Devan semakin melebarkan senyumannya padahal Alin tengah mengancamnya. Lelaki itu merasa di atas awan karena sikap istrinya yang terkesan takut dirinya akan mendua. “Kamu tenang saja, Sayang. Aku tidak akan pernah membiarkan wanita lain masuk dalam hidupku. Hanya kamu saja satu-satunya dan takkan pernah bisa tergantikan, Sayang.” “Kuharap kamu bisa memegang apa yang kamu katakan ini,” gumam Alin. Dengan sigap, Devan memeluk erat istrinya yang sedang cemburu itu. Dia menciumi pucuk kepala Alin dengan penuh cinta. Dia sangat paham dengan kekhawatiran dan ketakutan istrinya mengingat kisah kelam percintaan yang pernah dia alami sebelumnya. "Pokoknya aku nggak mau kamu terlalu berinteraksi dengannya, Mas!" ujar Alin mewanti-wanti.“Iya, Sayang. Sepertinya aku nanti akan pulang telat. Ada urusan yang harus aku selesaikan, Sayang,” kata Devan.“Iya, Mas jangan lama-lama ya,” jawab Alin.Tak lama kemudian, gadis itu pamit puulang karena dia hendak pergi ke rumah mertuanya. Sedangkan Deva
Yasmin terdiam dalam lamunannya. Pikirannya menerawang pada keluarganya yang selalu menuntutnya untuk mencari pendamping yang setara dengan keluarga mereka. Dan kini, ketika dia sudah menemukan tambatan hatinya di usia yang tidak lagi muda, dia harus menerima kenyataan jika lelaki pilihannya sudah beristtri. “Anda sungguh beruntung karena memiliki orang tua yang selalu mendukung apa yang Anda lakukan, Tuan.” Wanita itu tersenyum getir dengan kehidupan yang saat ini tengah dia jalani. Terlalu sibuk mengejar karir membuatnya lupa jika dia adalah seorang wanita yang juga membutuhkan seorang pendamping. Dia sedikit menyesali sikapnya yang terlalu abai dalam urusan asmara. Apalagi orang tuanya selalu mematok kriteria tinggi dalam mencari menantu. Namun lamunannya buyar saat Devan kembali mengajaknya berbicara. “Nona, saya tahu Anda pasti kecewa dengan jawaban saya tadi. Tapi Anda harus ingat, tidak semua yang kita inginkan harus terwujud. Anda ini cantik juga cerdas. Saya yakin di luar
Indah langsung menghentikan gerakannya dan memandang Alin yang tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.“Lin, kenapa kammu bicara seperti itu? Apa kamu sebenarnya memang tidak suka jika aku ikut tinggal di sini?” tanyanya.“Cukup, kita sedang di meja makan, tolong jangan buat keributan dan makanlah dengan tenang!” tegur Devan.Mereka berdua terdiam dan segera memulai makan malam mereka. Seusai makan malam, Alin tidak langsung kembali ke kamarnya. Dia memanggil Indah untuk bicara berdua dengannya.“Apa maksudmu di meja makan tadi?” tanya Alin.Indah yang duduk bersebrangan dengannya tersenyum samar, “tidak ada maksud apapun, Lin. Aku hanya berinisiatif untuk membantumu saja, tidak lebih.”“Apapun alasanmu, aku tidak suka dengan caramu tadi. Jika kau masih ingin tinggal di sini, maka jagalah sikapmu. Ingat, Ndah, aku bukan Alin yang dulu yang bisa k
Ibu Devan menghela nafasnya saat putranya menanyakan perihal kedatangan Yasmin ke rumahnya. Dia sendiri bingung bagaimana hendak menjawabnya. “Mama juga tidak tahu apa sebenarnya tujuan anak itu datang ke rumah. Mama mengenalnya sewaktu ada perjamuan beberapa waktu lalu. Kebetulan sekali, dia anak teman Mama dulu saat masih di bangku kuliah. Katanya sih, dia hanya mampir karena arah ke kantor satu jalur dengan arah rumah ini,” jelas Mama. Tapi Devan malah menangkap hal lain dari tujuan Yasmin berkunjung ke rumahnya. “Apa saja yang kalian bahas sewaktu dia datang, Ma?” tanya Devan lagi. “Aduh Van, kamu itu kok mendadak cerewet seperti detektif sih?” protes mama. “Sudahlah Ma jawab saja dulu,” ujar Devan tidak sabar. Ibu Devan tersenyum getir, “dia membahas masalah anak.” Devan dan Alin saling memandang satu sama lain. Mereka seakan berkomunikasi lewat tatapan mata. “Memangnya apa yang dia inginkan, Ma?” tanya Alin. “Dia menawarkan diri untuk menjadi istri kedua Devan karena ber
