Kalea tampak begitu penasaran sekali. Apalagi suaminya tampak serius menceritakan hal itu. Dr. Derran tampak terdiam. Memikirkan apa yang harus dilakukannya. Mengingat apa yang dikatakan oleh Alby tadi. “Mereka mau bercerai.” Kalea tampak terkejut ketika mendengar hal itu. Tidak menyangka jika itu yang akan terjadi. Beberapa waktu tadi di rumah sakit...“Aku tidak akan melibatkan anak dalam urusan orang dewasa. Karena itu, aku akan selesaikan.” Alby menjawab dengan tegas apa yang dikatakan dr. Derran. “Menyelesaikan bagaimana?” Dr. Derran tampak begitu penasaran. “Aku akan mengakhiri pernikahanku dengan Sandra.” Dr. Derran begitu terkejut dengan yang dikatakan oleh Alby. Dia pikir, Alby akan jauh lebih baik saat sang istri melahirkan, tapi dia justru melakukan hal gila. “Apa kamu gila?” Dr. Derran langsung melemparkan protesnya. “Dia baru saja melahirkan anakmu. Bertarung hidup dan mati. Anakmu juga masih di ruang NICu. Bagaimana bisa kamu melakukan hal itu?” Dr. Der
Wajah Kalea langsung merona ketika mendengar apa yang baru saja dikatakan sang suami. Padahal di ruangan itu ada perawat juga. Dr. Derran seolah tidak peduli dengan apa yang baru saja dikatakannya. Perawat yang mendengar hal itu justru senyum-senyum. Dr. Derran yang terkenal dingin, tampak berbeda saat di depan sang istri.“Sayang, ada perawat.” Kalea berusaha untuk mengingatkan dr. Derran. Dr. Derran langsung tersenyum seolah tak merasa bersalah sama sekali. Kali ini dr. Derran tidak memaksa sang istri menjawab. Biarkanlah saja istrinya menjawab di rumah. Pemeriksaan selesai. Kalea menunggu sebentar dr. Derran yang menyelesaikan pekerjaannya. Baru mereka pulang bersama. Mereka menuju ke rumah orang tua dr. Derran lebih dulu, karena Kalea menitipkan Kyna ke sana. “Jadinya mau bulan madu ke mana?” Di mobil, saat berdua, dr. Derran kembali melemparkan pertanyaan itu lagi. Kalea hanya bisa tersenyum. Sepertinya sang suami benar-benar ingin segera bulan madu. “Yang jelas. Tidak ke l
“Kamu pikir aku berbohong?” tanya dr. Derran balik. Kalea masih tidak percaya. Dia terus memandangi tiket. “Kita tidak akan pergi sendiri.” Kalea langsung mengalihkan pandangan ke arah sang suami. “Kita akan pergi bersama Kyna, mama, dan papa.” Ucapan sang suami itu membuat Kalea benar-benar terkejut sekali. “Jadi kita ke London bersama-sama?” tanyanya memastikan. “Iya, kita akan ke sana bersama-sama. Mama dan papa sengaja aku ajak agar mereka bisa berkunjung ke rumah saudara-saudara, sedangkan kita akan bulan madu. Kyna akan ikut mama dan papa, jadi Kyna tetap akan merasakan serunya liburan.” Kalea langsung memeluk sang suami ketika mendengar hal itu. Dia tidak menyangka jika sang suami akan mengajaknya keluar negeri bersama anaknya juga. Dia pikir, hanya dirinya yang pergi. Ternyata tidak. “Terima kasih kamu selalu membuat aku dan Kyna bahagia.” Di dalam pelukan sang suami, Kalea mengucapkan rasa syukur. Merasa senang karena sang suami begitu baik sekali. “Kamu dan Kyna s
Tubuh yang lelah, membuat Kalea dan dr. Derran tertidur di tempat tidur. Kalea membuka mata lebih dulu. Hal itu membuatnya segera membangunkan sang suami. “Sayang.” Kalea membelai lembut wajah dr. Derran. Dr. Derran masih begitu lelah. Jadi masih begitu pulas sekali. Sampai dibangunkan oleh sang istri, dia bergeming sama sekali. Sampai-sampai Kalea harus mencium dr. Derran lebih dulu agar sang suami bangun. Benar saja, akhirnya setelah dicium, dr. Derran langsung bangun. Membalas ciuman yang diberikan oleh Kalea. Kalea hanya bisa tersenyum. Dia mendorong tubuh sang suami saat ingin berbicara. “Kenapa didorong?” protes dr. Derran. “Aku lapar.” Dr. Derran langsung panik. “Astaga, aku lupa.” Sontak dia langsung bangun, kemudian memesan makanan lewat sambungan telepon. Kalea hanya bisa tertawa melihat aksi suaminya yang panik. “Kalau begitu aku mandi dulu.” Kalea pun bangkit dari tempat tidur. Namun, dia menghentikan aksinya ketika mencari pakaiannya. “Cari apa?” tanya dr. Der
