Akhirnya Alby datang ke rumah sakit. Dia menandatangani semua prosedur yang akan dilakukan oleh dokter. “Kamu tidak mau ikut masuk?” Tepat saat dr. Derran hendak masuk ke ruang operasi dia melemparkan pertanyaan itu. “Untuk apa aku masuk. Aku di sini saja.” “Untuk apa-untuk apa? Untuk mendukung istrimu. Jangan maunya buat saja, tapi istrimu diminta berjuang sendiri.” Dr. Derran menyindir Alby, kemudian mendorong tubuh Alby untuk masuk. Alby mau tidak mau masuk ke ruang operasi. Dia diam menunggu Sandra yang dioperasi. Sandra sedikit senang karena Alby mau masuk ke ruang operasi. Paling tidak, dia bisa menemani. Dr. Derran melakukan operasi. Sandra hanya dibius setengah. Jadi dia masih sadar. Alby berada di sebelah Sandra. Menunggu istrinya di sana. Tak ada obrolan di antara mereka. Alby pun hanya menunggu saja. “Mas.” Sampai akhirnya Sandra memanggil. Alby segera menatap Sandra, tapi tatapannya masih malas pada Sandra. “Minta doa agar aku dan anak kita sel
Kalea tampak begitu penasaran sekali. Apalagi suaminya tampak serius menceritakan hal itu. Dr. Derran tampak terdiam. Memikirkan apa yang harus dilakukannya. Mengingat apa yang dikatakan oleh Alby tadi. “Mereka mau bercerai.” Kalea tampak terkejut ketika mendengar hal itu. Tidak menyangka jika itu yang akan terjadi. Beberapa waktu tadi di rumah sakit...“Aku tidak akan melibatkan anak dalam urusan orang dewasa. Karena itu, aku akan selesaikan.” Alby menjawab dengan tegas apa yang dikatakan dr. Derran. “Menyelesaikan bagaimana?” Dr. Derran tampak begitu penasaran. “Aku akan mengakhiri pernikahanku dengan Sandra.” Dr. Derran begitu terkejut dengan yang dikatakan oleh Alby. Dia pikir, Alby akan jauh lebih baik saat sang istri melahirkan, tapi dia justru melakukan hal gila. “Apa kamu gila?” Dr. Derran langsung melemparkan protesnya. “Dia baru saja melahirkan anakmu. Bertarung hidup dan mati. Anakmu juga masih di ruang NICu. Bagaimana bisa kamu melakukan hal itu?” Dr. Der
Wajah Kalea langsung merona ketika mendengar apa yang baru saja dikatakan sang suami. Padahal di ruangan itu ada perawat juga. Dr. Derran seolah tidak peduli dengan apa yang baru saja dikatakannya. Perawat yang mendengar hal itu justru senyum-senyum. Dr. Derran yang terkenal dingin, tampak berbeda saat di depan sang istri.“Sayang, ada perawat.” Kalea berusaha untuk mengingatkan dr. Derran. Dr. Derran langsung tersenyum seolah tak merasa bersalah sama sekali. Kali ini dr. Derran tidak memaksa sang istri menjawab. Biarkanlah saja istrinya menjawab di rumah. Pemeriksaan selesai. Kalea menunggu sebentar dr. Derran yang menyelesaikan pekerjaannya. Baru mereka pulang bersama. Mereka menuju ke rumah orang tua dr. Derran lebih dulu, karena Kalea menitipkan Kyna ke sana. “Jadinya mau bulan madu ke mana?” Di mobil, saat berdua, dr. Derran kembali melemparkan pertanyaan itu lagi. Kalea hanya bisa tersenyum. Sepertinya sang suami benar-benar ingin segera bulan madu. “Yang jelas. Tidak ke l
