Mata Kalea melebar mendengar ucapan Alby. Ada angin apa Alby mau mengantarkan Kalea ke dokter. Padahal kemarin-kemarin Alby tak pernah sebaik ini padanya.“Sekalian, kamu ganti dokter kandunganmu.”Keterkejutan Kalea semakin menjadi-jadi ketika Alby memberikan perintah itu. “Kenapa aku harus ganti dokter?” Dia merasa tidak terima. Sejak awal kehamilan, dia sudah memeriksakan pada dr. Derran. Jadi tetap mau diperiksa oleh dr. Derran.“Karena dokter kandunganmu sekarang laki-laki. Aku mau kamu diperiksa dokter perempuan.” Alby ingin menjauhkan Kalea dari dr. Derran.“Sejak aku hamil Kyna. Dr. Derran yang membantu melahirkan. Jadi dia tahu kondisi aku sejak awal. Jadi aku mau dia yang membantu melahirkan.” Kalea tetap menolak alasan Alby. Menurutnya alasannya masuk akal.“Setiap dokter sama saja. Asal baca rekam medis, tentu saja dia akan mengerti.”“Aku tidak mau.”Alby merasa Kalea benar-benar keras kepala. Tidak bisa dinasehati sama sekali. Berbeda sekali dengan Kalea yang dulu. Begi
Dr. Derran menatap bingung ketika melihat Alby yang membuka pintu tanpa permisi. Beruntung dia sedang tidak melakukan pemeriksaan USG, di mana perut ibu hamil kelihatan.Alby melihat ke arah dalam ruangan pemeriksaan, tetapi tidak mendapati Kalea di sana.“Maaf.” Alby segera menutup pintu ruangan dokter. “Kamu cari Kalea, Mas?” Sandra gemas sekali dengan apa yang dilakukan oleh Alby. Alby memilih mengabaikan Sandra. Kemudian mengedarkan pandangannya ke sekitar untuk mencari Kalea. Dari kejauhan dia melihat Kalea berjalan ke arah ruang pemeriksaan. Dengan segera Alby menghampiri Kalea. “Dari mana kamu?” tanya Alby kesal. Kalea bingung kenapa tiba-tiba saja Alby marah padanya. Padahal tadi Alby begitu baik padanya. “Dari toilet.” “Kenapa tidak memberitahu aku?” Dahi Kalea berkerut dalam. “Kamu ada di dalam, bagaimana bisa memberitahu kamu.” Yang dikatakan Kalea memang benar, tapi Alby tidak mau disalahkan. “Kamu bisa kirim pesan ke aku.”Kalea hanya bisa mengembuskan napas kas
Alby langsung menolak keras apa yang diinginkan Kalea itu. Tentu saja itu membuat Kalea langsung bingung. “Kenapa Mas Alby menolak aku melahirkan normal?” Melahirkan normal artinya melalui organ intim, dan Alby tikak mau organ intim Kalea dilihat oleh dr. Derran. “Aku tidka mau kamu melahirkan normla. Aku mau kamu selamat. Operasi menurutku memiliki peluang untuk selamat lebih banyak. Jadi aku rasa, kamu harus operasi lagi.” Namun, Alby tidak bisa secara gamblang menjelaskan alasannya pada Kalea. Apalagi sekarang statusnya bukan suami Kalea lagi. “Tapi, aku mau merasakan juga melahirkan normal, Mas.” Kalea sepertinya sama keras kepalanya dengan Alby. “Pak-Bu. Sebaiknya itu dibicarakan di rumah saja. Kalian bisa diskusikan dulu mau melahirkan normal atau operasi. Sambil nanti menunggu perkembangan kesehatan Bu Kalea. Masih ada tujuh bulan ke depan. Jadi saya rasa masih bisa dibicarakan dengan baik.” Mendengar perdebatan itu, dr. Derran langsung mengambil alih. Tak mau obrolan sem
