Share

Piknik Ziarah

last update Last Updated: 2024-03-10 12:35:48

Dinikahi Raja jalan tol 3

Bab 3

Piknik Ziarah 

“Ibu nggak pernah ngerumpi, atau keluyuran. Kamu tau sendiri kan, Lin, kegiatan Ibu hanya ke masjid dan ikut pengajian, selebihnya, Ibu lebih banyak di rumah untuk beres-beres,” jawabku menyangkal tuduhan Lina. 

“Lha, iya, itu, Ibu ngerumpinya pas lagi ngaji, ibu ngomongin Lina sama teman-teman ibu.” Lina menatapku jahat. 

“Astaghfirullah, Lin. Di pengajian nggak ada orang ngerumpi!” Ucapku sedikit tinggi. Apa yang ada di pikiran Lina ini, menuduh orang mengaji menjadi ngerumpi. 

“Mana kutau!” Lina berucap sembari berkelebat pergi. 

Kembali, aku hanya dapat mengelus dada dengan kelakuan menantuku. 

**

[Jangan lupa ya, Ibu-ibu, besok kumpul di lapangan pagi jam setengah tujuh. Jangan terlambat]

Begitu pesan admin dari grup pengajian yang aku ikuti. 

Besok adalah hari piknik Ziarah diadakan. Aku melirik tas kain di meja. Semua kebutuhan buat piknik sudah aku siapkan dari tadi siang. Mukena, sandal jepit, air minum, permen dan sebungkus roti sudah aku masukkan tas. 

Tadi pagi, saat belanja ke pasar, aku juga membeli dua bungkus mie kering cap Eko, dua telur, sayuran dan sebungkus bakso. Semuanya 20 ribu saja. Besok setelah sholat Subuh, aku akan membuat mie goreng Jawa, buat bekal. Kan, lebih irit dari pada jajan.

Sudah jam sembilan malam, sebaiknya aku tidur agar besok tidak terlambat. Alhamdulillah, aku sangat bersemangat untuk mengikuti piknik Ziarah ini. Kalau tidak ikut pengajian, aku juga tidak pernah piknik. Sesekali, boleh dong healing, meskipun sudah nenek-nenek, wkwk. 

**

Pagi-pagi, aku sudah sibuk di dapur untuk memasak mie Jawa buat sarapan sekalian buat bekal piknik. 

Aku membuatnya spesial, pake telur, sayuran dan bakso. Setelah matang, aku mengambil tepak wadah makanan berwarna biru lalu menyendok sebagian mie dan memasukkan ke tepak. Cukup segini, aku lalu menutup tepak, tak lupa memasukkan sendok, garpu dan lap tangan kecil. Mie yang masih di wajan, aku pindahkan ke piring lebar dan menaruhnya di meja makan, biar buat sarapan Yuda dan Lina. 

Menengok jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah enam lebih. Aku harus bergegas. 

Keluar dari kamar, aku sudah berganti baju seragam pengajian dan menenteng tas kain berwarna putih tulang milikku. Tinggal mengambil tepak makan yang tertinggal di dapur, selesai. InshaAllah semua perlengkapan sudah aku bawa. 

“Berangkat sekarang, Bu?” Tanya Yuda yang berjalan kemari. Anakku itu sudah bangun tidur rupanya. Aku menoleh. 

“Iya, Yud, Ibu harus ke lapangan dulu buat berkumpul,” jawabku tertawa kecil. Aku sangat senang hari ini, mau piknik, biarpun aslinya ziarah. 

“Hati-hati, ya, Bu.” Yuda meraih tanganku dan menciumnya. 

“Iya, Yud, makasih.” aku mengangguk. 

“Bu, ambilkan piring dong, aku mau sarapan.” 

Hampir bersamaan, aku dan Yuda menoleh. Lina sudah berdiri di seberang meja makan, dia melihat mie goreng di meja. Oh, ya, aku lupa menyiapkan piringnya tadi. 

