“Kau dulu memang playboy, tapi setelah punya istri dan dua anak yang manis, apa belum cukup bagimu sadar diri?”Erik menceramahi Ed yang hanya bermuka datar itu. Dia tadi sekilas melirikku yang menahan senyum karena memang berniat mengusilinya.Jadi, sekarang dia hanya melengos saja tidak menghiraukan ucapan Erik.“Yah, kalau Kamilanya mengizinkan, tidak masalah juga kan?” Ed malah ikut dalam permainanku dan membuatku yang memulai candaan itu jadi mulai merasa tidak nyaman.“Eh. Serius, kamu?” Erik mengejar Ed yang bangkit dan berjalan masuk ke rumah. Namun dia kembali padaku untuk menyampaikan, “Mila jangan diam saja, sebelum pria itu main gila kamu harus cegah dia!” Erik berkata dengan serius.“Maksudnya? Apa menurutmu Ed serius?” ini malah aku mulai panik.“Lha, bisa jadi kan dia tertarik dengan sekretaris yang dia pilih sendiri. Tadinya dia bilang itu untukku, eh ditahan juga kan di mari. Siapa tahu mereka ada skandal!” Erik malah mengomporiku.“Enggak lucu, jangan bercanda!”
“Apa rencanamu, Tika?” tanyaku yang tidak lagi membahas tentang bayi Pak Bupati.Tika menatapku dengan sebuah pemikiran yang mengganjal. Kemudian dia balik bertanya padaku.“Apa kata saudara iparmu itu tentang ini?” tanyanya. Tika ternyata masih berharap Erik menemuinya dan mengakui bahwa itu adalah anaknya.“Erik? Umm, Ed memintaku tidak terlalu ikut campur. Kuharap kau dan Erik bisa menyelesaikannya berdua,” tukasku mencari aman saja.“Erik memblokir kontakku. Aku tidak bisa berkomunikasi dengannya.”“Tapi kau tahu di mana dia tinggal, bukan? Kau bisa menemuinya dan berbicara lagi dengannya kalau memang kau membutuhkannya.”Tika tertegun menatapku. Seolah mengetahui sikapku yang mulai berubah, dia bertanya, “Kau tidak lagi mendukungku?”“Aku sudah membantumu, Tika. Aku bahkan meminta Erik datang dari Jakarta padahal di sana dia sedang banyak kerjaan. Tapi malam itu kau malah langsung pergi begitu saja dan tidak melanjutkan pembicaraan kalian. Padahal waktu dan tempat sangat mendukun
Kutahan dengan sabar untuk tidak menceritakan masalah Tika pada suamiku, meski aku benar-benar tidak tahan ingin menyampaikannya. Pasalnya sore ini kami sudah menyampaikan pada Pak Bupati akan tilik bayi mereka.Yah, orang di sini sering menyebutnya dengan istilah itu untuk menegok bayi yang baru lahir. Gala tidak mau ikut. Dia asyik dengan proyek layang-layang dengan Om Eriknya. Tapi Meida mendesak ikut. Kukatakan padanya kami akan menengok bayi perempuannya Pak Bupati, dan Meida jadi ingin ikut melihat adik bayi.“Aku juga punya adik bayi perempuan, Tante. Adikku cantik sekali. Bibirnya merah dan kulitnya seperti putri salju. Tapi adikku sudah dibawa bidadari ke syurga,” cerita anak itu pada istri Pak Bupati yang sedang menggendong putri kecilnya dan menunjukannya pada Meida.“Oh, yah?”Wanita itu terkejut baru tahu tentang putri kami yang kata Meida sudah di syurga. Dia menatapku yang duduk tidak jauh dari mereka sembari memastikan apakah benar yang dikatakan anak perempuanku itu?
