"Jantungmu berdetak cukup kencang ya," sindir Darren membuat Jihan terkejut."Mana ada? Ini sih suara cairan infus yang jatuh," elak Jihan.Mendengar ucapannya, Darren menyeringai. "Suara cairan infus tidak seperti itu. Malah terdengar dari jantungmu.""Itu karena aku masih hidup Pak!"Darren sedikit tersenyum karena berhasil menindas Jihan. Tentunya sekarang Jihan langsung menundukkan kepalanya dan memejamkan mata. Jihan ingin berbalik dan membelakangi suaminya, tapi ia merasa tidak mungkin. Sebab tangannya masih diinfus dan selangnya akan menjadi tegang kemudian akan tersenggol oleh badan Darren."Tidurlah," tutur Darren sembari menepuk pundaknya pelan, hal itu membuat Jihan sedikit terkejut.Jihan berusaha menenangkan jantungnya yang semakin berdetak kencang karena perbuatan Darren, yang padahal hanya sekecil ini saja. Namun, tepukan itu perlahan menjadi elusan kecil hingga tak bisa Jihan rasakan lagi. Ketika matanya menatap, rupanya Darren sudah memejamkan mata.Jihan tersenyum. "
Abian menatap pada Darren. "Kenapa Bapak tidak ingin menceraikan Jihan? Padahal Bapak kan tidak suka dengan Jihan."Darren mengerutkan dahi. "Kata siapa aku tidak suka pada Jihan?"Jihan terkejut saat Darren mendekat. Tangan berada di punggung dan permukaan kursi. Kemudian Darren begitu cepat mengecup bibirnya, hanya kecupan tapi berubah menjadi sesapan. Bahkan tangan Darren meraih lehernya dan semakin memperdalam ciuman.Hanya akting, ya Darren sedang berakting. Itulah yang Jihan pikirkan, sebab jantungnya saat ini berdetak kencang. Mata Darren menatap, ketika Jihan membalas kecupan. Mereka berdua mengabaikan Abian yang memilih melengos dengan tangan mengepal erat."Apa kau mau lihat kita bersetubuh? Sekalian kau menilai apakah ada cinta tidak di antara aku dan Jihan," celetuk Darren.Abian memang menatap Darren kesal setengah mati. Tapi, berhubung Darren adalah direktur. Pastinya kalau menyentuh secuil tubuh Darren pun, maka karir Abian tamat sudah. Abian menghela napas dan mata men
Pasti Darren akan menyetujui ucapannya. Kalau sebentar lagi tugasnya selesai, maka akan diceraikan. Namun, mata Darren menatap tangannya lekat dan tak menjawab. Jihan sendiri memilih untuk diam. Mungkin memang Darren tak ingin bicara, sebab ada beberapa pembantu dan Bella yang berdiri di sekitar mereka. Susan nampak mendekat dan membuat Darren langsung membawanya ke ruang makan. Duduk di sana dan mulai mengobati."Harusnya kau matikan dulu kompornya. Atau minimal letakkan sutil di tanganmu itu," celetuk Darren memberinya saran.Jihan menatap. "Iya aku tahu. Tapi, kan ini sudah terjadi."Darren menarik napas. "Makanya aku melarang ke dapur, karena ini. Tidak masalah kalau kau hanya merusak barang-barang di dapur. Tapi, kalau kau sampai terluka, terlebih Bella juga. Aku jelas akan marah."Jihan membisu. Lagi, Darren terlihat cemas padanya karena ada pembantu dan Bella di sekeliling. Jihan menatap tangannya yang hanya memerah saja, mungkin sebentar lagi akan berair, meski sedikit tapi r
"Kenapa kau terkejut begitu? Bukankah itu salah satu bentuk perhatian, kan?" tanya Darren atas ekspresinya.Jihan menatap serius. "Iya juga sih Pak. Tapi, kan harusnya saat di rumah saja, kalau ada Bella. Sementara di tempat bude, Bella kan tidak ada.""Aku ingin menunjukkan kalau bersama denganku, kau tidak mengalami luka tubuh dan lelah mental seperti dulu. Tujuan bude-mu merekomendasikan mu padaku, jelas dia tahu seperti apa diriku dan aku tentu harus menunjukkannya," sahut Darren berhasil membuat Jihan terdiam.Benar. Jihan pun kini menyadari hal itu. Meski, bude-nya tak pernah membelanya ketika dipukuli atau dicaci oleh ibu tirinya. Tapi, bude diam-diam membantunya. Dan masalah membohonginya waktu itu untuk menikah dengan Darren. Jihan yakin kalau bude-nya bukan orang yang akan menjerumuskannya pada hal buruk.***"Habis itu belok kiri ya Pak," tutur Jihan.Darren menoleh ke arahnya. Dan Darren benar-benar mengantarnya ke penitipan anak-anak milik Bude. Jihan pun ikut menolehkan
