Happy reading my lovely reader, jangan lupa vote and gemnya ya đ¤đ¤
Jeena menghela nafas pelan. Ia berusaha tenang meskipun dalam hatinya penuh dengan rasa kesal. Ia tidak mau lagi berurusan dengan Danar. âEmbun, bagaimana kabarmu?âDanar menatap Jeena dengan penuh kagum. Jeena terlihat cantik dan berkelas. Bahkan penampilannya mengalahkan Paramita. Danar menyesal mengapa dulu ia tidak segera menceraikan Paramita dan buru-buru menyatakan cinta pada Jeena. Sayang, nasi sudah menjadi bubur.âNamaku Jeena Mahira Basalamah!â Jawab Jeena dengan suara yang dingin. âMaaf,â imbuh Danar dengan mendesah pelan. Ia harus tahu diri. Embun bukan Jeena! Jeena adalah wanita karir yang punya harga diri. Bukan gadis lugu yang manis dan penurut. Tapi bagi Danar, Jeena tetap Embun. Bahkan hingga detik itu nama Embun masih tersemat dalam hatinya. âBu Jeena, bagaimana kabarmu?â Danar mengalah, meralat pertanyaannya. Namun Jeena tetap menjawab meskipun kesal. Alasannya ia tahu jika ia mengabaikannya, Danar bisa bikin masalah. âBaik,â jawab Jeena bahkan enggan menanyak
Laila sudah pulang dari rumah sakit. Kini ia kembali pulang ke kediaman Yuda meskipun terpaksa. Bagaimanapun, ia sudah tidak memiliki siapapun di sana.Hari itu Laila menghela nafas panjang. Berat rasanya ia harus resign dari perusahaan Basalamah. Namun saat ini ia ingin pulang ke kampung halaman ibunya di kota Bandung. Ia akan mencari tahu keluarga ibunya yang masih ada. Laila sangat keras kepala. Ia benar-benar telah membuat sebuah keputusan yang bulat. Apalagi setelah perbincangan antara dirinya dan NirmalaâDania semalam. Mereka meminta Laila untuk pergi dari rumah Yuda dengan cara yang baik secara tidak langsung. Mereka meminta Laila bersedia menerima perjodohan dengan keponakannya yang seorang ASN.Bukan tanpa alasan, Nirmala tahu jika Yuda sudah menyayangi Laila dan menganggapnya putri kandungnya. Jika Laila pergi begitu saja dari rumah itu, Yuda pasti keberatan dan frustrasi. Yuda seringkali jatuh sakit ketika ia punya masalah. Oleh karena itu Nirmala sudah membuat rencana unt
Laila senang saat mendengar kabar Hanum akan datang. Tanpa disĂ dari, ia menjatuhkan surat pengunduran diri miliknya. Ia dipanggil lagi oleh kepala staf admin untuk menyiapkan dokumen penting. Gadis bercadar itu terlihat antusias saat melakukan tugasnya. Setelah mengetahui sifat asli Serina, ia pun mengubah sedikit rencananya. Ia akan membongkar kebusukan Serina di depan keluarga Basalamah sebelum ia mengundurkan diri. Ketika Serina berpura-pura menjadi orang yang menyelamatkan Hanum, berarti ia sudah punya niat buruk. Ia ingin masuk ke dalam keluarga Basalamah. Ia ingin hidup enak dengan cara yang instan!Lalu bagaimana jika Serina juga ingin merebut sosok âkakakâ yang telah menyelamatkannya? Tidak boleh! Serina tidak boleh mendapatkan tempat di keluarga itu! Ia sudah berniat busuk!âPak, apa pekerjaanku sudah selesai?â tanya Laila yang mulai merasa letih. Ia baru saja pulang dari rumah sakit. Tubuhnya belum pulih sempurna. Namun pekerjaan yang dibebankan padanya justru semakin berat
