Saat Anakku Kaya 41Bab 41Menikah Sederhana dengan Miliarder “Sudah siap, Nun?” Syarifah, sepupuku masuk ke kamar dan bertanya padaku. “Wah, tambah cantik, kamu, Nun.” dia memuji penampilanku. Kebaya putih anggun dengan kain batik sebagai bawahannya memang membuat beda penampilanku. Riasan dari Bu Arum, perias kondang desaku juga sangat apik. Hari ini aku akan menikah dengan Mas Johan. Pernikahan diadakan di desa. Desaku terletak di lereng gunung Ungaran, agak pelosok tetapi, tidak terlalu dalam. Artinya masih ada angkutan masuk dan listrik. Mas Johan akan datang dari Semarang bersama beberapa kerabatnya. Bu Atika dan Pak Dendy juga sudah memastikan ikut dalam rombongan. Sayangnya, putri Mas Johan yaitu Karina tidak bisa datang. Melalui video call tadi malam, Karin mengobrol santai banyak denganku. Intinya, Karin setuju dengan pernikahan ini bahkan mengucapkan selamat. Karina juga berpesan, agar aku menjaga papanya selalu. Menikah lagi di usia senja, bukan semata-mata karena
Saat Anakku Kaya 42Bab 42Ko rup si Yuda “Mas, pokoknya, kamu harus cari cara supaya Mama tidak dipen jara. Cari uang buat melunasi hutang-hutang Mama. Aku nggak mau tau!” Ujar Lina, istriku memaksa. “Uang dari mana segitu banyak? Kamu tau sendiri, tabungan kita sudah habis untuk meningkat rumah dan membeli isinya sekalian. Semuanya mahal, selera kalian sangat bagus soalnya,” ucapku menyidir mertuaku. “Masa iya, kamu tega mengirim Mama ke pen ja ra, Yud?” Mama Sofi bertanya seolah tak percaya. Aku hanya melihatnya sekilas dan tidak menjawab. Itu bukan urusanku. “Jangan, Ma. Mama nggak boleh masuk pen ja ra!” Seru Lina dengan menggeleng tegas. Kembali istriku melihat padaku. Aku mengalihkan pandangan, berpura-pura tidak tau jika Lina sedang melotot. “Mas, bagaimanapun caranya, kamu harus mencari uang. Waktu terus berjalan, jika tidak ….” Lina menghentikan kalimatnya. Matanya tetap menatapku. “Jika tidak, kenapa?” Aku bertanya was was. “Kalau Mama beneran masuk penjara, maka
Saat Anakku Kaya 43Bab 43Karma YudaAku semakin ketagihan menilep uang perusahaan dengan cara memanipulasi data. Pekerjaanku sangat rapih, sehingga sulit untuk dilacak. Ibuku pernah bilang, jika aku ini anak yang cerdas. Dan aku membuktikan, meskipun bermain kotor tetapi tetap bersih. Pertama melakukan suatu kejahatan memang rasanya gelisah dan takut, tetapi lama-lama, aku jadi terbiasa. Malahan, kalau tidak melakukan kecurangan sekali saja, rasanya aku kecewa. Hahaha. Mobil baru seharga dua ratus jutaan sudah aku beli. Hutang Mama juga sudah lunas meskipun, untuk membayarnya aku terpaksa menggadai sertifikat rumah. Sedangkan membeli mobil, aku menggunakan uang hasil ko rup si. Tak apa-apa, ini perusahaan besar, omset dan asetnya banyak. Lina bertambah senang dan bahagia. Setiap hari aku mengguyurnya dengan uang. Jatah bulanan pun, meningkat drastis. Istriku itu, tidak pernah menanyakan dari mana aku mendapatkan uang berlimpah, mobil baru, dan gaya hidup mewah. Lina tidak pedu
Saat Anakku Kaya 44Bab 44Bingung Masih POV Yuda “Hati-hati, ya, Mas. Cari uang yang banyak.” Lina, istriku membetulkan letak simpul dasi di kerah kemejaku sambil tersenyum manis. “Iya,” jawabku tak bersemangat. Semalam, aku tidak dapat tidur karena memikirkan nasibku yang sekarang menjadi pengangguran. Aku sama sekali tidak bercerita pada orang rumah, termasuk pada Lina. Harus mulai dari mana, aku tidak tau. Membayangkan reaksi Lina pun, aku tidak berani. Pasti istriku itu akan menangis, menjerit dan histeris. Lina selalu begitu, meluap-luap jika emosi. “Kok, sarapannya nggak dihabiskan, cuma dikorek-korek doang, sih?” Lina kembali dengan wajah cemberut.“Bihun goreng buatanku nggak enak, ya?” Tanyanya menatap. Aku menggeleng. Jangankan makan, selera makanku pun saat ini sudah tiada. Aku bingung harus ngapain. Pagi ini saja, aku masih mengelabuhi Lina dengan pura-pura berangkat ke kantor. Padahal, tau sendiri, kan, aku sudah dipecat dengan tidak hormat. “Lagi nggak berseler
