"Kenapa kau terkejut begitu? Bukankah itu salah satu bentuk perhatian, kan?" tanya Darren atas ekspresinya.Jihan menatap serius. "Iya juga sih Pak. Tapi, kan harusnya saat di rumah saja, kalau ada Bella. Sementara di tempat bude, Bella kan tidak ada.""Aku ingin menunjukkan kalau bersama denganku, kau tidak mengalami luka tubuh dan lelah mental seperti dulu. Tujuan bude-mu merekomendasikan mu padaku, jelas dia tahu seperti apa diriku dan aku tentu harus menunjukkannya," sahut Darren berhasil membuat Jihan terdiam.Benar. Jihan pun kini menyadari hal itu. Meski, bude-nya tak pernah membelanya ketika dipukuli atau dicaci oleh ibu tirinya. Tapi, bude diam-diam membantunya. Dan masalah membohonginya waktu itu untuk menikah dengan Darren. Jihan yakin kalau bude-nya bukan orang yang akan menjerumuskannya pada hal buruk.***"Habis itu belok kiri ya Pak," tutur Jihan.Darren menoleh ke arahnya. Dan Darren benar-benar mengantarnya ke penitipan anak-anak milik Bude. Jihan pun ikut menolehkan
"Dengan KB, jadi kita bisa bersetubuh tanpa rasa takut bukan?" bisik Darren membuat Jihan menggelengkan kepala."Tidak Pak, bukan begitu. Aku melakukannya--untuk--"Jihan benar-benar tak diberikan kesempatan untuk bicara sama sekali. Darren mencengkram tangannya dan bibir begitu rakus dalam menyesap. Jihan sedikit memberontak dan melengos, membuat tautan bibir terlepas. Namun, Darren tak berhenti di situ. Kulit lehernya di sesap lembut."Pak," tegurnya dengan tangan kiri berusaha mendorong pundak."Hm?"Jihan sedikit takut dengan Darren yang meraba tubuhnya. Meski, mereka sudah beberapa kali melakukannya. Tapi, kali ini Darren sedikit lembut. Itu juga yang membuat Jihan takut, takut kalau hatinya menjadi sangat goyah."Jangan seperti ini, aku mohon. Kalau seperti ini, bisa-bisa aku jatuh hati padamu Pak," terangnya."Sudah jatuh hati pun, jadi diamlah dan jangan protes," sahut Darren dan kembali menyesap bibirnya.Lidah Darren terjulur dan menjelajah, membuat tangan Jihan mencengkram
Dan tentunya, Jihan benar-benar mempertanyakan keinginan Bella, yakni bersekolah di tempat biasa. Jihan saat ini berdiri di depan rumah dan tersenyum begitu melihat mobil Darren terparkir. Darren sendiri malah mengerutkan dahi melihat dirinya yang tidak seperti biasanya.Bahkan ketika Jihan langsung meraih tas kerja di tangan suami. Darren makin meliriknya aneh, meski begitu tetap berjalan bersama Jihan memasuki rumah. Begitu tiba di kamar, Darren kembali dibuat heran oleh Jihan yang membantu melepaskan dasi dan jas."Kau seperti ini karena yang tadi siang kurang?" tanya Darren dengan mata menyipit.Mata Jihan terangkat dan menatap. "Hm, kurang apa?"Darren menyeringai dan berbisik, "sentuhanku kurang memangnya?"Mendengar hal itu, sontak Jihan langsung menjauh sedikit. "Tidak bukan begitu.""Lantas?"Darren mengeluarkan ponsel di saku dan mengambil baju santai. Nampak berjalan ke arah kamar mandi. Namun Darren berhenti sejenak dan berbalik padanya yang hanya terdiam."Mau mandi bersa
"Hari ini?" tanya Jihan dengan dahi mengerut.Darren mengangkat ponsel dan menunjukkan jam padanya. "Sudah pukul 00.01. Artinya sudah masuk hari jumat, bukan kamis lagi.""Ah ya. Terus kenapa memintaku untuk standby di sekitar hotel?" tanya Jihan mulai penasaran.Mata Darren menatapnya. "Aku akan membahas masalah kontrak dengan kakak tirimu, kau tidak penasaran soal Yuna?"Jihan membalas tatapan suaminya. "Bukankah hanya bertemu untuk membahas masalah kontrak saja?"Darren langsung menyeringai. "Naif sekali pemikiranmu Jihan."Mendengarnya, Jihan langsung mengerutkan dahi. Lantas apa yang sebenarnya suaminya maksud? Padahal kan bertemu di hotel untuk membahas kontrak kerja. Atau mungkin ... ada hal lainnya."Perusahaanku dengan atasan Yuna akan bertemu dengan pihak investor dari Jepang. Aku akan tanda tangan kontrak juga dengan utusan ini, jadi pertemuan diadakan bersama.""Tapi, atasan Yuna membutuhkan dana besar dan pertemuannya di hotel, kau mengerti maksudku Jihan?" tanya Darren m