âLaila, please! Aku gak bermaksud bohong waktu itu! Kamu udah salah paham. Kamu tahu, aku bahkan sudah lebih dulu kenal dengan the Great Duke sebelum kamu! Aku lakukan ini karena aku mencintai Mas beryl! Itu saja! Kamu jangan mikir macam-macam!âKarena sudah ketahuan Serina pun mulai memberikan klarifikasi dengan berurai air mata. Ia berkata dengan penuh penyesalan. Laila tersenyum sinis. âSudahlah! Jangan berpura-pura lagi di depanku! Kamu lebih kenal dengan the Great Duke? Kamu juga harus tahu, siapakah gadis yang akan dijodohkan dengan Mas Gala? Aku! Ayahku dan ayah Mas Gala bersahabat dekat. Jadi ⌠jangan sombong kalau kamu baru saja mengenal dengan anggota The Great Duke!âKini gantian Laila yang mengeluarkan uneg-uneg dalam kepalanya. Perdebatan pun mulai terasa panas. âKamu udah membohongi keluarga besar Mbak Jeena! Kalau mereka tahu kebusukanmu, mereka pasti kecewa padamu.âLaila mengangkat tangannya lalu memetik jari. âDan mendepakmu!âSikap Serina sudah keterlaluan. Selain m
âLaila, makan dulu!âYuda mengetuk pintu kamar Laila beberapa kali ketukan. Sepulang dari rumah sakit, Laila tidak pernah makan bersama semeja di ruang makan. Ia makan ketika mereka sudah makan dan memilih makan sendirian.Ini tidak bisa dibiarkan! Yuda tidak akan merasa tenang melihat putrinya menjauh darinya.Laila mengabaikan panggilan Yuda. Saat ini ia sedang membaringkan tubuhnya dan menatap nanar langit-langit. Kejadian selama di kantor mengusiknya. Serina ternyata tak sepolos yang terlihat dari luar. Bahkan gadis itu aslinya manipulatif. Ia bisa bermain peran dengan sangat baik.Serina tidak bisa diremehkan. Laila yakin, tugas yang diberikan padanya bukankah murni karena pekerjaan. Namun ada Serina di balik itu semua. Pasti, Serina berusaha membuatnya sibuk agar tidak bisa bertemu dengan Hanum.Laila baru bisa beres mengerjakan tugasnya pukul lima sore, saat di mana para karyawan sudah pulang. Namun ia tidak akan tinggal diam. Serina sudah berbuat fatal. Satu-satunya cara ialah
Jeena sudah tiba di Manhattan. Ia mulai latihan bermusik kembali dengan Dion. Rosa selalu menemani Jeena kemanapun Jeena pergi seperti amanat Hanum dan Ana. Ia akan berbakti pada keluarga Basalamah. Akhirnya hari yang dinanti tiba. Acara Amal digelar secara meriah di kampus.Jeena sudah terlihat cantik dengan gaun yang senada dengan Dion. Sebelum mulai, Rosaâyang tidak hanya sekedar bertugas sebagai asisten, sebagai pengawal, ia selalu akan memastikan keselamatan Jeena. Oleh karena itu, ia melakukan pengecekan alat musik dan ruangan di mana Jeena akan tampil.Setelah memastikan semua aman, barulah ia merasa tenang. Beberapa orang cukup kaget melihat apa yang dilakukan oleh Rosa. Mereka baru tahu jika Rosa adalah pengawal khusus yang menjaga Jeena. Barulah mereka sĂ dar ternyata Jeena bukan orang sembarangan.Penampilan debut Jeena dan Dion berhasil memukau penonton. Riuh tepuk tangan membahana. Semua orang puas dengan performa mereka. Bahkan ada beberapa produser ternama yang akan men
Untuk merayakan keberhasilan acara, Laura mengundang para mahasiswa yang tampil saat acara amal untuk berpesta di restoran. Ia mentraktir mereka makan. Tak mungkin ia merayakannya di pub sebab ia menghargai Jeena. Apalagi Jeena sebagai vokal pertama. Ia dianggap pembawa keberuntungan.Sayang, orang terdekatnya tidak bisa ikut menghadiri acaranya. Mereka hanya mengirim pesan dan meneleponnya. âBaiklah, kita bersulang untuk pasangan terviral kita, Jeena dan Dion!âLaura mengangkat gelas berkaki berisi vodka dengan penuh keceriaan. Keberhasilan Performa murid-muridnya telah membuat para pengusaha ikut memberikan donasi dengan jumlah yang sangat besar pada acara itu.âCheers!!â jawab yang lain serempak.Jeena mengangkat kaleng soda kemudian meneguknya. Rosa yang berada di sampingnya selalu tampak waspada. Ia tidak boleh lengah sedikitpun. Ia pernah mengikuti semacam training yang dilakukan oleh para anggota militer. Teringat akan pesan bijak dari salah satu coachnya bahwa di manapun ia b
