu dimana, Arfan?" gumam Keisha saat teleponnya tidak diangkat oleh sang adik. Keisha khawatir, karena adiknya itu tiba-tiba menghilang sejak peristiwa di restoran malam itu. Apalagi, tak satupun pesan dan teleponnya dijawab oleh Arfan membuat wanita semakin merasa cemas. Keisha duduk di ruangannya dengan wajah masam. “Arfan benar-benar bertingkah sekarang.” Rina masuk ke kantor putrinya dengan membawa dua cangkir kopi. “Berilah dia waktu, Keisha. Luka karena kebohongan itu tidak mudah disembuhkan.” Keisha menghela napas berat. “Aku tidak suka ini, Mom. Aku takut Arfan akan kembali ke Nadin dan itu akan menjadi bencana buat kita. Apalagi, jika Nadin benar-benar menuruti kemauan ibunya untuk menghancurkan kita.” Rina menatap putrinya dengan lembut. “Cinta tidak bisa dipaksakan Keisha. Jika Arfan memang mencintai Nadin, maka kita harus mempercayainya.” Keisha menatap ibunya dengan ragu. “Tapi bagaimana kalau ini jebakan Karina?” Rina menghela napas. “Itulah yang harus
"Kamu dimana, Arfan?" gumam Keisha saat teleponnya tidak diangkat oleh sang adik. Keisha khawatir, karena adiknya itu tiba-tiba menghilang sejak peristiwa di restoran malam itu. Apalagi, tak satupun pesan dan teleponnya dijawab oleh Arfan membuat wanita semakin merasa cemas. Keisha duduk di ruangannya dengan wajah masam. “Arfan benar-benar bertingkah sekarang.” Rina masuk ke kantor putrinya dengan membawa dua cangkir kopi. “Berilah dia waktu, Keisha. Luka karena kebohongan itu tidak mudah disembuhkan.” Keisha menghela napas berat. “Aku tidak suka ini, Mom. Aku takut Arfan akan kembali ke Nadin dan itu akan menjadi bencana buat kita. Apalagi, jika Nadin benar-benar menuruti kemauan ibunya untuk menghancurkan kita.” Rina menatap putrinya dengan lembut. “Cinta tidak bisa dipaksakan Keisha. Jika Arfan memang mencintai Nadin, maka kita harus mempercayainya.” Keisha menatap ibunya dengan ragu. “Tapi bagaimana kalau ini jebakan Karina?” Rina menghela napas. “Itulah yang harus
Malam ini, Arfan mengajak Nadin makan malam romantis di sebuah restoran mewah. Ia berencana melamar wanita yang dicintainya itu. “Nadin, aku ingin membangun masa depan bersamamu. Aku ingin kita menikah.” Kata Arfan sambil menatap Nadin penuh harap. Nadin terdiam. Wajahnya pucat, tangannya gemetar. Namun, sebisa mungkin, dia merubah wajahnya kembali seperti semula."Aku akan bilang sama Mama, dulu," ucapnya gugup.Arfan pun mengangguk. "Sabtu besok, kita akan bicarakan masalah ini dengan kedua orang tuamu dan ibumu. Kita bertemu di resto Gama."Malam itu, di restoran mewah di pusat kota, pertemuan dua buah keluarga telah digelar. Mereka akan membahas tentang pertunangan Arfan dan Nadin.Rina dan Arya duduk berdampingan, menatap calon menantu mereka dengan penuh rasa ingin tahu. Keisha, yang masih sedikit curiga pada Nadin, duduk dengan sikap waspada."Jadi, Nadin," Arya membuka percakapan, "bisakah kau ceritakan sedikit tentang keluargamu?"Nadin tersenyum tipis, tetapi tangannya ter
