Makin panas nieh🔥 Jangan lupa kasih vote, gem an supportnya ya hihi Makasih sebelumnya, moga sehat dan rezeki kalian melimpah Amin.
“Laila, please! Aku gak bermaksud bohong waktu itu! Kamu udah salah paham. Kamu tahu, aku bahkan sudah lebih dulu kenal dengan the Great Duke sebelum kamu! Aku lakukan ini karena aku mencintai Mas beryl! Itu saja! Kamu jangan mikir macam-macam!”Karena sudah ketahuan Serina pun mulai memberikan klarifikasi dengan berurai air mata. Ia berkata dengan penuh penyesalan. Laila tersenyum sinis. “Sudahlah! Jangan berpura-pura lagi di depanku! Kamu lebih kenal dengan the Great Duke? Kamu juga harus tahu, siapakah gadis yang akan dijodohkan dengan Mas Gala? Aku! Ayahku dan ayah Mas Gala bersahabat dekat. Jadi … jangan sombong kalau kamu baru saja mengenal dengan anggota The Great Duke!”Kini gantian Laila yang mengeluarkan uneg-uneg dalam kepalanya. Perdebatan pun mulai terasa panas. “Kamu udah membohongi keluarga besar Mbak Jeena! Kalau mereka tahu kebusukanmu, mereka pasti kecewa padamu.”Laila mengangkat tangannya lalu memetik jari. “Dan mendepakmu!”Sikap Serina sudah keterlaluan. Selain m
“Laila, makan dulu!”Yuda mengetuk pintu kamar Laila beberapa kali ketukan. Sepulang dari rumah sakit, Laila tidak pernah makan bersama semeja di ruang makan. Ia makan ketika mereka sudah makan dan memilih makan sendirian.Ini tidak bisa dibiarkan! Yuda tidak akan merasa tenang melihat putrinya menjauh darinya.Laila mengabaikan panggilan Yuda. Saat ini ia sedang membaringkan tubuhnya dan menatap nanar langit-langit. Kejadian selama di kantor mengusiknya. Serina ternyata tak sepolos yang terlihat dari luar. Bahkan gadis itu aslinya manipulatif. Ia bisa bermain peran dengan sangat baik.Serina tidak bisa diremehkan. Laila yakin, tugas yang diberikan padanya bukankah murni karena pekerjaan. Namun ada Serina di balik itu semua. Pasti, Serina berusaha membuatnya sibuk agar tidak bisa bertemu dengan Hanum.Laila baru bisa beres mengerjakan tugasnya pukul lima sore, saat di mana para karyawan sudah pulang. Namun ia tidak akan tinggal diam. Serina sudah berbuat fatal. Satu-satunya cara ialah
Jeena sudah tiba di Manhattan. Ia mulai latihan bermusik kembali dengan Dion. Rosa selalu menemani Jeena kemanapun Jeena pergi seperti amanat Hanum dan Ana. Ia akan berbakti pada keluarga Basalamah. Akhirnya hari yang dinanti tiba. Acara Amal digelar secara meriah di kampus.Jeena sudah terlihat cantik dengan gaun yang senada dengan Dion. Sebelum mulai, Rosa—yang tidak hanya sekedar bertugas sebagai asisten, sebagai pengawal, ia selalu akan memastikan keselamatan Jeena. Oleh karena itu, ia melakukan pengecekan alat musik dan ruangan di mana Jeena akan tampil.Setelah memastikan semua aman, barulah ia merasa tenang. Beberapa orang cukup kaget melihat apa yang dilakukan oleh Rosa. Mereka baru tahu jika Rosa adalah pengawal khusus yang menjaga Jeena. Barulah mereka sàdar ternyata Jeena bukan orang sembarangan.Penampilan debut Jeena dan Dion berhasil memukau penonton. Riuh tepuk tangan membahana. Semua orang puas dengan performa mereka. Bahkan ada beberapa produser ternama yang akan men
