Dave membuka matanya perlahan, menyadari bahwa dia telah tertidur tanpa sengaja. Dia menoleh ke samping ranjang, namun tidak menemukan Zara di sana. Perasaan khawatir mulai merayapi dirinya. Dia segera bangkit dari tempat tidur, berjalan keluar kamar mencari Zara.
Dave menemukannya di ruang tamu, tertidur di sofa dengan ekspresi wajah yang damai. Perasaan bersalah dan sayang mengalir dalam diri Dave. Dia menyadari betapa kerasnya Zara berusaha untuk tetap kuat dan mendukungnya, meskipun sikapnya yang dingin baru-baru ini.
Dave mendekati Zara dengan hati-hati, tidak ingin membangunkannya. Dia duduk di tepi sofa, menatap wajah Zara yang tenang dalam tidur meskipun terlihat jejak air mata diwajahnya.
Dengan lembut, Dave mengusap pipi Zara lalu kepala Zara, membelai rambutnya dengan penuh kasih.
"Maafkan aku, Darling" bisiknya pelan, suaranya hampir tidak terdengar. "Aku tahu aku telah membuatmu khawatir dan merasa terluka.”
Dave meruntuki diriny
Seminggu.. hampir seminggu ini Zara tidak bertemu dengan Dave. Meskipun sesekali Dave menelponnya namun hal itu membuat Zara tidak merasa tenang“jadi dia belum kembali sama sekali?” Tanya Layla, selama ini hanya Layla tempat Zara untuk berkeluh kesahZara memandang ke luar jendela, menatap pemandangan kota yang sibuk, sementara pikirannya terbang ke Dave. "Rasanya Dave mulai berbeda dari yang dulu" gumam Zara, suaranya dipenuhi keraguan dan kekhawatiran.Layla menghela napas pelan, mencoba memikirkan kata-kata yang tepat untuk menghibur temannya. "Mungkin dia hanya sedang sibuk dengan pekerjaannya, Zara. Kau tahu, kadang-kadang pekerjaan bisa sangat menuntut" ujarnya, meskipun dia sendiri merasakan ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kesibukan pekerjaan.Zara mengangguk, meskipun hatinya masih merasa tidak tenang. "Ya, aku tahu. Tapi... aku merasa seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku. Sesuatu yang besar" katanya, suaranya mulai bergetar. Dia merasa terjebak dalam ket
“Zara”“Kamu… Melisa?” Zara bingung, dia tidak paham kenapa Melisa bisa berada disini, berdiri didepan pintu penthouse mereka dan lebih dari itu, bagaimana Melisa tahu rumahnyaMelisa tersenyum tipis “Bisa kita bicara?”Wajah Melisa tampak tenang, tetapi ada ketegangan yang tersembunyi di balik senyumnya. Zara tidak tahu harus bereaksi bagaimana, apalagi dengan segala kebingungan yang berputar di kepalanya. Bagaimana Melisa bisa tahu alamat rumahnya? Apa yang diinginkannya?Zara berdiri di tempatnya, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Perasaannya campur aduk antara bingung, marah, dan takut.Akhrinya Zara membuka pintu sedikit lebih lebar, memberi isyarat pada Melisa untuk masuk. "Tentu, silakan masuk" jawabnya dengan nada hati-hati. Pikiran Zara berlari mencari jawaban, merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Dave sedang tidak ada di rumah, dan dia tidak tahu apakah Dave tahu atau setuju Melisa datang
“Jadi dia mulai bergerak?” Dave bertanya sambil memutarkan pistol ditangannya“Benar, Tuan. Xena mengabarkan jika Melisa menemui nyonya” jawab Dion dengan nada serius.“Ck, sebelumnya si sulung sekarang si bungsu” Dave berdecih “Apa yang jalang itu katakan pada istriku?”“Melisa bilang jika dia mengandung anak anda”Dave berhenti sejenak, matanya menyipit penuh amarah. "Melisa mengatakan itu? Dia benar-benar berani bermain dengan api" gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri."Apakah Anda ingin melenyapkannya juga, Tuan?" Dion bertanya, nada suaranya datar, tapi penuh perhatian.Dave menyeringai dingin, tatapan matanya tajam dan penuh determinasi. "Tidak, Dion. Melisa mungkin bagian dari rencana mereka, tapi dia juga hanya pion. Kita akan menggunakannya untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang gerakan Turon dan Yamada."Dion mengangguk, memahami rencana Dave. "Jadi, and
