Vivi memutuskan pulang ke rumah daripada pergi ke luar, teman-teman lain pun memutuskan hal sama. Ketika melihat suaminya sedang membaca koran sementara para bayi tertidur pulas di swing bouncer, kepalanya segera bersandar di paha sang suami. Reza menyingkirkan koran. "Sudah pulang?""Ya."Vivi menatap Reza sementara Reza yang bingung, menatap sang istri."Ada apa? Apakah ada masalah di luar?"Vivi memutuskan mengadu pada suami, hanya dia satu-satunya keluarga Vivi. "Cefrilizia mengganggu aku, dia tidak menyapa aku dan Vera.""Ah." Angguk Reza. "Dia ingin berperang dan merebut aku dari kamu?"Reza selalu bersikap jujur terhadap istrinya, apapun yang ada di pikirannya selalu diucapkan karena sadar bahwa Vivi bukan cenayang yang tahu segalanya.Vivi pun sudah terbiasa dengan didikan Reza, hanya bisa tertawa. "Yah, kalau memang dia bisa merebut kamu- kenapa tidak?"Reza meletakkan koran di atas meja. "Kamu suka aku direbut dia?""Aku lebih suka kamu memiliki pilihan, aku tidak akan meng
Tanpa sengaja Vivi menekan tombol terima karena tubuhnya melengkung gemetaran ke depan.Suara nyaring Putra terdengar. "Nyonya, jam berapa anda akan datang? Nona Heard dan ayahnya sedang berkunjung."Putra meminjam handphone salah satu staff front office, handphonenya tertinggal karena buru-buru turun ke bawah sementara sambungan telepon kantor masih diperbaiki.Terdengar suara sindiran di telepon, Reza bisa mendengarnya. "Apakah dia pemalas?"Vivi masih tidak menyadari teleponnya yang tersambung. Handphone diletakkan tepat samping kiri kepala Reza.Vivi mengerang sambil memegang tangan suaminya yang masih belum berhenti. "Ber- henti."Cefrilizia yang berada di seberang telepon, dengan tidak sabar dan tidak sopan, menekan tombol pengeras suara di telepon kantor milik Putra.Terdengar suara erangan.Putra berusaha memutus sambungan telepon tapi didorong Cefrilizia.Di tempat tidur Reza sedang membalas jasa istrinya. "Istriku, katakan sekali lagi kalau istri tidak akan menyebut nama w
"Kenapa kamu tiba-tiba berbaik hati melaporkan ini?" cecar Reza.Erika juga tidak tahu itu, tanpa sadar kepalanya kalut dan jantung berdebar ketika mengingat kalimat yang dilontarkan wanita itu.Mungkin karena masa lalu, Erika jadi merasa bersalah dan ingin menebusnya tanpa sadar. "Karena-" "Apakah kamu tanpa sadar berjalan ke sini?" tanya Vivi dengan lembut.Erika terkejut lalu mengangguk kecil, dulu dia yang arogan di depan Vivi berubah ciut ketika mengetahui bahwa Vivi adalah kakak kandungnya. "Wanita itu datang dan mengorek informasi di masa lalu, kak Krisna sedang bekerja dan tidak ada di rumah sementara aku bersama keponakan. Dia memberikan uang yang banyak."Vivi melihat Erika menunduk malu. "Teruskan."Erika menggigit bibir bawah sebentar lalu bicara jujur dan terbata-bata. "Se... sebenarnya aku tergiur dengan uang itu, tapi ingat tentang kata kakak... aku tahu mungkin agak terlambat menyadarinya, a... aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama dengan menjadi serakah."Rez
Reza masuk ke dalam ruangan dan melihat Vivi menyebar beberapa kertas di atas meja dan memperhatikannya dengan serius. "Ada apa?""Wanita itu menyebar fitnah, kamu baca saja sendiri."Dahi Reza berkerut ketika membaca. "Apa ini?""Bukti bahwa aku bersikap jahat."Reza tertawa muram. "Wanita bodoh seperti ini ingin menggantikan posisi kamu? Jelas-jelas isi artikel tidak bertanggung jawab dan hanya ingin mengejar pembaca saja. Apakah dia benar-benar lulusan Amerika?""Suamiku, sepertinya si Cefrilizia ini baru bisa pegang internet lalu berhadapan dengan sesama pemula jadinya ya begini. Ingat, para ibu-ibu yang baru menggunakan internet dan percaya dengan berita-berita palsu?""Ah-" Reza mengangguk mengerti. Vivi tersenyum kecil. "Kamu jatuh cinta padanya?"Reze memencet hidung kecil Vivi. "Bagaimana bisa aku jatuh cinta pada wanita lain? Istriku jauh lebih hebat darinya."Entah kenapa Vivi menjadi tidak nyaman, mungkin nanti dirinya harus bicara dengan teman-temannya."Ayo pulang, anak
