Thanks🤍
Ana tersenyum bangga melihat putrinya bisa tampil memukau di layar televisi yang ditayangkan secara recording. Saat acara live, Ana tidak bisa menonton karena kesibukannya. “Lihatlah! Aku gak nyangka bisa punya anak yang bisa mewarisi talent yang sama denganku,” imbuh Ana dengan bangga pada dr Zain yang duduk di sampingnya. Dulu ia mengandalkan Alby yang memiliki hobby bermain musik sejak kecil. Masalahnya, Pasha kurang suka bermusik. Ia memilih karir yang sama dengan ayahnya.Ana pun sudah menyerah ketika ia tidak bisa mewariskan ilmu yang dimilikinya pada keturunannya. Ternyata, semesta telah mengaturnya sedemikian rupa. Jeena akhirnya ditemukan dan sungguh luar biasa Jeena memiliki talenta bermusik bahkan melebihi dirinya. Wanita berhidung bangir itu sangat bersyukur. Akhirnya, doanya satu per satu terkabul.Di sisi lain, dr Zain tersenyum menatap Performa Jeena di balik layar televisi. Seperti halnya Ana, ia begitu bangga pada putrinya. Namun ia sedih karena belum bisa menjenguk
Laila menengadah untuk menatap pemuda tampan yang menjulang tinggi di depannya. Ia takut salah mengenali orang. Alby biasanya banyak bicara saat bersamanya. Namun pemuda di depannya itu tidak.“Ayo!” seru pemuda itu dengan tersenyum manis. Laila merasa lega ternyata pemuda di depannya Alby. Alby selalu tersenyum saat berbicara dengannya. Sebetulnya pemuda di depannya adalah Beryl. Hari itu penampilannya terlihat berbeda. Karena sebentar lagi ia akan diangkat menjadi presdir di perusahaan, ia memaksimalkan penampilannya. Ia mencukur rambutnya hingga membuat Laila salah mengenalinya. Seingatnya Alby memotong rambutnya. Selain itu hari itu memang Beryl tidak mengenakan jasnya. Ia malas kembali ke dalam mobil untuk memakai jasnya. Beryl dan Alby merupakan saudara kembar identik. Siapapun tidak akan bisa membedakan rupanya. Barulah setelah mereka bicara, siapapun akan bisa membedakan siapa Beryl dan Alby.Dalam keseharian ke duanya sama-sama komunikatif dan supel. Apalagi Beryl– yang ser
“Sial, aku kecolongan!”Sulis mendengus kasar saat melihat email yang dikirim oleh orang suruhannya. Karena ia disibukkan dengan proyek membangun gedung bimbingan belajar bersama suaminya, ia tidak punya waktu untuk mencari tahu sendiri soal Serina.Sampai detik itu hanya dirinyalah yang menaruh curiga pada sosok gadis itu. Oleh karena itu ia pun menyelidikinya.Sulis memiliki banyak kenalan orang-orang yang masih aktif di agency detektif. Mudah baginya untuk mencari salah satu dari mereka dan memberinya tugas.Wanita berambut panjang itu tidak pernah mengira jika Serina itu akan berbuat nekad. Bahkan gadis itu merencanakan segala sesuatunya dengan begitu mulus. Ia merasa tertipu!Sulis memperhatikan setiap detail rekaman CCTV yang menayangkan Hanum secara utuh. Dimulai dari Hanum pergi ke mall hingga diselamatkan oleh seseorang dan dibawa ke rumah sakit.Saat di depan ruang ICU barulah Sulis menyetop video tersebut.“Dasar anak kurang ajar! Bisa-bisanya berpura-pura jadi heroine! Awas