Alby menimbang permintaan Kalea itu. Tidak mungkin meninggalkan ibu, tapi dia ingin Kalea juga ikut. Rasanya Alby dilema sekali.“Kyna saja yang ikut, biar Kalea jaga ibu.” Sandra mencoba membujuk Alby untuk tidak mengajak Kalea.Apa yang dilakukan Sandra itu jelas membuat Kyna senang karena dengan begitu dia tidak perlu ikut. Tidak apalah anaknya ikut. Alby pasti akan menjaga anaknya dengan baik.“Baiklah, kamu di rumah jaga ibu, tapi ingat, jangan ke mana-mana!” Alby akhirnya setuju, meskipun memberikan peringatan keras pada Kalea.“Iya.” Untuk saat ini, Kalea memilih mengiyakan saja, agar lepas dari Alby.****Sesuai rencana Alby dan Sandra. Hari ini mereka akan pergi ke pantai bersama Kyna.“Nanti, Kyna di sana harus dengar kata papa.” Sambil mengikat rambut Kyna, Kalea memberitahu anaknya itu.“Kenapa Mama tidak ikut?” tanya Kyna.“Mama harus jaga nenek. Jadi Mama tidak ikut.”Kyna tampak mengangguk-anggukkan kepalanya, mengerti yang dikatakan sang mama.Kalea bersyukur sang anak
Kalea benar-benar takut ketika Alby menghubungi. Tadi Alby sudah memperingatkan Kalea untuk tidak pergi, tetapi dia pergi juga.“Kenapa tidak diangkat, Kalea?” Dr. Derran merasa bingung kenapa Kalea tidak mengangkat sambungan telepon itu.“Mas Alby minta saya tidak ke mana-mana sebenarnya.” Kalea tampak panik.“Tenanglah dulu, lalu angkat teleponnya.” Dr. Derran berusaha menangkan Kalea.Kalea mengambil napas perlahan, kemudian mengangkat sambungan telepon dari Alby. “Iya, Mas.”“Di mana kamu?”Pertanyaan itu seketika membuat Kalea bingung harus menjawab apa.“Aku lihat CCTV kamu pergi dengan ibu, ke mana kamu?”“Aku dan ibu—“Belum selesai Kalea menjawab tiba-tiba Bu Salma meraih ponselnya. “Alby.”Kalea cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Bu Salma. Tidak terpikirkan sama sekali jika Bu Salma akan mengambil ponselnya seperti itu.“Ibu.” Alby di seberang sana cukup terkejut dengan ibunya yang bicara. “Ibu lagi di mana?” Saat suara ibu yang bicara, Alby menggunakan kesempatan itu
Kyna keluar dari kamar tidak mendapati papanya di kamar. Dia merasa begitu takut. “Papa.” Kyna memanggil sang papa. Sayangnya, tak kunjung datang. Alby yang ada di kamar buru-buru menjauhkan dari tubuh Sandra. “Mas, kenapa berhenti?” Sandra kesal karena saat sedang enak-enaknya, tapi justru Alby berhenti.“Kyna memanggil.” Alby meraih bajunya, kemudian memakainya. “Mas, tapi aku belum puas.” Sandra merengek. “Sudah, nanti bisa dilanjut lagi.” Alby segera keluar dari kamar dan menghampiri sang anak. “Papa.” Kyna senang ketika melihat papanya. “Anak Papa.” Alby menggendong Kyna dan membawanya ke kamar. Dia menemani Kyna untuk tidur lagi. Di kamar sebelah, Sandra harus gigit jari karena ditinggal Alby. Kepuasannya akhirnya tidak tersalurkan karena Alby memilih ke kamar anaknya. ****Kalea merasa sepi sekali ketika tidak ada Kyna. Baginya memang kehadiran Kyna saat berarti.Tadi Alby sempat mengirim pesan foto Kyna yang bermain di pantai. Tampak begitu bahagia sekali. Kalea be
Mata Alby langsung membulat sempurna. Terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan Kalea. “Kerja? Untuk apa kamu kerja?” “Untuk aku, memangnya untuk apa lagi?” “Aku bisa memberimu uang, kenapa harus bekerja?” Alby merasa tidak terima dengan jawaban Kalea. “Setelah kita berpisah, aku harus punya penghasilan sendiri. Jadi aku harus bersiap dari sekarang.”Jawaban Kalea itu menegaskan jika Kalea tetap mau bercerai dari Alby. Seolah keputusannya itu sudah bulat dan tidak bisa dicegah.Alby menahan amarah ketika Kalea mengatakan itu. Namun, dia ingat apa kata pengacara. Jika semakin Kalea dilarang, semakin dia akan berontak. “Kerja di mana kamu?” “Di toko bunga, kebetulan kemarin saat mengantarkan ibu jalan-jalan, aku lihat pengumuman lowongan pekerjaan, jadi aku segera melamar ke sana.”Sejujurnya, Alby ingin marah untuk mengungkapkan rasa tidak suka atas tindakan Kalea, tapi Alby berusaha sekuat mungkin tidak melakukannya. “Lalu Kyna?” Alby penasaran dengan rencana Kalea. “Kyna a