“Iya, Lin.” aku menaruh tas kain di lantai dan beranjak untuk mengambilkan piring buat Lina. 

“Nggak usah, Bu, biar aku saja.” Yuda menahan pundakku dari belakang.

“Biar aja diambilin Ibu, Mas!” suara Lina seperti membentak. 

“Ibu itu mau berangkat piknik, Lin. Sudah jam 6, nanti terlambat ke lapangan,” sahut Yuda. 

“Ibu kan, bisa lari ke lapangan, biar cepat. Gitu aja kok repot.” Lina menarik kursi dan duduk di meja makan. 

“Ibu sudah tua, kok disuruh berlari, kamu itu gimana?” Yuda menegur istrinya. 

“Ibu itu belum jompo, Mas, masih kuat lah kalau cuma berlari ke lapangan. Deket ini.” Lina cuek.

Bergegas aku mengambil 2 buat piring dan menaruhnya di meja, dari pada Lina dan Yuda berdebat. Lagi pula, jangan bersitegang dengan Lina yang sedang hamil besar, takutnya dia stres dan berimbas pada janin di perutnya. 

Sampai di lapangan sudah penuh orang. Mataku nyalang mencari teman yang satu bis denganku. Semua sudah diatur panitia. Ada 4 bis yang akan berangkat bareng. 

Itu mereka! Setengah berlari, aku membelah lapangan yang padat dengan manusia. Di sana, dekat dengan bis nomor 2, aku melihat Bu Safiq, Bu Sani dan Bu Asmah, mereka bestie-ku. 

“Wew, Bu Ainun, baru nongol!” Seru Bu Safiq saat melihatku. Bu Asmah dan Bu Sani segera menoleh. Aku tersenyum lebar. 

“Maaf, maaf, kesiangan,” jawabku dengan nafas sedikit ngos-ngosan. 

“Cepat masukin barangnya. Kita sudah carikan tempat duduk,” kata Bu Sani. 

“Deretan keempat dari belakang, ya, Bu.”teriak Bu Asmah. Aku mengangguk. 

Setelah menaruh tas, aku kembali turun dan bergabung dengan teman-teman. Alhamdulillah, temanku pada baik, meskipun aku terlambat tetapi, dicarikan tempat duduk bersama mereka. 

“Ramai banget, ya, Bu?” Tanyaku setelah bergabung. 

“Ya iyalah, namanya juga satu Rw,” jawab Bu Sani. 

Piknik Ziarah kali ini tujuannya adalah ke Menara kudus, Masjid agung Demak dan kalau masih ada waktu, mampir ke Masjid Agung Semarang. Tipis-tipis aja, yang penting emak-emak seperti aku happy. 

Dua buah mobil pribadi kemudian terlihat memasuki area lapangan. Aku, Bu Safiq, Bu Sani dan Bu Asma menatap. Itu yang hitam kan, mobilnya Bu Atika, batinku. 

Benar, tak lama, Bu Atika keluar dari mobil bagus tersebut diikuti oleh Bu Nyai, Bu Farida dan satu orang lagi aku lupa namanya. Dari mobil yang satunya juga muncul Ibu-ibu penggede yang lain. Ibu penggede maksudnya mereka yang duduk sebagai pengurus di cabang yayasan, karena kelompok pengajian yang aku ikuti ini adalah under bow dari sebuah yayasan keagamaan besar. 

“Ayo, salaman sama Bu Nyai!” ajak Bu Asma sambil menarik tanganku. Berempat, kami menghampiri Bu Nyai. Sudah banyak ibu-ibu lain yang berebut salaman dengan Bu Nyai rupanya. 

Aku bersalaman juga. Termasuk dengan Ibu-ibu pengurus yang lain. 

“Eh, Bu Ainun. Ikut piknik juga?” Bu Atika menyapa saat aku mengajaknya bersalaman. 

“Iya, Bu.” aku tersenyum. 

Ya Allah, aku terharu. Bu Atika yang kaya raya dan terpandang mau menyapaku duluan, orang yang bukan siapa-siapa. Benar-benar baik hati dan tidak sombong. 

