Seperti dugaan Kalea, itulah alasan anaknya mengunci pintu. Kalea menatap suaminya, berusaha untuk meminta bantuan, karena kali ini dia bingung harus apa. “Kenapa Kyna tidak suka adik kecil?” Dr. Derran yang paham dengan tatapan sang istri segera bertanya. Tangannya membelai lembut wajah Kyna yang basah karena air mata. “Kyna, tidak mau karena nanti Mama dan Daddy tidak sayang Kyna karena ada adik kecil.” Kyna masih terbayang-bayang bagaimana Sandra mengatakan jika Alby harus fokus pada adik kecil, bukan sibuk dengan dirinya. Kalea dan dr. Derran langsung sadar jika Kyna masih trauma dengan ucapan Sandra waktu itu. “Kyna anak Daddy dan Mama. Tidak akan ada yang mengubah rasa sayang itu. Jika pun ada adik kecil, maka Daddy dan Mama akan tetap menyayangi Kyna.” Dr. Derran berusaha untuk menenangkan Kyna. “Yang Daddy katakan benar. Mama dan Daddy akan sayang pada Kyna. Sama sayangnya dengan pada adik kecil. Jadi Kyna jangan merasa takut.” Kalea ikut menenangkan anaknya. “Benarkah?
“Tidak.” Kalea menggeleng. Dr. Derran benar-benar heran sekali. Padahal kebanyakan wanita yang memeriksakan kandungan ke tempatnya selalu saja mengeluh karena tidak kuat mual. Belum lagi keluhan para suami yang mengatakan jika mereka kewalahan menuruti mengidam sang istri. “Sudah ayo cepat berangkat,” ajak Kalea. Dr. Derran mengangguk. Kalea mengantarkan Kyna, sedangkan dr. Derran segera berangkat ke rumah sakit. Pagi ini dia harus kunjungan pasien cukup banyak. Jadi dia harus berangkat pagi. Dr. Derran yang masuk ke ruangan tiba-tiba mencium aroma tidak enak. “Bau apa ini?” tanya dr. Derran mencium aroma tidak enak. “Bau apa, Dok?” tanya perawat bingung. “Pembersih lantai sepertinya.” Perawat bingung kenapa tiba-tiba sekali dr. Derran tidak suka mencium aroma pembersih lantai. Padahal pembersih itu yang biasa dipakai rumah sakit. “Minta ganti aroma pembersih lantai dengan yang beraroma lain!” Dr. Derran memberikan perintah pada perawat. Mengingat dr. Derran adalah anak da
“Ayo, ke kamar lagi.” Kalea segera membawa sang suami ke tempat tidur.Dr. Derran segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia benar-benar bingung kenapa sang suami seperti ini. “Sebaiknya kamu istirahat lagi saja.” “Iya.” Dr. Derran segera beristirahat. Saat melihat suaminya seperti itu, akhirnya Kalea menghubungi mertuanya. Mengingat sang mertua adalah dokter. Berharap jika mertuanya yang bisa membantu suaminya. Dr. Dean dan Mama Arra segera datang ketika diberitahu jika anaknya sakit. “Kenapa dengan Derran, Lea?” tanya dr. Dean. “Tadi mual-mual, Pa. Sejak tadi dia tidur.” Kalea menjelaskan setahunya saja. “Baiklah, aku akan memeriksanya.” Dr. Dean langsung ke kamar. Kalea dan Mama Arra pun ikut ke kamar juga. “Papa-Mama.” Dr. Derran tampak terkejut ketika melihat orang tuanya datang. “Kamu sakit?” Dr. Dean menghampiri sang anak. “Tidak, Pa, hanya saja aku mual sejak siang.” Dr. Derran memberitahu sang papa. “Sini aku periksa.” Dr. Dean segera mengeluarkan stetos
