Dara membalikkan badannya. Keduanya kini berada di kursi yang sama. Angin menerbangkan rambut-rambut Dara, Anak-anak rambut itu menutupi wajah ayu jelita gadis itu. Abby, menyingkirkannya dengan lembut. Tidak mau memalingkan sedikit saja pandangannya dari wajah gadis yang saat ini ada di hadapannya."Aku— aku tidak tahu ini cinta atau empati atau simpati atau peduli. Yang jelas aku nyaman, dan aku menikmati waktu bersamamu," lirih Dara. Usai berkata gadis itu menunduk.Abby menarik dagu Dara agar ia menatap matanya. "Sungguh?" Malu, Dara tersipu, tetapi dia mengangguk dengan sadar.Abby kembali mengulas senyum. Kini dia betul-betul ingin mencium bibir sensual itu. Mendekatkan wajah dengan sedikit memiringkan kepala. Satu senti lagi bibir itu mendarat.Namun, ponsel Dara berbunyi. Sebuah panggilan yang tidak diinginkan. Di mana waktu yang sangat tidak tepat untuk menerima telepon. Akan tetapi jika dibiarkan saja akan sangat mengganggu.Pria itu memejamkan mata dan mengepalkan tangan, k
Kedua lengan Dara melingkar indah pada leher Abby. Memainkan rambut pria itu, meremas sesekali saat tangan Abby menyentuh ujung dadanya.Sungguhkah, sebegitu nikmat sampai desahan Dara keluar di tengah berpautnya kedua bibir mereka? Semakin Abby mengencangkan cengkeraman pada dada Dara yang begitu padat dan menggunung, semakin terlihat indah tatkala gadis itu harus membusungkan dada. Semakin kencang dan keras jua leguhan yang keluar dari mulut Dara.Hal itu justru memacu Abby kian bersemangat. "Ahh— By," rintih Dara.Siapa yang tidak melayang hingga ke awang? Saat namanya keluar dari mulut wanita yang sangat dia impikan sedari dulu. Wanita yang dia kira sebagai pria karena goresan setiap ketikkan yang selalu menjiwai tokoh dalam cerita novelnya."Yes, Baby. I'm here," balas Abby, pria itu melerai jeratan tangan di dada Dara. Berpindah menarik baju wanita di pangkuannya melewati kepala. Tidak nikmat rasanya jika harus meremas dada Dara dari balik kain penutup.Abby terbelalak ketika me
Laki-laki itu menatap Dara, sebelum dia melepaskan celana milik Dara. Bahkan dia bangkit dan kembali mendekatkan wajahnya pada Dara. Mengecup bibirnya, tetapi Dara justru ingin menahan agar ciuman itu bukan hanya sebuah kecupan semata. Namun, Abby segera menarik kembali bibirnya dan berpindah pada telinga gadis itu."Baby, are you sure?" Lagi-lagi itu dipertanyakan. Bukan Abby tidak mau, tetapi apa yang telah dimulai tidak mudah untuk diakhiri saat ini. Mereka sudah sama-sama kepanasan, tetapi Abby sungguh masih waras.Pertama kali adalah siksa bagi Dara. Meyakinkan bahwa kenikmatan akan datang setelahnya tidak akan membuat semua yang terjadi terulang lagi.Abby tidak berpindah dari hadapan telinganya, pria itu justru membuyarkan konsentrasi Dara yang ingin menjawab pertanyaan dengan terus menjilat telinganya dan mendesah basah di sana. Napasnya terasa sangat berat, begitu pun dengan Dara. Apa yang dirasakan oleh Abby, juga Dara rasakan saat ini."Fuck me, Abby," bisiknya, Dara menari