Untuk merayakan keberhasilan acara, Laura mengundang para mahasiswa yang tampil saat acara amal untuk berpesta di restoran. Ia mentraktir mereka makan. Tak mungkin ia merayakannya di pub sebab ia menghargai Jeena. Apalagi Jeena sebagai vokal pertama. Ia dianggap pembawa keberuntungan.Sayang, orang terdekatnya tidak bisa ikut menghadiri acaranya. Mereka hanya mengirim pesan dan meneleponnya. “Baiklah, kita bersulang untuk pasangan terviral kita, Jeena dan Dion!”Laura mengangkat gelas berkaki berisi vodka dengan penuh keceriaan. Keberhasilan Performa murid-muridnya telah membuat para pengusaha ikut memberikan donasi dengan jumlah yang sangat besar pada acara itu.“Cheers!!” jawab yang lain serempak.Jeena mengangkat kaleng soda kemudian meneguknya. Rosa yang berada di sampingnya selalu tampak waspada. Ia tidak boleh lengah sedikitpun. Ia pernah mengikuti semacam training yang dilakukan oleh para anggota militer. Teringat akan pesan bijak dari salah satu coachnya bahwa di manapun ia b
Ana tersenyum bangga melihat putrinya bisa tampil memukau di layar televisi yang ditayangkan secara recording. Saat acara live, Ana tidak bisa menonton karena kesibukannya. “Lihatlah! Aku gak nyangka bisa punya anak yang bisa mewarisi talent yang sama denganku,” imbuh Ana dengan bangga pada dr Zain yang duduk di sampingnya. Dulu ia mengandalkan Alby yang memiliki hobby bermain musik sejak kecil. Masalahnya, Pasha kurang suka bermusik. Ia memilih karir yang sama dengan ayahnya.Ana pun sudah menyerah ketika ia tidak bisa mewariskan ilmu yang dimilikinya pada keturunannya. Ternyata, semesta telah mengaturnya sedemikian rupa. Jeena akhirnya ditemukan dan sungguh luar biasa Jeena memiliki talenta bermusik bahkan melebihi dirinya. Wanita berhidung bangir itu sangat bersyukur. Akhirnya, doanya satu per satu terkabul.Di sisi lain, dr Zain tersenyum menatap Performa Jeena di balik layar televisi. Seperti halnya Ana, ia begitu bangga pada putrinya. Namun ia sedih karena belum bisa menjenguk
Laila menengadah untuk menatap pemuda tampan yang menjulang tinggi di depannya. Ia takut salah mengenali orang. Alby biasanya banyak bicara saat bersamanya. Namun pemuda di depannya itu tidak.“Ayo!” seru pemuda itu dengan tersenyum manis. Laila merasa lega ternyata pemuda di depannya Alby. Alby selalu tersenyum saat berbicara dengannya. Sebetulnya pemuda di depannya adalah Beryl. Hari itu penampilannya terlihat berbeda. Karena sebentar lagi ia akan diangkat menjadi presdir di perusahaan, ia memaksimalkan penampilannya. Ia mencukur rambutnya hingga membuat Laila salah mengenalinya. Seingatnya Alby memotong rambutnya. Selain itu hari itu memang Beryl tidak mengenakan jasnya. Ia malas kembali ke dalam mobil untuk memakai jasnya. Beryl dan Alby merupakan saudara kembar identik. Siapapun tidak akan bisa membedakan rupanya. Barulah setelah mereka bicara, siapapun akan bisa membedakan siapa Beryl dan Alby.Dalam keseharian ke duanya sama-sama komunikatif dan supel. Apalagi Beryl– yang ser
“Sial, aku kecolongan!”Sulis mendengus kasar saat melihat email yang dikirim oleh orang suruhannya. Karena ia disibukkan dengan proyek membangun gedung bimbingan belajar bersama suaminya, ia tidak punya waktu untuk mencari tahu sendiri soal Serina.Sampai detik itu hanya dirinyalah yang menaruh curiga pada sosok gadis itu. Oleh karena itu ia pun menyelidikinya.Sulis memiliki banyak kenalan orang-orang yang masih aktif di agency detektif. Mudah baginya untuk mencari salah satu dari mereka dan memberinya tugas.Wanita berambut panjang itu tidak pernah mengira jika Serina itu akan berbuat nekad. Bahkan gadis itu merencanakan segala sesuatunya dengan begitu mulus. Ia merasa tertipu!Sulis memperhatikan setiap detail rekaman CCTV yang menayangkan Hanum secara utuh. Dimulai dari Hanum pergi ke mall hingga diselamatkan oleh seseorang dan dibawa ke rumah sakit.Saat di depan ruang ICU barulah Sulis menyetop video tersebut.“Dasar anak kurang ajar! Bisa-bisanya berpura-pura jadi heroine! Awas