Sepagi ini kepalaku sudah pusing. Dan aku tidak tahan ingin muntah-muntah. Jadinya aku segera bangkit dan berlari ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutku yang berdesakan ingin keluar itu.Perasaan semalam aku tidak makan banyak. Tapi perutku rasanya mendesak dan ingin muntah saja. Mungkin masuk angin.“Kenapa, Sayang?” Ed masuk setelah kubersihkan wastafel yang penuh muntahanku itu.“Enggak tahu, Ed. Mual!” ujarku lemas.Ed menuntunku kembali ke tempat tidur dan mengambilkanku minuman. Namun bukannya lebih baik aku malah ingin muntah lagi.Begitu aku keluar kamar mandi, Ed masuk kamar bersama ibu yang membawa minuman hangat. Pasti dia tadi yang memanggil ibu.“Kenapa, Mila?” Ibu menghampiriku dan memeriksaku.“Pusing, Bu. Masuk angin kali!” ujarku meminum wedang jahe yang dibawa ibu.Setelah meminumnya, rasanya lumayan juga. Ada sensasi hangat yang kurasakan di tubuhku. Khusunya perutku. Setidaknya sudah tidak ingin muntah lagi.“Sudah buat istirahat saja.” Ibu menyelimuti tubu
Lihatlah tingkah dua bocah itu saat diberitahu kalau sebentar lagi mereka akan punya adik. Gala memijiti kakiku sedangkan Meida menyuapiku irisan buah. Mereka bahkan tidak membiarkanku sedikit bergerak karena takut adiknya kenapa-kenapa.“Mama mau apa? Bilang saja biar Gala yang ambilkan.” Gala langsung sigap ketika melihatku hendak meraih sesuatu.“Mama cuma mau ambil remote TV kok, Gal.”“Biar Gala ambilin, Ma,” ujarnya sudah menyodorkan remote TV-nya padaku.“Buahnya dihabisin, Ma. Biar adik cepat besar dan cepat keluar dari perut Mama.” Meida terus menjejalkan buah ke mulutku. Dia kira kalau aku banyak banyak makan bayinya cepat besar dan langsung bisa keluar begitu saja. ada-ada saja dua bocah ini.Ibu dan Mbak Lilis yang melihat tingkah dua bocah itu hanya menggeleng dan tertawa kecil.“Biasa, mereka lagi seneng-senengnya dengar mau punya adik lagi. Tunggu seminggu lagi, udah bosen mereka begitu terus.” Ibu mengomentari sikap dua cucunya itu.“Kemarin bagaimana hasil pemeriksaan
‘Biar saja semua tahu kebususkan suami saya?’ batinku membaca uang kalimat terakhir pesan wanita itu. Dari kata-katanya, sepertinya dia sudah tahu tentang kebusukan suaminya sejak lama.Aku menghela napas lega, karena sempat mencemaskannya sampai terluka dalam kalau mendengar hal ini.Tadinya aku melupakan tentang perasaan ibu yang baru melahirkan ini, dan baru saja terpikir untuk meminta Ed mengurungkan dulu niat membongkar aib bupati itu.Tapi, untunglah ternyata istri Pak Bupati sudah tahu lebih dulu tentang kebusukan suaminya. Artinya, dia juga menunggu ada yang berani mengungkap tentang aib ini di publik. Sehingga dia punya alasan menentukan sikapnya.“Kenapa senyum-senyum, Sayang?” Ed terheran melihatku menyunggingkan senyum melihat ponselku.Aku baru meletakkan di meja lalu menghampiri suamiku yang sudah menungguku di tempat tidur. Aku merebahkan kepalaku di sampingnya dan memeluk lengannya sembari menatapnya lembut.“Aku sudah mendengar berita tentang Pak Bupati. Kau bijak
