Dekat, bahkan sangat dekat jarak antara wajah Abby dan juga Dara saat ini. Gadis itu masih merapatkan mata. Siap menerima jika Abby hendak mencium dirinya. Namun, ketika beberapa saat dia menantikan sentuhan bibir pria itu, napas hangat yang sebelumnya terasa di wajah Dara tidak lagi ada. Tidak ada dengusan atau pun embusan napas Abby.Ia membuka mata dan ternyata pria itu justru melangkah menjauh dari posisi Dara saat ini. Hingga telah tiba di ambang pintu."Pergilah mandi! Baumu mengusikku!" teriak Abby. Lagi-lagi Dara harus menanggung malu. Terlebih kali ini justru dia yang sangat menginginkan laki-laki itu.Dara kepalkan tangan dengan mata terpejam erat, gigi mengerat mengerang kesal pada diri sendiri.“Bodoh kamu, Dara! oke, fix! Ka murni menjadi wanita kegatelan,” ejeknya pada diri sendiri yang masih saja terus berperang dengan pikiran.Abby mengulum senyum, sejujurnya dia tidak bisa menahan ledakan tawa. Akan tetapi, ia tidak sampai hati melakukan hal itu. Dia tidak ingin membu
Namun, bukankah Aaron telah menyatakan cinta padanya? Apakah salah jika Dara mulai mengubah jalan dan pola pikirnya di mana yang sebelum ini dia mengatakan tidak akan menggeser posisi Cloe, sekarang dia menginginkan hal itu? Bukankah itu bentuk bahwa Dara juga menerima perasaan Aaron dan memiliki rasa yang sama?Sayangnya Dara tidak mau mengatakan pada Aaron, hingga membuat pria itu salah paham dan juga menganggap bahwa Dara tidak mengharapkan dirinya. Bukan salah Aaron juga karena memang Cloe adalah istrinya dan selama ini dia selalu menganggap bahwa Dara adalah istrinya, Cloe. Dengan kata kasar lainnya adalah memang benar, bahwa Aaron mencintai Dara karena senyuman perempuan itu yang mirip dengan Cloe. Bahkan dia tidak berniat untuk menggantikan Cloe di hatinya. Mungkin Dara hanya sebagai tempat persinggahan yang bisa menempati hati tetapi tidak untuk memiliki.Hampir satu jam Dara berada di kamar mandi. Setelah usai, dia membersihkan kamar mandi dan keluar. Mengenakan pakaian yang
Suara bel rumah berdentang dengan sangat keras. Seorang pria tidak sabar ingin segera dibukakan pintu. Bahkan dia sampai menggedor-gedor pintu dengan cukup kasar. Sembari memanggil nama istrinya berulang kali tanpa jeda."Vella! Ravella! Vella! Buka cepat!"Tepat sekali! Dia adalah Raka, pria itu tampak tidak sabar ingin lekas merangsek menembus pintu besar berwarna putih yang saat ini tepat di depannya. Napas menderu-deru bagaikan mesin mobil yang terlalu lama berada di jalanan tanpa pendinginan.Ravella membukakan pintu, wajahnya heran menatap sang suami yang terliht begitu panik dan cemas itu."Mas? Dari mana saja?" Belum juga Raka masuk ke rumah, tetapi pertanyaan sudah dilontarkan oleh wanita beranak satu itu."Diamlah! Kebiasaan kamu! Aku belum masuk sudah banyak tanya!" kesal Raka. Entah apa yang membuat Raka semarah itu pada Ravella. Namun, sikap Raka sangat berbeda dari biasanya."Aku hanya tanya kamu dari mana, Mas. Kalau tidak mau jawab, ya sudah jangan marah. Ribet amat, s
Leguhan demi leguhan, keringat setetes demi setetes itu membasahi tubuh. Menambah romantis dan berkualitasnya penyatuan keduanya.Menjepit mencengkeram, melilit, dan menggigit bagian tubuh lawan bermain. Seakan semua hal itu tidak jauh dari apa yang mereka lakukan saat ini. Bahkan ketika dalam posisi lain, Raka bisa menciumi bahu, leher, serta menarik rambut wanita itu. Agar dia bisa meraih bibir tipis milik Ravella.Hanya desahan yang keluar dari mulut wanita itu. Raka bisa masuk sempurna, melebur menjadi satu dalam diri Ravella. Hingga tidak ada lagi ruang yang bisa dia singgahi di bawah sana.Nikmat yang luar biasa, di mana seluruh kemaluan Raka bisa terbenam dengan sempurna, Ravella sudah layaknya kuda yang ditunggangi di pacuan balap. Bahkan setiap teriakannya menggugah gairah Raka. Tanpa henti, hingga mereka berdua bisa mencapai apa tujuannya.Raka berhenti menggerakkan tubuh. Meminta Ravella untuk menggantikan posisinya, dia yang akan menjadi nahkoda dalam pelayaran berikutnya.