Bis pun berangkat. 

Dari sisi jendela, aku melihat ke luar. Mobil Bu Atika bersiap meninggalkan lapangan. Rupanya, para Ibu penggede tidak naik bis, mereka mengikuti dari belakang dengan mobil pribadi. 

Tak sengaja, aku melihat suami Bu Atika yang sedang duduk di kursi kemudi. Kebetulan, jendelanya dibuka. Setia banget ya, suaminya Bu Atika, beliau mau menjadi driver untuk mengantar istri dan teman-temannya piknik. 

Aku segera menghadap ke depan. Andai saja, Mas Riswan masih ada, dia juga sangat sayang dan setia padaku. Dan sekarang, sifat itu menurun pada Yuda. Anak lelakiku itu, sangat mencintai istrinya hingga tidak berani membantah sedikitpun. 

Bersambung 

Related chapters

  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Tak Seperti Kenyataan

    Dinikahi Raja jalan tol 4Bab 4Tak seperti kenyataan Rombongan melakukan sholat dluhur di Masjid Menara Kudus. Setelah itu lanjut melakukan ziarah kubur pada makam Sunan Kudus yang ada di komplek masjid. Akupun mengikuti semua sesi acara yang sudah diatur oleh panitia. “Makan, yuk, lapar.” Bu Sani menghentikan langkah dan mengelus perutnya. Aku, Bu Safiq dan Bu Asmah setuju karena memang sudah siang dan jatahnya mengisi perut. Kulihat, peserta piknik yang lain juga sudah pada membuka bekal makanan mereka. Sebagian lagi pada membeli makanan di warung makan yang ada di sekitar tempat ziarah. Bersama sahabat-sahabatku, kami mencari tempat teduh di area yang diperkenankan untuk pengunjung. “Duduk sebelah sana, yuk!” Aku menunjuk sebuah tempat. Ketiga temanku mengangguk. Alhamdulillah, dapat tempat yang bisa dikatakan nyaman buat bersantai dan menikmati makanan. “Bu Ainun, kok nggak pakai nasi?” Tanya Bu Safiq saat melihat bekal yang aku makan. “Iya, ini saja kenyang, kok,” jawabku

    Last Updated : 2024-03-10
  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Lina Melahirkan

    Dinikahi Raja jalan tol 5Bab 5Lina melahirkan Memasuki rumah lewat pintu belakang, aku tak menemukan siapapun. Yuda sama Lina tidak terlihat tetapi mobilnya ada di garasi. Karena didesak waktu salat Maghrib yang sempit, aku tak mempedulikannya, segera aku masuk kamar, ganti baju dan mengambil air wudhu. Tok tokSuara ketukan di pintu terdengar persis setelah aku menunaikan salat Maghrib. Tanpa melepas mukena karena aku akan melanjutkan dengan berdzikir, aku berdiri membuka pintu. Ternyata Yuda. Anak lelaki kesayanganku ini tampak ganteng dengan kemeja kotak-kotak cerah. Bibir Yuda melengkung ke atas, tersenyum padaku. “Sudah pulang, Bu?” Tanyanya. “Sudah,” jawabku. “Oleh-olehnya, mana, Bu?” Dari ruang makan, terdengar suara lantang Lina. Aku menengok. “Maaf, Ibu nggak beli apa-apa, Lin … uangnya gak cukup,” sahutku tersenyum kecut. Pasti Lina marah. “Alasan aja, padahal, Ibu memang pelit. Kan, sudah dikasih uang saku sama Mas Yuda.” cibir Lina. Benar, kan, Lina marah. Aku

    Last Updated : 2024-03-10
  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Tak Bisa Memilih