Saat Anakku Kaya 45Bab 45Dapat Warisan “Dek Ainun … pakai ini. Semuanya buat kamu.” Mas Johan memberikan sebuah kotak perhiasan beludru berwarna merah dengan lis warna emas padaku. Kotak unik mirip miniatur kotak harta Karun yang ada dalam cerita di dongeng. Ukuran alasnya hampir sama dengan sebuah buku tulis anak sekolah. Aku berkesan hingga menatap tak berkedip. “I-ini, apa, Mas?” Tanyaku dengan menggerakkan bola mata ke atas, melihat suamiku. Mas Johan tersenyum lalu membuka pelan kotak perhiasan itu. Suamiku lalu mengajak duduk bersebelahan di bibir tempat tidur. Tangan Mas Johan meraup isi dari kotak tersebut dan menunjukkan dekat di wajahku. Mata ini, membelalak seketika. Gelang, kalung, cincin, bros, giwang, bahkan peniti emas menjuntai di depan mataku. Tak hanya satu tetapi, banyak. Bahkan, ada yang bertahtakan berlian. Aku menggeleng, “tidak, Mas … a-aku tidak berani ….” ucapku lirih. Tanganku, mendorong tangan Mas Johan yang menggenggam emas menjauh. “Kenapa?” Mas
Saat Anakku Kaya 46Bab 46Bertemu Presiden “Ini, mobilnya, dek Ainun. Suka nggak?” Mas Johan bertanya padaku saat melihat mobil yang sudah dia janjikan. Buatku yang seumur-umur belum pernah memiliki mobil, tentu saja bilang suka. Jangankan mobil Alphard, mobil angkot pun, jika milikku, aku suka. Aku orang susah, hidup juga pas pasan. Apa yang didapat hari itu ya memang cukup untuk hari itu, masalah besok, cari lagi. Itulah kehidupanku sebelumnya. Sampai akhirnya Yuda bekerja di sebuah perusahaan ternama dan bergaji besar, baru aku ikut merasakan hidup di rumah gedong dan makan enak. Sayangnya hanya sebentar karena setelah Yuda menikah, nasibku kembali menjadi orang susah. Beruntung, Allah mempertemukan aku dengan Pak Johan. Lelaki yang sangat baik, sayang dan perhatian. Mobil adalah benda mewah yang tak terjangkau. Almarhum suamiku dulu hanya memakaii sepeda motor butut. Kredit motor bagus juga buat Yuda sekolah sampai kuliah. Bapaknya mengalah, yang penting, Yuda ke kampus deng
Saat Anakku Kaya 47Bab 47Kena TipuYuda “Belum laku, mobilnya, Ma?”Tanyaku pada Mama Sofi pagi ini saat berkumpul di meja makan untuk sarapan. “Belum, Yud. Mungkin hari ini, soalnya teman Mama sudah ada yang tertarik,” jawab Mama sambil duduk. “Laku berapa, Ma?” Tanya Lina.“Mama tawarkan 130,” sahut Mama dengan bola mata berputar melihat Lina. “Nggak ditawar?”“Ya, nggak tau. Makanya nanti Mama ke sana buat kepastian.” Mama menyendok nasi. “Moga aja, deal, Ma,” kataku. Jujur saja, aku sangat mengharapkan uang hasil penjualan mobil itu. Sebagian akan kuberikan pada Lina, dan sebagian lagi untuk bayar cicilan Bank. Aku sudah menunggak selama tiga kali. Mama mengangguk.“Oh, ya, Yud … nanti kalau mobilnya terjual, Mama transfer saja uangnya ke rekening kamu, ya?” “Boleh, Ma.” anggukku. “Ya sudah, Mama pergi sekarang saja sambil ngantar Nungki sekolah.” Mama berdiri disertai Nungki. Lina turut mengantar sampai luar. Aku juga mau berangkat kerja. Melihat jam tangan sekilas, a
Saat Anakku Kaya 48Bab 48Ngomongin Yuda Alhamdulillah, kebahagiaan sedang mendera hidupku setelah menikah dengan Mas Johan. Bertubi-tubi Allah memberikan kenikmatan yang tiada henti. Aku sangat bersyukur. Dulu, kupikir, aku akan merana di hari tua, sendiri dan terlunta-lunta. Mengabdikan diri menjadi seorang pelayan hingga akhir hayat demi sesuap nasi. Tak ada yang peduli. Allah maha membolak-balik keadaan. Dia yang berkuasa atas segalanya. Tak pernah terlintas dalam anganku, akan menjadi orang kaya di kemudian hari. Tak henti aku bersyukur. “Dek Ainun!” Aku melihat ke pintu. Rupanya, Mas Johan baru pulang dari kantor. Dia langsung ke kamar. Menutup pintu depan pelan, suamiku berjalan masuk dengan kedua tangan disembunyikan di belakang. Keningku mengerut, apa tuh, yang disembunyikan? Aku menghampiri dengan senyum lebar. Pasti, ada surprise untukku. Tak sabar ingin mengetahui. “Bawa apa?” Tanyaku dengan berusaha melihat ke belakang punggung Mas Johan. Suamiku berkelit sambi