Hanya itu yang ingin Abby tunjukkan, jika kenyataan itu benar, maka, Abby tidak akan segan untuk memberikan apa yang diharapkan oleh Dara. Apa yang di inginkan oleh hatinya juga. Memiliki Dara dan menjadikan gadis itu sebagai yang utama.Laki-laki itu berpindah keluar dan menuju taman di samping kolam renang miliknya. Ada dua kursi panjang dan meja kecil di tengahnya.Pancaran bulan tampak terang malam ini. Desir angin berembus dengan tenang membawa hawa dingin memeluk tubuh dengan erat. Hingga permukaan kulit merinding dengan bulu-bulu yang berdiri.Abby duduk menjulurkan kaki dan memejamkan mata di kursi tersebut. Sungguh menenangkan, kesunyian selalu membuat pikiran Abby terbuka. Sehingga itulah alasan dia selalu bisa mengontrol emosi dan diri. Bukankah orang bisa dikatakan hebat jika dia bisa memerangi ego dan juga amarahnya sendiri?Cukup lama Abby menikmati waktu dalam kesendirian, hingga Dara datang dengan hentakan kaki yang mengejutkan. Gadis itu merebahkan tubuh, melakukan ha
Dara membalikkan badannya. Keduanya kini berada di kursi yang sama. Angin menerbangkan rambut-rambut Dara, Anak-anak rambut itu menutupi wajah ayu jelita gadis itu. Abby, menyingkirkannya dengan lembut. Tidak mau memalingkan sedikit saja pandangannya dari wajah gadis yang saat ini ada di hadapannya."Aku— aku tidak tahu ini cinta atau empati atau simpati atau peduli. Yang jelas aku nyaman, dan aku menikmati waktu bersamamu," lirih Dara. Usai berkata gadis itu menunduk.Abby menarik dagu Dara agar ia menatap matanya. "Sungguh?" Malu, Dara tersipu, tetapi dia mengangguk dengan sadar.Abby kembali mengulas senyum. Kini dia betul-betul ingin mencium bibir sensual itu. Mendekatkan wajah dengan sedikit memiringkan kepala. Satu senti lagi bibir itu mendarat.Namun, ponsel Dara berbunyi. Sebuah panggilan yang tidak diinginkan. Di mana waktu yang sangat tidak tepat untuk menerima telepon. Akan tetapi jika dibiarkan saja akan sangat mengganggu.Pria itu memejamkan mata dan mengepalkan tangan, k
Kedua lengan Dara melingkar indah pada leher Abby. Memainkan rambut pria itu, meremas sesekali saat tangan Abby menyentuh ujung dadanya.Sungguhkah, sebegitu nikmat sampai desahan Dara keluar di tengah berpautnya kedua bibir mereka? Semakin Abby mengencangkan cengkeraman pada dada Dara yang begitu padat dan menggunung, semakin terlihat indah tatkala gadis itu harus membusungkan dada. Semakin kencang dan keras jua leguhan yang keluar dari mulut Dara.Hal itu justru memacu Abby kian bersemangat. "Ahh— By," rintih Dara.Siapa yang tidak melayang hingga ke awang? Saat namanya keluar dari mulut wanita yang sangat dia impikan sedari dulu. Wanita yang dia kira sebagai pria karena goresan setiap ketikkan yang selalu menjiwai tokoh dalam cerita novelnya."Yes, Baby. I'm here," balas Abby, pria itu melerai jeratan tangan di dada Dara. Berpindah menarik baju wanita di pangkuannya melewati kepala. Tidak nikmat rasanya jika harus meremas dada Dara dari balik kain penutup.Abby terbelalak ketika me