Saat berada di dalam mobil, kuraih tangan Ed yang menganggur dan menariknya ke pangkuanku sambil menggenggamnya erat. Ed hanya melirikku sejenak dan tertawa kecil.“Ada apa, Sayang?” tukasnya sambil fokus di jalan.“Tidak apa, pengen saja pegang tangan suamiku. Apa tidak boleh?” ujarku.“Iya, tapi biasanya kamu begini pasti ada sesuatu, kan?”“Memang sih. Sebenarnya aku ingin berterima kasih.” Ed sudah menebaknya jadi sekalian saja kusampaikan.“Untuk?”“Pokoknya pengen berterima kasih saja. Untuk semuanya.”“Kembali kasih, Sayangku...” Ed membalasnya.Saat lampu merah dan mobil Ed berhenti, terlihat beberapa pemuda bermotor di depan mobil membawa spanduk yang terbaca, ‘adili dan usut mantan bupati dan kroni-kroninya’Dari jas almamater yang dipakai, sepertinya mereka adalah mahasiswa perguruan tinggi swasta di kota ini yang menyerukan suara rakyat dalam aksi demo di gedung DPRD kota.“Salah satunya ini, Sayang. Kau sudah membuka jalan kebenaran sehingga anak-anak muda itu punya kesem
“Ada yang tidak beres?” sahutku yang tidak kalah tegang dari Ed.Apa ini karena belum dua tahun aku sudah hamil lagi pasca operasi cesar sebelumnya? Pikirku dengan seribu kecemasan. Tapi kata Tante Atika ini tidak apa-apa asal rajin memeriksakan diri.“Haha, tenang, Ma, ini biasa di kehamilan trimester pertama. Saya hanya mendeteksi mulut rahimnya masih melunak. Dan itu biasa terjadi pembukaan yang berakibat pendarahan. Karenanya di trimester pertama ini harus hati-hatilah.”“Oh, begitukah?” aku menghela napas sedikit lega walau masih terbayang rasa cemas bayiku akan kenapa-kenapa.“Kasih tahu dia juga, Dok. Kita masih belum aman berhubungan, kan? Soalnya dia minta melulu.”Ed dengan polosnya mengadukan tentang hal itu pada dokter itu. Dengan cepat kucupit pinggangnya karena sebal dan malu. Bisa-bisanya dia bilang aku minta melulu. Apa coba yang dipikirkan dokter tentang aku? Dikira wanita gatel nanti, aku!“Hahaha, Itu hal biasa kok, Tuan. Wanita hamil itu hampir sama dengan wanita
“Sayang kau dari mana?” tanyaku melihatnya datang bersama beberapa perawat.Padahal sudah ada tombol darurat yang bisa dipencet untuk memanggil mereka. Bagaimana pria ini malah keluar untuk memanggil mereka secara manual? Pasti saking paniknya tadi.Dan lagi sekarang dia malah terlihat memarahi perawat itu.“Harusnya kalian memberinya obat anti nyeri. Apa tidak tahu istri saya sampai kesakitan begitu?”“Pemberian injection anti nyeri juga harus sesuai perintah dokter, Tuan. Kami tidak berani memberikannya lagi pada Nyonya karena tadi sudah kami berikan. Nanti ada waktunya lagi,” jelas salah seorang perawat pada Ed. “Tapi istri saya kesakitan, lho!” Ed masih terlihat kukuh.Kutarik lengannya agar dia bersikap lebih santai.Ada apa dengannya? Biasanya dia cuek dan santai-santai saja. Melihatku sedikit meringis saja sudah panik begitu. “Ah maaf, Sus. Tadi hanya sensasi rasa perih di area jahitan. Tapi sekarang sudah tidak, kok. Maaf, ya? Suami saya sedikit berlebihan tadi.”***Dua har
“Sayang?” suara Ed kudengar dan aku membuka mataku menatapnya yang terlihat cemas.“Ed? Kapan selesai operasinya? Aku sudah tidak sabar ingin tahu anak-anakku,” tukasku menggenggam balik tangan yang menggenggamku itu. Ed tersenyum meski pias wajahnya tampak lelah sekali. Dia membelai rambutku dan mencium keningku.“Operasinya sudah selesai sejak tadi, Sayang. Dokter bilang kau hanya tidak tahan dengan efek obat bius yang disuntikkan padamu.”“Ya Allah, Ed. Kasihan anak-anakku tidak bisa inisiasi menyusu dini.” Aku mencoba bangkit tapi Ed menahanku.“Tenanglah, Mila. Kau baru saja dipindah dari ruang pemulihan. Jangan banyak bergerak dulu.”“Tapi bayi-bayiku?”“Kata dokter tidak apa-apa, kok. Yang penting pulihkan dulu keadaanmu.”“Iya, tapi bayi-bayiku mana, Sayang?”Aku tentu ingin melihat mereka.Bagaimana bisa aku terlelap dengan damainya, bahkan tidak bisa mendengar suara jeritan pertama buah hatiku?Padahal, bisa mendengar suara mereka pertama saat terlahir ke dunia ini adala