Tanpa kata tapi dengan tindakan, Abby melesakkan Bezosnya, sebuah telapak tangan Dara refleks menahan bahu pria yang telah tergoda oleh gairah dan melepaskan pautan bibir mereka. Masih dengan mata terpejam dengan sangat rapat.Sakit, Dara kesakitan. "Kau mau aku melepanya, Babe?" lirih Abby. Dia tidak sampai hati memaksakan letupan birahi jika wanita itu terlihat begitu kesakitan. Benar bukan dugaan Abby bahwa Dara terlihat seperti wanita yang belum bersuami.Dara menggeleng, dia menarik lagi leher Abby agar pria itu menciumnya dan mendapatkan lagi pelampiasan akan rasa sakit yang dia derita. Bahkan jemarinya menekan lebih dalam bahu pria di atas tubuhnya itu. Kuku-kuku yang sedikit memanjang melukai pundak Abby, tetapi sungguh menahan rasa sakit di sana tidaklah semenyiksa rasa tanggung yang dirasakan oleh Abby di bawah sana.Seperti menjebol sesuatu… kulit yang rapat, ruang sempit yang menyiksa dengan ketidaksabaran Abby telah memaksa untuk masuk. Ukuran yang begitu besar membuat Da
Suara gemericik air samar terdengar masuk dalam indera pendengaran Dara. Gadis itu mengedipkan berulang kali matanya untuk beradaptasi dengan ruangan baru. Tempat di mana dia dan juga Abby menghabiskan satu malam suntuk bersama. Jika mengingat kejadian yang baru dilewati, ingin rasanya Dara mengulang kembali kisah itu.Bagaimana dia seakan menjadi musuh pria itu, akan tetapi ternyata dialah laki-laki yang berhasil membuat hatinya luruh dan bahkan berada dalam dekapannya semalaman.Sakit hati yang dirasakan oleh Dara terbayarkan dengan kenikmatan yang selama ini benar-benar sesuai dengan ekspektasi yang ada. Dulu… dulu sekali dia hanya bermimpi, sekarang semuanya menjadi nyata.Ia turunkan kaki dari ranjang, duduk di bibirtempat tidur dan menatap sekeliling ruangan itu. Sungguh sangat berantakan dan kacau balau. Tidak jauh dari ranjang ada cermin yang cukup besar, semalam dia menatap tingkah binalnya di sana. Namun, kini dia bisa mematut dirinya di sana pula.Tidak hanya satu atau dua
"Dara?! Astaga! Kamu ke mana saja? Kamu sudah lama sekali tidak datang ke sekolah, Dara. Kamu kira ini sekolah milik bapakmu? Ayolah, Dara! Tolong! Patuhi peraturan yang ada. Bahkan kamu izin resmi pun tidak bisa lebih dari satu Minggu, kecuali kamu cuti hamil!"Suara kepala sekolah itu menggema menusuk gendang telinga Dara. Rasanya memang tidak salah jika beliau marah. Semua kesalahan ada pada Dara saat ini. Dia terlalu ceroboh dan tetap saja merasa paling memiliki masalah yang kuat. Padahal di luar sana banyak sekali orang yang bahkan kesulitan mencari pekerjaan. Juga masalah yang jauh lebih besar dari dirinya."Ma… maafkan saya, Bu. Maaf, karena memang sa…""Maaf, Dara. Pihak sekolah resmi mengirimkan kamu surat pemberhentian. Sepenuhnya bukan aku yang melakukan. Dinas sosial memantau penuh, Dara. Kamu tahu, seharusnya kamu lebih berhati-hati," sergah sang kepala sekolah.Dara terdiam. Artinya, dia dipecat, pemberhentian secara paksa. Kenapa? Kenapa disaat dirinya merasakan satu sa
Dalam perjalanan mengantarkan Dara kembali ke rumah. Gadis itu banyak diam. Abby tidak pernah tahu apa yang dipikirkan oleh perempuan bermata indah itu. Sesekali, ia menoleh sekedar untuk menatap wajah Dara. Wanitanya terlihat jauh lebih cantik dari sebelum ini. Terlebih di bawah cahaya lampu yang redup, kecantikannya kian menggila."Babe, ada yang salah? Kenapa kamu diam saja?" Abby tidak bisa bertahan dan melihat Dara membisu seperti itu. Jika ada yang salah dengan dirinya saat ini, ia lebih suka Dara mengatakannya, karena dia bukan cenayang yang bisa menerawang apa yang dirasakan oleh Dara saat ini."Hei, katakan padaku, Sayang.” Abby menjulurkan tangannya menyentuh lutut Dara. Berpindah pada dagu dan menariknya agar gadis itu mengangkat wajahnya.Di tatapnya wajah Abby, melihat pada mimik muka pria yang semalam telah meluluh lantakkan segalanya. Membuat kebahagiaan baru dalam sejarah hidupnya. Dara, menggenggam tangan Abby dengan erat. Mencium telapak tangan Abby. Bukan punggung t