“Siang, Pak Beryl!”“Siang, Pak!”Beberapa karyawan perempuan menyapa Beryl yang baru saja menginjakan kakinya di depan kantor Basalamah.Mereka terheran-heran sebab tak biasanya, atasan mereka tidak menjawab sapaan mereka. Setidaknya Beryl– tersenyum tipis atau mengangguk saat berhadapan dengan mereka.Namun siapa sangka siang itu, bertepatan makan siang, para karyawan yang hendak istirahat dan mencari tempat makan terlihat heran melihat aura atasan mereka yang gelap dan menakutkan.Mereka pun mulai bergosip dan beprasangka buruk. Pasti ada masalah berkaitan dengan pekerjaan. Melihat raut muka Beryl yang menakutkan setiap karyawan mulai berpikir keras. Apakah mereka telah berbuat kesalahan? Jika iya, mereka harus menyiapkan mental mereka sebab Beryl akan mudah menyingkirkan mereka.Beryl menaiki pintu lift diikuti oleh Dito di belakangnya. Dito berada di kantor saat Beryl tidak berada di sana. Ia mendapat tugas dari Beryl saat dirinya tidak berada di sana.“Panggil Serina!” titah Bery
Sepuluh Tahun KemudianLangit pagi itu cerah di kawasan perbukitan tempat kediaman keluarga Manggala berdiri megah. Rumah bergaya modern tropis dengan sentuhan klasik itu dikelilingi taman bunga dan pepohonan rindang, dibangun oleh Aldino, sang kakek yang visioner. Di halaman belakang, terdengar suara tawa anak-anak dan langkah kaki berlarian.Kini Manggala mengambil alih perusahaan sang ayah, sedangkan Jeena menjadi seorang pianis seperti ibunya. Ia juga bahagia menjadi seorang ibu dari empat orang anak. “Mas Sagara! Tunggu aku dong!” seru Bintang, bocah sepuluh tahun yang berusaha mengejar kakaknya.Sagara menoleh sambil tertawa. “Cepat dong, Bintang! Katanya mau lomba lari?”Dari balik pintu kaca, dua gadis kembar berambut panjang hitam–berusia tujuh tahun, Savana dan Aurora, berseru bersamaan, “Mamaaa! Mas Sagara gak mau ajak kita main!”Jeena, yang tengah menyiram bunga, menoleh sambil tersenyum. “Kalian gak usah ikut main lari-larian. Kalian bisa kan main yang lain,”Savana dan
Tiga minggu telah berlalu sejak kecelakaan itu.Alby akhirnya pulang ke Jakarta. Ia masih lemah, tubuhnya belum sepenuhnya pulih, tapi kesadarannya sudah kembali. Dan itu saja sudah cukup membuat seluruh keluarga menghela napas lega.Di kamar yang tenang, Alby perlahan duduk di sisi ranjang. Levina sigap menopangnya.“Kamu yakin udah kuat buat berdiri?” tanyanya pelan, seolah takut suaranya akan membuat Alby goyah.Alby tersenyum tipis. “Aku nggak selemah itu, Lev… Tapi kalau kamu tetap mau di sini, aku nggak keberatan.”Senyum itu begitu lemah, tapi cukup untuk menggetarkan hati Levina. Ia membalas tatapan itu dengan lembut, menyembunyikan guncangan di dadanya. Sejak hari pertama Alby tak sadarkan diri, Levina tidak pernah meninggalkan sisinya.Ia bertahan, bahkan ketika dokter kehilangan harapan. Dan, keluarga Basalamah mengabaikannya. “Lev,” suara Alby pelan.Levina menoleh cepat. “Hmm?”“Makasih ya… sudah rawat aku.”Alby menatap Levina dengan senyum tipis.Levina diam kemudian m