Kalea membulatkan matanya ketika melihat sang suami sedang asyik makan. Yang lebih membuatnya terkejut adalah sang suami sedang makan rujak miliknya. “Kamu makan rujak yang diberikan mama?” tanya Kalea memastikan. “Iya, Sayang. Ini enak sekali. Mualku tiba-tiba hilang dan terasa segar sekali.” Dr. Derran memberitahu sang istri. Dahi Kalea berkerut dalam merasa bingung dengan suaminya itu. Suaminya seperti ibu hamil yang suka makan asam dan hanya suka makan makanan tertentu saja. Buru-buru Kalea mendekati sang suami. Duduk di tepian ranjang sambil memerhatikan sang suami. “Sayang, apa mungkin kamu mual dan muntah karena aku tidak mual dan muntah?” Kalea menatap sang suami lekat. Pikirannya hanya tertuju pada alasan yang mungkin membuat suaminya mual dan muntah. Dr. Derran menghentikan aksi makannya ketika mendapati pertanyaan itu. Sebagai dokter, dia masih tidak bisa percaya kehamilan simpatik karena secara ilmu kedokteran mual dan muntah itu terjadi hanya pada ibu hamil. “Bisa
“Tadi, mama bilang untuk mendekatkan kembali Kyna pada Mas Alby. Sejujurnya aku masih berat, tapi jika Mas Alby sungguh-sungguh akan menjaga Kyna, maka aku tidak keberatan jika Kyna kembali dekat pada Mas Alby.” Saat di kamar, Kalea menggunakan waktu untuk membicarakan perihal Kyna pada suaminya. “Jika kamu sudah tidak masalah jika Alby dekat dengan Kyna, maka aku akan menghubungi Alby. Aku akan memintanya untuk bertemu Kyna.” Kalea mengangguk. Mungkin ini jalan terbaik karena untuk kesehatan mental Kyna. Kalea mau Kyna tetap hidup bahagia dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya, meskipun kedua orang tuanya sudah berpisah. Dr. Derran segera mengambil ponselnya untuk mengirim pesan pada Alby. Kalea menunggu sang suami di sampingnya. [By, sebaiknya kamu temui Kyna. Mendekati pelan-pelan agar Kyna bisa kembali dekat denganmu. Aku akan membantu sebisa mungkin.]Untuk sesaat mereka menunggu Alby membalas pesan. [Tidak perlu membantu aku untuk mendekati Kyna. Jika Kyna tidak mau b
“Mau Daddy.” Kyna begitu bersemangat menjawab pertanyaan sang daddy. “Kalau begitu, besok kita pergi ke rumah sakit untuk lihat.” Dr. Derran langsung memberitahu anaknya. Mengingat usia kandungan Kalea sudah lima bulan, jadi sudah bisa dicek. “Ye ... lihat adik kecil.” Kyna begitu bersemangat sekali untuk bertemu dengan adiknya. Kalea melihat anaknya begitu antusias sekali. Seperti anaknya, sebenarnya Kalea juga begitu penasaran sekali. Tak sabar untuk melihat jenis kelamin anaknya. Keesokan harinya, Kalea dan Kyna ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan. Dr. Derran sudah di rumah sakit sejak pagi karena praktik. Sejak pemeriksaan kedua, Kalea sudah pindah dokter. Bukan dr. Derran sendiri. Dr. Derran memilih hal itu agar lebih tenang, karena jika melakukan pemeriksaan sendiri, maka dr. Derran akan panik. “Halo, anak cantik. Ikut mama periksa adik kecil?” tanya dr. Nana. “Iya, Dok. Kyna mau lihat adik kecil perempuan apa laki-laki.” “Kakaknya penasaran, Dok. Mau tahu adikny
Kalea langsung mengalihkan pandangan pada orang yang sedang bicara padanya itu. Saat tahu siapa orang tersebut, Kalea langsung melepaskan buah anggur yang dipegangnya. “Selera kita memang sama, tapi aku tidak suka buah yang busuk. Jadi yang busuk buat kamu saja.” Kalea mengambil kotak anggur lainnya. Sandra melihat ke arah kotak anggur yang dipegangnya. Ternyata memang ada yang busuk di sana. Namun, kotak itu sudah di tangan, rasanya sayang jika diletakan lagi, apalagi Kalea sudah melepaskannya. Tanpa banyak bicara, Kalea segera berlalu pergi. Meninggalkan Sandra. Sandra yang melihat Kalea pergi segera mengejar Kalea. Dia belum selesai menyapa Kalea. “Aku dengar Mas Alby sudah tidak mau bertemu Kyna. Apa kamu tidak penasaran kenapa?” Sandra memancing pembicaraan dengan Kalea. Kalea yang sedang memilih bawang bombay, melirik ke arah Sandra. “Mas Alby sekarang sangat sibuk dengan anaknya. Jadi dia sudah tidak butuh Kyna. Apalagi anaknya perempuan. Jadi baginya, anaknya sudah cu