"Yakin?" Dara mengangguk dengan cepat dan mantap jeli tanda dia sangat yakin bahwa mau mendengar apa yang sebenarnya terjadi. Dia ingin sekali mengetahui ada apa dengan keduanya.Foto profil Aaron bersama dengan Dara ketika berada di desa juga terlihat di ponsel Abby. Artinya, mereka saling kenal. Ia merasa ditipu oleh dua pria itu.“Jangan bilang kalau kau hanya dijadikan tantangan untuk mereka, Dara.”“Tidak mungkin, Abby pria yang jujur.”“Tahu dari mana? Ini bukan tanpa sebab atau tiba-tiba keduanya mengenal dan hadir dalam hidup Dara, kan?”Tangan Dara terangkat menutup telinganya, seolah tidak ingin mendengar perseteruan yang terjadi dalam isi kepalanya. Ia tertunduk, tertekan dengan apa yang terjadi antara dirinya dan Aaron juga antara dirinya bersama Abby. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya saat hatinya telah luluh dan jatuh dalam pesona Abby ternyata ia hanya menjadi bahan taruhan semata. Parahnya, Dara bahkan telah kehilangan dara yang selama ini dia jaga dan hanya dipe
"Siapa aku? Siapa aku yang kalian kenal?" Setelah sekian lama.membisu, bahkan daftar menu yang sebelumnya tersentuh pun kini teronggok tidak dihiraukan. Mereka kalut dengan pemikiran mereka masing-masing. Mereka sibuk meminta maaf dan menantikan jawaban yang diberikan oleh anaknya."Prilly. Dara, bahkan namamu sekarang atau dulu, mommy tidak peduli. Siapa pun nama yang kamu sukai, kamu berhak memakainya. Bu Larasita sudah memberikan nama yang begitu baik, begitu indah dan bagus. Mommy hanya ingin kamu memaafkan kamu, Nak. Mommy telah kehilangan segalanya, penyesalan mommy tidak pernah bisa berhenti setelah mengetahui berita hilangnya, kamu. Mommy minta maaf, Dara." Veily mencoba meraih tangan anaknya.Anak yang tidak pernah dia asuh, tidak pernah dia susui. Tidak pernah berhenti dia rindukan, tetapi tidak pernah ada aksi yang dia lakukan hingga dua puluh enam tahun berlalu. Sebegitu pentingkah Cloe sampai harus melupakan anak mereka yang lainnya?"Ibu," gumam Dara. Air mata yang menet
Sebuah mobil putih berhenti di halaman sempit milik Dara, tepat di bahu jalan mungkin lebih lama. Karena pekarangan rumah itu bahkan tidak muat untuk di masuki motor."Siapa, ya?" tukas Dara dengan tatapan yang lurus ke depan meniti siapa gerangan orang yang menakutkan mobilnya di depan gubuk reyot miliknya."Aku kenal mobil itu," jawab Abby, tetapi dia tidak berniat memberitahukan siapa pemiliknya ke pada Dara. Begitu keduanya tiba dan keluar dari mobil. Dara melihat dua orang berdiri di depan rumahnya dan barang-barang miliknya yang sudah berada di luar rumah.Dara melongo tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Bahkan wanita paruh baya dengan gayanya yang khas dan tubuh yang masih sangat kokoh dan fit itu terlihat berseteru dengan sang pemilik rumah."Tante Veily? Ada apa ini? Ibu Luri, kenapa barang-barang saya di luar?" Dara yang telah berhasil mendekati mereka, langsung bertanya alasan kenapa barang-barang miliknya seolah terbuang."Masih tanya kenapa! Kamu jelas-jelas tidak bi