Turun dari London Eye, dr. Derran mengajak Kalea naik kapal. Hari sudah malam, tapi tidak menghalangi mereka untuk menikmati keindahan kota London di malam hari. Malam ini, langit kota London begitu indah. Langit dihiasi bintang-bintang yang begitu berkilau. Memberikan keindahan kota London. Kapal pesiar kecil menyusuri sungai Thames. Kalea dan dr. Derran duduk di kursi restoran tersebut. Suasana makan malam kali ini, tampak begitu berbeda. Para pramusaji mulai menyajikan makanan di atas meja. Mulai makanan pembuka sampai makanan utama. Makanan yang disajikan pun terasa nikmat sekali.Sementara itu kapal melaju perlahan menyusuri sungai. Pemandangan kota terlihat begitu indah. Big Ben yang menjulang tinggi, tampak megah dari kejauhan. London Eye juga tampak perlahan berputar, lampunya memantulkan cahaya di permukaan air. Alunan musik jazz yang disajikan menambah suasana romantis. “Terima kasih atas kejutannya.” Kalea sangat bahagia sekali dengan apa yang diberikan oleh sang suami.
Tubuh Kalea yang lemas seketika terjatuh. Beruntung tangan kokoh menangkapnya tepat waktu.“Sayang.” Dr. Derran tadi dari mobil untuk mengambil ponselnya yang tertinggal. Tadi dari kejauhan, dia sudah melihat sang istri. Buru-buru dia mengejar. Namun, tidak disangka jika sampai di lobi, ternyata sang istri pingsan. Dr. Derran langsung membawa sang istri ke ruang IGD. Perawat yang kebetulan ada di lobi membantu dengan menjaga Kyna. Melihat sang istri yang pingsan jelas membuat dr. Derran panik. Namun, dia sadar harus tenang karena tidak boleh panik ketika memeriksa pasien. Dr. Derran memeriksa keadaan sang istri. Sambil terus berusaha membuat sang istri sadar. “Sayang,” panggilnya. Suara itu samar-samar terdengar, membuat Kalea membuka mata. Hal pertama yang dilihat adalah sang suami. “Sayang, apa yang kamu rasakan?” tanya dr. Derran seraya membelai lembut rambut Kalea. “Aku tiba-tiba pusing. Sedikit mual.” Kalea menjelaskan apa yang dirasakan oleh dr. Derran. Dr. Derran memi
Seperti dugaan Kalea, itulah alasan anaknya mengunci pintu. Kalea menatap suaminya, berusaha untuk meminta bantuan, karena kali ini dia bingung harus apa. “Kenapa Kyna tidak suka adik kecil?” Dr. Derran yang paham dengan tatapan sang istri segera bertanya. Tangannya membelai lembut wajah Kyna yang basah karena air mata. “Kyna, tidak mau karena nanti Mama dan Daddy tidak sayang Kyna karena ada adik kecil.” Kyna masih terbayang-bayang bagaimana Sandra mengatakan jika Alby harus fokus pada adik kecil, bukan sibuk dengan dirinya. Kalea dan dr. Derran langsung sadar jika Kyna masih trauma dengan ucapan Sandra waktu itu. “Kyna anak Daddy dan Mama. Tidak akan ada yang mengubah rasa sayang itu. Jika pun ada adik kecil, maka Daddy dan Mama akan tetap menyayangi Kyna.” Dr. Derran berusaha untuk menenangkan Kyna. “Yang Daddy katakan benar. Mama dan Daddy akan sayang pada Kyna. Sama sayangnya dengan pada adik kecil. Jadi Kyna jangan merasa takut.” Kalea ikut menenangkan anaknya. “Benarkah?
