Embun pulang ke rumah dengan perasaan sedih. Betapa tidak sedih, ia tadi nyaris bertemu dengan mantan suaminya. Saat ini ia tidak ingin bertemu dengannya. Meskipun ia sangat ingin bertemu dengan putranya. Melihat wajah Danar membangkitkan memori terkelam dalam hidupnya. Sebelum pulang ke rumah ibunya, Embun menyempatkan dirinya mengunjungi anak jalanan dan memberikan santunan berasal dari gajinya sebagai housekeeper di hotel milik Manggala. Namun ia tidak bisa berlama-lama di sana sebab sang ibu terus saja menghubunginya agar segera pulang.Saat tiba di rumah, Embun langsung disambut oleh ibunya. Padahal ia tahu ibunya wanita karir dengan segudang aktifitasnya. Namun karena masih ingin menikmati waktu bersama putri–yang baru saja ditemukan, Ana memilih cuti dari kegiatannya bahkan ia sampai membatalkan beberapa acara pertunjukan seni musik di gedung teater.“M-mami!” seru Embun yang masih belum terbiasa dengan kondisi saat itu.Ana tersenyum sumringah menatap putrinya. Ia menghampiri
Hingga sore menjelang, Embun menghabiskan waktunya mengobrol dengan saudara kembarnya–Pasha di taman. Mereka begitu mudah membangun chemistry. Bahkan mereka sampai lupa waktu.Pasha menengok benda bulat dengan tali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ia pun bersuara, “Jeena, kita asik ngobrol.”Pasha menoleh pada Embun dan tersenyum. Kemudian tatapannya bergulir pada langit yang terlihat mendung.Pasha menjadi teringat telepon dari Manggala tadi pagi. “Jeena, tadi mantan suamimu mencarimu?”Embun tersentak mendengar pertanyaan Pasha. Dari manakah Pasha tahu soal Danar?Melihat mimik muka adiknya, Pasha pun melanjutkan kalimatnya.“Tadi aku sempat teleponan dengan Gala. Dia cerita katanya ada Danar Yudistira mencarimu hingga ke hotelnya. Dasar pria tidak tahu diri! Setelah kau pergi baru dia mencarimu!&
Setelah kepergian rombongan Ali beserta kuasa hukumnya, Diajeng panik bukan main. “Mas Danar, kau ini bagaimana? Kau mau pernikahan kontrakmu dengan gadis itu mencuat ke media? Argh, kau berhasil menghancurkan reputasi perusahaan dengan sikapmu yang gegabah!”“Ibu, jangan bikin aku bingung! Bukankah Ibu bilang jika tidak ingin berpisah dengan Sagara? Ini salah satu cara agar aku bisa mempertahankan Sagara bersama kita.”Danar menjadi serba salah. Ia merasa seperti seekor kerbau dicucuk hidungnya. Apapun langkah yang diambil keliru.“Maksud Ibu, kau harus bisa menyelesaikan masalah ini tanpa melibatkan masalah hukum! Jika wartawan mendengar secuil kasusmu ini, reputasi perusahaan hancur termasuk saham perusahaan pasti anjlok. Kau mau Eyangmu langsung terkena serangan jantung,” sergah Diajeng dengan raut kekhawatiran di wajahnya. Wajar saja, seorang ibu adalah sosok orang pertama—yang selalu mengkhawatirkan keluarganya.“Terus aku harus bagaimana Ibu? Aku sudah tidak peduli lagi dengan
Akhir-akhir ini Manggala tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia merasa gelisah karena terus dihantui bayangan sosok wanita bermanik almond. Padahal baru hitungan hari ia tidak bertemu dengannya. Namun ia merasa tidak bertemu dengannya selama sewindu.Untuk mengobati rasa rindunya, ia kadang menatap saudara kembarnya agak lama saat mereka melakukan teleconference berempat, geng The Great Duke. Geng itu terdiri dari si kembar Beryl, Alby, Pasha dan dirinya. Sementara itu, orang yang menamai geng tersebut ialah Beryl–si cowok narsistik dan agak tengil. Terdengar absurd memang. Begitulah cinta kadangkala bikin orang buta. Manggala memang tidak dekat dengan teman perempuan. Selama sekolah ia juga tinggal di asrama lelaki. Ke dua orang tuanya baru melepasnya tinggal jauh saat kuliah dan mulai mengurus perusahaan. Ke dua orang tuanya tinggal di Salatiga mengurus perusahaan induk PT Cahaya Waluyo Group. Sementara itu, Manggala tinggal di bawah asuhan eyangnya—budenya ayahnya bernama Bude Ratna