“Kamu pikir aku berbohong?” tanya dr. Derran balik. Kalea masih tidak percaya. Dia terus memandangi tiket. “Kita tidak akan pergi sendiri.” Kalea langsung mengalihkan pandangan ke arah sang suami. “Kita akan pergi bersama Kyna, mama, dan papa.” Ucapan sang suami itu membuat Kalea benar-benar terkejut sekali. “Jadi kita ke London bersama-sama?” tanyanya memastikan. “Iya, kita akan ke sana bersama-sama. Mama dan papa sengaja aku ajak agar mereka bisa berkunjung ke rumah saudara-saudara, sedangkan kita akan bulan madu. Kyna akan ikut mama dan papa, jadi Kyna tetap akan merasakan serunya liburan.” Kalea langsung memeluk sang suami ketika mendengar hal itu. Dia tidak menyangka jika sang suami akan mengajaknya keluar negeri bersama anaknya juga. Dia pikir, hanya dirinya yang pergi. Ternyata tidak. “Terima kasih kamu selalu membuat aku dan Kyna bahagia.” Di dalam pelukan sang suami, Kalea mengucapkan rasa syukur. Merasa senang karena sang suami begitu baik sekali. “Kamu dan Kyna s
Tubuh yang lelah, membuat Kalea dan dr. Derran tertidur di tempat tidur. Kalea membuka mata lebih dulu. Hal itu membuatnya segera membangunkan sang suami. “Sayang.” Kalea membelai lembut wajah dr. Derran. Dr. Derran masih begitu lelah. Jadi masih begitu pulas sekali. Sampai dibangunkan oleh sang istri, dia bergeming sama sekali. Sampai-sampai Kalea harus mencium dr. Derran lebih dulu agar sang suami bangun. Benar saja, akhirnya setelah dicium, dr. Derran langsung bangun. Membalas ciuman yang diberikan oleh Kalea. Kalea hanya bisa tersenyum. Dia mendorong tubuh sang suami saat ingin berbicara. “Kenapa didorong?” protes dr. Derran. “Aku lapar.” Dr. Derran langsung panik. “Astaga, aku lupa.” Sontak dia langsung bangun, kemudian memesan makanan lewat sambungan telepon. Kalea hanya bisa tertawa melihat aksi suaminya yang panik. “Kalau begitu aku mandi dulu.” Kalea pun bangkit dari tempat tidur. Namun, dia menghentikan aksinya ketika mencari pakaiannya. “Cari apa?” tanya dr. Der
Turun dari London Eye, dr. Derran mengajak Kalea naik kapal. Hari sudah malam, tapi tidak menghalangi mereka untuk menikmati keindahan kota London di malam hari. Malam ini, langit kota London begitu indah. Langit dihiasi bintang-bintang yang begitu berkilau. Memberikan keindahan kota London. Kapal pesiar kecil menyusuri sungai Thames. Kalea dan dr. Derran duduk di kursi restoran tersebut. Suasana makan malam kali ini, tampak begitu berbeda. Para pramusaji mulai menyajikan makanan di atas meja. Mulai makanan pembuka sampai makanan utama. Makanan yang disajikan pun terasa nikmat sekali.Sementara itu kapal melaju perlahan menyusuri sungai. Pemandangan kota terlihat begitu indah. Big Ben yang menjulang tinggi, tampak megah dari kejauhan. London Eye juga tampak perlahan berputar, lampunya memantulkan cahaya di permukaan air. Alunan musik jazz yang disajikan menambah suasana romantis. “Terima kasih atas kejutannya.” Kalea sangat bahagia sekali dengan apa yang diberikan oleh sang suami.