    Dinikahi Raja jalan tol 6Bab 6Tak bisa Memilih Lina terpaksa dioperasi cecar karena tidak kuat mengejan. Menantuku itu hanya bisa berteriak teriak kesakitan sambil mengomeli suaminya. Aku juga pernah melahirkan. Memang sakit sekali rasanya tetapi, aku tidak manja. Selama proses pembukaan hingga persalinan, aku selalu berdoa, bukan berteriak apa lagi memaki-maki suami dan Mertua seperti Lina. Tapi, sudahlah, memang sifat orang berbeda alias tidak sama. Duduk bersebelahan dengan Yuda di depan pintu ruang operasi, anakku itu terlihat tegang. Yuda gelisah dan sering melihat ke pintu. Lagi-lagi, aku teringat dengan almarhum Mas Riswan. Suamiku, dulu juga menunggu dan menyemangati aku tatkala menahan sakit saat melahirkan Yuda. “Berdoa, Yud, semoga semuanya lancar,” kataku. Yuda mengangguk. Kemudian sunyi, karena aku berdoa dalam hati untuk menantuku itu bersama cucu yang akan lahir, semoga sehat dan selamat dua-duanya. Suara langkah kaki tergesa terdengar menuju kemari. Aku dan Yuda

    Last Updated : 2024-03-10
  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Anak Lelaki Milik Istrinya

    Dinikahi Raja jalan tol 7Bab 7Anakku milik Istrinya “Bu Ainun, kemarin pas acara akikah cucunya kok nggak kelihatan?” Tanya Bu Safiq saat aku dan Bu Sani mampir ke rumahnya sepulang mengaji. “Oh, aku di belakang,” sahutku. “Kok di belakang, harusnya kan di depan, nemuin tamu,’ kata Bu Sani. “Iya, kita nyariin, lho,” ujar Bu Safiq. “Kan, sudah ada besan saya, Bu Sofi di depan, jadi, aku di belakang saja.” aku mengangguk. “Harusnya itu, dua neneknya di depan. Seperti aku dulu waktu akikah anaknya Titin,” Bu Safiq menoleh pada Bu Sani dengan menganggukkan kepala. Bu Sani pun mengangguk kuat. Memang acara akikah cucuku yang diberi nama Zidan Al Fatih kemarin, aku berada ada di dalam rumah. Aku juga melihat tetangga-tetangga yang datang seperti Bu Sani, Bu Safiq dan Bu Asmah. Sebenarnya, aku ingin berdiri di depan untuk sekedar menemui para tetangga yang hadir tetapi, Bu Sofi, besanku bilang kami harus berbagi tugas. Bu Sofi, Lina dan Nungki di depan among tamu sedangkan aku dan

    Last Updated : 2024-03-10
  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Dianggap Pembantu

    Dinikahi Raja jalan tol 8Bab 8Dianggap Pembantu “Halo, assalamualaikum, Bu Ainun!”Bibirku tersenyum lebar saat menerima panggilan video dari temanku Bu Safiq. Terlihat temanku itu melambaikan tangan dan dengan senyum semringah. “Waalaikumsalaam. Gimana, Bu, senang?” Tanyaku gembira. “Alhamdulillah, Bu,” sahut Bu Safiq yang kemudian menggeser kamera telepon hingga terlihat teman-teman lain di belakangnya. Duduk berderet di sebuah tempat tidur kayu ada Bu Sani, Bu Asmah dan Bu Ida. Keempat temanku semuanya masih mengenakan mukena berwarna senada yaitu putih. Keempat temanku jadi mondok dan ikut pesantren kilat lansia di kabupaten Magelang seperti yang dibahas kemarin dulu. Aku yang tidak memiliki cukup uang harus kecewa karena tidak dapat mengikuti kegiatan menyenangkan tersebut. Kebetulan, anakku Yuda, Minggu depan mendapat tugas inspeksi ke kantor cabang di luar kota selama dua hari, jadi aku memiliki alasan untuk tidak ikut pergi dengan teman-temanku. “Aku harus menemani Men

    Last Updated : 2024-03-10
  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Teledor

