Tatapan mata Dara beralih ke arah Aaron. Semburat wajah yang menatap dengan penuh ketakutan dan juga rasa penyesalan yang dalam.
"Mas Raka sudah pulang, Aaron. Apa yang aku takutkan terjadi. Kini dia berada di rumah dan aku tidak ada di sana. Aku takut," terang Dara. Suaranya tidak terdengar dengan jelas. Dara benar-benar ketakutan. Sama seperti dia takut saat mendapati Aaron terluka tadi.
"Dara, tapi kakiku—" Aaron sangat menyesal. Seharusnya sore ini memang Aaron berencana untuk kembali pulang. Akan tetapi musibah datang tanpa terduga.
"Aku akan pulang menggunakan bis, Aaron. Kamu harus tetap di sini. Kakek dan nenekmu masih sangat merindukanmu," papar Dara.
"Tidak! Aku tidak akan biarkan kamu pulang sendiri," sergah Aaron. Wajahnya tegas dan itu menandakan kalau dia serius.
"Dan aku menolak untuk kau antarkan. Jika kamu pulang bersamaku, apa penilaian Mas Raka padaku? Kamu mau semakin membuatku dalam masalah? Kita berniat liburan dan mengh
Tepat pukul lima sore, Dara tiba di rumah. Kedua tangannya penuh dengan oleh-oleh yang dibawakan oleh Lestari. Ia membuka pintu dan mendapati Raka duduk di kursi panjang dan melipat tangan di depan dada. Matanya melirik tajam pada keberadaan Dara saat ini."Mas? Kamu sudah pulang? Maaf, aku tidak ada di rumah," sapa Dara. Dia mendekati suaminya.Namun, belum sempat dia melangkah lebih dekat. Raka sudah melangkah dengan cepat dan merebut barang bawaan gadis itu. Menyahutnya dengan kasar membuat Dara tersentak, hingga tubuhnya limbung. Kemudian laki-laki itu membuang barang-barang yang dibawa Dara sebelumnya dengan asal.Mata Dara membelalak dan kaget. "Kenapa, sih, Mas?" Bukan dia tidak sadar akan kesalahannya, akan tetapi harus begitu kah memperlakukan istrinya? Serta barang-barang yang pasti mereka butuhkan nantinya.Mendengar pemberontakan dan ketidakterimaan yang dilakukan oleh Dara, pria itu menekan rahang Dara. Hingga wajah gadis itu terangkat dengan
Kembali, Dara meneteskan air mata tanpa suara. Sakit, sungguh sangat sakit dan berdesir perih. Sakit yang tidak ada wujud dan darahnya, tetapi rasanya sangat luar bisa menyesakkan."Terserah kamu. Salahkan saja aku tanpa menjelaskan kesalahanmu yang sebenarnya. Jika semua ini memang salahku, lantas kenapa kamu tidak menegurku ataupun menjelaskan di mana letak kesalahanku," ucap Dara dengan pelan.Dia tidak lagi memiliki kekuatan untuk berteriak dan adu argumentasi dengan laki-laki itu. Dara tidak mengira bahwa Raka justru menyalahkan dirinya. Padahal, semua yang dilakukan Dara juga karena laki-laki itu yang tidak pernah sedikitpun memberikan waktu untuknya.Dara butuh dia, Dara ingin menjadi seperti layaknya wanita lain yang telah berkeluarga. Bermesraan, curhat, membagi setiap suka, duka, dan lara bersama dengan pasangan. Seberat apa pun masalah tetap akan selesai jika keduanya mau berbagi.Dara ingin— tetapi dia tidak memiliki kesempatan. Dia tida
Sebuah perjalan hidup. Awal suatu hubungan. Raka yang menyatakan cinta pada gadis yang dia kenal namanya sebagai Dara. Gadis yang selalu dia curi pandang, gadis yang selalu mengusik setiap malamnya.Hingga perempuan polos dan ayu dengan bulu mata lentik itu tahu jika setiap gerak geriknya selalu diawasi. Pria yang menyempatkan untuk datang ke kampus hanya demi melihat gaya Dara setiap harinya. Apa baju yang dia pakai hari ini, apakah dia menggerai surai indahnya atau justru terus mengikatnya setiap saat.Siang itu, saat jam makan siang di kantor, Raka memutuskan untuk kembali mengawasi sosok Dara. Ia turun dari mobil begitu tiba di lokasi. Menunggu Dara di samping gerbang kampus di mana Dara mencari ilmu. Menunggu dengan sabar. Menunggu dengan pengharapan yang besar. Tidak sabar ingin mengungkapkan apa yang menjadi ganjalan hati. Apa yang menjadi jerawat di wajahnya.Dia bertekad ingin menjadi kekasih sang pujaan hati. Menjadi kekasih dari gadis itu. Menjadi pen
Mendengar kata kos, seolah pikiran Raka kembali berbunga. Dia memilih wanita yang tepat. Raka memang sangat menyukai gadis yang memiliki juang hidup tinggi. Ingin memiliki seseorang dalam hatinya yang mandiri, dia sangat yakin bahwa gadis manja akan mengacaukan harinya. Namun wanita yang mandiri akan selalu membantu dirinya dalam segala hal. Jika susah saja dia lakoni bagaimana dengan kebahagiaan yang tiba-tiba datang?"Tidak. Sebaiknya kita cari makan dulu. Btw, aku Raka."Pria itu mengulurkan tangannya pada Dara. Gadis itu menyambut uluran tangan tersebut dengan jantung yang seolah ingin meledak saat itu juga. Dara, tidak tahu bahwa bersentuhan dengan laki-laki secara sengaja itu memberatkan deru napas yang tadinya normal juga baik-baik saja."Sandara, kamu bisa panggil aku Dara."Dara memperkenalkan namanya. "Tahu, kok. Aku selalu menunggu dan menatapmu di tempat yang sama setiap hari. Namun, aku baru berani menemuimu hari ini. Jadi ini adalah hari ist
