"Sejak saat kalian membahas masalah kecelakaan itu," jawab Dirga dengan tatapan menelisik tajam. Merasa tertangkap basah maka Saras pun langsung menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Dirga 10 tahun lalu. "Pantas saja sewaktu aku bertemu dengan Agatha pertama kalinya, aku merasa begitu mengenalnya," uja Dirga sambil membuang napas kasarnya."Maafkan kau, Ga.Aku juga tidak menyangka bila kita pernah bertemu sebelumnya." Agatha menatap dalam ke arah suaminya. Melihat sang ibu mertua yang hendak pergi, Agatha menyentuh jemari Dirga dan membujuk suaminya agar Saras bisa tinggal bersama mereka. "Ayolah, Ga. Aku juga butuh teman ngobrol di rumah. Kau sudah tidak mengizinkan aku lagi unk ke kantor setidaknya kau harus mengizinkan Ibu dan Selena tinggal bersama kita," bujuk Agatha menatapnya penuh harap. Dirga yang tidak bisa menolak keinginan istrinya yang tengah mengandung lekas saja menganggukkan kepalanya meski hanya stau anaggukan saja. Mulai saat itu, Dirga mengajak S
Pria itu tersenyum kecil ketika mendapati sang istri yang ada di belakangnya, "Ada sesuatu hal yang ingin aku katakan padamu," ujar Dirga sambil menarik tangan Agatha. Mengajaknya menuju ke arah gazebo, Dirga pun mengutarakan kekhawatirannya itu. "Aku tidak ingin sampai kebaikanmu ini malah dimanfaatkan dua perempuan licik itu." Agatha tersenyum sambil menangkupkan kedua tangann ke wajah Dirga, "Terima kasih kau sudah mengkhawatirkanku namun kau yakin Ibu dan Selena sudah menyesal dengan perbuatannya. Tidak ada salahnya kita memberikan kesempatan pada mereka berdua. Lagian, dua perempuan itu adalah keluargamu, Ga.""Iya, aku! Justru mereka keluarga itu dan aku takut sesuatu hal buruk terjadi pada calon bayi kita nanti.""Kau tenang saja, selama kau masih bernapas. Aku akan menjaganya dengan baik, apa pun itu." Untuk menghilangkan kekhawatiran suaminya, Agatha berusaha menenangkannya sambil memeluknya. Sehari setelah hari itu, Dirga mendapati Saras tengah memasak di dapur
"Pria ini adalah pria yang pernah menjadi sopirku pada saat kecelakaan itu," jawab Dirga mulai mengingat sesuatu namun samar. Boy merasa aneh selama yang Boy tahu, Dirga tidak memiliki sopir sebelumnya. Entah mengapa Dirga memegang kepalanya dengan begitu erat, entah kenapa kepalanya merasa pusing tiba-tiba dan merasakan nyeri yang tak tertahankan membuat pria itu terus merintih kesakitan. Membuat Boy yang melihat itu sontak kaget dengan sikap Dirga, "Anda kenapa, Pak?" "Entahlah kepalaku pusing sekali rasanya, kejadian itu terus saja terulang kembali," desahnya sambil menarik rambutnya dengan kuat. Melihat sang atasan tak juga menjawab pertanyaannya, Boy langsung menyentuh pundaknya pelan dan Dirga tak menjawabnya karena ternyata dia telah jatuh pingsan."Pak Dirga, Pak.." Boy langsung menelepon ambulan dan tak lama kemudian ambulans datang dan Boy langsung ikut membantu membawa Dirga. Pria itu langsung menuju ke Rumah Sakit melihat dokter yang terus memeriksa Dirg
Usai makan siang bersama, membereskan piring kotor Selena yang tengah mencuci piring merasa kesal karena melihat Agatha yang bersikap ramah pada bik Siti. Melihat si anak namapk terus menggerutu kesal, Saras menyentuh pundaknya pelan, "Jangan membuat ualh! Apa kau mau kita tinggal di kolong jembatan?" Selena yang mendengar itu langsung menggelengkan kepalanya dan menghembuskan napas lelahnya, dia tidak ingin tinggal di kolong jembatan atau pun di rumah kontrakan kecil dan kumuh seperti waktu itu."Iya, Bu. Aku akan berusaha menahannya," gumam Selena melirik ibunya. Agatha dan bik Siti sedang duduk di taman seraya merapikan tanaman yang sudah terlihat rimbun, mereka terlihat begitu akrab. Selena yang melihat itu nampak kesal karena Agatha tak pantas akran sana seorang pembantu. "Bukankah selama ini Agatha dan pembantu itu selalu tinggal bersama bila Dirga pergi ke lur kota jadi wajar bila mereka akrab!""Tapi, Bu. Rasanya pembantu sama majikan itu tak selevel," ujarnya sebal. Seme