RS Bali International Cahaya lampu rumah sakit memantul di lantai keramik yang licin, menciptakan suasana dingin dan sepi. Di balik pintu ICU yang tertutup rapat, Alby tengah berjuang mempertahankan hidupnya. Tubuhnya penuh luka, sebagian tulangnya retak, dan kepalanya mengalami trauma berat akibat benturan keras dalam kecelakaan.Di ruang tunggu ICU, suasana dipenuhi ketegangan.Dokter Bagas, ahli bedah saraf yang menangani Alby, keluar dengan wajah serius langsung mengabari kondisi Alby saat ini pada keluarga; Sulis-Ali, Beryl, Ana-dr Zain, dan Manggala-Jeena yang langsung terbang ke Bali setelah mendapat kabar buruk mengenai kecelakaan yang menimpa Alby.Dokter Bagas berkata. “Kami sudah melakukan tindakan penyelamatan secepat mungkin. Alby mengalami pendarahan hebat di otak serta beberapa patah tulang rusuk yang melukai paru-paru kirinya. Kami telah memasang ventilator dan melakukan dekompresi kranial untuk mengurangi tekanan pada otaknya.”Tak ada yang berbicara. Wajah Ali pucat,
“Hari ini mendadak sepi, ya?”Levina menoleh. Alby ada di sampingnya, berjalan santai di antara deretan pohon mahoni yang mulai meranggas. Cahaya senja memantulkan rona keemasan di wajah mereka, menciptakan siluet yang tenang namun menyimpan gelombang perasaan yang tak terucap.Alby menatap tunangannya dengan lembut. Banyak hal ingin ia katakan, tapi belum waktunya. Ia hanya meraih jemari Levina dan menggenggamnya erat. Namun, kali ini Levina tidak menolak. Ia tahu harus berpura-pura menjadi kekasih Alby dengan sebaik mungkin.“Besok kita menikah. Tapi hari ini… izinkan aku jujur.”Alby menatap Levina dari samping. Meskipun Levina selalu menampilkan wajah dengan minim ekspresi, di matanya gadis itu terlihat cantik. Mungkin wanita tercantik yang pernah ia sukai. Ia menyukai segala hal tentang dirinya. Entah sejak kapan, Ia mulai merasakannya. Alih-alih merespon perkataan Alby, Levina menatapnya dalam. “Aku dengar kau sudah melaporkan Bella dan Roger.”Alby mengangguk pelan. “Aku rekam
“Lihat nih! Komennya udah tembus sepuluh ribu. Gila, Bella, kamu viral!”Manager Bella, seorang wanita berkacamata bernama Fara, tertawa kecil sambil menyodorkan ponsel ke arah kliennya. Di layar, unggahan Bella sedang dibanjiri komentar dan likes. Foto-foto kontroversial dengan Alby—yang sengaja diposting ulang oleh akun fanbase-nya, membuat namanya melejit dalam semalam.Bella tersenyum tipis, membolak-balik notifikasi dengan santai.“Ya... kalau skandal bisa bikin aku trending, kenapa nggak?” ujarnya ringan.Fara menyikut lengannya. “Kamu jahat juga, ya.”Bella menjawab dengan anggukan percaya diri. “Dunia hiburan bukan tempat buat yang terlalu baik.”Namun sebelum mereka bisa tertawa lagi, pintu studio tempat mereka santai tiba-tiba terbuka keras.BRAK!Keduanya terlonjak kaget. Di ambang pintu, berdiri Alby dengan sorot mata yang tak pernah Bella lihat sebelumnya—dingin, tajam, dan penuh kemarahan yang ditekan.“Untuk apa kamu lakukan ini, Bella?”Nada suaranya rendah, tapi mengge
“Astaga, Bella, sialan!” gumam Alby saat melihat layar ponselnya. Foto-foto itu terpampang jelas. Ia dan Bella terlihat terlalu dekat. Mereka seperti sepasang kekasih.Skandal itu tersebar begitu cepat. Akun-akun gosip di X dan I*******m berebut menaikkannya, sementara bot-bot anonim memperkeruh suasana dengan komentar tajam dan spekulasi kejam. Nama Alby mendadak trending, bukan karena prestasi, tapi karena ciuman yang tak pernah benar-benar terjadi.Dengan geram, Alby melemparkan ponselnya ke meja. Ia ingin menyangkal semua ini, tapi bagaimana? Mata kamera tidak pernah peduli pada kebenaran—hanya pada apa yang terlihat.Ponselnya bergetar. Nama “Mommy” tertera di layar.Sulis tidak pernah menelepon tanpa alasan. Dan kali ini, Alby tahu persis apa yang membuat ibunya menelepon di tengah malam, saat hujan mengguyur kota seperti murka langit yang tak tertahan.Sulis duduk anggun di sofa ruang tamu. Ruangan itu sepi, tapi hawa di dalamnya menggigit seperti salju saat musim dingin. Alby