Dave akhirnya pulang ke rumah setelah beberapa hari sibuk dengan urusan bisnis dan konfrontasi yang tak terhindarkan. Saat dia masuk ke dalam rumah, suasana terasa tegang. Zara duduk di sofa, wajahnya menunjukkan ketegangan dan kecemasan yang sudah menumpuk selama berhari-hari.Dave mendekati Zara dengan hati-hati. Dave jelas tahu apa yang membuat Zara seperti ini. Namun, sebelum dia sempat mengatakan apa-apa, Zara langsung menatapnya dengan mata yang penuh emosi."Dave, kita perlu bicara" kata Zara dengan suara tegas, meskipun ada getaran halus dalam nada suaranya.Dave tersenyum tipis “Apa yang ingin kau bicarakan Darling?”“A-apa kamu dan melisa..” Zara tidak bisa melanjutkan ucapannya, dia justru terisak dengan air mata yang mengalirDave merasa hatinya hancur melihat Zara terisak seperti itu. Dia segera melangkah maju dan memeluk Zara erat, memberikan rasa aman yang bisa ia berikan. "Darling, tidak, tidak ada apa-apa an
Dave mengusap wajah Zara yang terlelap. Istrinya tidur dengan sangat nyenyak setelah menangis, air mata yang tersisa di pipinya mulai mengering. Wajahnya yang tenang saat tidur membawa sedikit ketenangan dalam hati Dave, meskipun rasa bersalah masih menghantui pikirannya.Dave tahu bahwa situasi mereka tidak mudah dan akan membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata untuk mengembalikan kepercayaan dan rasa aman Zara.Dunianya jelas berbahaya bagi Zara namun Dave tidak akan pernah bisa melepaskannya. Dia membungkuk dan mengecup lembut dahi Zara, merasakan kehangatan dan cinta yang selalu ia miliki untuknya. "Aku akan selalu melindungimu, aku janji" bisiknya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri.Dave beranjak dari tempat tidur dengan hati-hati, agar tidak membangunkan Zara. Dia berjalan keluar dari kamar, menutup pintu dengan lembut di belakangnya.Pikiran tentang apa yang harus ia lakukan selanjutnya memenuhi benaknya. Di luar kamar, Dave menatap jauh
Brukk..Melisa dibawa ke dalam ruangan, tangannya terikat dan wajahnya menunjukkan ketakutan. Dave menatapnya dengan tatapan tajam, pistol masih di tangannya. "Kau telah membuat kesalahan besar dengan bermain-main dengan hidupku dan keluargaku," ucapnya dengan suara rendah namun penuh ancaman.“Dia bekerja sama dengan Harry” Dion mendorong tubuh Melisa yang terikat hingga tersungkur dilantai beton kasarDave menatap Melisa dengan mata penuh amarah. Wajahnya yang biasanya tenang sekarang menunjukkan sisi yang jarang dilihat orang lain-sisi gelapnya sebagai bagian dalam dunia kejahatan. Dia mendekati Melisa dengan langkah perlahan, setiap langkah kakinya membuat udara semakin berat"Dengan Harry, ya?" ucap Dave dengan nada dingin, menunduk untuk menatap Melisa yang terbaring di lantai. "Kau pikir bisa bermain-main dengan kehidupan keluargaku?"Melisa gemetar, menatap Dave dengan mata yang membesar oleh ketakutan. Melisa tidak pernah melihat Dave seseram ini, bahkan saat dikantor waktu i