    Dinikahi Raja jalan tol 9Bab 9Teledor hingga Nyaris Kebakaran “Bu Ainun, seragam sekolah saya mana?” Suara anak perempuan terdengar jelas dari arah belakang. Aku menoleh. “Nungki?” Aku tersenyum padanya. Gadis abege itu memasang wajah jutek. Matanya menatapku. “Mana seragam sekolah saya, Bu?” Keningku mengerut, mencoba mengingat. “Kemarin kan, saya suruh setrika?” Nada suara Nungki naik. Ah, ya, aku jadi teringat, seragam itu masih di ruang setrikaan. Astaga, aku lupa!“Ya, Allah, Nungki … ibu lupa menggosoknya.” aku berlari kecil ke ruang setrikaan. Baju seragam Nungki masih teronggok di sana. Cepat-cepat aku menancapkan kabel ke colokan. “Gimana, sih, Bu! Orang disuruhnya kemarin, baru dikerjakan sekarang. Aku kan, mau sekolah.” Anak kecil itu, Nungki mengomel. Aku tidak menghiraukan dan segera menggosok baju seragam adiknya Lina. “Cepet sedikit, Bu. Yang halus.” Nungki berdiri di samping meja setrika dengan mulut tak henti mengomel. “Nungki, cepet sedikit, nanti terlamba

    Last Updated : 2024-03-10
  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Bebas Tugas yang Menyakitkan

    Dinikahi Raja jalan tol 10Bab 10Bebas tugas yang menyakitkan Aduh, gimana ini? Bola mataku berputar melihat wajah-wajah marah dan kesal yang menatap tajam. Membuat diri ini merasa ciut dan tenggelam dalam ketakutan. Kenapa bisa aku sepikun ini? Seharusnya, aku berbicara dengan Lina sebelum ada orang lain menemukan setrika rusak dan mejanya yang gosong. Jika sudah begini, Lina dan Bu Sofi pasti mengira aku telah menyembunyikan kejadian besar. “Ibu, kenapa bisa semuanya terbakar begini?” Lina bertanya dengan nada tinggi. Menantuku marah. Dia mengangkat tangan ke atas dan menunjuk meja setrika serta seluruh isi kamar. “M-maafkan ibu … kemarin lupa bilang padamu.” Suaraku lirih dengan menyembunyikan wajah. Kedua tanganku saling meremas karena gugup. “Apa yang terjadi Bu Ainun? Kenapa bisa terbakar seperti itu? Apa yang ibu kerjakan kemarin saat kami pergi?” Bu Sofi bertanya dengan nada menekan. Aku menarik nafas lalu mengembuskannya perlahan. “Kemarin, setelah selesai menggosok b

    Last Updated : 2024-03-10
  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Memilih Pergi

    Dinikahi Raja jalan tol 11Bab 11Memilih Pergi Praktis seharian ini aku menganggur. Tak satupun pekerjaan diizinkan untuk aku sentuh. Mbak Surti sibuk sendiri dengan tetap mengawasiku sedangkan suster Rini bersama Zidan Selalu menghindar. Keduanya terlalu takut berinteraksi denganku. Semuanya berubah hanya dalam waktu satu malam. Sudah jam sepuluh pagi Lina baru keluar dari kamarnya. Menantuku sudah mandi dan berdandan cantik. Lina berjalan ke dapur untuk mencari air putih. Kebiasaan Lina agar tetap bugar adalah meminum banyak air putih. “Lina ….” aku memanggil sembari mendekat. Lina yang sedang meminum air dari gelas melirik. “Ibu mau tanya, kenapa Ibu tidak diperbolehkan membantu Bu Surti mengerjakan pekerjaan rumah?” Tanyaku dengan senyum di bibir. Aku tidak mau terkesan marah atau kesal sehingga menyinggung perasaan menantuku. “Kan, malah enak, Bu. Nggak kerja, nggak ngapa-ngapain, tinggal makan sama tidur doang. Baik, kan, aku?” Lina tersenyum mengejek. “Tapi, Lin, Ibu k