Laki-laki itu menatap Dara, sebelum dia melepaskan celana milik Dara. Bahkan dia bangkit dan kembali mendekatkan wajahnya pada Dara. Mengecup bibirnya, tetapi Dara justru ingin menahan agar ciuman itu bukan hanya sebuah kecupan semata. Namun, Abby segera menarik kembali bibirnya dan berpindah pada telinga gadis itu."Baby, are you sure?" Lagi-lagi itu dipertanyakan. Bukan Abby tidak mau, tetapi apa yang telah dimulai tidak mudah untuk diakhiri saat ini. Mereka sudah sama-sama kepanasan, tetapi Abby sungguh masih waras.Pertama kali adalah siksa bagi Dara. Meyakinkan bahwa kenikmatan akan datang setelahnya tidak akan membuat semua yang terjadi terulang lagi.Abby tidak berpindah dari hadapan telinganya, pria itu justru membuyarkan konsentrasi Dara yang ingin menjawab pertanyaan dengan terus menjilat telinganya dan mendesah basah di sana. Napasnya terasa sangat berat, begitu pun dengan Dara. Apa yang dirasakan oleh Abby, juga Dara rasakan saat ini."Fuck me, Abby," bisiknya, Dara menari
Selama ini dia hidup serba ada, serba bisa tetapi, siapa yang sangka bahwa anaknya berjuang mati-matian untuk bertahan hidup dan mempertahankan kehidupan. Berjuang menemukan sebuah kebahagiaan."Bisakah kita membuat janji dengannya? Aku tidak sabar bertemu dengan Prilly, Wisnu," lirih Veily."Bersabarlah, Sayang. Panggil dia Dara sampai kita berhasil meyakinkan kenyataan ini. Sepertinya kita butuh bantuan Abby untuk ini, aku yakin saat ini mereka bersama," tutur Wisnu."Sebaiknya jangan beritahu Abby sebelum kalian memberitahukannya pada Dara. Kalian bisa bayangkan kalau Dara tahu lebih lama ketimbang Abby? Ayolah, kalian pasti bisa merasakannya," sela Faiz. Apa yang dikatakannya bukankah benar, memang seharusnya mereka memberitahu Dara baru Abby, bukan terbalik, jika tidak ingin Dara kian kecewa.Entah bagaimana tanggapan wanita itu nanti, Wisnu dan Veily hanya berharap bahwa Dara menerima juga memaafkan keduanya.**Sebuah mobil silver ber
[Aku kirim sesuatu ke rumah, pakai untuk malam nanti, ya. Aku akan jemput pukul tujuh] begitulah isi pesan yang diketik oleh Abby pada Dara. Kini wanita yang tengah beristirahat di ruang guru tersebut hanya mampu cengar-cengir membayangkan pertemuan mereka setelah tiga hari. Dara selayaknya seorang remaja yang jatuh cinta, astaga memalukan! Namun, adakah kata memalukan untuk sebuah cinta? Bahkan cinta itu menuntun pada hal gila, bukankah begitu?Dara hanya membalasnya dengan satu kata, okay' kemudian dia kembali mempersiapkan materi yang akan dia berikan untuk anak didiknya di pelajaran yang akan datang. Dara juga perlu mempelajari banyak hal di sekolah itu. Mengenal seluk-beluk, apa yang diizinkan juga tidak diizinkan. Mengenal pada guru dan juga mengenal murid yang ada di sana.Sementara di sisi lain kota yang jauh dari hiruk-pikuk suara kendaraan, Wisnu dan Veily melongo hampir tidak percaya dengan yang dia lihat. Veily tidak henti-hentinya menitikan air ma
"Hai! Selamat pagi!" sapa Dara, dia berjalan menuju mejanya dan meletakkan tasnya, tanpa duduk. Berdiri di samping meja yang cukup keren di matanya.Suara balasan dari mereka sungguh membuat Dara bersemangat, mereka ramah dan mungkin remaja brutal tidak akan ada di sana, kecuali kekasihnya yang selalu bersikap demikian. Dara mengulas senyumnya ketika mengingat tiga hari dia bahkan belum bertemu dengan pria itu."Okay, saya rasa kalian sudah tahu kalau saya adalah Sandara. Guru bahasa kalian, ini adalah jam pertama untuk saya jadi, ada yang mau memulai kelas?" Dara menatap mereka satu persatu. Kagum, pakaian bersih, rapi, dan berseragam lengkap. Mereka semua cantik dan rupawan."Mulai dengan perkenalan, Bu. Bagaimana jika hari ini sedikit santai, agar kami mengenal guru terbaik kami," teriak salah satu murid yang duduk di barisan tengah dari depan pun dari samping."Okay, apa perlu membuat kartu nama layaknya anak paud?" Mereka tertawa dengan pertanyaan ya