Suara tembakan dan teriakan terdengar keras. Dave dan timnya menyerbu masuk, menghadapi perlawanan dari para pengawal. Dengan keahlian dan persenjataan mereka, Dave dan timnya berhasil menguasai situasi dengan cepat.Suara ledakan mulai terdengar, bersamaan dengan puluhan tembakan yang saling bersahutan“Bantai semuanya” Dave memerintah dengan tegas“Bersiap!” seru Dave kepada anak buahnya. Mereka segera berlari menuju pintu utama markas, menembakkan senjata mereka untuk menumpas setiap musuh yang menghadang.Pertarungan sengit berlangsung, suara tembakan dan ledakan mengisi udara. Dave dan timnya bergerak dengan taktik yang sudah direncanakan, namun tiba-tiba, serangan mendadak dari arah samping mengenai Dave. Sebuah peluru menembus bahunya, membuatnya terjatuh. Dia mengerang kesakitan, darah mengalir deras dari lukanya. Dave berusaha tetap sadar, tapi pandangannya mulai mengabur."Sialan" desisnya, merasakan sesuatu yang aneh dari peluru itu. "Peluru ini berisikan racun.""Tuan!" Di
"Xena" panggil Zara, menatap Xena melalui cermin tengah. Tatapan datar Zara membuat Xena agar was-was“Ya Nyonya”“Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dariku?” Tanya Zara menatap Xena dengan tajam“Maksud anda?”“Dave, sebenarnya apa yang dilakukan sampai menempatkanmu disisiku?” Tanya Zara dengan nada yang lebih tegas dan tak terbantahkan. Zara menuntut jawaban.Xena terdiam sejenak, lalu menatap Zara dengan penuh ketulusan melalui cermin tengah. "Nyonya, saya tidak bisa mengungkapkan semuanya sekarang, tapi percayalah, semua yang tuan lakukan demi kebaikan anda" jawabnya dengan suara lembut namun tegas.Zara menghela napas, merasa semakin frustasi. "Aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dave berjanji tidak akan menyembunyikan apa pun dariku tapi entah kenapa rasanya seperti banyak hal yang tidak kuketahui" katanya pelan, sambil merasakan sakit yang masih tersisa di perutnya.
“Darling” Suara itu sontak mengagetkan Zara. Tubuhnya membatu dan sontak beberbalik. Dave sedang bersandar di pintu sambil bersedekap dada menatapnya dengan tatapan tajam mengintimidasi“D..Dave.. kamu sudah kembali?” Tanya Zara tersendat-sendatDave tidak menjawab. Sekarang, ia melangkah mendekati Zara. Zara merasa seperti penjahat yang tertangkap basahDan di sana, di ambang pintu, berdiri Dave. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa Zara baca dengan jelas—apakah itu penyesalan, rasa bersalah, atau bahkan sesuatu yang lebih gelap?"Mencari sesuatu?" tanya Dave dengan nada yang sulit ditebak, matanya tertuju pada tumpukan foto di tangan Zara.Zara menelan ludah, merasa seluruh tubuhnya menegang. "Dave... apa maksud semua ini? Mengapa ada foto-foto ini? Siapa yang memotretku?" tanyanya dengan suara yang bergetar, menuntut jawaban.Dave melangkah lebih dekat, tetapi Zara mundur selangkah, menjaga jarak di antara mereka. Dia tidak ingin mempercayai b
‘Kau bisa mencaritahunya sendiri dirumah itu’ Pesan terakhir yang Sylvia tinggalkan membuat Zara gelisah dan penasaranZara mempercayai Dave namun dia ingin tahu apa yang Dave sembunyikan darinya. Zara berjalan perlahan-lahan menyusuri lorong rumah besar itu menuju ruang kerja DaveZara nampak ragu sejenak sebelum dia masuk dan menatap isi ruangan itu. Zara mengigit bibir bawahnya lalu mengeluarkan sebuah kunci yang Sylvia berikan.Dalam ruang kerja Dave, terdapat sebuah pintu yang selalu terkunci rapat dan kini kunci itu ada ditangannyaCtak..Saat dia mendorong pintu itu perlahan, ruang rahasia terbuka di depannya. Ruangan itu dipenuhi oleh berkas-berkas, dokumen, dan peta besar yang tergantung di dinding. Mata Zara tertuju pada satu dokumen yang tergeletak di atas meja besar, seperti sesuatu yang sengaja dibiarkan terbuka. Tangan Zara gemetar saat dia meraih dokumen itu.Mata Zara mulai membaca, dan semakin dia membaca, semakin cepat jantungnya berdetak.Tubuh Zara membeku di tempa