Ayah Devan benar-benar geram saat mendengar kalimat yang meluncur dari mulut ayah Yasmin. Lelaki yang selalu menjunjung tinggi kesetiaan itu sangat menentang keras dengan pengkhianatan. Sedangkan orang tua Yasmin tidak terima diperlakukan seperti ini oleh orang terpandang itu. Ayah Yasmin merasa harga dirinya diinjak dengan penolakan ayah Devan.“Tuan Bimantara, kita ini sudah lama berkecimpung di dunia bisnis, tidak mungkin saya membiarkan putri saya menikah dengan orang sembarangan. Apalagi sepertinya putri saya juga menyukai putra Anda. Ingat Tuan, jika kita menikahkan anak-anak kita, bukan tidak mungkin kerja sama yang akan terjalin akan semakin erat dan akan membawa kita pada titik di mana perusahaan kita akan menjadi nomor satu di dunia. Tentunya dengan sentuhan tangan dingin anak-anak kita,” ucap ayah Yasmin merayu.“Maaf, tapi saya tidak tertarik dengan tawaran Anda!” tolak ayah Devan dengan tegas.“Tuan, mohon pertimbangkan dengan baik permintaan saya ini, Tuan,” ujar ay
Yasmin dan juga ayahnya terkejut bukan main dengan ancaman yang dilayangkan Devan dan istrinya. Namun dalam sekejap mereka langsung berpikir jika Devan tidak serius dengan ancamannya dan Alin hanya membual saja. “Ha ha ha Tuan Devan, saya tahu Anda tidak akan mungkin melakukan itu. saya tahu betul bagaimana karakter Anda, apalagi kita sudah sangat lama bekerja sama. Tidak mungkin hanya karena masalah sepele ini membuat Anda memutuskan kerja sama kita, kan? Dan Anda,” tunjuknya pada Alin, “jangan terlalu banyak membual, Nona. Memangnya Anda ini siapa sampai berani mengancam memblacklist perusahaan saya dari dari daftar kerja sama dengan APN Group. Tuan Bimantara, sepertinya menantu Anda ini terlalu banyak membual,” ujarnya meremehkan Alin. “Tolong jaga sikap dan ucapan Anda, Tuan Smith!” ujar ayah Devan dengan nada tertahan. Sementara, Devan semakin geram dengan sikap ayah Yasmin yang semakin diambang batas. Dia sudah tidak bisa lagi menolerir sikap ayah Yasmin malam ini. “Apa yang
Karena merasa usahanya akan sia-sia saja, akhirnya mereka pamit undur diri dari rumah orang tua Devan dengan membawa berjuta penyesalan yang menumpuk. Di dalam mobil, ayah Yasmin terus mengumpati kebodohan anaknya.“Yasmin, ini semua gara-gara kamu. Perusahaan kita sekarang sudah terblacklist. Oh Daddy tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi di esok hari. Shittt!” umpatnya menyalahkan Yasmin.“Lho, Daddy jangan menyalahkan Yasmin saja, dong. Daddy sendiri dari awal juga setuju kan sama rencana Yasmin? Di sini kita sama-sama salah, Daddy!” ucap Yasmin protes.Sedangkan ibu Yasmin juga serba bingung. Jika dia berniat menenangkan keduanya, dia pasti berpotensi untuk dibentak. Jadi kali ini, wanita itu memutuskan untuk diam tidak ikut masuk dalam pembicaraan.***Sesampainya di rumah, ayah Yasmin membanting pintu ruangan kerja dengan keras. Lelaki itu mengamuk dan membanting barang-barang. Yasmin sangat takut dengan kemarahan ayahnya, dalam hati dia menyesali tindakannya yang ge