“Sayang-sayang.” Kalea menggoyangkan tubuh sang suami. Dr. Derran yang sedang tertidur pun seketika bangun. Dia cukup panik karena baru kali ini Kalea membangunkannya tengah malam. “Ada apa, Sayang?” tanyanya ingin tahu. “Aku lapar.” Kalea memasang wajah memelas. Jelas saja itu membuat dr. Derran bingung. Karena jarang-jarang Kalea lapar tengah malam. Padahal kandungan Kalea sudah memasuki delapan bulan. “Kamu lapar? Mau makan apa?” Dr. Derran begitu berbinar. Begitu senang sekali karena pada akhirnya sang istri meminta sesuatu padanya. “Aku mau makan bebek panggang.” Mata indah berwarna biru milik dr. Derran langsung membulat sempurna. Tidak menyangka jika sang istri justru meminta hal sesuatu yang sulit di dapatkannya. Namun, dr. Derran tidak mau sampai menolak permintaan itu. Apalagi sang istri jarang-jarang seperti ini. “Baiklah, aku akan carikan.” Dr. Derran tentu saja akan menuruti apa yang diinginkan oleh sang istri. Kalea mengangguk. Tak sabar ingin makan bebek pang
Mendengar hal itu, dr. Derran segera berlari ke UGD. Pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi pada sang istri.Saat sampai di sana, tak hanya sang istri yang ditemuinya. Ada Mayra juga di sana. Dia yakin jika sang istri dan Mayra sudah bertemu sebelum dirinya datang. Ingin rasanya bertanya, apa yang sudah dilakukan Mayra bersama istrinya. Namun, untuk saat ini tidak seharunya dia bertanya seperti itu. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu. Yaitu sang istri. “Sayang, kamu kenapa?” “Kontraksi yang aku rasakan sudah intens. Jadi aku ke sini.” Dr. Derran tentu kaget, karena sang istri tidak ada omongan sama sekali jika kontraksi. “Sayang, kenapa tidak mengatakan padaku?” Rasanya sebagai suami, dr. Derran merasa jahat. “Aku sudah konsultasi dengan dr. Nana. Jadi kamu tidak perlu khawatir.” Kalea mencoba menenangkan. Mungkin karena ini bukan kehamilan pertama, jadi Kalea tampak tenang. Dr. Derran hanya bisa pasrah ketika sang istri sudah mengambil tindakan itu. Artinya mema
“Tidak perlu.” Kalea langsung menarik dr. Derran. Merasa jika sang suami tidak perlu melakukan itu. “Kenapa?” tanya dr. Derran penasaran. “Tidak perlu melakukan hal itu. Jangan mengganggu waktu kerjamu. Fokus saja dengan pekerjaanmu.” Kalea tidak mau dr. Derran bersikap berlebihan dengan Mayra karena suaminya sedang di rumah sakit. “Jika mau diselesaikan, kita ajak dia bicara di luar.”Apa yang dikatakan sang istri ada benarnya. Tidak mungkin terus-terusan bicara di rumah sakit. Karena memang beberapa kali dilakukan Mayra masih melakukan hal yang sama. “Baiklah, kita akan bicara pada Mayra di luar. Aku akan menghubunginya dan membicarakan ini semua.” Dr. Derran mau Kalea ikut untuk bicara dengan Mayra, karena tidak mau ada kebohongan di antara mereka. Kalea setuju dengan apa yang dikatakan sang suami. Mereka akan bicara nanti dengan Mayra. Namun, untuk saat ini, dia harus fokus pada kandungannya dulu. Karena ini adalah pemeriksaan terakhir. Dr. Derran mengunjungi pasien-pasienny