20 Tahun Kemudian"Kak, bagaimana Mahendra?" tanya Arya pada sang putri saat mereka sedang sarapan.Sebelum memjawab, wanita berusia 28 tahun itu melirik adiknya. "Sejauh ini aman sih, Pa. Hanya saja, Arfan selalu santai dalam mengerjakan apapun. Entah bagaimana proyek Arkana di tangannnya."Arya memang sangat memanjakan Arfan. Lelaki itu selalu meminta bantuam sang ayab saat melakukan kesalahan."Bagaimana, Dek? Apa proyek Arkana berjalan dengan lancar? Ingat, jangan sampai kamu melakukan kesalahan," Arya mengingatkan putra semata wayangnya."Beres, Pa. Papa tenang saja, proyek ini pasti berhasil," sahut pemuda berusia 24 tahun itu.Meski ada rasa iri di hatinya karena sang kakak yang hanya menaruhnya di perusahaan cabang, tetapi, Arfan tidak berani protes. Karena baik sang ayah maupun sang ibu tak pernah mengizinkan dia memegang kantor pusat.---Di Kantor Mahendra Corp.Keisha duduk di ruangannya, menatap laporan keuangan sambil menghela napas panjang. Ia lalu menekan tombol interk
"Sayang, kata dokter, supaya kamu cepat melahirkan, kamu harus sering-sering colek aku. Nih coba lihat video-nya dokter yang viral itu!" kata Arya sambil menunjukkan salah satu video di tok tok.Rina mengerutkan dahinya. "Bilang aja kamu lagi pengen. Pake kata dokter segala," sindir Rina.Arya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hehehe, kamu tahu aja."Rina pun tersenyum. Lalu masuk ke dalam kamar. Dia memang sudah mempersiapkan diri, ingin memberikan suaminya servis terbaik sebelum lelaki itu harus berpuasa lama setelah dia melahirkan.Tak lama, Rina pun keluar dengan gaun satin tanpa lengan yang pendek dengan pose yang begitu menantang. "Baby, wanna play?"Arya pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Lelaki itu langsung menggendong istrinya ke kamar kemudian menaruhnya di ranjang."Mencoba menggodaku? Hhhmm?"Rina hanya tersenyum. Kemudian menarik Arya dan menyatukan bibir mereka. Tak lama, suara erangan dan desahan menggema di seluruh ruangan.Saat di tengah permainan, Rina sudah
"Mas, kamu belum mandi ya?" tanya Rina sambil menutup hidungnya."Sudah sayang, bahkan Mas udah dua kali loh, mandinya," protes Arya sedikit kesal saat dirinya dibilang bau oleh sang istri."Kalau gitu, aku makan di kamar saja. Aku mual kalau deket-deket kamu, Mas," kesal Rina lalu membawa makanannya ke kamar.Arya kembali duduk di ruang makan dengan wajah lesu. Sudah beberapa hari ini, Rina selalu mengeluh bau tubuhnya. Padahal, Arya selalu mandi dan memakai parfum agar Rina tidak mual. Namun, tetap saja sama. Rina tetap mual jika berdekatan dengannya. "Papa, Mama kenapa sih? Kok Mama nggak mau ketemu Papa?" tanya Keisha dengan polos.Arya menggeleng, mencoba tersenyum walau hatinya gelisah. "Mama kamu mungkin lagi butuh waktu, Sayang. Papa juga nggak tahu kenapa Mama begitu."Keisha memiringkan kepala, lalu menepuk tangan ayahnya. "Papa jangan sedih, ya. Keisha akan coba tanya Mama lagi."---Di kamar, Rina duduk di tepi ranjang sambil memegang perutnya. Air matanya mengalir tanpa
"Keisha sudah tidur?" tanya Arya saat lelaki itu masuk ke dalam kamar.Rina mengangguk. Arya menatap istrinya dengan mata berbinar. Bathrobe yang Rina kenakan sedikit tersingkap membuat dadanya sedikit terlihat. Namun, sepertinya, Rina tak menyadari hal itu.Pria iru pun merangkak naik ke ranjang dan mengungkung istrinya. "Mas, kamu mau apa?" tanya Rina yang mendadak tegang malam ini. Padahal, sebelumnya, mereka pernah melakukannya."Bolehkah aku meminta hakku malam ini, Sayang?" bisik Arya yang tanpa menunggu jawaban langsung mencium bibir merah sang istri yang sedari tadi menggodanya. Ciuman itu pun turun ke leher memberikan gelanyar aneh di tubuh Rina."Mas ...." desahnya.Arya tak bisa lagi menahan hasratnya. Lelaki itu terus menyentuh titik sensitif Rina membuat wanita itu mencengkeram sprei kamar hotel itu dengan kuat menahan hasrat.Arya yang terus menyerang setiap titik tubuh Rina membuat rasa takut seolah menghilang berganti dengan kenikmatan yang membuat Rina mendesah manja
