Makasih supportnya 🤍🤍
Sejak keluar dari rumah sakit, Rosa merasa lebih baik tinggal di indekos ketimbang kembali ke rumah Ana, keluarga Basalamah. Entahlah, mungkin Rosa terlalu percaya diri. Ia merasa jika Pasha terang-terangan menunjukkan ketertarikan padanya. Sial, ia pun memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Dan, ia tidak bisa menghindarinya. Malam itu, Rosa sudah sembuh dan menghubungi Ana, meminta ijin padanya untuk tinggal di indekos sebelum ia kembali mengawal Jeena.Meskipun suhu tubuhnya sudah turun, namun tubuh Rosa masih terasa letih. Ia pun memilih menghabiskan waktu dengan merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu. Suara ketukan pintu terdengar samar-samar. Rosa mengerutkan keningnya. Ia merasa tidak memesan makanan. Ia lebih baik memasak agar bisa menghemat pengeluaran.Namun suara ketukan itu terus menggema. Mau tak mau, Rosa pun menegakkan tubuhnya dan berjalan ke arah pintu. Tangannya langsung terulur menarik knop pintu.Saat ia membuka pintu, wajah tampan langsung menyambutnya.
Siang itu, langit mendung seakan menggambarkan suasana yang akan terjadi. Sebuah mobil polisi berwarna hitam berhenti di depan rumah megah bergaya kontemporer milik kediaman Yudistira. Beberapa petugas turun dengan langkah tegas, mata mereka penuh kewaspadaan. Diajeng, wanita tua dengan rambut keperakan yang selalu tertata rapi, sedang duduk di ruang tamu dengan secangkir teh hangat di tangannya. Wajahnya yang anggun tidak menunjukkan sedikit pun tanda ketakutan. Namun, ketenangannya buyar ketika suara ketukan keras menggema di seluruh ruangan. “Bik! Coba bukan pintu siapa sih yang datang?”Diajeng menyuruh ART untuk membukakan pintu. Ia sedang bermalas-malasan dan tidak ingin diganggu.Wanita tua itu menengok arloji di tangannya dan mendesah pelan. “Kemana sih Mas Danar belum pulang?”“Bu Diajeng, kami dari kepolisian. Kami memiliki surat perintah penangkapan terhadap Anda atas tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Pak Manggala Putra Aldino.”Suara tegas seorang petuga
“Hari ini aku ceraikan kau, Embun. Mulai saat ini, kau bukan istriku lagi.” Danar Yudistira berkata pada Embun Ganita-istrinya yang sudah dinikahinya setahun yang lalu. Nada suaranya terdengar serius.Seketika rahang Embun pun jatuh mendengar ucapan talak dari suaminya. Beberapa kali matanya mengerjap karena tak percaya dengan apa yang didengarnya baru saja.Lelucon macam apa ini?Ia baru saja melahirkan seorang bayi tampan untuk pria dewasa di depannya. Bahkan, Danar saat ini tengah menggendong anak mereka. Bukankah seharusnya Embun mendapatkan pelukan hangat dan ucapan selamat karena telah bersusah payah melahirkan bayi mungil itu secara normal? Namun lihatlah apa yang diperolehnya?"Ap--" Baru saja Embun menggerakan bibirnya untuk mempertanyakan ucapan suaminya, masuklah seorang wanita cantik dan seksi ke dalam ruangannya. Wanita cantik berambut panjang itu berjalan mendekati Danar lalu merangkul pinggangnya dengan sangat mesra seraya ikut menatap bayinya. Sontak, Embun terlonj