‘Astaga, kenapa aku berpikir seperti itu?’ Namun, sesaat kemudian Kalea menghilangkan pikirannya itu, tak mau terlalu besar kepala.“Dr. Derran di sini?” “Iya.” Dr. Derran berdiri.“Ini Pak pesanannya.” Pegawai toko memberikan pesanan bunga pada dr. Derran.“Terima kasih.” Dr. Derran menerima bunga yang diberikan.Kalea yang melihat itu merutuki pikirannya yang sempat besar kepala. Dr. Derran ternyata tidak datang untuk dirinya, melainkan untuk membeli bunga.“Aku membeli bunga untuk mamaku.” Dr. Derran menjelaskan pada Kalea.Kalea tersenyum.“Kamu mau pulang, Lea?” Dr. Derran langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, Dok, tapi mau jemput Kyna dulu.”“Ayo, aku antar.” Mendapati tawaran itu, Kalea langsung mengangguk. Entah kenapa dia senang ketika mendapati tawaran itu. Tidak menolak sama sekali. Akhirnya mereka berdua segera keluar dari toko bunga, menuju mobil yang terparkir di depan toko.“Minggu depan akan ada sidang lagi ‘kan?” tanya dr. Derran mengisi keheningan di dalam perja
“Siapa yang mencari aku?” Perasaan dia tidak punya janji, apalagi dia baru saja bekerja. “Sopir taksi.” “Sopir taksi?” Kalea benar-benar tidak menyangka jika ternyata yang mencarinya sopir taksi. Dengan segera Kalea keluar untuk menemui siapa orang yang ingin bertemu dengannya itu. “Selamat siang, Pak.” Kalea menyapa sopir yang ada di depan toko bunga. “Siang, Bu. Maaf, apa benar Anda bernama Kalea?” tanya sopir.“Iya, saya Kalea.” Kalea mengangguk. “Apa Anda kenal dengan ibu yang ada di dalam mobil saya itu?” Sopir menunjuk ke arah mobil.Kalea segera memiringkan tubuhnya untuk melihat siapa yang dimaksud oleh sopir. Alangkah terkejutnya Kalea melihat mantan mertuanya yang ada di dalam mobil. Untuk memastikan, Kalea segera menghampiri dan membuka pintu mobil. Benar saja. Di dalam mobil ada Bu Salma. “Ibu.” “Kalea.” Kalea segera masuk ke mobil. Bu Salma memeluk Kalea yang berada di depannya. Kalea benar-benar masih bingung dengan keberadaan Bu Salma. Bagaimana bisa Bu Salm
Kalea cukup terkejut ketika sang suami menyebut nama orang yang menghubunginya. Terhitung sejak perceraian, mereka memang tidak saling berkomunikasi. Entah ada angin apa pria itu menghubungi Kalea.“Angkat saja!” pinta dr. Derran.Kalea segera mengangkat telepon itu untuk tahu apa yang ingin dibicarakan dengan Alby.“Halo, Mas,” sapa Kalea.“Aku mau ajak Kyna akhir pekan besok ke ulang tahun temanku. Aku harus jemput Kyna di mana?”Akhirnya Kalae tahu untuk apa Alby menghubunginya. Dia tahu persis bagaimana Alby yang dikenal penyayang keluarga. Pasti pria itu sengaja mengajak anaknya agar tetap menunjukkan citra itu. Walaupun anaknya hanya dimanfaatkan saja, Kalea tidak masalah. Karena Kyna perlu bertemu juga dengan papanya.“Aku akan kirimkan alamat nanti.”“Baiklah.”Sambungan telepon langsung terputus saat mendapati jawaban itu. Kalea hanya bisa menatap dr. Derran saja.“Kenapa?” Dr. Derran tampak penasaran.“Mas Alby mau ajak Kyna ke ulang tahun anak temannya.”Dr. Derran hanya m