    Last Updated : 2024-03-14

Latest chapter

  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Secangkir Kopi

    Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol bab 85Secangkir kopi bikin syok Sore harinya, saat adzan Maghrib berkumandang, aku melihat Bu Sofi sedang sibuk di meja makan. Di hadapannya ada beberapa hidangan enak dan es kolak. Langkahku perlahan. Mata ini tanpa sadar menatap Bu Sofi yang seperti rakus menyantap makanan. Dia sedang berbuka puasa. “Tumben, Bu, makan saat adzan Maghrib seperti orang puasa saja,” ujarku berpura-pura. “Ah, iya memang saya puasa hari ini,” sahutnya menoleh. “Puasa apa hari Rabu, perasaan puasa sunah Arafah sudah lewat,” ujarku lagi. “Emang napa Bu Ainun? Kayanya ngga suka ya, lihat saya puasa, berbuat baik, ngumpulin pahala?” Bu Sofi membalas sewot. Aku tersenyum saja. Ngumpulin pahala gimana orang niatnya saja sudah busuk. “Oh, gitu? Bagus dong kalau Bu Sofi sekarang sudah rajin berpuasa. Tapi, lebih baik lagi kalau puasanya Senin Kamis, Bu, InshaAllah berkah,” jawabku menyungging senyum. Bu Sofi melirik tajam. Biar saja, aku segera kembali ke ka

  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Kena Pelet?

    Saat Anakku Kaya 84Bab 84Apakah suamiku terkena pelet? Rutinitas pagiku agak lain hari ini. Mas Johan sudah keluar dari jam setengah enam pagi tadi. Suamiku ke Counter club, mau main golf bersama teman teman sehobby. Meskipun demikian, aku tetap ke dapur untuk membuatkan kopi. Kemarin, aku sudah berpesan pada Mbak Woro untuk tidak beraktivitas pagi dulu di dapur. Hari ini, aku akan menjalankan rencanaku menjebak Bu Sofi. Orang jahat mesti diberi pelajaran. Aku tidak merasa berdosa jika mempermalukan Bu Sofi. Itu akibat ulahnya sendiri. Mas Johan pergi tanpa diketahui Bu Sofi, Lina maupun Yuda. Suamiku nggak ngopi di rumah sebab di country club ada cafetaria. Pernah juga aku diajak ke sana. Wuih, fasilitasnya kelas atas, mewah dan mahal. Keren memang country club tempat suamiku menjadi member. Selesai mengaduk kopi dalam cangkir, aku meninggalkan dapur begitu saja. Sampai kamar segera memantau CCTV. Rasanya menggebu untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya. Mbak Woro muncul be

  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Menjebak Bu Sofi

    Saat Anakku Kaya 83Bab 83Menjebak Bu Sofi Huh, huh, huh!Nafasku rasanya bekejaran usai mendengar sendiri rencana busuk Bu Sofi. Benar-benar perempuan j4h4n4m dia itu. Tubuhku bergetar dan tanganku juga gemetaran. Seumur umur, aku tak pernah tau ada orang sejahat ini. “Duduk dulu, Bu,” kata Pak Margono menunjuk sofa. Aku mengangguk. Pak Margono memasuki rumah, aku masih terdiam dengan dada yang berdebar. Ya Allah … segitunya Bu Sofi. Aku sudah menolongnya, memberinya tumpangan di rumah mewah, meminjamkan mobilku untuknya bepergian, memberinya makanan gratis, menyekolahkan Nungki juga, tetapi apa balasannya? Dia malah mengincar suamiku! Astaghfirullahaladziim. Menarik nafas dengan mata terpejam, aku mengurut dada sendiri. Apakah ini yang disebut air susu dibalas air tuba? “Minum air putih dulu, Bu.” Pak Margono datang dengan segelas air di tangannya. Bagai kerbau dicucuk, akupun menurut dan segera meneguk air tersebut. Ya Allah, aku benar-benar syok. Pak Margono kemudian terl