"Aaa..."Embun terbangun saat merasakan cipratan air mengenai wajahnya. Ia merasa tersentak lalu membelakan mata almondnya dengan penuh keterkejutan. Tangannya buru-buru mengusap air dingin yang membasahi wajahnya. Sepasang mata tajam langsung menyambut Embun. Seketika perempuan muda itu langsung menggerakan bibirnya, ingin menanyakan soal perjanjian yang dibuat antara ayahnya dan suaminya. Atau, mungkin wanita pesolek yang berdiri di hadapannya itu ikut terlibat di dalamnya! Sembari mencengkram sprei dan berusaha menegakkan tubuhnya, Embun langsung membuka mulutnya. “Tante, perjanjian apa yang dilakukan Ayah dengan Tuan Danar?”Suara Embun bergetar hebat. Sebetulnya sudah jelas Embun membaca surat kontrak yang dibawa suaminya. Hanya saja, ia tak terima karena merasa tidak pernah membuat kesepakatan apapun dengan Danar.Embun menyukai Danar dan jatuh hati pada pandangan pertama. Ketika Danar melamarnya di depan sang ayah, ia langsung menerimanya dengan penuh sukacita. Indira-ibu t
Menaiki angkutan umum, Embun pergi ke sebuah villa sederhana dekat hutan pinus yang ia tinggali saat menjalani pernikahan dengan Danar Yudistira.Setelah dipersunting oleh Danar, Embun langsung diboyong oleh pria itu untuk menempati villa yang sepi dan sunyi itu. Letak villa itu jauh dari pemukiman warga. Di sana Embun tinggal dengan seorang asisten rumah tangga dan seorang security. Namun villa itu kini kosong!Usai ijab qabul, Danar hanya menginap semalam untuk melakukan ritual malam pertama dengan Embun. Keesokan harinya Danar pergi keluar kota karena harus bekerja. Perusahaan miliknya berada di luar kota. Semenjak menikahi Embun, hanya dalam hitungan jari, Danar pulang ke villa itu. Lagi, ia hanya datang untuk meminta haknya sebagai suami dan mengecek kehamilan Embun. Embun yang lugu tidak pernah menaruh curiga pada Danar. Air mata Embun kini tak terbendung ketika mengingat keping demi keping kenangan yang dilewatinya bersama Danar. Pantas saja, Danar hanya bersikap seperlunya p
Dua minggu berlalu dengan cepat.Danar yang baru saja pulang dari kantor, langsung berjalan menuju kamar bayinya. Namun, pria itu tampak begitu terkejut.“Kenapa dia menangis?” gumamnya.Baru pertama kali mendengar bayinya menangis kencang. Seingatnya jika bayi itu menangis kencang maka pasti ia kehausan. “Anu, Tuan, dia mau menyusu!” jawab babysitter dengan perasaan cemas. Ia begitu takut saat berhadapan dengan Tuan Danar yang pemarah dan dingin. Babysitter berusia dua puluh tahunan itu pun menyingkir dan memberi jalan pada Danar untuk masuk ruangan khusus bayinya.Danar tidak langsung memangku bayinya. Ia baru saja pulang bekerja. Ia tidak ingin mengambil resiko menyentuh bayinya dalam keadaan tubuhnya kotor akibat bersimbah keringat. Pria berwajah dingin itu hanya menatap bayinya dengan tatapan teduh. Lantas ia bertanya pada babysitter yang mengasuh putranya. “Di mana Nyonya, Maya?”Maya-babysitter itu menjawab dengan tergeragap. “Anu … Tuan … Nyonya sedang di kamar.”Mendengar ja
Dua pekan sudah Embun berusaha menegarkan dirinya. Ia bertekad akan melanjutkan hidupnya. Ia akan mencoba mencari pengalaman baru bekerja di luar kota. Selain itu, ada hal yang mendesak pula sebagai alasan yaitu sang ayah yang ternyata masih terlilit hutang pada beberapa orang rentenir. Oleh karena itu, Embun akan mencoba peruntungan bekerja di kota kendati tidak memiliki pengalaman sedikit pun. Nyaris dua puluh satu tahun, Embun Ganita hanya menghabiskan waktunya di kota kembang. Setelah lulus sekolah menengah atas, Embun hanya menghabiskan waktunya di rumah, melakukan pekerjaan rumah tangga, sejak dini hari hingga malam menjemput. Adapun Bibik Lilis mulai bekerja di rumahnya ketika Embun dinikahi oleh Danar. Sebetulnya, Bagas tidak memberikan ijin Embun pergi keluar kota. Ia sudah memiliki rencana lain setelah putrinya itu berhenti nifas. Namun untuk mengendalikan kondisi psikis Embun yang tengah hancur akibat kehilangan bayinya, ia mengijinkannya. Ia yakin, Embun tidak akan berta