Kalea hanya pasrah ketika sang suami menciumnya. Makin lama Kalea makin nyaman.Mereka menikmati makan malam romantis sambil mendengarkan deburan ombak yang terdengar. “Apa ada efek dari pencegah kehamilan yang aku suntikkan padamu?” Dr. Derran menatap sang istri ketika mereka sedang menikmati makan.“Tidak. Aku merasa biasa saja.”Dua minggu yang lalu, Kalea mendapatkan suntikan pencegah kehamilan, hal itu dilakukan untuk mencegah kehamilan terjadi pasca keguguran.“Baguslah, aku harap kamu tetap nyaman. Jika ada apa-apa bilang padaku.”“Iya, aku akan mengatakan jika merasa tidak nyaman.”Dr. Derran harus bersabar untuk membuat Kalea hamil. Butuh tiga sampai enam bulan sampai kandungan Kalea sehat.“Kamu tidak apa-apa jika aku tidak cepat hamil?” Ragu-ragu Kalea bertanya. Padahal dia pernah menanyakannya. “Aku mau rahimmu sehat dulu. Saat rahimmu sehat, anak yang dilahirkan akan sehat. Jadi aku akan sabar menunggu. Lagi pula, kita bisa memanfaatkan waktu bersama. Kamu juga bisa pun
Jangan tanya ke mana saja pengantin baru pergi! Karena mereka seharian tidak pergi ke mana-mana. Mereka hanya menghabiskan waktu di kamar. Kemudian memesan makanan dan memakannya di kamar. Tak mau keluar barang sebentar. Apalagi pantai terlihat dari kama mereka. Lalu, untuk apa pergi? Mereka melawati malam hanya di kamar. Menghabiskan waktu berdua saja. Tak sama keluar. Sampai pagi lagi pun mereka masih di vila. Pagi ini mereka memilih berenang di vila dan menikmati sarapan di kolam renang. Makanan sudah siap, dr. Derran sudah masuk ke kolam renang lebih dulu, sedangkan Kalea masih berganti baju. Beberapa saat kemudian Kalea datang. Dr. Derran yang melihat sang istri langsung membulatkan matanya. Sang istri memakai bikini saat mau berenang. Walaupun kanan dan kiri sisi kolam renang tertutup. Dari arah depan menuju ke pantai, terbuka. Jadi jelas akan terlihat orang. “Cepat masuk!” Dr. Derran langsung menarik sang istri masuk ke kolam renang. “Sayang, aku belum pemanasan.” Kalea
Melihat apa yang dilakukan Kalea membuat dr. Derran tersenyum. Memang tidak salah menikah dengan seorang janda. Tak perlu susah payah mengajari, dia sudah tahu harus berbuat apa. Saat pakaian tersingkir dari tubuh, mereka lebih leluasa menjelajah. Sentuhan lembut penuh kehati-hatian memberikan kenyamanan bagi Kalea. Membuatnya menyerahkan diri pada sang suami. “Aku memang bukan yang pertama, tapi aku akan jadi yang terakhir.” Dr. Derran membelai wajah Kalea. Tatapannya begitu memuja pada wanita yang dicintainya itu. Dengan pasti Kalea mengangguk. Berharap, dr. Derran akan jadi labuhan terakhirnya. Tak ada lagi kegagalan untuk kedua kalinya. Dr. Derran mengikis jarak di antara mereka. Mendaratkan bibirnya tepat di bibir Kalea. Ciuman yang diberikan dr. Derran tak tergesa-gesa. Seolah ingin memastikan jika apa yang dilakukannya akan mengukir kisah indah untuk mereka. Suara indah yang keluar dari mulut Kalea pun membuat dr. Derran semakin bergairah. Bertahun-tahun menahan diri untu
Tepat jam empat, dr. Derran bangun lebih dulu. Lumayan tiga jam tidur. Paling tidak, dia bisa menikmati waktu istirahatnya. Perlahan dr. Derran menjauhkan tubuh Kalea agar dapat melihat wajah cantik istrinya itu. “Cantik.” Dr. Derran memuji Kalea. Ini kali pertamanya melihat Kalea yang tidur. Walaupun tidur, Kalea masih cantik. Kata orang wanita cantik dilihat saat dia bangun tidur, dan dr. Derran membuktikannya. Kini dia melihat sang istri yang cantik.Sebenarnya dr. Derran tidak tega membangunkan Kalea, tapi mereka harus pergi ke bandara pagi ini. “Sayang.” Dr. Derran membangunkan Kalea dengan membelai wajah cantik Kalea. Sentuhan itu membuat Kalea terbangun. Saat membuka matanya, dia melihat sang suami yang sudah bangun. “Apa aku terlambat bangun?” tanya Kalea panik.“Tidak, kamu tidak telat bangun. Kita masih punya waktu satu jam untuk bersiap ke bandara.” “Kalau begitu ayo bersiap.” Kalea segera beranjak dari tempat tidur.Dr. Derran segera menarik kembali tubuh Kalea dan