“Siang, Pak Beryl!”“Siang, Pak!”Beberapa karyawan perempuan menyapa Beryl yang baru saja menginjakan kakinya di depan kantor Basalamah.Mereka terheran-heran sebab tak biasanya, atasan mereka tidak menjawab sapaan mereka. Setidaknya Beryl– tersenyum tipis atau mengangguk saat berhadapan dengan mereka.Namun siapa sangka siang itu, bertepatan makan siang, para karyawan yang hendak istirahat dan mencari tempat makan terlihat heran melihat aura atasan mereka yang gelap dan menakutkan.Mereka pun mulai bergosip dan beprasangka buruk. Pasti ada masalah berkaitan dengan pekerjaan. Melihat raut muka Beryl yang menakutkan setiap karyawan mulai berpikir keras. Apakah mereka telah berbuat kesalahan? Jika iya, mereka harus menyiapkan mental mereka sebab Beryl akan mudah menyingkirkan mereka.Beryl menaiki pintu lift diikuti oleh Dito di belakangnya. Dito berada di kantor saat Beryl tidak berada di sana. Ia mendapat tugas dari Beryl saat dirinya tidak berada di sana.“Panggil Serina!” titah Bery
Di luar gedung, Serina berteriak dan menangis saat ke dua orang petugas keamanan mengusirnya.“Lepas! Kalian sudah kurang ajar tau! Aku ini calon istrinya Pak Beryl. Kalau kalian kurang ajar padaku, kalian akan dipecat.”Serina menjadi tontonan bagi karyawan Basalamah. Untuk pertama kalinya, sejak kepemimpinan Beryl, ada seorang karyawan yang diusir secara paksa oleh Beryl. Serina berteriak histeris, rambutnya berantakan, mata merah karena air mata. "LEPAS! KALIAN GAK BISA LAKUKIN INI! AKU CALON ISTRI PAK BERYL!"Dua petugas keamanan, berwajah serius dan tak tergoyahkan, memegang lengannya dengan kuat. Mereka menyeretnya keluar dari gedung, melewati karyawan Basalamah yang terkejut."Kalian akan dipecat! Kalian gak tahu siapa aku! Aku sudah dijodohkan oleh Nyonya Hanum dengan Mas Beryl. Nanti aku laporkan kalian pada Nyonya Hanum." Serina melotot, mencoba melepaskan diri.Petugas keamanan tetap tenang, tidak terpengaruh oleh ancamannya. Sudah jelas Beryl yang memerintah mereka untuk m
Hari ini Manggala menghadiri undangan makan malam oleh pengusaha bernama Dahlan Sanjaya. Kali ini Manggala mewakili Perusahaan PT Yudistira Group. Dahlan adalah salah satu pengusaha yang terkenal di kalangan pengusaha. Ia juga terkenal pemurah karena sering memberikan bonus pada karyawannya dan banyak mendapatkan tender dari luar negeri.Sisi lain, Dahlan pun sudah mengenal baik sosok Manggala dan seluruh keluarga Waluyo. Ia tidak menyangka jika Manggala juga membeli perusahaan milik keluarga Yudistira yang kini jatuh miskin.Pria dengan kepala plontos itu ingin bekerja sama dalam proyek property dengan Manggala.Dahlan bangkit, menjabat tangan Manggala. "Selamat datang, Pak Manggala. Saya sangat mengagumi Anda. Meskipun Anda berusia jauh dari saya. Tapi kemampuan Anda dalam berbisnis tidak bisa diabaikan. Anda sudah meraih kesuksesan saat masih muda.”Manggala tersenyum tipis. Ia tidak suka dipuji secara berlebihan. Apalagi jika pujian itu terdengar tidak tulus namun justru terkesan m
Rosa panik saat mendengar Jeena berteriak di dalam kamarnya.“Nona Jeena, ada apa?”Rosa menggoyangkan lengan Jeena. Jeena berteriak dalam tidurnya. Matanya terpejam dengan keringat dingin mengucur deras di tubuhnya.“Sepertinya mimpi buruk,” gumam Rosa kemudian berusaha kembali membangunkan Jeena untuk ke dua kalinya.“Non, bangun!”Rosa yang tak sabaran pun langsung memercikan air ke wajah Jeena. Berhasil, Jeena bangun pada akhirnya.Jeena terlihat panik kemudian mengedarkan pandangannya ke segala arah.“Tadi … aku cuma mimpi ya?”Jeena menatap Rosa dengan sorot mata yang hidup.Rosa mengangguk. “Nona, sekarang bukankah punya jadwal kuliah?”Rosa sudah mencatat agenda Jeena dalam goo*le calendar. Jeena pun melirik ke arah jam weker dan beranjak dari ranjangnya.Wanita bermanik almond itu pun bersiap-siap akan pergi ke kampus.Satu jam kemudian Jeena sudah tiba di kampus diantar Rosa. Ia lantas merapikan jilbabnya sambil melirik jam tangan. Kuliah pagi ini cukup membuatnya terburu-bu