“Tidak.” Kalea menggeleng. Dr. Derran benar-benar heran sekali. Padahal kebanyakan wanita yang memeriksakan kandungan ke tempatnya selalu saja mengeluh karena tidak kuat mual. Belum lagi keluhan para suami yang mengatakan jika mereka kewalahan menuruti mengidam sang istri. “Sudah ayo cepat berangkat,” ajak Kalea. Dr. Derran mengangguk. Kalea mengantarkan Kyna, sedangkan dr. Derran segera berangkat ke rumah sakit. Pagi ini dia harus kunjungan pasien cukup banyak. Jadi dia harus berangkat pagi. Dr. Derran yang masuk ke ruangan tiba-tiba mencium aroma tidak enak. “Bau apa ini?” tanya dr. Derran mencium aroma tidak enak. “Bau apa, Dok?” tanya perawat bingung. “Pembersih lantai sepertinya.” Perawat bingung kenapa tiba-tiba sekali dr. Derran tidak suka mencium aroma pembersih lantai. Padahal pembersih itu yang biasa dipakai rumah sakit. “Minta ganti aroma pembersih lantai dengan yang beraroma lain!” Dr. Derran memberikan perintah pada perawat. Mengingat dr. Derran adalah anak da
Mendengar hal itu, dr. Derran segera berlari ke UGD. Pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi pada sang istri.Saat sampai di sana, tak hanya sang istri yang ditemuinya. Ada Mayra juga di sana. Dia yakin jika sang istri dan Mayra sudah bertemu sebelum dirinya datang. Ingin rasanya bertanya, apa yang sudah dilakukan Mayra bersama istrinya. Namun, untuk saat ini tidak seharunya dia bertanya seperti itu. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu. Yaitu sang istri. “Sayang, kamu kenapa?” “Kontraksi yang aku rasakan sudah intens. Jadi aku ke sini.” Dr. Derran tentu kaget, karena sang istri tidak ada omongan sama sekali jika kontraksi. “Sayang, kenapa tidak mengatakan padaku?” Rasanya sebagai suami, dr. Derran merasa jahat. “Aku sudah konsultasi dengan dr. Nana. Jadi kamu tidak perlu khawatir.” Kalea mencoba menenangkan. Mungkin karena ini bukan kehamilan pertama, jadi Kalea tampak tenang. Dr. Derran hanya bisa pasrah ketika sang istri sudah mengambil tindakan itu. Artinya mema
“Tidak perlu.” Kalea langsung menarik dr. Derran. Merasa jika sang suami tidak perlu melakukan itu. “Kenapa?” tanya dr. Derran penasaran. “Tidak perlu melakukan hal itu. Jangan mengganggu waktu kerjamu. Fokus saja dengan pekerjaanmu.” Kalea tidak mau dr. Derran bersikap berlebihan dengan Mayra karena suaminya sedang di rumah sakit. “Jika mau diselesaikan, kita ajak dia bicara di luar.”Apa yang dikatakan sang istri ada benarnya. Tidak mungkin terus-terusan bicara di rumah sakit. Karena memang beberapa kali dilakukan Mayra masih melakukan hal yang sama. “Baiklah, kita akan bicara pada Mayra di luar. Aku akan menghubunginya dan membicarakan ini semua.” Dr. Derran mau Kalea ikut untuk bicara dengan Mayra, karena tidak mau ada kebohongan di antara mereka. Kalea setuju dengan apa yang dikatakan sang suami. Mereka akan bicara nanti dengan Mayra. Namun, untuk saat ini, dia harus fokus pada kandungannya dulu. Karena ini adalah pemeriksaan terakhir. Dr. Derran mengunjungi pasien-pasienny