Sepanjang jalan menuju pulang ke kediaman mewah milik ibunya, Embun terdiam namun kepalanya mirip terkena angin puting beliung. Berisik sekali. Diam-diam ia menghitung sejumlah pengeluaran ibunya dimulai belanja pakaian di mall hingga melakukan perawatan wajah. Bergidik ngeri Embun menghitung total pengeluaran ibunya untuk mewujudkan apa yang ia mau. Intinya, ibunya seorang konglomerat! Mereka pulang saat menjelang malam hari. Driver langsung membantu Ana mengeluarkan barang-barang hasil perburuan mereka dan membawanya masuk ke dalam rumah mewah tersebut.Barulah keesokan harinya, Embun berencana menata berbagai jenis pakaian yang dibelikan ibunya ke dalam lemari. Ia akan memakai pakaian baru itu setelah bagian binatu mencucinya.Pagi itu, Ana terbangun dari tidurnya. Ia melihat di sebelah kanan ranjangnya kosong. Putrinya bangun terlalu pagi. Setiap malam Ana masih tidur dengan putrinya—untuk mengobati rasa rindu yang menyiksanya selama nyaris lebih dari dua puluh tahun lamanya.Wa
Ketika mendapat nomor telepon Embun dari Yasmin, Danar tak bisa menyembunyikan raut bahagianya. Akhirnya, ia bisa menghubungi mantan istrinya secara langsung. Sebetulnya tidak benar-benar langsung, karena ia sadar seratus persen. Embun bahkan mungkin tidak akan mengangkat telepon dari nomor sembarangan.Alhasil, tercetuslah sebuah ide spontan. Ia meminta sang ibu untuk menghubungi Embun.“Makasih, Ibu. Semoga usaha Ibu membuahkan hasil.”Danar memeluk ibunya dengan penuh haru sesaat ibunya telah menghubungi Embun demi dirinya. Namun Diajeng hanya mendecak sebal pada putranya. Rasanya, ia sudah menjatuhkan harga dirinya demi wanita rendahan itu. Diajeng belum tahu soal hubungan Embun Ganita dan keluarga Basalamah. Ia berpikir jika Embun meminta pertolongan pada salah satu keluarga itu—keluarga yang berkuasa. Ana juga belum melakukan press conference resmi di depan awak media soal putri kembarnya yang ditemukan. Untuk saat ini, ia hanya menikmati kebersamaan dengan putrinya yang sempat
Embun tertegun lama setelah mendengar cerita Danar dan ungkapan perasaan hatinya. Jauh dalam lubuk hati terdalam, andaikata Danar bersikap seperti itu dulu padanya. Barangkali dengan senang hati dan penuh keikhlasan, ia akan menerimanya tanpa pertimbangan. Embun bukan seorang perempuan yang keras hati. Ia wanita berhati lembut. Bahkan ketika beberapa kali orang melukai dan menyakiti hatinya, berulang kali ia memaafkan mereka. Mungkin sebagian orang menganggap sikap Embun dungu dan tolol. Namun Embun hanya tak ingin ada permusuhan. Ia ingin hidup damai.Naasnya, sikap Danar dan keluarganya sudah melewati ambang batas kewajaran. Hal tersebut memicu sebuah pemberontakan dari dalam diri Embun Ganita. Sudah cukup mereka telah memperdaya dirinya yang begitu lugu. Mereka telah berhasil membangkitkan sisi gelap wanita itu hingga menyebabkannya mengalami trauma dan tak mudah percaya pada siapapun.“Bagaimana, Embun? Bersediakah kau kembali padaku?”Tangan Danar terulur hendak menyentuh ke dua