"Dengan KB, jadi kita bisa bersetubuh tanpa rasa takut bukan?" bisik Darren membuat Jihan menggelengkan kepala."Tidak Pak, bukan begitu. Aku melakukannya--untuk--"Jihan benar-benar tak diberikan kesempatan untuk bicara sama sekali. Darren mencengkram tangannya dan bibir begitu rakus dalam menyesap. Jihan sedikit memberontak dan melengos, membuat tautan bibir terlepas. Namun, Darren tak berhenti di situ. Kulit lehernya di sesap lembut."Pak," tegurnya dengan tangan kiri berusaha mendorong pundak."Hm?"Jihan sedikit takut dengan Darren yang meraba tubuhnya. Meski, mereka sudah beberapa kali melakukannya. Tapi, kali ini Darren sedikit lembut. Itu juga yang membuat Jihan takut, takut kalau hatinya menjadi sangat goyah."Jangan seperti ini, aku mohon. Kalau seperti ini, bisa-bisa aku jatuh hati padamu Pak," terangnya."Sudah jatuh hati pun, jadi diamlah dan jangan protes," sahut Darren dan kembali menyesap bibirnya.Lidah Darren terjulur dan menjelajah, membuat tangan Jihan mencengkram
Dan tentunya, Jihan benar-benar mempertanyakan keinginan Bella, yakni bersekolah di tempat biasa. Jihan saat ini berdiri di depan rumah dan tersenyum begitu melihat mobil Darren terparkir. Darren sendiri malah mengerutkan dahi melihat dirinya yang tidak seperti biasanya.Bahkan ketika Jihan langsung meraih tas kerja di tangan suami. Darren makin meliriknya aneh, meski begitu tetap berjalan bersama Jihan memasuki rumah. Begitu tiba di kamar, Darren kembali dibuat heran oleh Jihan yang membantu melepaskan dasi dan jas."Kau seperti ini karena yang tadi siang kurang?" tanya Darren dengan mata menyipit.Mata Jihan terangkat dan menatap. "Hm, kurang apa?"Darren menyeringai dan berbisik, "sentuhanku kurang memangnya?"Mendengar hal itu, sontak Jihan langsung menjauh sedikit. "Tidak bukan begitu.""Lantas?"Darren mengeluarkan ponsel di saku dan mengambil baju santai. Nampak berjalan ke arah kamar mandi. Namun Darren berhenti sejenak dan berbalik padanya yang hanya terdiam."Mau mandi bersa
"Hari ini?" tanya Jihan dengan dahi mengerut.Darren mengangkat ponsel dan menunjukkan jam padanya. "Sudah pukul 00.01. Artinya sudah masuk hari jumat, bukan kamis lagi.""Ah ya. Terus kenapa memintaku untuk standby di sekitar hotel?" tanya Jihan mulai penasaran.Mata Darren menatapnya. "Aku akan membahas masalah kontrak dengan kakak tirimu, kau tidak penasaran soal Yuna?"Jihan membalas tatapan suaminya. "Bukankah hanya bertemu untuk membahas masalah kontrak saja?"Darren langsung menyeringai. "Naif sekali pemikiranmu Jihan."Mendengarnya, Jihan langsung mengerutkan dahi. Lantas apa yang sebenarnya suaminya maksud? Padahal kan bertemu di hotel untuk membahas kontrak kerja. Atau mungkin ... ada hal lainnya."Perusahaanku dengan atasan Yuna akan bertemu dengan pihak investor dari Jepang. Aku akan tanda tangan kontrak juga dengan utusan ini, jadi pertemuan diadakan bersama.""Tapi, atasan Yuna membutuhkan dana besar dan pertemuannya di hotel, kau mengerti maksudku Jihan?" tanya Darren m
Bella memeluk kaki Jihan, terus menangis dan tak mau dilepaskan. Ibu mertuanya bergegas mendekat dan ingin memisahkan Bella darinya. Namun, Jihan langsung menggeleng ketika tangisan Bella semakin keras saja."Biarkan Bella pergi denganku saja Bu."Luna nampak tak setuju. "Tapi suamimu itu sekarang dalam pengaruh Jihan! Dan kau akan membiarkan Bella ikut ke sana?"Jihan tersenyum. "Mas Darren tidak akan seceroboh itu, dia pasti tahu kalau di dalam minuman itu ada sesuatu dan pasti sedang mengatasinya sendiri."Luna mendengkus. "Ya kalau bisa. Sedangkan wanita dari Jepang itu menggoda Darren gimana?"Jihan membisu. Maka tak ada pilihan lain, Jihan harus ada di sana dan memukul wanita itu tidak peduli dia penting atau tidak. Karena berani menggoda suami orang. Yang jadi masalahnya adalah ... Jihan harus melayani Darren jika semua itu benar."Kalau begitu ayo kita segera pergi Kak."Sekitar 15 menit perjalanan. Jihan sudah sampai di hotel tempat pertemuan Darren dengan pihak Jepang. Di lo