Keesokan paginya, Manggala sedang berada di kantornya ketika sebuah panggilan telepon penting masuk. Dari seberang, suara asistennya terdengar panik. "Pak Manggala, saya baru saja menerima laporan dari tim hukum. Ada dokumen-dokumen yang sangat mencurigakan ditemukan dalam folder proyek Anda. Mereka mengklaim dokumen itu berisi informasi ilegal yang bisa mencoreng nama perusahaan." Manggala terkejut. "Dokumen apa? Saya tidak pernah memasukkan hal semacam itu ke dalam folder proyek." "Saya tidak tahu, Pak, tapi dokumen-dokumen ini sudah mulai menyebar di lingkaran investor. Mereka mengatakan bahwa Anda terlibat dalam manipulasi data proyek." Wajah Manggala berubah serius. Ia langsung memerintahkan asistennya untuk membawa dokumen itu ke ruangannya. Saat dokumen sampai di tangannya, ia memeriksa isinya dengan teliti. Ada sesuatu yang tidak beres—data-data ini jelas palsu, dan jelas dimasukkan untuk menjebaknya. Saat itulah Manggala teringat malam sebelumnya, saat Dahlan dan Lun
Sejak keluar dari rumah sakit, Rosa merasa lebih baik tinggal di indekos ketimbang kembali ke rumah Ana, keluarga Basalamah. Entahlah, mungkin Rosa terlalu percaya diri. Ia merasa jika Pasha terang-terangan menunjukkan ketertarikan padanya. Sial, ia pun memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Dan, ia tidak bisa menghindarinya. Malam itu, Rosa sudah sembuh dan menghubungi Ana, meminta ijin padanya untuk tinggal di indekos sebelum ia kembali mengawal Jeena.Meskipun suhu tubuhnya sudah turun, namun tubuh Rosa masih terasa letih. Ia pun memilih menghabiskan waktu dengan merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu. Suara ketukan pintu terdengar samar-samar. Rosa mengerutkan keningnya. Ia merasa tidak memesan makanan. Ia lebih baik memasak agar bisa menghemat pengeluaran.Namun suara ketukan itu terus menggema. Mau tak mau, Rosa pun menegakkan tubuhnya dan berjalan ke arah pintu. Tangannya langsung terulur menarik knop pintu.Saat ia membuka pintu, wajah tampan langsung menyambutnya.
Pagi itu, sinar matahari menembus tirai vitrase kamar Jeena, menyapanya dengan hangat. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan debaran jantungnya. Setelah percakapan semalam ia menjadi kesulitan tidur dan gelisah.Hari ini, Jeena akan pergi ke butik bersama ibunya untuk memesan gaun pengantin—sebuah langkah nyata menuju pernikahannya yang akan dihelat saat libur kuliah. Sagara tinggal di rumah bersama Babysitter Linda dan Pasha—yang mengambil cuti dari rumah sakit dengan alasan sakit. Padahal ia ingin berada dekat dengan Rosa sebelum Rosa kembali ikut adiknya keluar negeri.Pasha mengira jika Rosa akan pulang ke rumahnya dan menginap di sana lagi. Setelah pulang dari rumah sakit, Rosa justru tinggal di indekos miliknya. Ia sudah menjual apartemen miliknya demi membantu biaya pengobatan ayahnya yang terus menerus. Pihak keluarga akhirnya sepakat akan mengadakan pernikahan Jeena dan Manggala saat Jeena libur kuliah di akhir semester genap. Meskipun masih beberapa bulan lagi