“Antar aku ke BUMI PUTRA Regency!”Embun berkata dengan suara yang gemetar pada seorang pemuda–yang ia kira driver taxi. Ia berbicara bahkan tanpa melihat ke depan. Ia fokus dengan dirinya dan bergelut dengan perasaannya yang kacau balau saat ini. Pertemuan dengan Danar dan Mita membuatnya merasa muak. Embun menundukan wajahnya dan terisak pelan. Sang pengemudi bisa mendengar rintihannya. Tak ingin protes, pengemudi itu melajukan kendaraannya dengan tempo yang pelan. Sejujurnya, pemuda tampan itu bingung. Tadi ia menghentikan mobilnya tepat di depan resto Bunga Rampai karena ingin makan. Ia sudah melewatkan jam makan siangnya sehingga ia berniat akan makan di sana.Sisi lain, Embun menatap arloji yang melingkari tangannya. Saat ke sana, ia datang sebelum azan ashar. Oleh karena itu, ia pun ingin mencari masjid untuk menunaikan sholat ashar yang sudah terlambat. Ia panik sendiri kemudian ia mendongak dan menatap kursi yang diduduki pengemudi.“Mas, turun di masjid terdekat!” titah Emb
Jeena pun berusaha menelepon Manggala namun tidak diangkat. Kali ini pemuda tampan itu marah. Beberapa hari berikutnya, Jeena pun berusaha meneleponnya lagi dengan maksud ingin mengundang Manggala untuk hadir di acara penampilan Amal kampus.Hari itu Rosa sudah kembali ke Manhattan. Jeena tidak kesepian lagi. Melihat Jeena termenung di depan balkon ruang musik di apartemennya, Rosa pun menghampirinya.“Nona, mau dibikinin apa buat makan siang?”Jeena menoleh dengan wajah masam. “Gak usah. Aku belum lapar,”Rosa menatap simpatik pada Nona mudanya. Pasti ia sedang punya masalah. Namun masalahnya apa ia memang tidak terbuka. Jeena akan membeberkan masalah kalau merasa ia lelah.“Ros, kamu punya pacar?”Tiba-tiba saja Jeena bertanya itu pada Rosa. Jeena sudah pernah bersuami. Namun ia belum pernah berhubungan dengan pria serumit itu. Manggala sedang merajuk hingga tak berkomunikasi dengannya lama.Siapa tahu Rosa punya pacar dan tahu betul mengatasi situasi yang terasa tak nyaman itu. Itul
Jeena bangun dengan berurai air mata. Ia bermimpi buruk tentang putra kesayangannya. Manggala pun berusaha menghiburnya. “Jeena, itu cuma mimpi!”Manggala sibuk menyeka air mata Jeena dengan sapu tangan miliknya. Jeena masih mengumpulkan sejumput nyawanya. Mimpi buruk tentang putranya terasa nyata. Alih-alih merespon Manggala ia pun mencari ponselnya. Menyadari apa yang sedang dicarinya, Manggala mengangsurkan ponselnya dan langsung mencari nomor kontak Ana.“Ini! Kamu telepon Mami!” ucap Manggala dengan lembut. Pemuda tampan itu sangat memahami perasaan Jeena saat ini.Jeena pun meraih ponsel yang disorongkan oleh Manggala padanya. Ia pun langsung menekan nomor telepon ibunya.Senyum tipis tersemat di wajahnya tatkala ponselnya mulai terhubung dengan ibunya.Dengan tangan gemetar Jeena menempelkan ponselnya di sisi telinganya. Ia pun mulai menggerakan bibirnya.[Mi, assalamu’alaikum!][Halo, Sayang! Waalaikumsalam! Kenapa kamu baru telepon? Jeena baik-baik aja kan?]Ana langsung men