Wisnu terus membeberkan mulai dari kelahiran, penyakit Cloe dan juga sampai kejadian Cloe menikah dan meninggal. Juga permintaan maaf karena saat Cloe ada di Indonesia dalam waktu yang cukup lama mereka bahkan tidak pulang ke Indonesia. Sungguh mungkin banyak orang mengira bahwa mereka orang tua yang pilih kasih, tidak adil juga menyebalkan. Namun, keduanya terus bercerita setiap kendala yang terjadi, bagaimana Veily down dengan berita yang berurutan, penyakit Cloe yang menyita perhatian.Larasita terus mendengarkan dengan sesekali mengangguk-angguk. Dia begitu memahami semuanya, kenapa tidak? Dia sudah tua dan banyak memakan pahit manis, asin legitnya kehidupan yang begitu terkadang menguras emosi."Jadi begitu, Bu. Kamu sungguh frustasi dengan semuanya. Menantu saya juga baru saja meninggal dua Minggu yang lalu," jelasnya lagi."Saya turut berduka untuk kehilangan itu, Tuan, Nyonya. Ya! Dara… saya menemukan bayi itu tepat saat kecelakaan itu terjadi. Kejadiannya sangat cepat dan tra
"Baik, bagus sekali! Terima kasih, Pak. Terima kasih sudah mau membantu kami," katanya. Wisnu segera mengakhiri panggilan dan segera mendekati istri dan rekannya."Kabar bagus, apa yang kita cari bisa kita temukan saat ini. Kita harus bergerak, polisi sudah mengirimkan alamat padaku." Senyum Wisnu terulas sempurna, begitupun dengan Veily dan pria yang akrab dikenal sebagai Faiz itu langsung beranjak.Ketiganya menelusuri jalanan, cukup jauh dari tempat kejadian. Pantas saja mereka tidak akan menemukan informasi apa pun di sekitar lokasi, jadi orang itu ternyata membawanya hampir keluar kota."Kita mau ke mana ini, Wisnu?" gumam Veily yang tampak kebingungan dengan jalanan yang kini mulai tampak cukup sepi, berderet-deret rumah yang berjarak cukup jauh."Kita hampir tiba, Sayang. Nah! Lihat bangunan hijau itu, di sana adalah panti asuhan. menurut informasi dari pihak kepolisian, wanita dengan nama yang selalu kita jumpai di setiap artikel membawa bayi itu
Kini bahkan Abby kembali menatapnya dengan sorot mata yang begitu memperlihatkan bahwa dia begitu mendambakan dirinya."Abby… serius?" Abby mengangguk, dia menarik kursinya agar lebih dekat dengan Dara. Menarik dagu wanita itu dan tidak menghiraukan pramusaji yang tengah sibuk dengan makanan keduanya."Apakah aku pernah bermain-main denganmu? Apakah semua yang terlewat tampak seperti sebuah sandiwara?" Lagi-lagi Dara menggelengkan kepalanya. Apakah Dara gila jika menganggap semua yang dilakukan oleh Abby adalah sebuah kebohongan. Dia bahkan rela melakukan apa pun untuk wanita itu bukan? Sejak awal, ya! Sejak awal."Tidak sama sekali, By." Abby mendekatkan bibirnya pada bibir Dara, mengecupnya pelan dan melumatnya sesaat sebelum semua perhatian beralih pada mereka berdua."Tunggu sampai papa dan mamaku tenang. Terutama Mama, kamu pasti sudah tahu semuanya bukan? Sejujurnya tanggapan mereka tidak begitu berarti, tetapi aku tetap anak mereka Dara, jika usahaku tidak dihargai maka, dengan