Namun, Dara tidak tahu bahwa hubungannya telah ditentang oleh keluarga Raka. Pria itu kukuh mempertahankan Dara karena rasa cintanya. Dia bahkan mengatakan sebuah ikrar pada dirinya sendiri bahwa akan memperjuangkan Dara sampai dia mendapatkan gadis itu.Dara sangat luar biasa di matanya. Dara sangat membuat Raka tergila-gila dan itu hampir setiap malam. Raka menahan diri selama tiga tahun.Usai makan malam, Raka ingin mencoba untuk membuat Dara tidur bersama dengan dirinya. Sebuah ikatan janji sudah dia sematkan dan inilah waktu yang tepat menurutnya. Raka membawa gadis itu untuk menginap di hotel.Dara ragu, dia benar-benar takut. Namun, dia tetap tenang karena telah yakin pada laki-laki itu, bahwa Raka tidak akan menyakiti dirinya. Dara berharap bahwa tidak ada tindakan yang menakutkan malam ini.Melihat wajah Dara yang tenang, dia mengira bahwa gadis itu setuju untuk malam ini. Bahkan sampai pikirannya pun mengatakan, kenapa tidak dia melamar Dara
62“Tenang, kita buat dia mabuk dan gadis itu akan jatuh di pelukanmu. Pesananmu sudah datang, kan?” ia langkahkan kaki ke arah pintu guna membuka daun pintu tersebut, lantas mengulurkan tangan untuk menerima pesanannya.Dia berniat meminumnya bersama dengan Dara. Namun, gadis itu telah terlelap terlebih dulu. Rasa lelah setelah beraktivitas membuat Dara tidur dengan sangat cepat.“Sialan! Benar-benar gadis tidak berguna,” gerutunya saat setelah menutup pintu. Kesal dsan marah karena harapannya benar-benar punah. Pria itu memutuskan untuk ke luar menuju balkon. Menikmati minuman penghangatnya di sana. Udara malam yang begitu luar biasa dingin.Satu bayangan dari kamar yang ada di sebelahnya membuat Raka membawa tatapan sayu ke arah balkon kamar sebelah.Seorang gadis melambaikan tangan pada Raka dengan mengenakan kaos over size yang mengumbar pundak, bahkan belahan dadanya terlihat begitupun dengan gundukan kenyal yang terlihat sintal. Namun, tepat pada ujungnya tidak terlihat.Pria i
Raka menarik baju gadis itu melewati kepala. Bahkan Raka belum tahu siapa nama dari partnernya malam ini. Nama tidaklah penting, saat ini adalah sebuah penetrasi yang dibutuhkannya.Desahan keluar dari mulut sang gadis, dia melepaskan ciumannya dan mengigit bibir bawahnya dengan sesekali sengaja menganga dan mendongak. Membuat Raka berinisiatif untuk mencium leher yang putih tersebut.Satu poin lagi dia menangkan. Kulit yang jauh lebih bersinar ketimbang Dara. Raka kesetanan. Ia menjelajah leher gadis itu dan memindahkan kedua tangan menahan pinggang sang wanita dengan satu tangan lain memainkan buah dada yang besar. Jauh lebih besar dari milik Dara yang terlihat kecil saat ini."Aah— ehm—" Sebuah desahan yang membuat Raka kalang kabut. Gelenyar yang dia rasakan kian berkejaran tanpa kendali. Melangkah tanpa melepaskan atau menghentikan aksinya. Menuju ranjang besar nan empuk layaknya kasur yang ditiduri Dara saat ini.Kedua jemari imut itu melepaskan satu persatu kancing kemeja milik
Raka benar-benar menikmati apa yang dia lakukan bersama dengan wanita asing yang baru dia kenal beberapa menit yang lalu. Bahkan dia hanya mengenal namanya saja. Di mana gadis itu tinggal bagaimana kehidupannya, Raka belum tahu. Akan tetapi, kali ini dia harus merenggut kenikmatan bersama— sekali lagi. Leguhan demi leguhan itu tercipta dalam ruangan tanpa henti, bahkan setelah mereka melakukannya, keduanya mengulangi lagi dan lagi."Ahh— lebih dalam, Sayang, Aahh—” rintih Vela. Keringat yang membuat tubuh gadis itu mengkilap dan rambut yang berantakan membuat Vela terlihat kian sensual di mata Raka. Membuat pria itu, kian ingin menembus tubuh Vela dengan brutal. Membuat dia lupa bahwa ada gadis yang sangat mencintai dirinya. Sangat mengharapkan kesetiaan Raka padanya.Desahan Raka pun tidak kalah kuat. Dia terus menghujam tubuh Vela dengan kenikmatan, serangan yang bertubi, bukan hanya pusat dirinya tetapi juga lidah yang tidak bertulang itu men