“Aku baru tahu jika sepupuku ini bodoh” Ucap Sylvia yang ditujukan pada DaveDave mengernyit, menatap Sylvia kesal “Apa maksudmu, Sylvia?” tanyanya, suaranya masih diliputi amarahSylvia mendesah, menyilangkan tangan di depan dada sambil menatap Dave dengan tatapan penuh penilaian. “Kau selalu memikirkan segalanya dengan begitu terencana, begitu strategis. Tapi ketika menyangkut Zara, kau benar-benar buta, Dave” katanya dengan nada tajam.“Kau menjadi lemah karena perasaan tak bergunamu itu” SambungnyaDave menahan diri untuk tidak memaki atau bahkan memukul Sylvia.Marcus, yang sedari tadi hanya menonton, tertawa kecil. “Lihatlah kau, Dave. Bahkan adik perempuanku bisa melihat betapa bodohnya kau dalam hal ini. Kau mungkin seorang pemimpin yang hebat, tapi dalam urusan hati, kau hanya seorang amatir.”Dave menoleh tajam ke arah Marcus, tetapi dia tahu bahwa Sylvia dan Marcus, meski
Dave tiba di markas dengan langkah cepat, pandangannya menyapu ruangan yang penuh dengan kesibukan. Anak buahnya bergerak cepat, mencoba mengendalikan situasi yang jelas sedang berada di luar kendali. Beberapa dari mereka tampak terluka, dan suasana tegang terasa di udara."Apa yang terjadi di sini?" tanya Dave dengan nada tajam, suaranya memotong kebisingan di ruangan itu. Semua orang berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya, merasakan otoritas yang dibawa Dave ke dalam ruangan.Seorang pria dengan luka di bahu mendekati Dave, wajahnya penuh kecemasan. "Tuan Carpenter, ada penyerangan mendadak. Kami tidak tahu dari mana mereka datang, tapi serangan itu terorganisir dengan sangat baik.""Siapa yang menyerang kita?" Dave mendesak, matanya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Dia merasa marah dan frustasi, tidak percaya bahwa markas mereka bisa diserang dengan begitu mudah.Pria itu menelan ludah, tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Kami masih mencari ta
"Selamat, Tuan Carpenter. Istri Anda mengandung anak kembar" ucap Dokter kepada Dave yang menemani Zara saat memeriksakan kesehatan kehamilannya."Benarkah?" sahut Dave sambil menatap Zara yang duduk di sampingnya. Tatapan bahagia jelas terlihat di wajahnya"Iya, bayinya dalam kondisi sehat, tolong jaga kesehatan dan jangan mudah lelah.""Itu pasti, Dok. Aku akan menjaga istriku selalu."Zara tersipu malu saat Dave mencium pipinya di hadapan dokter itu. "Ini resep vitamin, jangan lupa diminum secara teratur" kata Dokter sambil memberikan selembar kertas pada Dave."Terima kasih, Dok." Ucap Zara. Setelahnya dia berdiri dan Dave menggandeng tangan Zara keluar ruangan itu."Setelah ini kita mau kemana, Dave?" Tanyanya"Makan malam. Kau mau makan di restoran mana?""Emm aku tidak mau di restoran mana pun."Dave mengernyit bingung. "Lalu kau mau makan dimana?"“Aku ingin kau yang masak” kata Zara sambil ter