Boy melangkah turun, menatap jam tangannya sudah menunjukkan pukul 4 sore. Maka inilah saatnya pria itu membawa Dirga pulang dan menemaninya ke kantor polisi untuk menemui pak Woyo. "Apakah Anda sudah siap, Pak?" tanya Boy menghampiri sang atasan."Sudah, ayo aku sudah tak sabar lagi untuk menemui pria tua itu." Melihat Dirga begitu semangat untuk menemui pelaku maka dengan gerak cepat pria tampan itu melangkah begitu gagah, dia tak tahan lagi untuk mengetahui kebenaran yang sebenarnya."Cepat Boy," titahnya memberi perintah. Sang asisten pun langsung menginjak gas pedalnya menuju ke kantor polisi, berulang kali pria itu tersenyun dan nampak bahagia sekali, bak akan mendapatkan harta yang berlimpah. Bahkan Dirga berjalan lebih dulu masuk ke dalam kantor polisi Dia mendekati seorang polisi yang sangat ia kenal yaitu Pak Roy, "Apakah saya boleh melihat Pak Woyo?""Tentu saja," jawabnya sambil bangun dari duduknya dan membimbing pria itu menuju ke sel tahanan. Menoleh
Dirga meminta Boy untuk pulang ke rumah padahal pekerjaan mereka belum sepenuhnya tuntas, tetapi pria bule itu langsung meminta Boy untuk segera pulang. Dia ingin berbicara kepada Saras, Dirga bukanlah seorang pria yang suka tidak adil kepada siapapun sehingga dia bila mendengar sesuatu hal itu harus dari kedua belah pihak. Apakah yang dikatakan Pak Woyo itu benar atau tidak dan kini satu-satunya orang yang membuktikan omongan pak Woyi itu benar atau tidak adalah Saras, ibu kandungnya. Dirga ingin tahu kejadian yang sebenarnya, apakah benar kecelakaan itu terjadi karena ayahnya Dirga sengaja tidak menginjak rem mobil karena merasa kesal dengan tingkah laku istrinya. "Aku benar-benar tidak menyangka bilang ayahku mempertaruhkan nyawa orang lain," gumamnya berkomentar."Sebaiknya Bapak jangan terlalu percaya! Bisa saja Pak Woyo hanya berbohong kepada Bapak," jawab Boy berusaha menenangkan sang atasan."Tidak, aku rasa pak Woyo berkata jujur, tetapi benar yang kau bilang tadi
Melihat Saras mengangguk, pria itu langsung semakin tajam menatap perempuan paruh baya itu. "Kau tak sah berbohong padaku, apakah kau tahu bahwa pak Woyo baru saja di penjara hari ini juga?""Apa maksudmu? Di man pria itu?" Dirga mengerutkan dahinya seraya bertanya kenapa peremuan itu menanyakan keberadaan pak Woyo. Bukankah pria itu tinggal di luar kota dalam beberapa tahun ini. "Apakah kau berniat untuk menjadikan pak Woyo kambing hitam karena sumaimu kecelakaan setelah mendapati kau berselingkuh dengan pria lain?""Kau salah Ga. Ibu tak pernah berseilingkuh dari ayahmu, hanya saja beliau salah paham waktu itu.""Jadi benar bahwa kau telah berselingkuh? Apakah pria itu adalah ayahnya Selena?" tanya Dirga ingin tahu. Selena yang ternyata sejak tadi mendengar pembicaraan itu langsung menerobos masuk ke dalam, "Apa yang telah kau katakan, Ga? Itu tidak mungkin," ucapnya mulai mengingat bahwa 10 tahun lalu ibunya Selena meninggal."Oh jadi kalian berdua pasangan serasi ya? M
Sejak hari itu, Saras dan Selena terus berusaha mengintimidasi Agatha. Mereka bahkan menyuruh Agatha yang melayani kebutuhan mereka, layaknya seorang pemabntu. Seoerti itulah Saras dan Selena memperlakukan Agatha sewaktu Dirga tidak ada. Melihat bik Siti yang selalu saja membantu Agatha membuat Selena mulai menemukan sebuah ide bahwa dia bisa mengusir bik Siti dengan sebuah cara yang sangat manjur, cara yang ada di dalam otaknya pun langsung dia katakan kepada Saras membuat perempuan paruh baya itu tersenyum dan mengatakan bahwa rencana Selena sungguh merupakan ide brilian. Dia rasa cara itu adakah sebuah cara yang tepat agar bisa menyelamatkan keturunannya dari si perempuan miskin itu. "Tidak ada salahnya kita mencoba dan pastikan bahwa pelakunya adalah pembantu tua itu.""Ibu tenang saja, aku pasti akan menyusun rencana ini dengan baik," jawab Selena tersenyum menyeringai. Tidak ingin sampai seseorang mengetahui rencananya maka Saras mencari cara yang paling efektif agar