Di kediaman Mahesa“Levina…” suara Roger terdengar pelan dan penuh simpati saat ia masuk ke dalam ruang tamu di mana Levina sedang duduk, membaca buku.Levina menatapnya, keningnya berkerut. “Roger? Ada apa?”Hubungannya dengan Roger mulai membaik. Keluarga Roger datang dan meminta maaf pada Mahesa atas apa yang telah Roger lakukan.Roger tersenyum lalu duduk bergabung dengan Levina, seolah menimbang-nimbang kata-kata yang ingin ia ucapkan. “Aku mendengar kabar yang cukup mengejutkan.” Ia mencoba menatap Levina dengan ekspresi prihatin, namun dalam hatinya, ada kepuasan yang terselip. “Aku... aku dengar kalau Alby terlibat hubungan dengan seorang penyanyi pendatang baru. Mereka... kedapatan di beberapa tempat bersama. Selingkuh, mungkin.”Levina hanya mengangkat alis. “Oh,” jawabnya singkat, tanpa ekspresi lebih lanjut. “Kapan kamu mendengarnya?”Roger sedikit terkejut dengan respons Levina yang begitu datar. “Baru beberapa hari yang lalu. Sepertinya mereka terlihat sangat dekat. Aku h
Di sebuah lounge hotel mewah, Roger duduk menyilangkan kaki sambil menatap layar ponsel. Di sampingnya, seorang wanita berambut panjang duduk dengan senyum menggoda—Bella, penyanyi pendatang baru yang sedang naik daun.“Jadi... lo cuma mau gue foto bareng dia?” tanya Bella dengan alis terangkat. “That’s it? Gue pikir bakal lebih ekstrem.”Roger tertawa pelan, suaranya tenang namun licik. “Nggak perlu ekstrem. Cukup satu foto. Waktu yang pas, tempat yang pas. Publik akan percaya kalau Alby ternyata sama aja kayak pria lainnya. Dan Levina... perempuan dengan prinsip seperti dia? Dia akan mundur sendiri.”Bella mengangkat bahu. “Easy. Asal bayarannya sepadan.”Roger menyerahkan sebuah cek yang sudah ditandatangani olehnya. “Lihat sendiri.”Bella tersenyum licik. “Deal.”Roger bersandar, lalu menyesap kopinya. Matanya menatap kosong ke depan. “Sorry, Alby... Aku lebih dulu kenal Levina. Dan aku nggak akan biarin kamu ambil Levina,” Roger sudah mendengar kabar tentang Levina yang sudah di
Rumah besar keluarga Ana Basalamah sore itu lebih sunyi dari biasanya. Dedaunan bergerak pelan ditiup angin, dan cahaya matahari yang menembus kaca jendela membuat ruangan terlihat hangat—meski hati sebagian penghuninya masih membeku.Di ruang keluarga, Sagara duduk di atas karpet bulu berwarna krem. Bocah empat tahun itu memeluk boneka dinosaurus hijau miliknya. Matanya masih sembab, dan tak ada satu pun senyum terukir di wajah kecilnya.Pasha duduk tak jauh darinya, memangku salah satu putra kembarnya—Rayyan—yang tengah bermain mobil-mobilan sambil tertawa sendiri. Di sisi lain, Rosa menggendong Rafael yang baru saja tertidur di pangkuannya. “Gara,” panggil Pasha dengan suara pelan.Sagara menoleh perlahan. Ia belum sepenuhnya nyaman, belum juga paham sepenuhnya apa yang terjadi dengan ayahnya.Pasha mencoba tersenyum. “Papa Pasha bawa mainan, mau lihat?”Bocah itu hanya mengangguk kecil. Pasha mengeluarkan satu set puzzle binatang dari dalam tasnya.“Coba tebak ini apa?” Ia mengang