Barangkali bukan rezeki Embun untuk bekerja di cafe milik saudara temannya Yasmin?Ibu satu anak itu pun menghela napas.Digantinya seragam cafe dengan pakaian sebelumnya. Ia memutuskan berjalan keluar kafe dan berdiri mematung di tepi jalan dengan perasaan yang runyam. Ia bingung harus pulang ke apartemen Yasmin. Yasmin pasti marah padanya karena ia sudah merusak kepercayaan Yasmin. Padahal adik sambungnya itu sudah bersusah payah mencarikannya pekerjaan. “Ternyata, benar apa kata Ayah. Mencari kerja di kota sangat sulit. Apalagi aku hanya lulusan SMA di kampung.”Embun menghela nafas panjang. Tatapannya menyapu seluruh sudut jalan. Ia merasa dunianya kosong. Tangannya begitu saja mengusap perutnya. Lupa jika ia telah melahirkan. Mengingat bayinya yang tampan, dada Embun merasa sesak sekali. Hatinya terasa perih. Namun ia berusaha menegarkan dirinya kendati merasa hidup tidak adil baginya! Mengapa ia harus menanggung masalah ke dua orang tuanya?Jangan tanyakan perasaannya saat in
Siang itu, langit mendung seakan menggambarkan suasana yang akan terjadi. Sebuah mobil polisi berwarna hitam berhenti di depan rumah megah bergaya kontemporer milik kediaman Yudistira. Beberapa petugas turun dengan langkah tegas, mata mereka penuh kewaspadaan. Diajeng, wanita tua dengan rambut keperakan yang selalu tertata rapi, sedang duduk di ruang tamu dengan secangkir teh hangat di tangannya. Wajahnya yang anggun tidak menunjukkan sedikit pun tanda ketakutan. Namun, ketenangannya buyar ketika suara ketukan keras menggema di seluruh ruangan. “Bik! Coba bukan pintu siapa sih yang datang?”Diajeng menyuruh ART untuk membukakan pintu. Ia sedang bermalas-malasan dan tidak ingin diganggu.Wanita tua itu menengok arloji di tangannya dan mendesah pelan. “Kemana sih Mas Danar belum pulang?”“Bu Diajeng, kami dari kepolisian. Kami memiliki surat perintah penangkapan terhadap Anda atas tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Pak Manggala Putra Aldino.”Suara tegas seorang petuga
Sejak keluar dari rumah sakit, Rosa merasa lebih baik tinggal di indekos ketimbang kembali ke rumah Ana, keluarga Basalamah. Entahlah, mungkin Rosa terlalu percaya diri. Ia merasa jika Pasha terang-terangan menunjukkan ketertarikan padanya. Sial, ia pun memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Dan, ia tidak bisa menghindarinya. Malam itu, Rosa sudah sembuh dan menghubungi Ana, meminta ijin padanya untuk tinggal di indekos sebelum ia kembali mengawal Jeena.Meskipun suhu tubuhnya sudah turun, namun tubuh Rosa masih terasa letih. Ia pun memilih menghabiskan waktu dengan merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu. Suara ketukan pintu terdengar samar-samar. Rosa mengerutkan keningnya. Ia merasa tidak memesan makanan. Ia lebih baik memasak agar bisa menghemat pengeluaran.Namun suara ketukan itu terus menggema. Mau tak mau, Rosa pun menegakkan tubuhnya dan berjalan ke arah pintu. Tangannya langsung terulur menarik knop pintu.Saat ia membuka pintu, wajah tampan langsung menyambutnya.