  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Segala Cara

    Saat Anakku Kaya 78Bab 78Segala cara POV Bu Sofi Semakin lama tinggal di sini semakin membuatku gusar saja. Bagaimana tidak? Rumah ini begitu besar seperti istana. Dipenuhi dengan barang dan perabot antik yang nilainya bisa diduga fantastis. Garasi mobilnya juga isinya nggak kaleng-kaleng. Dan yang membuat hatiku hangus karena terbakar api cemburu adalah, pemilik semua ini adalah Bu Ainun! Perempuan dekil yang dulu miskin, gembel dan aku hinakan. Tidak habis pikir kenapa nasib baik berpaling padanya. Perempuan kampung itu berhasil memikat hati seorang konglomerat dan sialnya, mereka menikah! Aku tidak terima. Bu Ainun tidak boleh melebihi aku. Meskipun usiaku dengan Bu Ainun hampir sebaya tetapi, penampilan kami jauh berbeda. Bumi dan langit jauhnya. Lihatlah aku. Di usiaku yang menginjak 55 tahun, aku masih cantik. Kulitku masih putih dan kesat, tidak kendor. Wajahku terlihat glowing dan licin seperti porselen. Body ku tinggi dan proporsional. Berbeda dengan Bu Ainun yang kun

  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Pasang CCTV

    Saat Anakku Kaya 81Bab 81Pasang CCTV untuk memantau “Mas, aku minta tolong untuk dipasangkan CCTV di area dapur,” kataku pada Mas Johan malam hari saat hanya berdua saja di kamar. “CCTV buat apa, dek? Bukannya sudah ada di dapur?” Mas Johan memalingkan wajah. Matanya memicing menatapku. “Maksudnya yang benar-benar menyorot area dapur, Mas. Jadi dapat mencakup semuanya misal area memasak, kompornya, wastafel, rak piring dan sebagainya,” ucapku lagi. “Maksudnya biar aku dapat melihatmu bila sedang memasak, gitu, dek?” Mas Johan menggaruk kepalanya dengan mimik wajahnya yang lucu. “Bukan!* aku menoleh dan menggeleng cepat. Ngapain juga aku pingin disyuting saat masak. “Terus?” “Pokoknya pasangin aja, Mas?” pintaku dengan bibir manyun. Suamiku malah tertawa. Sebenarnya, sudah ada CCTV di area ruang makan. Cakupannya juga sampai ke dapur tetapi hanya sebagian saja karena angle nya yang susah. CCTV itu memang dikhususkan untuk memantau suasana ruang makan dan pintu belakang. Semen

  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Target Pelet

    Saat Anakku Kaya 80Bab 80Target Pelet “Lumayan, lah, Mas … nggak jelek-jelek amat,” ujar Lina seusai melihat ruko yang disewa Yuda untuk usaha jasa cleaning service. “Iya, Lin, nggak terlalu sempit jugae,” timpalku mengangguk. Setuju dengan pendapat Lina. “Lantai tiga ini, nanti rencananya buat para karyawan yang mau menginap. Aku mengizinkan dengan gratis.” Senyum Yuda mengembang. “Betul, Mas, sambil menyelam minum air. Rukonya aman dan mereka dapat tempat tinggal cuma-cuma. Sama-sama untung,” ujar Lina. Hari ini, aku, Lina dan Bu Sofi diajak oleh Yuda melihat ruko yang sudah dia sewa. Letaknya di daerah atas kota Semarang. Menurut Yuda, harganya lebih miring dari pada yang ada di pusat kota. Yuda memang sengaja mencari yang murah demi menekan pengeluaran modal. Masuk akal sih, menurutku. “Apaan, ruko sempit, sumpek begini, siapa yang mau tinggal di sini? Yang ada meleleh seperti lilin.” Bu Sofi mengibaskan telapak tangan di depan wajahnya seolah merasa kepanasan. “Nanti dib