Kalea benar-benar merasa tidak enak hati sejak melihat beberapa kali suaminya pulang dengan keadaan kesal dan kelelahan. Sebagai istri dia merasa jika ada yang tidak beres dengan suaminya. “Apa tidak terjadi apa-apa di rumah sakit?” tanya Kalea menatap dr. Derran. Sepertinya memang tidak ada yang bisa disembunyikan oleh dr. Derran. Dia merasa jika istrinya pasti curiga dengan semua yang dilakukannya. “Kita bicara sambil duduk.” Dr. Derran mengajak sang istri duduk di sofa yang berada di kamar. Kalea semakin dibuat penasaran karena sang suami tampak begitu serius saat bicara. Dr. Derran yang ingin bicara, meraih tangan Kalea lebih dulu. Menggenggamnya erat. “Ada yang mau aku katakan terkait Mayra.” Karena kemarin dia melihat keadaan Kalea baik-baik saja, maka itu dia memberanikan diri untuk mengatakannya sekarang. Tak nyaman bagi dr. Derran menyembunyikan semua dari Kalea.Mendengar nama mantan kekasih suaminya itu, Kalea merasa jika pasti ada masalah yang terjadi. “Ada apa deng
Dr. Derran yang masuk ke ruangannya dikejutkan dengan bunga yang berada di atas mejanya. Tentu saja itu membuat dr. Derran kesal. Dia sangat yakin jika Mayra yang mengirim bunga itu. Rasanya dr. Derran benar-benar kesal sekali. Buru-buru dr. Derran memanggil perawat. “Ada apa, Dok?” “Siapa yang menaruh bunga ini di sini?” Olda melihat dr. Derran yang tampak begitu kesal, Olda jadi takut. Dia mengalihkan pandangan pada bunga di atas meja. “Saya tidak tahu, Dok.” “Bawa keluar bunganya!” Dr. Derran tidak mau melihat bunga itu. Olda langsung mengambil bunga tersebut, kemudian membawanya keluar dari ruangan dr. Derran. Dr. Derran benar-benar kesal. Tentu saja dia akan memperingatkan Mayra setelah ini. Pagi ini, dr. Derran mengunjungi pasien yang melakukan operasi kemarin dan juga pasien yang sudah operasi sebelumnya. Beberapa diizinkan untuk pulang. Kegiatan berlanjut untuk melakukan praktik. Namun, saat berpapasan dengan Mayra, dr. Derran memanfaatkan hal itu.“Kalian ke ruanga
Dua operasi berjalan dengan lancar. Untungnya Mayra tidak bertingkah di saat operasi. Jadi semua berjalan lancar. “Apa akan langsung pulang setelah ini? Apa kita tidak makan-makan dulu untuk merayakan operasi kita yang berhasil ini?” Mayra menatap dr. Derran. Dr. Derran malas dengan sikap basa-basi mantan pacarnya itu. Tak mau berurusan, dr. Derran segera berlalu meninggalkan Mayra. Langkah dr. Derran diayunkan keluar dari ruang operasi. Kembali ruangannya untuk segera pulang. “Kak.” Saat hendak masuk ke mobil, dr. Derran mendengar suara. Saat menoleh dia melihat Rivans di sana. “Ada apa?” tanya dr. Derran. “Aku tidak bawa mobil, apa aku bisa menumpang?” “Ayo.” Dr. Derran mengizinkan sepupunya itu. Rivans segera masuk ke mobil dr. Derran. Duduk tepat di samping kursi kemudi. Dr. Derran melajukan mobilnya. Rumah orang tua Rivans tak jauh dari rumah orang tuanya, jadi tak masalah jika dia mengantarkannya. “Bagaimana perasaan Kak Derran bertemu dengan mantan? Apa berdebar?” t
Melihat sepupunya itu menunjuk ke pintu lobi, dr. Derran langsung mengalihkan pandangannya. Dilihatnya seseorang yang dikenalnya. “Aku mau memberitahu kamu jika dia sekarang bekerja di sini lagi.” Rivans menjelaskan alasannya menghubungi sepupunya itu kemarin. “Kenapa tidak menghubungi balik jika kamu ingin memberitahu itu?” Dr. Derran menatap tajam pada sepupunya itu. “Kamu tidak mau diganggu, jadi aku tidak menghubungi lagi.” Dengan polosnya Rivans menjawab.Dr. Derran hanya bisa mengembuskan napasnya. Benar-benar kesal pada sepupunya itu. Padahal ini adalah hal penting. “Hai.” Mayra menyapa dr. Derran dengan senyum. “Kita bertemu di sini.” Dengan polosnya dia menjelaskan. “Waktu itu aku mau bilang jika aku kembali bekerja di sini. Hanya saja, waktu itu tidak tepat.” Sejenak dr. Derran teringat dengan kedatangan Mayra ke rumah. Waktu itu dia membahas rumah yang membuat Kalea terluka. Mungkin jika waktu itu tidak ada kejadian kemarin, dr. Derran sudah tahu keberadaan Mayra di r