"Kalau anak itu memang anakmu, apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu akan membiarkan Karina membesarkannya sendirian?"Arya menggeleng dengan mantap. "Aku nggak akan lepas tanggung jawab, Rina. Kalau memang anak itu anakku, aku akan menafkahinya. Aku akan memastikan dia mendapatkan apa pun yang dia butuhkan. Tapi aku nggak akan menikahi Karina."Rina mengerutkan kening, hatinya terasa berat. "Arya, aku nggak tahu apa aku bisa menerima ini. Bagaimana dengan status anak itu? Dia punya hak untuk memiliki keluarga yang utuh."Arya menatap Rina, wajahnya penuh kesungguhan. "Dengar, Rina. Kalau Karina ingin status untuk anak itu, maka aku punya solusi. Anak itu akan menjadi anak kita. Kamu dan aku akan mengadopsinya."Rina terkejut mendengar pernyataan Arya. "Adopsi? Kamu serius, Arya? Bagaimana kalau Karina tidak setuju?"Arya menghela napas panjang, tangannya meremas-remas lututnya. "Hanya ini satu-satunya cara untuk menghadapi drama gila Karina. Aku tidak akan membiarKn dia selalu memgaca
Flashback"Maafkan aku, Arya. Bukan keimginanku untuk menguringmu disini" kata Karina dengan suara lembut, "Semua aku lakukan, karena aku cuma ingin melindungimu."Arya meliriknya sekilas, wajahnya penuh dengan kemarahan yang tertahan. "Melindungiku? Kamu mengurungku di sini, Karina. Aku bukan tahananmu."Karina tersenyum kecil, seolah tak terganggu oleh nada suaranya. "Aku tahu kamu marah, tapi tolong makan dulu. Kamu pasti lapar."Arya menatap makanan itu ragu-ragu. Ia tahu Karina sangat manipulatif, tapi rasa laparnya akhirnya mengalahkan logika. Dengan enggan, ia mengambil sendok dan mulai makan makanan itu."Baiklah, setelah ini, aku berharap kamu berhenti menggangguku," gumamnya sambil menyendok nasi ke mulut.Karina hanya tersenyum dan meninggalkannya sendirian. Setelah selesai makan, Arya merasa tubuhnya semakin lemas. Matanya mulai berat, dan kesadarannya perlahan-lahan memudar.Keesokan harinya, Arya terbangun dengan perasaan aneh. Seketika itu, dia terlonjak kaget saat meli
“Siapa ya sore-sore begini?” gumam Arya sambil berjalan ke pintu.Ketika pintu terbuka, sosok Karina berdiri di sana dengan wajah penuh air mata. Arya terkejut sejenak, tetapi segera menguasai diri. Rina yang ikut melihat dari ruang tamu, langsung berdiri di samping Arya.“Karina? Apa yang kamu lakukan di sini?” Arya berkata dingin, langkahnya maju untuk menutup pintu.Namun, Rina mengangkat tangannya, memberi isyarat pada Arya untuk menahan diri. "Arya, biarkan dia masuk. Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu," ucap Rina dengan sopan.Arya memandang Rina, bingung dengan keputusannya. Namun, ia memilih menurut, meski wajahnya menunjukkan ketidaksukaan.“Masuklah, Karina,” ajak Rina sambil melangkah mundur.Karina melangkah masuk dengan langkah gontai. Ia duduk di sofa, tubuhnya sedikit gemetar, air mata terus mengalir di pipinya. Arya dan Rina saling pandang, mencoba bertanya, tetapi keduanya kemudian mengedikkan bahunya bersamaan.“Karina, kenapa kamu menangis?” tanya Rina lembut s