Pagi itu, sinar matahari menembus tirai vitrase kamar Jeena, menyapanya dengan hangat. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan debaran jantungnya. Setelah percakapan semalam ia menjadi kesulitan tidur dan gelisah.Hari ini, Jeena akan pergi ke butik bersama ibunya untuk memesan gaun pengantin—sebuah langkah nyata menuju pernikahannya yang akan dihelat saat libur kuliah. Sagara tinggal di rumah bersama Babysitter Linda dan Pasha—yang mengambil cuti dari rumah sakit dengan alasan sakit. Padahal ia ingin berada dekat dengan Rosa sebelum Rosa kembali ikut adiknya keluar negeri.Pasha mengira jika Rosa akan pulang ke rumahnya dan menginap di sana lagi. Setelah pulang dari rumah sakit, Rosa justru tinggal di indekos miliknya. Ia sudah menjual apartemen miliknya demi membantu biaya pengobatan ayahnya yang terus menerus. Pihak keluarga akhirnya sepakat akan mengadakan pernikahan Jeena dan Manggala saat Jeena libur kuliah di akhir semester genap. Meskipun masih beberapa bulan lagi
Di dalam ruang rapat besar yang elegan, para pemegang saham dan anggota dewan direksi Basalamah Group duduk mengelilingi meja kaca panjang. Cahaya lampu gantung kristal yang megah menerangi ruangan, menciptakan suasana formal dan penuh ketegangan. Beberapa eksekutif berbisik pelan satu sama lain, sementara yang lain duduk dengan tangan terlipat, menunggu hasil pemungutan suara. Nama Beryl muncul sebagai kandidat terkuat, tetapi perdebatan masih berlangsung. Beberapa anggota dewan mengajukan pertanyaan tajam mengenai visinya, strategi bisnisnya, dan bagaimana ia akan menghadapi tantangan industri yang semakin kompetitif. Beryl, dengan ekspresi tenang dan percaya diri, menjawab setiap pertanyaan dengan lugas dan penuh keyakinan. Di sampingnya Laila sebagai notulen ikut berdebar-debar menunggu hasil voting.Laila mulai merasa nyaman bekerja dengan Beryl. Pria itu kini tidak menindasnya lagi. Mungkin karena Laila berjasa dalam menyelamatkan neneknya. Begitulah isi kepala Laila yang sed
Beryl menoleh ke arah ibunya lalu mengerutkan keningnya. “Mom, tanya apa barusan?”Sulis mendesah pelan. “Kamu dari tadi lihatin siapa?”Seolah dipergoki ibunya, Beryl berusaha tenang lalu menjawab dengan santai. “Sagara sepertinya suka sama Laila. Dari tadi dia nempel terus sama dia,”Sulis mendecak pelan lalu berkemam.“Besok acara meeting perusahaan. Sebaiknya kamu bersiap-siap! Kita pulang saja gak usah nginap di sini.”Sulis mengambil piring berisi potongan salad buah lalu memasukan satu per satu ke dalam mulutnya.“Terserah, Mommy.”Beryl menjawab acuh tak acuh.“Sagara, suka ya sama Aunty Laila? Apa? Sagara mau Aunty Laila nginap? Hum, coba tanyain sama Aunty-nya langsung,” Suara Jeena mengusik percakapan Sulis dan Beryl.Mata Beryl– mengerjap saat mendengar jika Laila akan menginap di rumah Jeena.“Mom, aku mau nginap aja,” cicit Beryl berkata pada ibunya.“Katanya terserah, Mommy,”“Aku mau Aunty Laila nginap di sini,” imbuh Sagara terlihat lucu di depan semua orang.Karena m
Perlahan, napas Laila mulai lebih teratur, meskipun tubuhnya masih gemetar. Dengan suara lirih, ia berbisik, “Aku… aku takut. Ibu …” “Aku tahu,” jawab Beryl, matanya melembut. “Tapi kamu gak sendirian. Aku akan menjagamu.” Rasanya jantung Beryl seperti ditusuk ribuan jarum mendengar pengakuan Laila. Apalagi saat mendengar Laila menggumamkan nama ibunya.Hening sejenak. Laila menutup matanya, mencoba menenangkan diri. Ia tahu butuh waktu untuk benar-benar tenang, tapi ada satu hal yang ia sadari—Beryl ada di sampingnya, dan itu memberinya sedikit keberanian untuk menghadapi ketakutannya.“Minum dulu!”Beryl memberikan air minum pada Laila yang sudah terlihat tenang. Baru pertama kalinya melihat seorang yang mengalami trauma luar biasa. Dito hanya diam melihat Laila. Ia juga tak kalah terkejut melihat ada orang yang mengalami trauma luar biasa. Ia merasa menyesal karena ia tadi mengantuk sehingga membiarkan bosnya menyetir. Mungkin kejadian itu tidak akan terjadi jika dirinya yang m