Di dalam ruang rapat besar yang elegan, para pemegang saham dan anggota dewan direksi Basalamah Group duduk mengelilingi meja kaca panjang. Cahaya lampu gantung kristal yang megah menerangi ruangan, menciptakan suasana formal dan penuh ketegangan. Beberapa eksekutif berbisik pelan satu sama lain, sementara yang lain duduk dengan tangan terlipat, menunggu hasil pemungutan suara. Nama Beryl muncul sebagai kandidat terkuat, tetapi perdebatan masih berlangsung. Beberapa anggota dewan mengajukan pertanyaan tajam mengenai visinya, strategi bisnisnya, dan bagaimana ia akan menghadapi tantangan industri yang semakin kompetitif. Beryl, dengan ekspresi tenang dan percaya diri, menjawab setiap pertanyaan dengan lugas dan penuh keyakinan. Di sampingnya Laila sebagai notulen ikut berdebar-debar menunggu hasil voting.Laila mulai merasa nyaman bekerja dengan Beryl. Pria itu kini tidak menindasnya lagi. Mungkin karena Laila berjasa dalam menyelamatkan neneknya. Begitulah isi kepala Laila yang sed
Beryl menoleh ke arah ibunya lalu mengerutkan keningnya. “Mom, tanya apa barusan?”Sulis mendesah pelan. “Kamu dari tadi lihatin siapa?”Seolah dipergoki ibunya, Beryl berusaha tenang lalu menjawab dengan santai. “Sagara sepertinya suka sama Laila. Dari tadi dia nempel terus sama dia,”Sulis mendecak pelan lalu berkemam.“Besok acara meeting perusahaan. Sebaiknya kamu bersiap-siap! Kita pulang saja gak usah nginap di sini.”Sulis mengambil piring berisi potongan salad buah lalu memasukan satu per satu ke dalam mulutnya.“Terserah, Mommy.”Beryl menjawab acuh tak acuh.“Sagara, suka ya sama Aunty Laila? Apa? Sagara mau Aunty Laila nginap? Hum, coba tanyain sama Aunty-nya langsung,” Suara Jeena mengusik percakapan Sulis dan Beryl.Mata Beryl– mengerjap saat mendengar jika Laila akan menginap di rumah Jeena.“Mom, aku mau nginap aja,” cicit Beryl berkata pada ibunya.“Katanya terserah, Mommy,”“Aku mau Aunty Laila nginap di sini,” imbuh Sagara terlihat lucu di depan semua orang.Karena m
Perlahan, napas Laila mulai lebih teratur, meskipun tubuhnya masih gemetar. Dengan suara lirih, ia berbisik, “Aku… aku takut. Ibu …” “Aku tahu,” jawab Beryl, matanya melembut. “Tapi kamu gak sendirian. Aku akan menjagamu.” Rasanya jantung Beryl seperti ditusuk ribuan jarum mendengar pengakuan Laila. Apalagi saat mendengar Laila menggumamkan nama ibunya.Hening sejenak. Laila menutup matanya, mencoba menenangkan diri. Ia tahu butuh waktu untuk benar-benar tenang, tapi ada satu hal yang ia sadari—Beryl ada di sampingnya, dan itu memberinya sedikit keberanian untuk menghadapi ketakutannya.“Minum dulu!”Beryl memberikan air minum pada Laila yang sudah terlihat tenang. Baru pertama kalinya melihat seorang yang mengalami trauma luar biasa. Dito hanya diam melihat Laila. Ia juga tak kalah terkejut melihat ada orang yang mengalami trauma luar biasa. Ia merasa menyesal karena ia tadi mengantuk sehingga membiarkan bosnya menyetir. Mungkin kejadian itu tidak akan terjadi jika dirinya yang m
Laila melangkah masuk ke dalam butik dengan sedikit ragu. Begitu pintu kaca otomatis terbuka, udara dingin dari pendingin ruangan langsung menyapa, bercampur dengan aroma lembut parfum mewah yang menyelimuti seluruh ruangan. Matanya langsung berpendar saat melihat sekelilingnya. Cahaya lampu kristal menggantung di langit-langit tinggi, memantulkan kilauan halus ke lantai marmer putih yang berkilau sempurna. Sontak, pemandangan itu membuat ia tersenyum di balik cadarnya. Di sekelilingnya, rak-rak pakaian tersusun rapi, menampilkan gaun-gaun elegan, blazer berpotongan sempurna, dan blouse berbahan sutra yang menggantung anggun. Warna-warna pastel berpadu dengan hitam klasik dan emas berkilau, menciptakan kesan mewah namun tetap hangat. Dari sudut ruangan, terdengar alunan musik instrumental lembut yang mengisi keheningan. Di area fitting room, beberapa wanita sosialita berbincang sambil mencoba pakaian, sesekali melirik ke cermin besar yang dihiasi bingkai emas. Seorang karyawan bu