Kalea yang melihat seorang wanita memanggil suaminya. Dia memerhatikan wanita yang sedang berjalan ke arah suaminya itu. “Sayang, aku bisa jelaskan.” Dr. Derran meraih tangan sang istri. Kalea merasa sedikit kesal. Kemarin mantan pacar suaminya yang datang, dan ini siapa lagi? Kalea tidak tahu siapa lagi wanita yang kini ada di hadapan sang suami. “Siapa dia?” tanya Kalea memastikan.“Dia arsitek yang akan merenovasi rumah kita. Aku sengaja mengundangnya agar kamu bisa bicara dengannya.” Dr. Derran tak mau berlama-lama menyelesaikan masalahnya. Rumah harus segera diubah, jadi dia sengaja menghubungi arsitek dari Adion Company, karena itu pihak Adin Company mengirim arsitek untuk mewujudkan keinginan dr. Derran.Kalea cukup terkejut mendengar jika suaminya akan merenovasi rumah. Tidak menyangka akan secepat itu. “Aku mau kamu senang. Jadi aku mau mengubah semuanya untuk kamu. Sampaikan apa yang kamu inginkan.” Dr. Derran menatap Kalea dengan teduh.Kalea merasa beruntung suaminya
Kalea yang nyaris terlelap, terbangun ketika mendengar suara ponsel suaminya. Dr. Derran segera mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubungi. “Rivans.” “Kenapa dia menghubungi malam-malam?”“Entah.” Dr. Derran menaikkan bahunya. Tak tahu “Angkat saja dulu. Siapa tahu penting.” “Baiklah.” Dr. Derran mengangguk. Dr. Derran segera mengangkat sambungan telepon tersebut. Ingin tahu apa yang ingin dibicarakan Rivans. “Kak.” Suara Rivans terdengar di seberang sana. “Kamu mau bahas pekerjaan atau hal pribadi?” tanya dr. Derran tanpa basa-basi. “Hal pribadi.” Rivans di seberang sana memberitahu. “Jika hal pribadi, besok saja kamu bicara.” Dr. Derran langsung mematikan sambungan telepon dan meletakan telepon di atas nakas. Apa yang dilakukan sang suami itu jelas membuat Kalea terkejut. “Kenapa dimatikan?” tanyanya. “Dia hanya ingin membahas hal pribadi. Jadi aku pikir, bisa dibicarakan besok.” Dengan entengnya dr. Derran menjawab. “Tapi, kalau sampai urusan pribadi
Mayra tentu saja tidak ada muka saat diusir. Padahal dia belum bicara dengan dr. Derran. Tak mau semakin malu, akhirnya Mayra pulang. Kini tinggal Kalea dan dr. Derran yang ada di rumah itu. Kalea segera berbalik untuk masuk. Meninggalkan dr. Derran yang masih di depan pintu. Tempat yang dituju adalah kamar. Dr. Derran yang melihat sang istri pergi, segera mengejar. Dia harus menjelaskan semuanya. “Sayang.” Dr. Derran masuk ke kamar. “Jadi kamar ini desain wanita itu juga?” tanya Kalea memastikan. “Sayang, maaf aku tidak mengatakannya, tapi aku tidak berniat berbohong.” Dr. Derran berusaha untuk meyakinkan sang istri. “Aku sudah dengar jika rumah ini disiapkan untuk dia. Hanya saja, aku teralu naif hingga tidak berpikir jika rumah ini didesain olehnya.” Kalea merasa sangat bodoh sekali. “Sayang, sejujurnya waktu itu aku mau merenovasi, hanya saja belum ada waktu. Aku benar-benar sibuk. Ditambah pernikahan kita dan aku pikir tidak masalah jika memakai semuanya dulu.” Dr. Derran