Ibu Devan mempersilahkan tamunya untuk duduk. Mereka duduk berseberangan dan masih saling diam. Merasa tamunya tidak segera membuka suara, ibu Devan berinisiatif membuka percakapan. “Maaf, ada angin apa hingga membuat Anda datang kemari, Nona?” tanya ibu Devan dengan tenang. “Sebelumnya saya hendak memohon maaf karena sudah mengganggu waktu Anda. Kedatangan saya kemari karena ada yang ingin saya sampaikan pada menantu Anda,” ucap tamu itu. “Dari mana Anda tahu kalau menantu saya ada di sini?” tanya ibu Devan menyelidik. Wanita itu tersenyum simpul, “saya sudah mendatangi rumah mereka. Dan kata pelayan mereka menginap di rumah orang tuanya, jadi saya langsung berinisiatif kemari.” Ibu Devan mengangguk, “sebentar, biar saya panggilkan mereka dulu.” Ibu Devan lantas memanggil salah satu pelayannya, “Ina, tolong beritahukan ke menantu saya jika ada tamu yang hendak menemuinya,” perintah ibu Devan. “Baik, Nyonya!” Pelayan itu langsung pergi dari hadapan sang majikan dan menuju ke lan
Tak berselang lama, polisi dan Reno datang meringkus Rendra dan juga sepupunya. Mereka juga mengamankan preman-preman itu ke kantor polisi. Sedangkan Devan dan Alin segera pergi dari tempat itu.Sepanjang perjalanan, Devan tak tahan dengan rasa ingin tahunya. Dia segera bertanya pada sang istri mengenai keadaan sang istri saat ini."Sayang, sejak kapan ingatanmu kembali?" tanya Devan."Sejak saat putra kita menghilang, Mas. Tapi saat itu aku memutuskan untuk diam dulu sambil mengamati keadaan. Aku bergerak dalam diam dan aku sengaja mengecoh orang-orang agar mereka mengira aku masih hilang ingatan," jawab Alin."Untuk apa?" tanya Devan."Untuk mengetahui siapa saja yang hendak memanfaatkan keadaanku untuk mencari keuntungan." "Apapun itu, aku bahagia karena kamu sudah mengingat semuanya Sayang. Aku bisa lebih fokus untuk mencari keberadaan putra kita sekarang," jawab Devan dengan lega.Alin tersenyum tenang, "Mas jangan khawatir. Aku sudah tahu di mana keberadaan putra kita."Devan m
Tanpa pikir panjang, Devan langsung berlari ke dalam mencari keberadaan Alin. Dia masuk ke salah satu bilik tersebut. Akan tetapi, bilik tersebut ternyata dijaga oleh beberapa preman. Devan memancing preman tersebut untuk menjauh dari depan pintu dan berkelahi di luar.Tidak sulit mengalahkan para preman itu karena Devan sangat jago ilmu bela diri. Dalam sekejap, para preman itu langsung tumbang tak sadarkan diri. "Apa hanya segitu saja kemampuan kalian? Cih payah sekali kalian ini. Badan saja besar, tapi kemampuan nol. Ayo bangun dan serang saya. Hitung-hitung pemanasan," ejek Devan.Saat salah satu preman hendak bangun dan kembali menyerang, dalam satu pukulan saja preman tersebut sudah tidak mampu lagi bergerak. Devan segera masuk ke dalam setelah memastikan seluruh preman bayaran itu tumbang. Di depan pintu, dia mengendap-endap masuk dan mendengarkan percakapan dua orang yang sedang berada di ruangan tempat Alin di sekap."Ren, menurutmu, apakah Tuan Devan akan benar-benar datan