Bella memeluk kaki Jihan, terus menangis dan tak mau dilepaskan. Ibu mertuanya bergegas mendekat dan ingin memisahkan Bella darinya. Namun, Jihan langsung menggeleng ketika tangisan Bella semakin keras saja."Biarkan Bella pergi denganku saja Bu."Luna nampak tak setuju. "Tapi suamimu itu sekarang dalam pengaruh Jihan! Dan kau akan membiarkan Bella ikut ke sana?"Jihan tersenyum. "Mas Darren tidak akan seceroboh itu, dia pasti tahu kalau di dalam minuman itu ada sesuatu dan pasti sedang mengatasinya sendiri."Luna mendengkus. "Ya kalau bisa. Sedangkan wanita dari Jepang itu menggoda Darren gimana?"Jihan membisu. Maka tak ada pilihan lain, Jihan harus ada di sana dan memukul wanita itu tidak peduli dia penting atau tidak. Karena berani menggoda suami orang. Yang jadi masalahnya adalah ... Jihan harus melayani Darren jika semua itu benar."Kalau begitu ayo kita segera pergi Kak."Sekitar 15 menit perjalanan. Jihan sudah sampai di hotel tempat pertemuan Darren dengan pihak Jepang. Di lo
Setelah memakan makanan ringan. Jihan menerima baju dari Darren dan sedang mencobanya di kamar mandi. Darren dan Bella menunggu cukup lama di kamar, hingga Darren menatap sang anak dan tiba-tiba saja memberikan ponsel pada Bella."Bella main ponsel dulu ya. Papa mau bantu mama sebentar."Darren berjalan pergi meninggalkan Bella dan nampak membuka pintu pelan. Jihan yang merasa kalau itu Bella, hanya tersenyum dan melanjutkan memakai baju. Namun, resletingnya susah ditarik."Bella, bisa tolong bantu mama?"Jihan hendak berjongkok. Namun tangan Darren meraihnya, tentu membuat Jihan menoleh terkejut. Lebih terkejut lagi ketika leher Jihan baru saja dikecup. Terburu Jihan menjauh, tapi tangan Darren langsung memeluk perutnya."Wangi sekali, sabun apa yang kau pakai Jihan?" bisik Darren."Mas. Kau sedang apa? Bella kan menunggu kita di luar," keluhnya sembari berusaha melepaskan.Bibir Darren kini merambat di pipi Jihan. "Bella juga sedang main ponsel kok, aku menyuruhnya bermain dengan vo
Mata Darren langsung mendelik pada pria Jepang ini. Jihan sendiri merasa ada yang bakal kena pukul lagi. Makanya Jihan memeluk tubuh Darren lebih erat lagi."Mas, ingat dia kolega," bisik Jihan sangat pelan, mata Darren sempat melirik padanya.Darren melepaskan tangannya yang memeluk, namun menyembunyikan Jihan di belakang. "Anda bilang apa? Ingin ikut berebut? Apa istimewanya berebut istri orang, Tuan Akio?"Pria bernama Akio ini tersenyum. "Tentu saja istimewa, sebab wanitanya kan cantik."Mata Akio terus berusaha mencari cara untuk bisa melihat Jihan. Tentu hal itu membuat Darren geram, meski Jihan tak bisa melihat ekspresi suaminya. Tapi, Jihan yakin kalau Darren ingin memukul seseorang.Sebelum pertengkaran lain dimulai lagi. Pintu kamar hotel nampak terbuka, dan Yuna keluar dari sana dengan pakaian lengkap. Abian yang sudah berdiri langsung menatap sengit ke arah Yuna yang hanya bisa melengos."Demi kerjaan cih, paling kau merambat di ranjang para pria supaya bisa jadi kaya," ma
Sepanjang perjalanan, Jihan memikirkan kalau Darren pasti akan benar-benar melaksanakan apa yang dikatakan. Yakni menyentuhnya. Apalagi mengingat Bella sedang tidur, jadi begitu di rumah pasti Darren menjadi lebih leluasa terhadap Jihan.Namun, begitu mereka tiba di rumah. Darren kedatangan tamu, dan tamunya adalah Yohan. Jihan memilih menyerahkan Bella pada Susan untuk dibawa ke kamar. Sementara ia duduk di sebelah suaminya dengan tegang. Duh, pasti Yohan ke rumah karena si Jepang itu."Pak, sebentar lagi kita bakal tanda tangan kontrak loh." Suara Yohan terdengar mengeluh.Yohan menarik napas. "Kenapa Pak Darren malah memukul sih? Memang detail kejadiannya seperti apa sampai main pukul-pukulan segala?"Jihan meremas dress-nya dan nampak gugup. Tapi, Jihan mulai mengangkat kepalanya dan menatap pada Yohan yang terlihat kesal ini. Sementara Darren melirik padanya yang sedang memberanikan diri untuk bicara. "Anu, sebenarnya aku yang salah Yohan."Mata Yohan kini menatap padanya. "Nyon