Wajah Rain langsung memerah tatkala melihat siapa pemuda tampan yang mengaku dirinya sebagai kekasihnya Rosa.“Pasha,” ucapnya dengan agak canggung. Bagaimanapun, Rain adalah salah satu anak didiknya dr Zain. Rain sangat menghormati dr Zain dan keluarganya. “Maaf, Pasha. Aku … hum …” imbuh Rain rasanya ingin menggali lubang untuk sembunyi. Pasti Pasha mendengar perkataannya barusan.“Sudahlah! Aku akan membayar semua pengobatan Bapak,” imbuh Pasha dengan raut serius.Namun Rosa merasa jantungnya akan copot. Pasti setelah drama ini, Pasha akan menyeretnya dan memarahinya karena pulang ke Indo, meninggalkan adik kesayangannya. Tatapan Rosa turun pada punggung tangan Pasha yang masih menempel pada pinggangnya. Namun ia tak berani menepis rangkulannya.“Aku ada urusan dulu, Sa,” ucap Rain buru-buru kabur dari situasi itu. Ia berpura-pura menerima telepon dari seseorang.Sementara itu, Rosa menunduk dengan wajah yang gelisah. Ia takut dipecat oleh Ana. Ia sudah menganggap Ana ibunya sendi
Di sebuah rumah sakit swasta, seorang wanita berambut pendek tengah duduk termangu di depan ruang operasi dengan perasaan yang berkecamuk. Ayahnya menderita penyakit kronis yang menyebabkannya harus menjalani operasi. “Bagaimana Ayah saya Dok?” tanya wanita itu pada dokter bedah yang baru saja keluar dari dalam ruangan itu.Dokter bedah yang memakai masker itu tak lantas menjawab pertanyaan wanita itu. Ia menelisik wanita di depannya. Kemudian ia pun melepas maskernya.“Ros,” seru dokter bedah tampan itu menatap Rosa dengan tatapan yang rumit. Rosa tersentak melihat sosok pria dari masa lalunya. Dia adalah mantan kekasihnya yang selingkuh dengan sahabatnya tiga tahun silam.Ekspresi Rosa langsung berubah saat melihat siapa pria di depannya. “Kamu gak berubah! Kamu masih cantik seperti pertama kali aku lihat,” ujar dokter bedah itu dengan tatapan yang justru menghujam batin Rosa.Berani-beraninya ia mengatakan hal itu! Memuji dirinya cantik setelah apa yang dilakukan olehnya tempo d
Jeena berusaha mencari buku miliknya di semua rak dalam lemari. Ia tidak menemukannya. Seingatnya, ia menaruh buku berisi lagu-lagu ciptaannya di ruang musik. Wanita bermanik almond itu tampak frustrasi. Bahkan sampai larut malam, ia terus menyisiri setiap sudut untuk mencari buku itu. Ia sampai memindahkan furniture demi mencarinya. Mungkin buku itu terjatuh di sudut rumahnya. Jeena bukan seorang yang mudah menyerah. Ia terus mencari sampai begadang dan baru bisa tidur jam tiga pagi. Alhasil tubuhnya langsung terserang demam. Namun ia mengabaikannya. Pagi hari ia pun mulai menyisir kembali seluruh ruangan di apartemen. Seingatnya buku itu masih berada di rumah.Saat ia sibuk, suara bel apartemen berbunyi. Biasanya tamu yang datang berkunjung ke apartemen ialah sales. Jeena tidak berniat membukakan pintu. Ia terus sibuk mencari buku berharga miliknya. Karena suara bel tak kunjung berhenti, Jeena pun akhirnya bergegas mengayunkan kakinya menuju pintu hendak melihat siapakah tamu yang
Setelah acara makan siang, Beryl pun mengantar Serina pulang ke indekosnya. Lalu ia pergi kembali ke kantor. Ada berkas penting ketinggalan di kantor.Pukul lima sore, para karyawan sudah pulang satu per satu. Yang tersisa hanyalah para security dan beberapa karyawan yang memilih lembur.Satu per satu mereka menyapa Beryl dengan sopan dan penuh hormat. Beryl hanya tersenyum tipis menanggapi. Ia langsung berjalan melewati lobi dan menaiki lift. Namun tiba-tiba langkah kakinya terhenti saat ia melewati ruangan staf admin. Laila tampak masih sibuk di depan komputer. Entah apa yang sedang dikerjakannya. Yang jelas, gadis itu terlihat fokus mengetikkan sesuatu di layar keyboard. Beryl hanya menatapnya dari kejauhan kemudian kembali ke ruangannya. Ia mengambil berkas penting miliknya. Saat ia melewati ruang staf admin, Laila sudah tidak berada di ruangannya.Beryl langsung pergi menuju mobil miliknya. Ia pun bergegas masuk dan mengemudikan kendaraannya dengan tempo yang sedang. Tatapannya