Setelah menempuh perjalanan laut selama lima hari, akhirnya akhirnya mereka sampai di kota A di pulau seberang. Mereka sengaja membawa bayi itu jauh dari pulau asalnya agar tidak mudah terlacak. Mereka langsung membawa bayi itu ke panti asuhan setempat. Mereka disambut baik oleh pemilik panti."Mari silakan masuk Bapak, Ibu."Setelah mereka dipersilahkan duduk dan disuguhi minuman, pemilik panti langsung bertanya maksud dan tujuan keduanya datang."Kalau boleh saya tahu, ada tujuan apakah Bapak dan Ibu datang ke sini?" "Kami ingin menitipkan bayi ini di sini, Bu," jawab Wina.Pemilik panti tersebut heran dengan sikap pasangan di depannya ini. Tega-teganya mereka hendak menitipkan bayi mungil tak berdosa itu di panti asuhan."Maaf Bapak, Ibu, tapi kenapa? Bukankah itu darah daging kalian? Apa kalian benar-benar tega meninggalkan mereka di sini?" tanya wanita setengah baya tersebut. "Bayi ini bukan anak kami, Bu. Kami menemukannya secara tidak sengaja di depan rumah kami. Jadi kami me
Rendra hanya menyunggingkan senyumnya saat ibu Alin menuduhnya sebagai pelaku penculikan putra Alin. Dia terlihat santai saja dengan tuduhan yang terlontar dari mulut ibu Alin. Sedangkan Alin hanya diam saja tanpa menanggapi lelaki itu. "Atas dasar apa Anda menuduh saya dalang dibalik penculikan cucu Anda Tante? Lihatlah, Alin saja tidak banyak bicara. Kenapa Anda malah terlihat sensi sekali Tante?" tanya Rendra dengan santai."Karena Lindra adalah cucuku!" jawab ibu Alin dengan penuh emosi."Lin, kenapa dari tadi kamu diam saja? Apa kamu tidak merasa kehilangan bayimu? Atau kamu malah senang jika bayimu tidak ditemukan?" tanya Rendra pada Alin."Sebenarnya Anda ini siapa? Saya perhatikan sejak tadi Anda selalu membicarakan hal yang berbau provokasi," jawab Alin dengan tenang."Lin, aku Rendra, Lin. Orang yang pernah ada di hatimu. Tidak mungkin kamu lupa denganku, kan?" "Apa maksudnya kalau kamu pernah ada di hatiku? Dan sebenarnya, apa tujuanmu datang ke sini? Aku sungguh tidak me
Wina tampak berpikir sejenak dengan gagasan yang disampaikan lelaki itu."Baiklah, kita harus bergerak cepat malam ini juga," kata Wina."Apa? Malam ini? Apa kau sudah gila? Tidak mungkin kita jalan malam ini. Apa kamu nggak kelelahan dengan pertempuran kita tadi? Apa kamu nggak mau mengulanginya lagi?" tanya lelaki itu—menaik turunkan alisnya."Kita tidak punya banyak waktu, Tuan Tama yang terhormat. Kalau kita menunda-nunda, mereka pasti akan menemukan dan menangkap kita," ucap Wina penuh penekanan."Sepertinya kau sangat takut sekali dengan si Devan itu ya?" tanya lelaki itu."Bagaimana aku tidak takut? Aku pernah menjalin hubungan dengannya, sudah pasti aku tahu bagaimana watak Devan. Kau sendiri saudaranya tapi malah tidak memahami bagaimana karakter saudaramu sendiri," ujar Wina meremehkan."Aku memang tidak tahu banyak tentang kehidupan Devan karena aku jarang bertemu dengannya. Aku juga sangat jarang berinteraksi dengannya selama ini karena aku sering berada di luar negeri. Wa
"Sialan, siapa kau? Berani-beraninya mengancam ku!" sentak lelaki itu."Kau tidak perlu tahu siapa aku, cukup kau dengarkan saja perintahku. Jangan pernah mengusik keluarga Alin atau kau akan menyesal."Setelah mengatakan itu, penelepon itu memutuskan panggilan secara sepihak. "Siapa yang menelepon?" tanya wanita itu."Nomor tidak jelas. Berani-beraninya dia mengancam ku agar tidak mengganggu Devan dan Alin.""Kurang ajar, sepertinya mereka mengutus mata-mata untuk mengawasi kita," jawab wanita itu."Aku tidak yakin, tapi sepertinya orang itu bukan suruhan Devan. Lelaki itu tidak mungkin bisa mengendus gerak gerik kita. Kita harus berhati-hati, jangan melakukan hal yang bisa membuat mereka curiga dan kedok kita terbongkar," kata orang itu.***Sedangkan di sisi lain, Rendra dan sepupunya saat ini sedang mencari informasi tentang Alin."Bagaimana? Apa kamu sudah mendapatkan informasi?" tanya sepupu Rendra."Alin sudah melahirkan, tapi sekarang penjagaan semakin diperketat. Sangat suli