Flashback onMalam itu, hujan turun deras, menciptakan genangan di sepanjang jalanan sempit yang dipenuhi bayangan kelam. Lampu jalan berkelip samar, memantulkan cahaya pada trotoar yang basah. Nafas seorang pemuda berambut gondrong tersengal, dadanya naik turun cepat saat ia terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Dari kejauhan, suara sirine polisi meraung, mendekat dengan cepat. Kilatan lampu merah dan biru menerangi kegelapan, menciptakan bayangan yang bergerak liar di tembok bangunan tua yang ia lewati. Sepatunya yang basah menjejak aspal dengan suara kecipak, nyaris terpeleset saat ia berbelok ke gang sempit. “Jangan biarkan dia kabur! Cepat kepung gang itu!” suara seorang polisi terdengar lantang dari belakangnya. Pria itu menggigit bibirnya, jantungnya berdegup begitu kencang hingga hampir menyakitkan. Ia tahu jika tertangkap, semuanya akan berakhir. Dengan nafas tersengal, ia mendorong tubuhnya untuk berlari lebih cepat, meski kakinya mulai melemah. Sial, karena kecero
Manggala menautkan jemarinya di atas meja dengan tubuh yang tegap dan masih tetap memperlihatkan raut wajah yang tenang. Perkataan para pemegang saham sama sekali tidak berhasil mengintimidasinya.Sekalipun skandal itu benar, mereka juga tidak bisa menggulingkannya. Satu-satunya orang yang bisa menyingkirkan Manggala dari posisinya saat ini hanyalah Jeena Mahira Basalamah—pemilik perusahaan Yudistira Group saat ini. Sekaligus pemegang saham terbesar. Manggala yang cerdas dan tentu saja kaya raya hanya menyisakan saham sedikit untuk anggota keluarga Yudistira yang masih tersisa di sana. Oleh karena itu tekanan yang mereka berikan pada Manggala sama sekali tidak bisa memprovokasinya.Tatapan Manggala tertuju pada sosok Danar Yudistira—orang yang diduga kuat penyebab di balik terjadi insiden skandal yang menimpanya.“Tenanglah! Apa Anda benar-benar berpikir saya tidak bisa mengendalikan situasi ini? Tentu saja, saya sedang mencari solusi untuk masalah ini. Saya tidak akan menyerah! Kalia
Beryl duduk di kursinya, menatap layar monitor tanpa benar-benar membaca laporan yang terbuka di depannya. Fokusnya justru tertuju pada sosok Laila yang tengah merapikan berkas di mejanya. Perempuan itu selalu tampak anggun dalam balutan gamis sederhana dan kerudung rapi. Laila adalah sekretaris yang cekatan, cerdas, dan menyebalkan baginya.Menyebalkan karena membuat Beryl, sang direktur yang dingin dan perfeksionis, jadi tidak bisa berpikir jernih. Namun ia merasa puas karena Laila bisa bekerja dekat dengannya. Gadis itu bisa diandalkan dibanding Serina. Ia mandiri dan selalu punya inisiatif untuk mengerjakan tugas yang diberikan olehnya.Dan sekarang, ia menemukan cara baru untuk menarik perhatian Laila. “Laila,” panggil Beryl dengan nada serius. Laila menoleh dan segera menghampiri. “Iya, Pak Beryl. Ada yang bisa saya bantu?” Beryl menautkan jemarinya di atas meja. “Saya butuh laporan keuangan bulan ini, tapi tolong sajikan dengan metode yang lebih… inovatif dan kreatif.” L