Cefrilizia semakin terang-terangan membenci dan menghujat Vivi, beberapa orang ada yang ikut membenci Vivi sehingga saat rapat dewan direksi, mereka ingin Vivi mundur.Vivi mendengar satu persatu nasehat mereka yang halus tapi menyakitkan.Vivi menghela napas panjang. Bahkan mereka pun terpengaruh wanita itu.Vivi bertanya kepada mereka. "Beritahu letak kesalahan saya menurut anda."Para dewan direksi sontak membalas Vivi dan tidak mau memberikan info dimana letak kesalahannya, ini dunia bisnis, tidak ada yang gratis, semua orang saling menyikut. Vivi menyadari kesalahannya dari pertanyaan itu. Jika dia bertanya pada orang biasa, pasti akan dijawab dengan berbagai reaksi tapi jika dia bertanya pada orang-orang yang duduk di kursi dewan direksi, mereka hanya memberikan penilaian pribadi tanpa memberi tahu informasi letak kesalahannya.Reza pun pasti tidak mau menunjukkan kelemahannya dan bertanya kepada mereka. Bisnis adalah bisnis, mereka bukan partner ataupun kawan.Vivi kecewa pad
Cefrilizia tersenyum. "Apa? Vivi menekan para dewan direksi suaminya? Dari mana dia punya keberanian seperti itu?"Tommy mendengus keras. "Akhirnya dia mulai menunjukan sifat asli. Putriku, jangan kalah dari wanita seperti dia.""Tentu saja, papa. Tidak mungkin aku diam saja melihat semuanya, Reza sudah mengembangkan bisnis dengan susah payah dan aku harus menyelamatkannya."Tanpa disadari, pasangan ayah dan anak mulai berhalusinasi untuk bisa menyelamatkan Reza."Wanita itu merasa dirinya pintar, padahal terlalu bodoh. Hanya karena bisa memanjat tempat tidur Reza, bukan berarti bisa menjalankan perusahaan. Aku jadi yakin dukun yang bisa dipakai Vivi sangat kuat." Yakin Cefrilizia."Kamu bilang akan mendapatkan dukun yang hebat, apa kamu sudah bertemu dengannya?"Cefrilizia mengangguk semangat. "Ya, sudah. Orang itu sedang bersiap-siap untuk membersihkan seluruh tempat Reza dari aura gelap.""Baguslah. Jika Reza sudah sadar, kamu jangan lupakan papa."Cefrlizia memeluk papanya dengan
Pasangan ayah dan anak Heard masih tertawa lebar, tidak menyadari raut wajah dingin Fumiko dan Adelio. "Hahahaha- saya sudah bertemu dengan berbagai macam pengusaha, banyak yang mulai dari nol dan minta saran ke saya. Tentu saja saya berikan saran cuma-cuma ke saya, sebagai gantinya- mereka sukses besar, saya pun senang melihatnya."Adelio tertawa kecil, mengimbangi Tommy Heard. "Contoh yang bagaimana? Berarti pengetahuan anda tentang management luas sekali ya.""Oh, tidak hanya management perusahaan saja saya pelajari tapi juga trik marketing dan usaha apa yang cocok untuk mereka."Adelio tersenyum lalu melirik Fumiko dengan tatapan 'katanya dia investor besar, kenapa jadi mengajarkan trik marketing untuk usaha? Ini marketing untuk usaha besar atau umkm?'Fumiko tersenyum canggung, mengerti arti tatapan Adelio tapi lebih pilih mengabaikannya."Saya juga kenal banyak para investor di seluruh Indonesia termasuk yang duduk di dewan direksi beberapa perusahaan, termasuk saya."Fumiko ti
Choky bergegas menemui Putra di rumahnya. Putra yang kesal saat membuka pintu dan melihat partner kerjanya berdiri di depan pintu dengan wajah polos, bertanya dengan nada kesal. "Mau apa kamu jam segini ke sini? Dengar ya, badan aku itu tidak seperti kamu yang kuat lembur dengan fisik, aku lelah dan butuh istirahat."Choky menatap dingin Putra lalu menyodorkan amplop yang diberikan nyonya. "Ini, dari nyonya."Putra menerimanya dengan heran lalu membukanya. "Apakah kita akan berperang lagi?""Gosip di luar sudah keterlaluan, dukun yang diperintah wanita itu sudah mulai bergerak."Putra mengerutkan kening dengan heran. "Dukun? Apakah wanita itu mengirim guna-guna? Bagaimana caranya?""Tidak tahu." Choky mengangkat kedua bahu dengan santai.Putra mendecak. "Kamu bisa tahu dukun dia mulai bergerak tapi tidak tahu dengan cara apa?"Choky menghela napas ironis. "Aku sudah melaksanakan tugas, sekarang tinggal sekretaris yang melakukan sisanya."Putra terpana ketika melihat isi dokumen. "Ini