Hari demi hari mereka lalui dengan sukacita. Devan juga sudah mulai beraktivitas di luar rumah. Dia yang berpikir semua sudah aman mulai lengah dari penjagaan. Lelaki itu tidak menyadari jika bahaya sedang mengintai keluarga kecil mereka. Hari ini, dia harus berangkat ke Surabaya karena salah satu klien berpengaruh meminta mengadakan pertemuan dengan Devan secara langsung di Surabaya."Tidak apa-apa Mas, berangkatlah. Aku bisa menjaga diri dan anak kita," kata Alin meyakinkan Devan."Kalau ada apa-apa segera hubungi Mas. Mas sudah mengabari Mami agar ke sini menemanimu," kata Devan.Lelaki itu mengecup kening sang istri dengan penuh cinta sebelum meninggalkannya pergi ke Surabaya."Jagoan Daddy baik-baik di rumah sama Mommy ya. Jangan nakal dan jangan rewel, kasihan Mommy. Daddy tinggal sebentar ke Surabaya," ucap Devan pada bayi mungil itu.Dengan berat hati, Devan meninggalkan mereka. Bertepatan dengan itu, hari ini baby sitter yang di rekomendasikan oleh salah satu saudara Devan d
Devan langsung menuju ruang perawatan bayi untuk memastikan keadaan sang anak. Setelahnya, lelaki itu langsung memanggil seluruh suster, dokter dan pihak keamanan yang bertugas menjaga sang anak. Sang kakak pun tidak mengira jika mereka lalai. “Apa saja pekerjaan kalian? Menjaga bayi saja kalian tidak becus. Untung saja anakku tidak hilang,” kata Devan marah. “Ampuni kami, Tuan, kami lalai menjaga bayi Tuan. Tadi ada seseorang yang menyamar sebagai suster hendak masuk ke ruangan Tuan kecil. Kami kira, dia memang benar-benar suster yang hendak memeriksa Tuan kecil. Tapi ternyata dia hendak membawa kabur Tuan kecil. Andai kami tahu dari awal, kami pasti tidak akan membiarkannya membawa Tuan kecil, Tuan. Ampuni kami,” ucap penjaga dengan gemetar. Devan mengangguk, “ya sudah tidak apa-apa. Jangan diulangi lagi, dan aku ingin kalian perketat keamanan di sini. Aku tidak mau hal seperti ini terulang kembali,” kata Devan.Setelah mengatakan hal itu, Devan langsung pergi meninggalkan mereka
Sang sepupu sangat menyayangkan sikap Rendra yang cenderung lembek. Wanita itu sangat dendam dengan Alin dan juga sang suami karena gara-gara mereka kini dia kehilangan pekerjaannya."Ndra, kamu itu laki-laki jangan lembek seperti ini. Apa kamu nggak kasihan sama kedua orang tua kamu? Apa kamu nggak mikirin mereka juga?" Rendra tampak terdiam dan menimbang-nimbang. Sedangkan sang sepupu terus saja meracuni pikiran Rendra agar mau bekerja sama dengannya."Apa kamu tidak sakit hati melihat kebahagiaan Alin di sana, sedangkan kamu di sini menderita? Lihatlah, mereka tertawa di atas kesedihan dan penderitaanmu. Pikirkan itu baik-baik," ujar sang sepupu sebelum berlalu pergi."Tunggu, apa ada yang bisa menjamin keamanan dan keselamatan kita jika kita kembali membuat ulah dan mengusik keluarga mereka? Kau tentu belum lupa kan bagaimana manusia-manusia itu menyingkirkan mu dari perusahaan? Bagi mereka, melenyapkan orang seperti kita bukanlah hal yang sulit dilakukan. Apalagi kita tidak puny