Kalea benar-benar merasa tidak enak hati sejak melihat beberapa kali suaminya pulang dengan keadaan kesal dan kelelahan. Sebagai istri dia merasa jika ada yang tidak beres dengan suaminya. “Apa tidak terjadi apa-apa di rumah sakit?” tanya Kalea menatap dr. Derran. Sepertinya memang tidak ada yang bisa disembunyikan oleh dr. Derran. Dia merasa jika istrinya pasti curiga dengan semua yang dilakukannya. “Kita bicara sambil duduk.” Dr. Derran mengajak sang istri duduk di sofa yang berada di kamar. Kalea semakin dibuat penasaran karena sang suami tampak begitu serius saat bicara. Dr. Derran yang ingin bicara, meraih tangan Kalea lebih dulu. Menggenggamnya erat. “Ada yang mau aku katakan terkait Mayra.” Karena kemarin dia melihat keadaan Kalea baik-baik saja, maka itu dia memberanikan diri untuk mengatakannya sekarang. Tak nyaman bagi dr. Derran menyembunyikan semua dari Kalea.Mendengar nama mantan kekasih suaminya itu, Kalea merasa jika pasti ada masalah yang terjadi. “Ada apa deng
Dr. Derran yang masuk ke ruangannya dikejutkan dengan bunga yang berada di atas mejanya. Tentu saja itu membuat dr. Derran kesal. Dia sangat yakin jika Mayra yang mengirim bunga itu. Rasanya dr. Derran benar-benar kesal sekali. Buru-buru dr. Derran memanggil perawat. “Ada apa, Dok?” “Siapa yang menaruh bunga ini di sini?” Olda melihat dr. Derran yang tampak begitu kesal, Olda jadi takut. Dia mengalihkan pandangan pada bunga di atas meja. “Saya tidak tahu, Dok.” “Bawa keluar bunganya!” Dr. Derran tidak mau melihat bunga itu. Olda langsung mengambil bunga tersebut, kemudian membawanya keluar dari ruangan dr. Derran. Dr. Derran benar-benar kesal. Tentu saja dia akan memperingatkan Mayra setelah ini. Pagi ini, dr. Derran mengunjungi pasien yang melakukan operasi kemarin dan juga pasien yang sudah operasi sebelumnya. Beberapa diizinkan untuk pulang. Kegiatan berlanjut untuk melakukan praktik. Namun, saat berpapasan dengan Mayra, dr. Derran memanfaatkan hal itu.“Kalian ke ruanga
Dua operasi berjalan dengan lancar. Untungnya Mayra tidak bertingkah di saat operasi. Jadi semua berjalan lancar. “Apa akan langsung pulang setelah ini? Apa kita tidak makan-makan dulu untuk merayakan operasi kita yang berhasil ini?” Mayra menatap dr. Derran. Dr. Derran malas dengan sikap basa-basi mantan pacarnya itu. Tak mau berurusan, dr. Derran segera berlalu meninggalkan Mayra. Langkah dr. Derran diayunkan keluar dari ruang operasi. Kembali ruangannya untuk segera pulang. “Kak.” Saat hendak masuk ke mobil, dr. Derran mendengar suara. Saat menoleh dia melihat Rivans di sana. “Ada apa?” tanya dr. Derran. “Aku tidak bawa mobil, apa aku bisa menumpang?” “Ayo.” Dr. Derran mengizinkan sepupunya itu. Rivans segera masuk ke mobil dr. Derran. Duduk tepat di samping kursi kemudi. Dr. Derran melajukan mobilnya. Rumah orang tua Rivans tak jauh dari rumah orang tuanya, jadi tak masalah jika dia mengantarkannya. “Bagaimana perasaan Kak Derran bertemu dengan mantan? Apa berdebar?” t
Melihat sepupunya itu menunjuk ke pintu lobi, dr. Derran langsung mengalihkan pandangannya. Dilihatnya seseorang yang dikenalnya. “Aku mau memberitahu kamu jika dia sekarang bekerja di sini lagi.” Rivans menjelaskan alasannya menghubungi sepupunya itu kemarin. “Kenapa tidak menghubungi balik jika kamu ingin memberitahu itu?” Dr. Derran menatap tajam pada sepupunya itu. “Kamu tidak mau diganggu, jadi aku tidak menghubungi lagi.” Dengan polosnya Rivans menjawab.Dr. Derran hanya bisa mengembuskan napasnya. Benar-benar kesal pada sepupunya itu. Padahal ini adalah hal penting. “Hai.” Mayra menyapa dr. Derran dengan senyum. “Kita bertemu di sini.” Dengan polosnya dia menjelaskan. “Waktu itu aku mau bilang jika aku kembali bekerja di sini. Hanya saja, waktu itu tidak tepat.” Sejenak dr. Derran teringat dengan kedatangan Mayra ke rumah. Waktu itu dia membahas rumah yang membuat Kalea terluka. Mungkin jika waktu itu tidak ada kejadian kemarin, dr. Derran sudah tahu keberadaan Mayra di r