Apa yang dilakukan dr. Derran itu membuat Kalea benar-benar terkejut. Jantungnya berdegup dengan kencang. Apalagi sekarang dia ada di pangkuan dr. Derran. “Aku siapamu?” Dr. Derran menatap Kalea lekat. Mendapati pertanyaan itu, Kalea membalas tatapan dr. Derran. Dia justru bingung ketika ditanya seperti itu. “Maksudnya?” Kalea benar-benar bingung. Tidak tahu apa yang dimaksud oleh dr. Derran. “Sekarang aku siapamu?” Dr. Derran kembali bertanya. “Dr. Derran suami saya.” Kalea yang mulai mengerti apa yang dimaksud Kalea langsung menjawab. “Bagus kalau begitu kamu tahu. Lalu, kenapa masih panggil aku ‘dokter’?” Sejak tadi dr. Derran memerhatikan Kalea yang tetap memanggilnya ‘dokter’ padahal mereka sudah menikah.Sejenak Kalea tersadar jika masih memanggil seperti itu. “Saya masih terbiasa memanggil seperti itu.” Dia memberikan alasannya. Dr. Derran sadar jika mengubah kebiasaan memang sulit. “Baiklah, aku akan maafkan.”Mendengar itu Kalea merasa lega. “Lalu, saya harus panggil
Dr. Derran mengekor di belakang Kalea. Dia melihat Kalea yang ragu-ragu berjalan. Tentu saja dia tahu apa yang dipikirkan oleh dr. Derran.“Apa gaunmu membuatmu susah untuk berjalan?” tanya dr. Derran tepat di telinga Kalea.Suara yang terdengar langsung tepat di telinga itu membuat Kalea membeku. Jantungnya semakin berdegup kencang.“Ti-ti-tidak.” Kalea menjawab dengan gugup.Dr. Derran tersenyum. “Kalau begitu ayo jalan,” pintanya.Permintaan itu segera membuat langkah Kalea terayun. Semakin langkahnya diayunkan, dia semakin melihat dengan jelas kamar yang didekorasi dengan bunga. Bunga mawar merah di tempat tidur itu berbentuk ‘love’. Terdapat juga kalimat ‘happy wedding’ yang terbuat dari bunga.“Aku sudah minta menaruh bajumu. Kamu cari saja di lemari.”Suara dr. Derran menyadarkan Kalea yang sedang berada di dalam pikirannya. Saat punya kesempatan untuk pergi, tentu saja Kalea tidak melepaskan kesempatan itu.Buru-buru Kalea mencari baju yang berada di lemari. Beruntung dia men
Dr. Derran melihat Kalea yang tampak begitu cantik. Jika melihat Kalea sekilas, tidak akan ada yang percaya jika Kalea adalah seorang wanita dengan anak satu. Kalea masih muda dan cantik. Melihat Kalea dengan baju pengantinnya, rasanya dr. Derran benar-benar tidak menyangka jika kini dia akan menjadi Kalea istrinya. Waktu berputar begitu cepat. Serasa baru kemarin, dia mengenal Kalea, tapi tiba-tiba ini Kalea sudah menjadi istrinya. Sebenarnya sejak enam tahun lalu, saat bertemu Kalea pertama kali, tak pernah terbesit rasa cinta sama sekali. Namun, saat melihat Kalea datang di kehamilan kedua, hatinya bergetar. Rasa iba perlahan mengantarkan dr. Derran jatuh cinta. Saat langkah Kalea sampai di depannya, dr. Derran segera mengulurkan tangan, membantu Kalea untuk membantu Kalea duduk di kursi yang terdapat di depan penghulu. Tangan keduanya yang dingin, perlahan menghangat saat saling bergandengan. Walaupun senyuman menghiasi wajah mereka, tapi wajah gugup mereka tetap terlihat je