Aku terbangun dengan sedikit terkejut melihat sudah tidak berada di mobil lagi.Ed sudah menggendongku ke apartemennya.Ini adalah kamar pertama kali dia mengajakku ke tempatnya pasca kami menikah dulu. Saat itu aku terkejut dan sampai menendangnya hingga terjungkal ke lantai.“Kenapa senyum-senyum?” tanyanya sembari memelukku.Aku tidak tahu kalau Ed ternyata sejak tadi berbaring di sampingku dan memperhatikanku. “Aku hanya ingat saat pertama kau membawaku ke sini, Sayang.” Kumiringkan tubuhku untuk bisa menghadapnya.“Oh, benar. Apa yang membuatmu menarik senyum?”“Banyak. Tentang aku yang terkejut karena kau ternyata tinggal di tempat mewah ini sementara yang kutahu kau hanya seorang sopir truk. Juga tentang kau yang selalu curi-curi cium padaku.”Ed tertawa mendengar secuil ingatanku tentang saat-saat pertama kebersamaan kami sebagai suami istri. Tangannya sudah membelai pipiku dan menatapku dengan penuh binar cinta. Dia juga pasti berendezvous dengan masa-masa itu.“Saat itu pe
“Tante?!” ujarku antara ragu dan terkejut.Wanita itu melototiku tanpa berkedip. Membuat Ed langsung merangkulku cemas kalau-kalau wanita itu malah akan menyakitiku.Seperti biasa, saat merasa ada sesuatu yang membahayakan kami seperti ini, dua orang datang untuk mengambil tindakan. “Mila... Kamila?!” wanita itu langsung bersimpuh dan menangis di kakiku.Ketika dua pria misterius itu hendak menyingkirkannya, aku menahannya.Ed memberi isyarat agar pria itu membiarkan dulu sembari mengawasinya.“Mila, maafkan aku, Mila. Maafkan tantemu yang jahat ini!” isak wanita itu yang kini aku seratus persen yakin kalau itu adalah Tante Desi.Kulepaskan rangkulan Ed agar aku bisa membantu tanteku itu bangkit dari posisi bersimpuhnya di kakiku. Sungguh aku tidak nyaman sekali dengan hal itu. Ed melepasku namun tetap waspada. Cemas saja kalau wanita itu tiba-tiba akan menyakitiku.Ed tahu bagaimana sepak terjang Tante Desi. Dia jugalah yang bertanggung jawab membuat kami terpisah dalam kesalahp
“Ed, beri aku alasan termanismu kenapa kau jatuh cinta padaku? Jangan bilang karena ukuran bra itu. Aku nanti malah merasa kau jatuh cinta padaku hanya karena otakmu sudah mesum, lho!” rengekku padanya.Ed langsung membelai wajahku dan menatapku serius, “Ya enggaklah, Sayangku. Becanda itu!”“Lalu?”“Saat pertama melihatmu, aku tidak mengerti kenapa begitu tertarik denganmu. Kau cantik, tapi ada banyak wanita cantik juga kan? Jadi aku pikir chemistrimu kuat sekali menarik pehatianku.”“Apalagi ketika tahu kau buru-buru menyesali dan dengan sopan meminta maaf padaku setelah menamparku, aku jadi semakin terkesan padamu.”Senyumku sudah terkembang saja mendengar cerita suamiku. Dan memintanya lanjut menceritakan lagi bagaimana kemudian jadi sering ada di kampusku?“Kau menjatuhkan kartu mahasiswamu dan dari sana aku tahu kau kuliah di universitas kota ini.”“Oh, yah? Aku ingat itu. Aku sampai pusing mencari KTM ku karena membutuhkannya untuk ujian semester.”“Benarkah? Apa karena itu t