Dalam ruangan yang tidak terlalu besar, mungkin hanya tujuh kali delapan meter, di sana hanya ada ranjang yang memiliki tiang besi dengan ukiran lawas di bagian atas kepala, dua nakas di samping kanan dan kiri tempat meletakkan lampu tidur dan satu sofa serba guna, atau sofa seribu gaya. Ranjang itu sendiri tidak terlalu besar, dengan ukuran besar. Sempit dan memang itu yang diinginkan oleh pemiliknya. Tidak ada almari di dalam ruangan itu, karena bukan difungsikan untuk serba bisa.Almari dan ruang ganti berada di sebelah kamar utama dengan satu pintu penghubung yang hanya ditutup dengan tirai transparan. Di depan kamar sedikit ke kiri adalah ruang baca yang menyuguhkan pemandangan gunung di depannya. Di ruangan paling ujung adalah kamar mandi dan dapur. Ada satu pintu yang menuju ke kebun sayur dan beberapa buah yang bisa hidup di kaki gunung.Di samping ruang tamu, jendela besar yang terpasang kaca itu, tempat bersantai, membaca buku tentunya yang sudah pasti sungai adalah pemandan
Lain rasa bahagia yang dirasakan oleh Dara bersama dengan keluarga barunya. Lain pula apa yang dirasakan Ravella pada keluarganya. Semuanya berubah 180° atau mungkin putaran penuh? 360° atau bagaikan dijungkir balikkan sebuah fakta yang mengejutkan nuraninya? Intinya kehidupannya sudah tidak lagi sama dengan kehidupan yang pernah dia rasa sempurna. Dari kubangan dipungut tercuci bersih dan menyombongkan diri, lupa bahwa dia telah merebut kehidupan bahagia seseorang. Kini, semuanya dikembalikan! Dia tetap akan mengingat bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa, yang justru kini harus menanggung beban tetapi orang lain menyebutnya anugerah.Anak— ya! Ravella harus mengurus anaknya seorang diri. Di mana sang ayah mertua meninggal dunia tidak lama setelah dilarikan ke rumah sakit. Sang ibu mertuanya harus syok berat menghadapi kenyataan bahwa dia seorang diri saat ini. Ia juga tidak akan menerima kehadiran Ravella tanpa Raka. Membiarkan wanita itu terkatung-katung tidak jelas bersama cucunya. A
Dalam perjalanan pulang mengantar Dara pulang dengan hati yang diliputi rasa malu, Abby bungkam. tidak ada sepatah kata yang keluar kecuali ungkapan maaf."Maafkan aku, Dara. sungguh, kukira Mommy akan luluh saat melihatmu. tapi, dia justru bersikap layaknya manusia paling suci.""Aku sama sekali tidak mempermasalahkan semua ini, Bee. Tidak mudah menerimaku di tengah musibah yang telah terjadi. Kamu tidak seharusnya marah sama ibumu. Kamu tahu bagaimana aku begitu merindukan sosok ibu kan? Maukah kamu kembali ke rumah dan lebih baik kita meminta maaf padanya.""Tidak! dia sudah merendahkanmu, Sayang." Dara menggeleng."Direndahkan tidak selalu rendah kan? Aku punya kamu, aku tidak merasa di rendahkan saat seorang pria membelaku mati-matian. Aku hanya tidak mau hubunganmu dengan Ibu semakin hancur gara-gara aku. Kita kembali, ya?"Menanti beberapa menit untuk menimbang keputusan hingga mobil itu berputar arah kembali ke rumah. Saat kembali membuka pintu yang sempat dua tinggalkan Abby
"Tidak! Aku tidak mau mereka kemari! Kalau pun tetap memaksakan ke sini, ya sudah kamu saja yang layani mereka, Pa!" ketusnya setelah Abrisam menyampaikan jika Abby dan Dara akan ke sini untuk makan malam bersama."Ma! Kenapa kamu sangat membenci Abby? Apa salah dia padamu?" Abrisam duduk di sofa, kemudian menatap tajam istrinya yang masih saja terlihat ketus.Sebetulnya Dayyana juga bingung, jawaban apa yang harus dia lontarkan untuk suaminya. Abby memang anaknya yang cukup baik dan tidak senakal itu sehingga dia tak menyukainya. Hanya saja, mungkin karena dia terlalu menyayangi Aaron membuat dia menomor duakan anaknya yang lain, yakni Abby."Kamu itu ibunya! Kenapa kamu bisa-bisanya bersikap seperti itu pada Abby? Ma, Abby itu anak kita satu-satunya sekarang! Abby satu-satunya penerus keturunan kita! Dia darah daging kita! Abby—""Sejak kecil, Abby selalu kamu bedakan. Padahal dia anak yang baik, Ma. Kenapa bisa-bisanya kamu membeda-bedakan kasih sayang antara Aaron dan Abby? Keduan