Laila melangkah masuk ke dalam butik dengan sedikit ragu. Begitu pintu kaca otomatis terbuka, udara dingin dari pendingin ruangan langsung menyapa, bercampur dengan aroma lembut parfum mewah yang menyelimuti seluruh ruangan. Matanya langsung berpendar saat melihat sekelilingnya. Cahaya lampu kristal menggantung di langit-langit tinggi, memantulkan kilauan halus ke lantai marmer putih yang berkilau sempurna. Sontak, pemandangan itu membuat ia tersenyum di balik cadarnya. Di sekelilingnya, rak-rak pakaian tersusun rapi, menampilkan gaun-gaun elegan, blazer berpotongan sempurna, dan blouse berbahan sutra yang menggantung anggun. Warna-warna pastel berpadu dengan hitam klasik dan emas berkilau, menciptakan kesan mewah namun tetap hangat. Dari sudut ruangan, terdengar alunan musik instrumental lembut yang mengisi keheningan. Di area fitting room, beberapa wanita sosialita berbincang sambil mencoba pakaian, sesekali melirik ke cermin besar yang dihiasi bingkai emas. Seorang karyawan bu
Flashback onMalam itu, hujan turun deras, menciptakan genangan di sepanjang jalanan sempit yang dipenuhi bayangan kelam. Lampu jalan berkelip samar, memantulkan cahaya pada trotoar yang basah. Nafas seorang pemuda berambut gondrong tersengal, dadanya naik turun cepat saat ia terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Dari kejauhan, suara sirine polisi meraung, mendekat dengan cepat. Kilatan lampu merah dan biru menerangi kegelapan, menciptakan bayangan yang bergerak liar di tembok bangunan tua yang ia lewati. Sepatunya yang basah menjejak aspal dengan suara kecipak, nyaris terpeleset saat ia berbelok ke gang sempit. “Jangan biarkan dia kabur! Cepat kepung gang itu!” suara seorang polisi terdengar lantang dari belakangnya. Pria itu menggigit bibirnya, jantungnya berdegup begitu kencang hingga hampir menyakitkan. Ia tahu jika tertangkap, semuanya akan berakhir. Dengan nafas tersengal, ia mendorong tubuhnya untuk berlari lebih cepat, meski kakinya mulai melemah. Sial, karena kecero
Manggala menautkan jemarinya di atas meja dengan tubuh yang tegap dan masih tetap memperlihatkan raut wajah yang tenang. Perkataan para pemegang saham sama sekali tidak berhasil mengintimidasinya.Sekalipun skandal itu benar, mereka juga tidak bisa menggulingkannya. Satu-satunya orang yang bisa menyingkirkan Manggala dari posisinya saat ini hanyalah Jeena Mahira Basalamah—pemilik perusahaan Yudistira Group saat ini. Sekaligus pemegang saham terbesar. Manggala yang cerdas dan tentu saja kaya raya hanya menyisakan saham sedikit untuk anggota keluarga Yudistira yang masih tersisa di sana. Oleh karena itu tekanan yang mereka berikan pada Manggala sama sekali tidak bisa memprovokasinya.Tatapan Manggala tertuju pada sosok Danar Yudistira—orang yang diduga kuat penyebab di balik terjadi insiden skandal yang menimpanya.“Tenanglah! Apa Anda benar-benar berpikir saya tidak bisa mengendalikan situasi ini? Tentu saja, saya sedang mencari solusi untuk masalah ini. Saya tidak akan menyerah! Kalia