  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Hati yang Busuk

    Saat Anakku Kaya 75Bab 75POV Bu Sofi Hati yang busuk Jadi, kamu mau buka usaha jasa cleaning service, Yuda?”“Iya, Om,” sahut Yuda mengangguk. “Apa alasannya?” Terlihat Pak Johan mengangkat sedikit dagunya agar dapat menatap lurus Yuda. “Saya pernah berkecimpung di bidang itu sebelumnya, Om. Sedikit banyak saya tau seluk beluk pemasaran dan manajemennya. Bahkan, untuk urusan marketing juga sudah saya amati. InshaAllah, saya yakin dapat berkembang dengan pilihan usaha ini.” ujar Yuda terdengar optimis. Aku sengaja berdiri di belakang bupet kayu besar tak jauh dari ruang tengah tempat Pak Johan, Yuda dan Bu Ainun bercakap-cakap. Rupanya, mereka sedang membicarakan rencana bisnis Yuda. Dasar b0d0h, Yuda itu. Ngapain membuka bisnis cleaning service yang ecek-ecek. Lebih baik uang segitu dipakai untuk investasi. Jaman sekarang kan, mainnya trading. Serahkan pada ahlinya, tinggal ongkang-ongkang dapat kabar baik dan cuan mengalir. Dari pada bisnis bersih-bersih, nggak elit banget,

  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Hati yang Busuk

    Saat Anakku Kaya 75Bab 75POV Bu Sofi Hati yang busuk Jadi, kamu mau buka usaha jasa cleaning service, Yuda?”“Iya, Om,” sahut Yuda mengangguk. “Apa alasannya?” Terlihat Pak Johan mengangkat sedikit dagunya agar dapat menatap lurus Yuda. “Saya pernah berkecimpung di bidang itu sebelumnya, Om. Sedikit banyak saya tau seluk beluk pemasaran dan manajemennya. Bahkan, untuk urusan marketing juga sudah saya amati. InshaAllah, saya yakin dapat berkembang dengan pilihan usaha ini.” ujar Yuda terdengar optimis. Aku sengaja berdiri di belakang bupet kayu besar tak jauh dari ruang tengah tempat Pak Johan, Yuda dan Bu Ainun bercakap-cakap. Rupanya, mereka sedang membicarakan rencana bisnis Yuda. Dasar b0d0h, Yuda itu. Ngapain membuka bisnis cleaning service yang ecek-ecek. Lebih baik uang segitu dipakai untuk investasi. Jaman sekarang kan, mainnya trading. Serahkan pada ahlinya, tinggal ongkang-ongkang dapat kabar baik dan cuan mengalir. Dari pada bisnis bersih-bersih, nggak elit banget,

  • Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol    Sok akrab dengan suamiku

    Saat Anakku Kaya 77bab 77Sok Akrab Bu Sofi melengos dan tidak menggubris pertanyaan ku. Rasain, sudah numpang masih sombong dan malah mengolokku. “Lina, jangan lupa nanti malam ya,” kataku pada Lina. “Zidan mau ikut Uti ke depan?” Tanyaku pada Zidan. “Mimik,” katanya. “Minta mimik? Haus ya, sayang? Uuhh, kaciaan.” aku tertawa. Lina segera mengambil Zidan dariku,”biar Lina buatkan susu dulu, Bu.” Aku mengangguk dan segera berlalu dari kamar Lina. Sempat kulihat wajah Bu Sofi yang ditekuk menahan marah. Hahaha.**Semuanya sudah berkumpul di meja makan untuk makan malam. Ada Mas Johan, aku, Lina, Yuda dan Bu Sofi. “Nungki mana?” Tanyaku saat tak melihat gadis abege putri bungsunya Bu Sofi. “Sudah makan katanya, Bu,” sahut Lina. “Lho, makan di mana?” Keningku mengerut melihat Lina. “Katanya tadi pulang sekolah pada nyeblak sama teman-temannya.” “Oh, begitu ….” Aku menganggukkan kepala dan mengambil piring Mas Johan untuk aku isi nasi. Karena tempat nasinya agak jauh, aku ja

DMCA.com Protection Status