“Luna, aku ingin menamainya Luna”Dave terdiam sejenak. Wajahnya yang semula penuh kasih dan ketenangan berubah menjadi kaku, seperti baru saja ditampar oleh kenyataan yang menyakitkan. Tangannya berhenti bergerak di atas perut Zara, dan dia menariknya perlahan, seolah-olah menyadari bahwa nama itu adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dia dengar lagi dalam konteks ini.Nama itu, Luna, membawa banyak kenangan yang bercampur antara manis dan pahit. Luna, wanita yang pernah ia cintai, dan wanita yang harus ia relakan pergi, kini kembali menghantuinya dalam bentuk yang sama sekali tidak ia duga—sebagai nama untuk anak yang ia nantikan bersama Zara.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tidak memperlihatkan ketegangan yang tiba-tiba melanda dirinya. "Darling... Luna adalah nama yang sangat indah, tapi...," suaranya sedikit serak, dan dia berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Apakah kau yakin itu nama yang kau inginkan untuk anak kita
Dave selesai mandi dan keluar dari kamar mandi dengan rambut masih sedikit basah. Dia mengenakan kaus sederhana dan celana panjang, terlihat lebih santai dari biasanya.Di meja makan, Zara sudah menyiapkan makan malam dengan tampilan yang rapi dan sempurna, seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda malam itu, sesuatu yang Dave tidak langsung sadari.“Bagaimana kondisimu?” tanya Dave“Lebih baik, tadi aku emosional karena hormone kehamilan” Jawab ZaraMereka duduk berhadapan di meja makan, tetapi percakapan yang biasanya hangat dan penuh canda terasa hambar malam itu. Zara menjawab setiap pertanyaan Dave dengan singkat, dan sering kali dia hanya mengangguk tanpa benar-benar melihat Dave.Ekspresi wajahnya datar, tidak ada senyum yang biasanya menghiasi wajahnya saat mereka makan bersama. Dave merasakan dingin yang perlahan merayap di antara mereka, tetapi dia memilih untuk tidak menanyakannya saat itu, berpikir mungkin Z
Dave yang baru saja pulang dibuat kaget melihat Zara yang bersandar pada ranjang sambil menangis“Darling?” Dave memanggil lembut, suaranya penuh dengan kekhawatiran saat melihat Zara. Pikirannya langsung dipenuhi oleh seribu kekhawatiranapa yang terjadi saat dia pergi?“Apa Sylvia melakukan sesuatu padamu?” tanya DaveDave segera mendekati Zara, duduk di tepi ranjang dan meraih tangannya.“Darling, katakan, apa Sylvia yang membuatmu begini?”Zara menggeleng, kepalanya mendongak menatap Dave. Air mata bercucuran dari netra hazel itu“D..Dave..” Rintih Zara"Aku disini Darling. Katakan, apa yang terjadi padamu?” matanya berusaha mencari penjelasan di wajah istrinya.Zara mencoba menahan isakan yang masih tersisa. "Dave… kenapa kau harus pergi? Kenapa semuanya terasa begitu sulit?" suaranya terdengar putus asa.Dave merasakan hatinya tercabik-cabik meliha
"Aku tidak bisa kehilangan dia, Sylvia. Aku butuh dia... kita butuh dia" ujarnya, suaranya hampir bergetar“Kau bodoh” Ucap Sylvia, kali ini nada bicaranya terdengar sinis “Kau lemah Zara, apa kau paham itu?”Zara mengangguk pelan, dia sadar bahwa yang Sylvia ucapankan adalah kebenaran“Kau terlalu percaya padanya, terlalu mudah jatuh ke dalam perangkapnya. Seorang Carpenter bukanlah orang tulus, Zara.”“Aku menasehatimu sebagai seorang wanita” lanjut Sylvia, suaranya kini lebih lembut namun tetap tegas. Ia bersandar pada sofa, pandangannya menjelajahi sekeliling rumah. "Dave memberikanmu sangkar yang bagus" gumamnya, seakan berbicara lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Zara.Zara mengikuti pandangan Sylvia, memperhatikan setiap sudut rumah yang indah ini. Rumah yang dulu terasa seperti tempat berlindung yang aman, kini terasa seperti penjara mewah. Setiap sudutnya mengingatkannya pada kebaha