Ibu Krisna melihat rantang betebaran di meja Reza, tidak sesuai dengan citra salah satu pengusaha terkaya di Indonesia. "Suamiku, kamu pesan makan dimana? Kenapa malah pakai rantang begini?"Reza yang sedang makan tenang, bertanya tanpa mengangkat kepalanya. "Ada apa?"Ibu Krisna mengangkat tas karton di tangannya. "Aku bawakan kamu makanan, kita bisa makan siang bersama.""Seingat saya, kamu tidak boleh menginjak kaki disini?"Ibu Krisna duduk di kursi yang tadinya ditempati Vivi dan meletakan tas bekal di kursi sampingnya. "Anak-anak boleh, kenapa aku tidak?""Mereka darah daging saya, berbeda denganmu."Ibu Krisna cemberut.Vivi yang sembunyi di bawah meja mendengar dengan hati sedih.Choky dan Putra celingukan mencari sosok Vivi. Kemana nona?"Tapi kita sudah punya dua anak, tidak seharusnya kita bertengkar seperti ini.""Saya hanya ingat di atas tempat tidur, kamu sangat ganas. Sayang sekali saya tidak merasakannya untuk Krisna." Reza sengaja mengusik telinga Vivi dan istri sirin
Vivi tidak ingin mendengar pernyataan cinta dari istri tua Reza. Dia memasukan tangannya ke dalam celana dan mulai bergerak di dalam.Reza yang tidak siap karena marah, terkejut.Setelah mendapat posisi nyaman, Vivi mencium dan menghisap di luar celana. Ia tidak ingin mendengar apapun.Rosaline menatap cemburu Reza. "Aku bisa melakukan apapun kepadamu, aku juga bisa memuaskanmu. Bisakah kita berdamai di masa lalu?""Lalu, bagaimana dengan perasaanmu sekarang setelah tahu ada seseorang di bawah mejaku?"Rosaline berusaha menelan kesedihan dan air matanya, ia harus bertahan demi masa depan dan anak-anaknya. Vivi sudah disingkirkan, jadi Krisna bisa hidup bahagia bersama wanita yang dicintainya."Aku mencintaimu." Rosaline memejamkan mata dengan sedih, hanya ini yang bisa dikatakannya.Reza berusaha menelan erangannya. Ia tidak mendengar pernyataan cinta istri sirinya."Suamiku." Vivi menatap puas celana Reza yang basah dan terengah-engah. Reza yang masih berusaha mengatur napasnya, me
Darren, ayah Reza. Memutar kepalanya begitu mendengar pintu dibuka, ia tersenyum melihat siapa yang datang."Erika.""Kakek." Erika mengangguk lalu meletakan buah di atas meja."Mana ibumu?""Ibu masih di parkiran tadi, ada yang ketinggalan di mobil," jawab Erika lalu melihat seorang pria duduk di sudut ruang. "Ini-""Perawat kakek, menggantikan anak tidak becus itu."Erika puas dengan reaksi kakek. Tidak pernah ada tempat untuk anak kampung di keluarga Aditama. "Kakek, Erika sebentar lagi ulang tahun. Kakek datangkan?""Ya, tentu saja."Erika bersorak kegirangan. Kalau dua orang tetua keluarga Aditama berkumpul, gengsi di kalangan sosialita akan naik. Rosaline masuk ke dalam kamar Mateo. "Hallo, ayah.""Melihatmu bahagia, aku jadi bertanya-tanya. Apakah putramu akhirnya berkumpul denganmu?"Senyum Rosaline menghilang. "Berhenti mengejekku, ayah."Darren mengangkat salah satu alis. "Dia masih belum pulang meskipun anak yatim itu sudah pergi?""Belum, tapi dia mengizinkan anak-anak ma
Begitu melihat pemandangan seperti itu, Nina berusaha menahan mual tapi matanya masih penasaran, Vivi terlalu shock, mulut Jo menganga lebar dengan raut wajah jijik. Di dalam kamar, mereka bertiga melihat Rosaline berdiri di samping tempat tidur Darren dengan kemeja terbuka dan dada kanannya di keluarkan dari bra lalu dihisap Darren sementara perawat pribadi menghisap bagian pribadi Darren. "Itu istri siri tuan Reza, kan?" tanya Jo yang tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Astaga." "Inikan perilaku orang kaya, jadi gak aneh," sahut Nina lalu mendadak diam. Ia ingat, dirinya dulu orang kaya tapi dibuang ayah kandung, Vivi juga dulunya orang kaya tapi orang tuanya meninggal dan Jo, ibunya hanya dokter dari kalangan biasa, mereka berdua dibuang oleh ayah kandung Jo dengan alasan yang tidak masuk akal. "Apakah ayah tuan biskesual?" tanya Jo ke Vivi. Vivi menggeleng. "Aku tidak tahu." "Wuah, kita menonton film porno gratis." Nina cepat-cepat merekam kegiatan mereka. "Kamu ngapa