Kalea yang melihat seorang wanita memanggil suaminya. Dia memerhatikan wanita yang sedang berjalan ke arah suaminya itu. “Sayang, aku bisa jelaskan.” Dr. Derran meraih tangan sang istri. Kalea merasa sedikit kesal. Kemarin mantan pacar suaminya yang datang, dan ini siapa lagi? Kalea tidak tahu siapa lagi wanita yang kini ada di hadapan sang suami. “Siapa dia?” tanya Kalea memastikan.“Dia arsitek yang akan merenovasi rumah kita. Aku sengaja mengundangnya agar kamu bisa bicara dengannya.” Dr. Derran tak mau berlama-lama menyelesaikan masalahnya. Rumah harus segera diubah, jadi dia sengaja menghubungi arsitek dari Adion Company, karena itu pihak Adin Company mengirim arsitek untuk mewujudkan keinginan dr. Derran.Kalea cukup terkejut mendengar jika suaminya akan merenovasi rumah. Tidak menyangka akan secepat itu. “Aku mau kamu senang. Jadi aku mau mengubah semuanya untuk kamu. Sampaikan apa yang kamu inginkan.” Dr. Derran menatap Kalea dengan teduh.Kalea merasa beruntung suaminya
Kalea yang nyaris terlelap, terbangun ketika mendengar suara ponsel suaminya. Dr. Derran segera mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubungi. “Rivans.” “Kenapa dia menghubungi malam-malam?”“Entah.” Dr. Derran menaikkan bahunya. Tak tahu “Angkat saja dulu. Siapa tahu penting.” “Baiklah.” Dr. Derran mengangguk. Dr. Derran segera mengangkat sambungan telepon tersebut. Ingin tahu apa yang ingin dibicarakan Rivans. “Kak.” Suara Rivans terdengar di seberang sana. “Kamu mau bahas pekerjaan atau hal pribadi?” tanya dr. Derran tanpa basa-basi. “Hal pribadi.” Rivans di seberang sana memberitahu. “Jika hal pribadi, besok saja kamu bicara.” Dr. Derran langsung mematikan sambungan telepon dan meletakan telepon di atas nakas. Apa yang dilakukan sang suami itu jelas membuat Kalea terkejut. “Kenapa dimatikan?” tanyanya. “Dia hanya ingin membahas hal pribadi. Jadi aku pikir, bisa dibicarakan besok.” Dengan entengnya dr. Derran menjawab. “Tapi, kalau sampai urusan pribadi
Mayra tentu saja tidak ada muka saat diusir. Padahal dia belum bicara dengan dr. Derran. Tak mau semakin malu, akhirnya Mayra pulang. Kini tinggal Kalea dan dr. Derran yang ada di rumah itu. Kalea segera berbalik untuk masuk. Meninggalkan dr. Derran yang masih di depan pintu. Tempat yang dituju adalah kamar. Dr. Derran yang melihat sang istri pergi, segera mengejar. Dia harus menjelaskan semuanya. “Sayang.” Dr. Derran masuk ke kamar. “Jadi kamar ini desain wanita itu juga?” tanya Kalea memastikan. “Sayang, maaf aku tidak mengatakannya, tapi aku tidak berniat berbohong.” Dr. Derran berusaha untuk meyakinkan sang istri. “Aku sudah dengar jika rumah ini disiapkan untuk dia. Hanya saja, aku teralu naif hingga tidak berpikir jika rumah ini didesain olehnya.” Kalea merasa sangat bodoh sekali. “Sayang, sejujurnya waktu itu aku mau merenovasi, hanya saja belum ada waktu. Aku benar-benar sibuk. Ditambah pernikahan kita dan aku pikir tidak masalah jika memakai semuanya dulu.” Dr. Derran