Tubuh Kalea yang lemas seketika terjatuh. Beruntung tangan kokoh menangkapnya tepat waktu.“Sayang.” Dr. Derran tadi dari mobil untuk mengambil ponselnya yang tertinggal. Tadi dari kejauhan, dia sudah melihat sang istri. Buru-buru dia mengejar. Namun, tidak disangka jika sampai di lobi, ternyata sang istri pingsan. Dr. Derran langsung membawa sang istri ke ruang IGD. Perawat yang kebetulan ada di lobi membantu dengan menjaga Kyna. Melihat sang istri yang pingsan jelas membuat dr. Derran panik. Namun, dia sadar harus tenang karena tidak boleh panik ketika memeriksa pasien. Dr. Derran memeriksa keadaan sang istri. Sambil terus berusaha membuat sang istri sadar. “Sayang,” panggilnya. Suara itu samar-samar terdengar, membuat Kalea membuka mata. Hal pertama yang dilihat adalah sang suami. “Sayang, apa yang kamu rasakan?” tanya dr. Derran seraya membelai lembut rambut Kalea. “Aku tiba-tiba pusing. Sedikit mual.” Kalea menjelaskan apa yang dirasakan oleh dr. Derran. Dr. Derran memi
Seperti dugaan Kalea, itulah alasan anaknya mengunci pintu. Kalea menatap suaminya, berusaha untuk meminta bantuan, karena kali ini dia bingung harus apa. “Kenapa Kyna tidak suka adik kecil?” Dr. Derran yang paham dengan tatapan sang istri segera bertanya. Tangannya membelai lembut wajah Kyna yang basah karena air mata. “Kyna, tidak mau karena nanti Mama dan Daddy tidak sayang Kyna karena ada adik kecil.” Kyna masih terbayang-bayang bagaimana Sandra mengatakan jika Alby harus fokus pada adik kecil, bukan sibuk dengan dirinya. Kalea dan dr. Derran langsung sadar jika Kyna masih trauma dengan ucapan Sandra waktu itu. “Kyna anak Daddy dan Mama. Tidak akan ada yang mengubah rasa sayang itu. Jika pun ada adik kecil, maka Daddy dan Mama akan tetap menyayangi Kyna.” Dr. Derran berusaha untuk menenangkan Kyna. “Yang Daddy katakan benar. Mama dan Daddy akan sayang pada Kyna. Sama sayangnya dengan pada adik kecil. Jadi Kyna jangan merasa takut.” Kalea ikut menenangkan anaknya. “Benarkah?
“Menurutmu kita ke mana?” tanya dr. Derran.Dari jalanan yang dilalui, tentu saja dia tahu ke mana arah mobil. Namun, dia memang ingin memastikan saja.Benar saja. Akhirnya mobil berhenti di depan rumah milik dr. Derrran. Sudah tidak tampak pembangunan sama sekali di rumah tersebut.“Apa sudah jadi?” tanya Kalea menatap sang suami.“Ayo kita lihat saja.”Kalea segera turun sambil menggendong Davi, sedangkan Kyna tampak asyik berjalan bersama dengan sang daddy.Mereka masuk bersama. Saat masuk pekarangan, Kalea dibuat terkejut karena fasad depan benar-benar berubah sekali. Ternyata tidak hanya bagian dalam saja, tapi bagian depan juga yang dirubah. Dindingnya berwarna putih dengan aksen kayu di beberapa sudut, atapnya berwarna abu-abu gelap, dan jendela-jendela besar yang memungkinkan cahaya matahari masuk dengan leluasa. Di depan rumah, ada taman kecil yang dipenuhi bunga berwarna-warni—mawar, melati, dan beberapa tanaman hijau yang tumbuh subur. Sebuah bangku taman berwarna cokelat
Alby mengalihkan pandangan pada pemilik suara itu. Tampak dr. Derran berjalan dengan langkah pasti-menghampiri.“Apa yang terjadi karena Tuhan ingin kamu sadar akan apa yang sudah kamu lakukan. Sehingga ke depan kamu tidak akan melakukan kesalahan lagi.” Dr. Derran kembali melanjutkan ucapannya.Senyum tipis menghiasi wajah Alby. Dr. Derran adalah lelaki yang bijak. Maka memang pantas Kalea mendapatkan pria itu.“Fokuslah pada keluarga. Karena keluarga adalah tempat ternyaman.” Dr. Derran menepuk bahu Alby. “Anak-anakmu adalah keluargamu. Jadi jagalah mereka dengan sepenuh hati.”Alby mengalihkan pandangan ke arah Kyna dan Alysa yang berada di stroller. Dua anaknya adalah hal berharga untuknya.“Kamu memang harus fokus pada anakmu yang sakit, tapi bukan berarti kamu melupakan anak pertamamu. Bagilah kasih sayangmu. Jangan sampai kamu kehilangan seperti dulu kamu kehilangan banyak hal di hidupmu.”Kata-kata yang diucapkan dr. Derran memang ada benarnya. Memang seharusnya Alby membagi w