Ana tersenyum bangga melihat putrinya bisa tampil memukau di layar televisi yang ditayangkan secara recording. Saat acara live, Ana tidak bisa menonton karena kesibukannya. âLihatlah! Aku gak nyangka bisa punya anak yang bisa mewarisi talent yang sama denganku,â imbuh Ana dengan bangga pada dr Zain yang duduk di sampingnya. Dulu ia mengandalkan Alby yang memiliki hobby bermain musik sejak kecil. Masalahnya, Pasha kurang suka bermusik. Ia memilih karir yang sama dengan ayahnya.Ana pun sudah menyerah ketika ia tidak bisa mewariskan ilmu yang dimilikinya pada keturunannya. Ternyata, semesta telah mengaturnya sedemikian rupa. Jeena akhirnya ditemukan dan sungguh luar biasa Jeena memiliki talenta bermusik bahkan melebihi dirinya. Wanita berhidung bangir itu sangat bersyukur. Akhirnya, doanya satu per satu terkabul.Di sisi lain, dr Zain tersenyum menatap Performa Jeena di balik layar televisi. Seperti halnya Ana, ia begitu bangga pada putrinya. Namun ia sedih karena belum bisa menjenguk
Beryl menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. âAku akan menghadapinya. Jangan khawatir. Laila bobo aja ya,âLaila menggeleng lemah. âAku ikut. Kenapa mereka tiba-tiba datang? Pasti ada sesuatu yang penting,â katanya dengan nafas yang terengah.Namun Beryl bukan fokus pada perkataan Laila, tatapannya justru fokus pada bibir Laila yang merah dan bengkak. Rasanya, ia ingin meraup bibir manis itu lagi.âTunggu sebentar ya, Sayang,â imbuh Beryl begitu lembut pada istrinya.Beryl mengecup keningnya dengan lembut sebelum beranjak menuju pintu. Dengan perasaan yang masih bergolak, ia membuka pintu kamar pengantin itu, menghadapi dua sosok yang berdiri dengan ekspresi penuh tanda tanya di ambang pintu.Di hadapannya berdiri dua priaâRahes dan Yuda. Ayah kandung dan ayah tiri Laila.âAda apa malam-malam begini?â tanya Beryl, suaranya rendah namun jelas menunjukkan ketidaksenangan.Rahes melangkah masuk tanpa dipersilakan, diikuti oleh Yuda. Mata pria paruh baya itu menatap tajam ke pin
Rosa menarik napas dalam-dalam, lalu membuka pintu perlahan. Saat wajahnya muncul di balik pintu, suara-suara langsung berhenti sejenak. Namun, tatapan penuh kebencian dan curiga segera menghujaninya. Arum melangkah maju dengan senyum penuh kemenangan di wajahnya.âAkhirnya kau berani keluar,â katanya dengan nada mengejek. âSekarang, beri kami jawaban. Apa yang sebenarnya kau sembunyikan?âMalam itu, Rosa sadar bahwa hidupnya di tempat ini mungkin tak akan pernah sama lagi.âAku tidak menyembunyikan apapun,â jawab Rosa dengan tegas.Rosa berdiri di tengah kerumunan warga yang berteriak penuh amarah. Mata mereka menyala dalam kebencian, jari-jari mereka menunjuk tajam ke arahnya. Hujan turun rintik-rintik, membasahi wajahnya yang telah lebih dulu dibasahi air mata.âKamu wanita murahan! Pergi dari sini!â seru seorang lelaki tua, wajahnya memerah karena emosi. Ia juga terprovokasi oleh para wanita di sana.Seorang wanita lain, yang pernah bersikap baik pada Rosa sebelumnya, kini ikut ber