Reza menatap curiga Vivi. "Apa yang membuatmu berubah pikiran? Sebelumnya aku pernah cerita mengenai Rosaline dan kamu tetap ingin memikirkannya."Dahi Vivi bersandar di bahu kanan Reza. "Karena aku melihat sendiri, makanya aku setuju.""Kamu tidak percaya padaku?""Aku percaya." Tangan Vivi mulai aktif bergerak menurunkan resleting celana Reza.Kedua tangan Reza memeluk dan bertanya dengan nada rendah di telinga Vivi. "Sudah mulai nakal ya, mau dihukum lagi?"Vivi mencium bibir Reza. "Aku belajar darimu."Reza tersenyum dan melumat bibir Vivi.Tiba-tiba Reza merasakan sesuatu, ia menangkap tangan Vivi. "Vi?""Hm?" Vivi menatap dalam Reza sambil memasukan milik Reza ke dalam tubuhnya."Vivi." Reza memberikan peringatan tapi sudah terlambat.Setelah mereka bersatu, Vivi merasakan sakit sekaligus nyeri tapi jika dibandingkan dengan perbuatan oran-orang itu, hal ini tidak seberapa.Reza memeluk Vivi dengan erat dan membenamkan wajahnya di leher Vivi. "Sakit?" tanyanya."Tidak," bohong Vi
"Bangkrut?" tanya Reza. Di pagi hari yang cerah, setelah malam menyesatkan dan kesegaran para pria diiringi wajah kelelahan para wanita, mereka berempat sarapan bersama, duduk berhadapan dengan masing-masing pasangan. Ibu Reza tidak bisa bangun pagi karena terlalu lelah menjalani check up kemarin."Ayahmu ternyata membeli dua SPBU di tempat yang berbeda, dengan jaminan hotel yang ditangani putramu," Arka mengolesi selai stroberi di atas roti lalu memberikannya ke Nina. "Salah satunya dinyatakan bangkrut dan akan dilelang tapi karena hotel itu sebagai jaminan, ikut disita."Nina yang kelelahan semalam karena aksi balas dendam suaminya, hanya bisa cemberut. Untung saja Reza berbaik hati menyediakan kamar untuk mereka, lebih tepatnya disamping kamar Reza. Arka benar-benar tidak tahu malu!"Hotel mana?" tanya Reza."Hotel Jasmine dan Hotel Rose."Vivi berhenti begitu kedua nama itu disebut, ia menatap Reza. "Hotel Jasmine, selama ini aku selalu disana lalu Rose itu hotel milik ayahku kan
"Apa? Menemaniku membeli gaun?""Aku khawatir Nina memilih yang aneh-aneh."Dahi Vivi berkerut tidak senang. "Bukannya aku melarang, tapi kamu harus mementingkan pekerjaan."Reza melirik Arka yang mengejeknya di belakang Vivi. "Aku tidak bisa membiarkan kamu bersama dengan dia."Nina mencemooh. "Oh, astaga. Dia bersamaku, Arka hanya menjadi pengawal.""Kamu dengarkan? Bagaimana bisa suami orang menemani kamu sementara aku tidak?""Bagaimana kalau begini saja, hari ini sekalian kita mengurus pernikahan kalian lalu membeli gaun." Arka mengambil keputusan."Memangnya bisa dilakukan secepat itu?" tanya Vivi."Semua dokumen Vivi ada di aku dan sudah disiapkan, tinggal menunggu Putra tiba disana." Reza melihat jam tangannya.Nina memeluk lengan Vivi. "Suami kita kaya dan punya koneksi, jadi tidak perlu khawatir."Reza merangkul bahu dan mencium bibir Vivi. "Ayo."Vivi bimbang. "Bagaimana pekerjaan, apa tidak masalah kamu tinggal?""Buat apa menggaji karyawan kalau mereka tidak bisa kerja?"
"Ayah?"Vivi berdehem pelan. "Ayah kamu sedang sibuk, ada yang bisa saya bantu?"Untung saja yang menelepon Erika. Ingatan dia hanya sebatas uang, pesta dan barang-barang mewah."Siapa ini?""Saya nyonya Aditama."Nina dan Arka berusaha menahan tawa.Hening."Ayahku belum menikah dengan kamu, jangan mengaku-ngaku! Dengar ya, aku tahu kamu menikah dengan ayahku demi harta, karena itu jangan terlalu banyak berharap. Ayah sudah punya kak Krisna dan aku."Vivi bersandar di depan kursi, tangannya menyelinap ke depan dari samping kursi dan tangan, membelai dada Reza. "Benarkah?"Arka melirik ke Reza, begitu melihat apa yang dilakukan Vivi tanpa malu, ia mengalihkan pandangannya. Suami istri memang gila!Nina terkikik dan bertanya dari belakang. "Mau? Tapi kamu lagi nyetir, gimana dong?"Arka memutar bola matanya. "Nanti malam, lihat saja."Reza melepas jas dan menutup bagian celana.Arka yang mengerti maksud Reza, terbelalak. Ketika berhenti di lampu merah, dia marah tanpa mengeluarkan suar