“Laila, kamu ngapain aja sih? Lama banget tau! Aku sudah ditunggu oleh Mas Beryl,”Dari arah belakang, sekonyong-konyong Serina menyusul Laila. Gadis bermata biru itu menatap Laila yang diam termangu melihat foto yang berada di ruangan itu.‘Sial, Laila nanti bisa tahu kalau Nena Hanum itu nenek yang ditolongnya saat kebakaran. Bagaimana ini?’ batin Serina berisik. Gadis itu buru-buru menepuk pundak Laila dengan lembut. “Laila, sudah selesai belum?”Laila terkesiap melihat kedatangan Serina. Ia pun bergegas menekan tombol mesin foto copy dan merapikan dokumen milik Serina. “Ini!”Laila menyerahkan dokumen itu pada Serina. “Makasih, ya,” imbuh Serina tak lantas pergi dari ruangan itu. Ia menunggu Laila pergi dari sana lebih dulu. Serina benar-benar panik. Jika Laila mengetahui Hanum adalah neneknya Beryl maka rencananya akan berantakan. Hal paling buruk yang akan terjadi ialah pertemuan Laila dengan Hanum. Beberapa kali Laila pernah bercerita bahwa ia ingin bertemu dengan wanita tua
“Sulis, kemana calon cucu menantu? Mama pengen ketemu. Sudah lama dia gak datang. Apa hubungan mereka baik-baik aja?”Hanum bertanya pada Sulis soal Serina. Dengan berjalan tertatih, Hanum menghampiri Sulis yang tengah berdiri di depan kompor. Sulis sedang memasak puding untuk mertua kesayangannya. Ia sedang menginap di rumah Hanum.Mendengar suara Hanum, Sulis buru-buru mematikan kompor dan menghampirinya. “Mama, mau apa? Nanti Sulis ambilin. Mama kan lagi kurang sehat. Mama diam aja di kamar.”Hanum terlihat berwajah masam mendengar nasehat menantunya. Ia tidak mau diperlakukan seperti orang sakit dan orang jompo meskipun kenyataannya demikian.Alih-alih merespon menantunya, Hanum kembali berkata dan menanyakan Serina. “Kenapa kamu gak ajak Serina? Mama kepikiran dia terus. Bagaimana kabarnya?”Sulis terdiam mendengar rentetan kalimat yang mama mertuanya sampaikan. Ia malas membahas soal gadis itu. Sebagai seorang ibu, ia bisa merasakan jika Serina sepertinya bukan gadis yang cocok
“Jangan! Please! Aku gak tau siapa dia!” seru pria bertato dengan perasaan takut. Cairan bening sudah menggenang di sudut matanya. Rian tidak main-main dengan ancamannya. Cengkraman tangannya sangat kuat. Pria itu nyaris kehilangan pasokan oksigen.Mata Rian nyaris loncat dari tempatnya saat mendengar pengakuan pria itu. Pria bajingan itu ingin lepas begitu saja namun ia tidak mau membeberkan Bos yang menyuruh mereka.“Lempar saja dari rooftop!” pekik Rian kemudian menendang perut pria itu.Pria itu terbatuk-batuk. Ia terlihat sangat ketakutan. Dua orang pria yang tak lain rekan Rian langsung menarik lengan pria yang diikat dengan tambang. Mereka menyeret pria itu dan segera membawanya ke lantai atas. Pria itu sontak berkata kembali.“Jangan! Aku benar gak tau! Wajahnya pake masker. Dia cuma ngasih perintah dan bayar kami. Udah gitu dia pergi!”“Benar, emang dia gak lihatin wajahnya,” timpal pria asing lainnya.Rian mendengus pelan. Benar-benar tidak masuk akal!Namun dari tatapan mer