“Kebetulan suami saya ada urusan di kota ini, Bu. Jadi saya ikut sekalian,” tukasku membalas sapaannya saat wanita itu kebetulan keluar ketika aku menyiram bunga di halaman.“Makanya kemarin ada orang bersih-bersih, saya kira rumahnya jadi di jual. Ternyata Mbaknya yang datang.”“Oh, memangnya rumahnya sempat mau dijual?” tanyaku mengomentari perkataan wanita itu.“Banyak yang mau beli rumahnya, Mbak. Tapi kenapa tidak dijual? Dikontrak juga enggak boleh.”“Ahaha, mungkin suami saya mikirnya masih akan datang ke sini, jadi biar ada rumah buat sekedar mampir.”Kedatangan sebuah mobil membuat percakapan kami berakhir. Seorang pria berkulit gelap keluar dan mengulas senyumnya. Aku langsung ingat nama pria itu karena, dari sekian teman Ed nama pria itu yang paling menggemaskan. Apalagi pernah kami sampai bertengkar dan salah paham hanya karena ada panggilan dari pria itu.“Mas Manis, ya?” sapaku padanya.“Benar, suamimu bilang ingin menyewa mobilku, jadi aku antarkan ini pagi-pagi agar
Aku terkejut melihat Niko yang ada di tempat yang sama dengan kami. Dia tidak sendiri tapi bersama seorang wanita dan itu bukan Ceryl. Mereka duduk tidak jauh dari tempat duduk kami.Mau apa dia di sini? “Sopir truk? Kau yakin dia seorang sopir truk?” tanya wanita itu.Siapa juga yang percaya kalau suamiku yang tampan dan rapi dipanggil sopir truk oleh pria yang tidak tahu malu ini.Tidak tahu malu karena barusan sudah merencanakan hal buruk dengan mengirim perempuan ke suit pribadi kami dan berniat mengacaukan Ed.Untung aku yang lebih dulu sampai jadi mereka tidak punya kesempatan memanipulatif keadaan.Jangan-jangan dia di sini juga karena ingin memastikan rencananya berhasil.Sudah tahu atau belum kalau rencananya tidak berjalan dengan baik?Entahlah, dibawa ke mana dan diapakan dua wanita tadi oleh asisten suamiku.“Hallah, jaman sekarang apa yang tidak mungkin. Pemulung memakai baju mahal sudah banyak. Justru orang kaya yang sebenarnya malah berpenampilan apa adanya.” Niko me
“Sam yang akan mengurusnya,” tukasnya setelah menelpon Sam beberapa saat yang lalu.“Aku tidak mengerti?” aku masih belum puas dengan jawaban Ed. Dia tidak menjelaskan banyak hal padaku.“Temanmu itu pasti kesal karena investornya banyak yang berpindah ke perusahaan kita. Jadi, mungkin dia marah dan ingin berbuat ulah denganku. Apalagi saat ini bisnisnya mulai tersudut dengan banyaknya korban investasi yang melapor penipuan investasi bodong itu,” jelas Ed.Dan aku memang baru mendengar hal itu setelah beberapa bulan ini sama sekali tidak memikirkan tentang kejadian itu. Pasti Ed sengaja meminta Sam membuat kacau bisnis Niko karena sudah mencoba melecehkanku. Tentang investor yang banyak berpindah ke perusahaan Lavidia aku pikir hanya trik saja dan bukannya sedang membutuhkannya.Kasihan sekali kalau benar itu terjadi. Dia baru saja bisa unjuk gigi dengan julukan crazy richnya. Istrinya yang matre itu pasti sekarang sangat kecewa padanya. Sayangnya aku sudah tidak lagi ada di group
“Siapa kalian?” tanyaku pada dua wanita itu sembari berkacak pinggang. Napasku sudah naik turun dan untuk sesaat aku hampir ingin berteriak-teriak menyerang mereka. “Saya hanya disewa untuk melayani pemilik hotel ini, Anda siapa?” ujar wanita itu yang dengan berani malah bertanya balik padaku.Pria yang katanya asisten baru itu tidak berani menyela dan memilih keluar.Biarlah. Biar dia memanggil bosnya agar cepat datang ke tempat ini dan melihat bahwa aku ada di tempat di mana dia sedang menyewa dua wanita ini untuk menghiburnya.Keterlaluan dia!Apa sangat tidak tahannya hingga menyewa dua wanita ini untuk memenuhi napsunya?!“Pekerjaan kami hanya melayani pria yang sudah membayar kami. Kalaupun Anda adalah kekasih atau istrinya, tolong hargailah pekerjaan kami,” ujar wanita satunya yang malah membuat isi kepalaku bertambah semrawut.Eh. Apa dia kata?Sadar atau tidak dia ngomong seperti itu?“Mana ada seorang istri yang harus menghargai pekerjaan orang yang ingin melayani suamin