“Mama.” Kyna langsung memegangi baju Kalea.Kalea tahu persis jika anaknya takut, karena itu dia berusaha untuk menenangkan. “Tidak apa-apa.”Alby yang berjalan sambil mendorong stroller pun langsung menghampiri Kalea dan Kyna.“Kyna.” Alby memanggil sang anak.Kyna takut saat papanya memanggil.“Kyna, tidak apa-apa.” Kalea berusaha meyakinkan sang anak.Kyna yang awalnya takut, akhirnya maju untuk menghampiri sang papa. Alby segera merentangkan tangan menyambut sang anak yang sedang menghampiri.Sebuah pelukan diberikan Alby pada Kyna. Kerinduan yang terpendam saat Alby memeluk anaknya. Rasa bahagia menyelimuti karena dapat melepaskan kerinduan pada anaknya.Kyna merasakan kehangatan sang papa, karena dia cukup lama tidak bertemu dengan papanya.“Kyna, apa kabar?” Alby melepaskan pelukan dan menatap sang anak.“Kyna baik Papa.”Alby membelai lembut wajah Kyna. Merasa benar-benar sedih sudah mengabaikan anaknya cukup lama. Selama ini Alby sibuk mengurus anaknya yang sedang sakit. Haru
Seminggu sudah dr. Derran tidak bekerja. Dia memilih fokus untuk menjaga anaknya. Pagi ini dia mulai praktik lagi. Sengaja dr. Derran berangkat pagi-pagi, karena ada yang ingin dilakukannya.Rumah sakit masih terlihat sepi. Perawat juga baru datang beberapa. Dr. Derran segera ke ruangannya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat seseorang keluar dari ruangannya.“Kamu sudah apa, Olda?” tanya dr. Derran.Olda yang baru saja keluar dari ruangan dr. Derran seketika panik. Seperti maling yang ketahuan mencuri.“Saya hanya merapikan ruangan dr Derran.” Olda memberanikan diri untuk menjawab.Dr. Derran menatap dengan penuh curiga. Masih belum yakin jika Olda benar-benar merapikan ruangannya. Dengan segera, dia membuka pintu. Dilihatnya bunga segar terdapat di vas yang berada di atas meja.“Kamu yang menaruh bunga itu?” tanya dr. Derran penuh selidik.“Iya, Dok.” Olda tidak bisa mengalak lagi.Bunga yang terdapat di atas meja sama persis dengan yang ada di mejanya beberapa waktu lalu. Pik
“Dr. Derran.” Mayra yang melihat dr. Derran memanggilnya, karena ini masih di lingkungan rumah sakit, tentu saja Mayra harus sopan.Dr. Derran menghentikan langkahnya. Padahal dia berniat ke parkirkan untuk mengambil sesuatu di mobilnya.“Ada apa?” tanya dr. Derran dengan sikap dingin.“Bagaimana keadaan istrimu?” tanya Mayra penasaran.“Dia sudah melahirkan. Bayi kami selamat.”“Syukurlah. Aku ikut senang mendengarnya.” Mayra kemarin harus pulang karena ada urusan, karena itu dia langsung meninggalkan Kalea setelah wanita itu dirawat.Saat bersama Mayra, dr. Derran teringat akan sesuatu. “Aku sudah dengar cerita dari Kalea. Maaf jika aku menuduhmu ingin mendekati aku.”“Tidak masalah. Yang terpenting masalahnya sudah diluruskan.” Mayra ikut senang jika ternyata semua sudah tidak ada kesalahpahaman. “Apa kamu sudah menemukan siapa pelakukanya?” tanyanya penasaran.“Belum, aku akan segera mencarinya.”Mayra mengangguk. Itu sudah ranah dr. Derran. Jadi tidak mau ikut campur.Usai berb