âSayang, mau mandi? Ayo Kakak bantu,â ujar Beryl berniat membantu istrinya. âJangan mikir macam-macam! Kamu pasti lengket badannya,âBeryl sudah berjanji pada dirinya sendiri, akan merawat istrinya sebaik mungkin.Laila terperangah. Beryl memang serius ingin merawatnya. Namun, ia menahan diri. Sebetulnya ia sudah bisa berjalan meskipun belum bisa seperti orang normal. Hanya saja, ia ingin memberikan kejutan padanya. âBantu aku aja ke kamar mandi,â imbuh Laila dengan tersenyum lembut.Beryl berjongkok lalu mengangkat tubuh Laila ke kamar mandi. Bahkan membawakan pakaian untuknya. Seharian di pelaminan membuat mereka merasa gerah dan berkeringat. Mereka mandi bergantian. Laila keluar dari kamar mandi sudah berganti pakaian dengan piyama lengan panjang. Beryl menyambutnya dengan senyuman yang hangat. Saat Laila mendekat, Beryl menatapnya sejenak. Selain Laila, Beryl juga belum terbiasa melihat penampilannya tanpa hijabnya. Laila tampak seperti seorang gadis muda berusia tujuh belas tah
Langit Jakarta bertabur cahaya keemasan ketika malam mulai merayap perlahan. Gedung hotel mewah bintang lima itu berdiri megah di antara gedung-gedung pencakar langit lainnya, menjadi saksi sebuah pernikahan yang begitu dinanti. Di dalam aula yang luas, dekorasi bernuansa putih dan emas menyelimuti setiap sudut. Lampu kristal bergemerlapan di atas, sementara lantunan ayat suci Al-Qurâan mengalun syahdu, mengiringi kebahagiaan dua insan yang kini telah sah menjadi suami istri.Laila, dalam balutan gaun syarâi berwarna putih gading, tampak begitu anggun. Wajahnya yang selalu teduh kini berseri lebih dari biasanya. Sementara Beryl, dalam setelan khas pria Timur Tengah, tak bisa menyembunyikan binar bahagianya. Lelaki itu menatap istrinya dengan mata penuh takjub, seolah masih tak percaya bahwa gadis kecil yang dulu pernah ditolongnya kini telah menjadi pendamping hidupnya.Saat itu, keduanya duduk bersisian di pelaminan, menerima tamu yang datang silih berganti. Laila tersenyum lembut, s
Laila duduk di ruang tamu rumahnya yang luas. Seorang perancang kondang dari Paris, Madam Coett, tengah sibuk menata beberapa gaun pengantin mewah di hadapannya. Meski masih duduk di kursi roda, Laila kini sudah bisa berjalan meskipun beberapa langkah. Itulah sebabnya, ia sangat bersemangat mencoba satu per satu gaun yang akan dikenakannya saat pesta pernikahannya di Indonesia.âMademoiselle Laila, saya rasa yang ini akan sangat cocok untuk Anda!â kata Madame Coett sambil mengangkat gaun berlapis renda dengan ekor panjang.Laila tersenyum dan menyentuh lembut kain sutra itu. âSus, bantu aku berjalan,â perawat Febi, pintanya pada pengasuh setianya. Ia harus berjalan sedikit untuk menatap cermin di depannya. Perawat Febi dengan sigap membantu Laila berdiri. Meski masih harus berpegangan pada kursinya, ia merasa lebih kuat dari sebelumnya. Gaun itu segera dikenakan, dan begitu ia melihat bayangannya di cermin, matanya berbinar.âCantik sekali,â gumam Laila penuh kagum. Ia memang bukan ga
Rosa menatap dua garis merah di test pack dan foto USG yang digenggamnya. Tangannya gemetar. Jantungnya berdetak begitu kencang hingga ia merasa bisa mendengarnya sendiri. âTidak mungkin,â bisiknya, suaranya bergetar. Tapi kenyataan sudah terpampang jelas di hadapannya. Dua garis itu nyata. Ia hamil. Rosa merosot ke lantai kamar mandi, punggungnya bersandar pada dinding dingin. Air matanya mengalir tanpa bisa ditahan. Ia menggigit bibir, menahan isakan yang hendak pecah. Ini semua gara-gara malam itu. Malam yang seharusnya tidak pernah terjadi. Rosa merutuki kebodohannya sendiri. Tapi yang sudah terjadi tak bisa diubah. Ia berpikir semuanya akan berlalu begitu saja. Rosa wanita yang cerdas. Ia bahkan meminum obat kontrasepsi setelah melakukan hubungan terlarang itu. Ia juga tidak mau hamil di luar nikah. Namun ternyata takdir berkata lain. Sekalipun, ia berusaha menolak, takdir memiliki cara sendiri untuk datang.Rosa menutup matanya rapat-rapat. Napasnya tersengal. âApa y