Bukan hanya kesedihan. Kekalutan dan juga marah menyelimuti hati Ravella, apa yang bisa dia banggakan sekarang? Mertua prianya sekarat di rumah sakit yang tidak akan pernah tahu selamat atau tidak. Kemudian mertua perempuannya pun tidak mau tahu tentang dirinya. Dulu, cucu laki-laki itu menjadi tameng untuknya bisa bertahan hidup mewah dengan semua kepemilikan Raka yang menyeret kehidupan kelam Ravella menjadi sebuah mimpi yang menjadi nyata.Namun sekarang? Bahkan untuk bangkit dari duduk yang telah dilalui beberapa jam lalu lamanya saja tidak mampu. Anak yang merengek pun tidak berhasil menyadarkan dia dari semua yang baru saja terjadi. Menerima kenyataan di mana dia akan kembali mlarat, kere, dan tidak akan ada yang mau menampung seorang janda dengan anak.Matanya menatap kosong seluruh ruangan yang sudah mulai surut dari keramaian. Vella sendirian dengan tangisan balita yang ingin sekali dia bungkam."Diamlah! Kehadiranmu bahkan tidak membantu apa pun saat ini!" Hanya bisa terus m
“Tidak masalah, Dara. Kamu tahu, Tuan dan Nyonya Wisnu adalah orang berkelas, dia selalu memberikan dukungan pada siapapun yang terkena masalah dalam rumah tangganya. Kamu beruntung bertemu dengannya. Sayangnya kamu tahu sendiri, bahkan kehidupan anaknya sendiri rumit. Aaron… jelas kamu pasti tahu banyak tentang dia bukan?” Dara mengangguk karena memang dia sudah mengetahui semua tentang pria itu.“Baiklah. Aku tunggu kamu jam sepuluh. Jangan terlambat okay, kita akan buat kejutan untuk pria itu. Biarkan dia mendekam di penjara sampai mati dan membayar seluruh rasa sakit yang kamu alami. Setelah ini kamu akan menjadi jutawan,” kelakar pria botak yang kerap menyebut dirinya dengan nama Bobby.Sepeninggalan Bobby, Dara merasa sedikit tenang, dia harus bersiap untuk mengikuti persidangan. Sungguh dia begitu merindukan bercengkerama dengan Abby, sayangnya dia sama sekali tidak membalas pesan yang dikirim oleh Dara sampai masalah Raka usai dan Dara benar-benar membantu memenjarakan Raka bu
Dara berjalan dengan gontai, dia datang bersama dengan Abby dan keluarga, tetapi harus pulang sendiri. Beginikah rasanya kembali tidak dianggap? Tanpa terasa air matanya menetes. Dara kesal harus menjadi wanita yang lemah setelah mengenal cinta lagi. Dara ingin menjadi layaknya dulu, wanita yang kuat dan terus berjuang."Jika dulu aku bisa bertahan selama dua tahun, kenapa bersama Abby, sehari sudah layaknya seabad. Beginikah rasanya dicintai tetapi mengecewakan?" Dara menghela napasnya dengan dalam.Tiba-tiba, sebuah mobil berhenti di dekatnya, Dara yang berada di trotoar jalan menoleh untuk melihat siapa yang berhenti untuknya."Dara? Masuklah, Nak. Kamu sendirian? Aku kira kamu pulang bersama dengan Abby," seru Veily. Benar sekali, wanita itu ternyata belum pulang hanya duduk di sebuah mobil dan melihat segala tingkah Dayyana yang tidak puas-puasnya melukai Abby. Padahal jelas pria itu sudah dewasa dan tahu apa yang dilakukan olehnya. Dia mengerti dan bisa membedakan mana yang baik