“Aku tahu, pasti itu jadi pertanyaan.” Mayra tersenyum. “Waktu itu direktur rumah sakit cabang meminta aku ke rumah sakit pusat. Aku sempat menolak, tetapi dia mengancam akan memecat aku, karena itu aku tetap memilih pindah.”Kalea hanya bisa mengembuskan napasnya kasar.“Jadi dapat atau tidak izin dari Derran, sebenarnya aku tetap akan bekerja di rumah sakit. Aku hanya menghargai dia, karena itu aku berniat meminta izin.”Urusan pekerjaan memang tidak selayaknya dicampur adukkan dengan urusan pribadi. Kalea tahu pasti itu.“Aku sudah tidak mau berhubungan dengan Derran sebenarnya, karena aku tahu seberapa salah aku pada Derran, tapi aku butuh pekerjaan.” Mayra menatap Kalea lekat.Kalea pernah dengar cerita dari suaminya jika dia dan Mayra bercerai karena Mayra memilih pria lain. Saat dipindah tugaskan ke rumah sakit cabang, Mayra menjalin hubungan dengan pengusaha di sana. Hingga akhirnya memilih menikah dengan pengusaha itu dan sejak itu mereka mengakhiri semuanya.Ingin rasanya
Mendengar itu Kalea yang sedang memandangi sang anak, segera mengalihkan pandangan ke suaminya.“Tidak. Aku memang kontraksi sejak pagi. Jadi kontraksi yang terjadi murni memang aku sudah mau melahirkan.” Kalea tidak menutupi kejadian sebenarnya. Memang pada kenyataannya, dia sudah merasakan perutnya yang sakit sejak pagi.“Lalu, apa saja yang sudah kamu bicarakan dengan Mayra tadi?” Dr. Derran sangat yakin jika Kalea sempat bicara dengan Mayra, karena operasi tadi cukup lama. Jadi pasti ada waktu yang cukup lama untuk Kalea mengobrol dengan Mayra.“Iya, aku bicara banyak dengan Mayra tadi.”Beberapa jam sebelumnya ....Kalea sampai di restoran. Namun, langkahnya terhenti saat mendapati pesan dari suaminya. Tentu saja itu membuatnya bingung.“Di sini.” Tepat pada saat kebingungan itu terjadi, Kalea melihat Mayra yang sedang melambaikan tangannya. Memberikan isyarat di mana dirinya berada.Kalea sudah berada di restoran dan melihat Mayra, sayang jika pulang, karena itu dia memutuskan u
Dengan satu dorongan terakhir, suara tangisan bayi memenuhi ruangan. Tangis itu begitu nyaring, begitu hidup, menghapus semua rasa sakit dan ketegangan yang baru saja mereka lalui.“Selamat, Kalea, dr. Derran. Bayi laki-laki yang tampan,” ujar dr. Nana, sambil menyerahkan bayi mungil itu ke pelukan Kalea.Kalea menangis tersedu-sedu saat menyentuh bayi itu untuk pertama kalinya. Tubuh mungil dengan kulit merah dan rambut tipis itu begitu sempurna di matanya. “Ini anak kita,” ucap Kalea dengan suara bergetar.Dr. Derran yang selama ini menahan air mata, akhirnya membiarkannya jatuh. Dia mencium kening Kalea, lalu bayi mereka. “Kamu luar biasa, Sayang. Kamu yang terbaik. Terima kasih sudah memberikan aku hadiah terindah ini.”Dr. Derran menatap bayi itu dengan penuh kasih sayang, lalu berkata, “Selamat datang di dunia, anakku. Daddy janji akan selalu ada buat kamu dan Mama.”Saat itu, semua rasa sakit dan ketakutan sirna. Kalea dan dr. Derran saling berpandangan, mengetahui bahwa mereka
Mendengar hal itu, dr. Derran segera berlari ke UGD. Pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi pada sang istri.Saat sampai di sana, tak hanya sang istri yang ditemuinya. Ada Mayra juga di sana. Dia yakin jika sang istri dan Mayra sudah bertemu sebelum dirinya datang. Ingin rasanya bertanya, apa yang sudah dilakukan Mayra bersama istrinya. Namun, untuk saat ini tidak seharunya dia bertanya seperti itu. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu. Yaitu sang istri. “Sayang, kamu kenapa?” “Kontraksi yang aku rasakan sudah intens. Jadi aku ke sini.” Dr. Derran tentu kaget, karena sang istri tidak ada omongan sama sekali jika kontraksi. “Sayang, kenapa tidak mengatakan padaku?” Rasanya sebagai suami, dr. Derran merasa jahat. “Aku sudah konsultasi dengan dr. Nana. Jadi kamu tidak perlu khawatir.” Kalea mencoba menenangkan. Mungkin karena ini bukan kehamilan pertama, jadi Kalea tampak tenang. Dr. Derran hanya bisa pasrah ketika sang istri sudah mengambil tindakan itu. Artinya mema