Rasanya aura rumah mewah ini terasa mencekam bagi Dara. Dia semakin kedinginan, bukan karena suhu di sini, melainkan karena cemas dan takut hingga suhu yang hangat berubah menjadi dingin bagaikan di kutub selatan.Dayyana duduk di atas sofa ruang tamu, wajahnya tetap terlihat tidak bersahabat. Hanya Abrisam yang menampakkan wajah humble-nya. Bahkan, dia sampai menyambut anak dan calon menantunya itu dengan pelukan hangatnya. Membuat ketakutan serta kecemasan Abby dan Dara berkurang beberapa persen."Akhirnya kalian sampai, Papa sejak tadi menunggu. Bagaimana perjalanan ke sini, Abby menjalankan mobil dengan santai? Tidak ngebut?" tanya Abrisam, terdengar sangat perhatian, bukan basa-basi semata.Dara mengangguk pelan, bingung harus menjawab apa karena takut salah bicara, terlebih Dayyana masih terlihat dingin."Kamu cantik sekali, Anakku. Pantas saja Abby sangat tergila-gila padamu?" Abrisam tak mau berhenti menggoda calon mantunya itu, niat dia sebetulnya baik, karena ingin membuat D
Selama di perjalanan, Dara tak henti-hentinya berpikir keras. Jika sekarang dirinya dan Abby akan bertemu dengan Dayyana, apakah tidak akan terjadi hal yang buruk? Mengingat kejadian waktu itu tidak begitu menyenangkan. Perjalanan yang tadinya dia pikir akan terasa menyenangkan karena bisa berdua, mengobrol, serta semakin dekat dengan kekasihnya kini berubah menjadi menegangkan. Dara benar-benar takut jika Dayyana akan melakukan tindakan yang tidak diinginkan. Saat ini rasanya kepala wanita bernama Dara ini pening sekali. Tak mau rasanya jika nanti ketika bertemu Dayyana terjadi hal yang tidak menyenangkan. Dara mencinta Abby, sangat mencintainya, terlebih Abby mampu membuatnya bisa berdamai dengan masa lalu yang begitu pahit. Dara tak mau kehilangan Abby, pria ini terasa sudah sempurna baginya jika dibandingkan dengan mendiang mantan suami yang memiliki perangai tidak baik. "Kamu kenapa, Baby?" Abby memecah keheningan perjalanan, segera Dara meresponsnya dengan senyuman disertai ge
Selama ini dia hidup serba ada, serba bisa tetapi, siapa yang sangka bahwa anaknya berjuang mati-matian untuk bertahan hidup dan mempertahankan kehidupan. Berjuang menemukan sebuah kebahagiaan."Bisakah kita membuat janji dengannya? Aku tidak sabar bertemu dengan Prilly, Wisnu," lirih Veily."Bersabarlah, Sayang. Panggil dia Dara sampai kita berhasil meyakinkan kenyataan ini. Sepertinya kita butuh bantuan Abby untuk ini, aku yakin saat ini mereka bersama," tutur Wisnu."Sebaiknya jangan beritahu Abby sebelum kalian memberitahukannya pada Dara. Kalian bisa bayangkan kalau Dara tahu lebih lama ketimbang Abby? Ayolah, kalian pasti bisa merasakannya," sela Faiz. Apa yang dikatakannya bukankah benar, memang seharusnya mereka memberitahu Dara baru Abby, bukan terbalik, jika tidak ingin Dara kian kecewa.Entah bagaimana tanggapan wanita itu nanti, Wisnu dan Veily hanya berharap bahwa Dara menerima juga memaafkan keduanya.**Sebuah mobil silver ber