Senyum Rahes perlahan muncul. Ia mengangguk dan kembali menatap Ali. âJika ini yang terbaik untuk Laila, aku merestui.âSulis yang sejak tadi menunggu momen ini, segera membuka kotak beludru yang dibawanya. Di dalamnya, terdapat cincin emas putih bertatahkan berlian kecil yang berkilau di bawah cahaya lampu. Dengan penuh kelembutan, Sulis mengambil cincin itu dan berlutut di depan Laila.âLaila, izinkan aku mewakili Beryl untuk menyematkan cincin ini di jarimu sebagai tanda bahwa kau telah menjadi calon menantuku,â kata Sulis dengan suara bergetar penuh haru.Laila menatap cincin itu dengan mata berbinar, lalu perlahan mengulurkan tangannya. Dengan hati-hati, Sulis menyematkan cincin itu di jari manisnya. Suasana dipenuhi rasa haru, terutama bagi Yuda yang tanpa sadar menitikkan air mata bahagia.Yuda merasa bermimpi jika gadis kecil yang dibesarkan olehnya ternyata sudah ada yang melamar. Namun ia merasa senang sekali. Ia berpikir jika Laila menikah dengan Beryl maka ia juga akan muda
Rosa menghela nafas, lalu melangkah mundur, membiarkan Pasha masuk ke dalam kamar sempitnya. Begitu pintu tertutup, keheningan menyelimuti mereka berdua. Pasha berdiri canggung di tengah ruangan, sementara Rosa berjalan ke meja kecil di sudut kamar, mengambil segelas air, lalu meneguknya tanpa tergesa-gesa.Kemudian ia pun membawakan air minum untuk Pasha.âAda yang mau kamu omongin?â tanya Rosa akhirnya setelah menaruh nampan berisi segelas air minum.Pasha mengembuskan napas panjang menatap Rosa yang duduk di sebelahnya. âRosa, aku... aku ingin minta maaf.âRosa menoleh padanya, mata gelapnya menelisik. âUntuk apa?âPasha mengatupkan rahangnya, merasa semakin bersalah. âUntuk tadi malam. Aku seharusnya... aku seharusnya lebih kuat menahan diri. Aku merasa bersalah. Aku ingin bertanggung jawab.âRosa tersenyum kecil, tapi senyumnya tidak sampai ke matanya. Ia meletakkan gelasnya kembali ke meja, lalu berjalan mendekat. âKenapa kamu merasa bersalah?â tanyanya pelan. âKarena kamu pikir
Pasha terbangun dengan kepala berat. Pandangannya masih kabur, tubuhnya terasa lelah. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. Tapi ingatannya seperti kepingan puzzle yang tidak bisa tersusun dengan benar. Ia menoleh ke samping. Kosong.Pasha mengangkat tubuhnya perlahan, menyandarkan kepala ke sandaran tempat tidur. Kamar ini bukan kamarnya. Ia menatap langit-langit, mencoba mengingat sesuatu. Samar-samar, ia mengingat seseorang bersamanya tadi malam. Sosok seorang wanita. Tapi siapa?Tangannya meraba ke meja di samping tempat tidur, mengambil ponselnya. Saat ia membuka layar, sebuah pesan masuk dari salah satu temannya.[Pasha, lo aman? Semalam gue lihat Rosa yang anter lo ke hotel. Lo mabuk berat.]Jantungnya berdetak lebih cepat. Rosa? Pasha buru-buru membuka riwayat panggilannya. Ada beberapa panggilan tidak terjawab dan satu panggilan dari Rosa sekitar tengah malam. Ia menelan ludah.âTidak mungkinâŚâ gumamnya dengan perasaan yang gelisah.