Saat Anakku Kaya 38Bab 38Pura-pura Miskin“Bu Ainun, pakai pelet apa?” Mbak Woro yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingku bertanya dengan muka masam. “Pelet apa, maksudnya?” Tanyaku seraya membuat kopi untuk Pak Johan. “Heleh, sok jaim. Pelet pengasihan lah, apa lagi. Pembantu kok bisa memikat hati Majikan, pasti nggak beres.” Mbak Woro mencebikkan bibir.“Tidak ada, Mbak Woro.”aku mengulum senyum, “saya hanya percaya sama Allah, bukan hal syirik seperti itu.”Mbak Woro melirik jahat. Mengambil nampan dan menaruh gelas kopi di atasnya, aku berjalan meninggalkan Mbak Woro di dapur. Meskipun aku sudah dilamar oleh Pak Johan, tetapi bukan berarti aku berlagak terhadap Mbak Woro. Masih seperti biasanya, setelah mengurus keperluan Pak Johan, aku membantu pekerjaan Mbak Woro. Tidak ada yang berubah. Tok tokMengetuk pelan pintu kamar Pak Johan, aku lalu membukanya perlahan. Pak Johan terlihat sedang berdiri di depan cermin besar dan sibuk memasang dasi di kerah kemejanya. “Kirain
Saat Anakku Kaya 39Bab 39Dihina habis-habisan“A … Ibu tadi naik taksi, Lina,” sahutku dengan bibir tersenyum. “Naik taksi? Nggak punya mobil apa?” Lina mengangkat kedua alisnya. Aku menggeleng. “Ya Ampun, Bu … hari gini, nggak punya mobil. Kasihan amat.” Lina tertawa mengejek. Aku melirik Pak Johan yang menatap dengan mengatupkan rapat bibirnya. Ini baru permulaan, tetapi, kulihat Pak Johan sudah kesal. Menantuku duduk di sebelah Yuda. Lina melihat aku dan Pak Johan bergantian. “Jadi ini, calon suami Ibu?” Tanyanya dengan sorot mata sinis. “Iya, Yud, Lina. Kenalkan, ini, Pak Johan, calon suami Ibu,” kataku masih dengan wajah ramah dan senyum yang tak lepas dari bibir. Pak Johan tersenyum pada Yuda dan Lina. Yuda menganggukkan kepala, sedangkan Lina terlihat tak acuh. “Saya Yuda, Om, anaknya Bu Ainun. Kalau boleh tau, Om Johan ini, kerjanya apa, ya?” Yuda langsung bertanya. “Bu Ainun sudah bercerita sedikit tentang kamu, Yuda.” Pak Johan mulai membuka percakapan. “Om kerj
Saat Anakku Kaya 40Bab 40Penipu Bu Sofi“Nungki, cepat berkemas. Kita harus segera pergi dari sini!” Dengan tergesa-gesa, aku memasukkan pakaian dan barang berharga milikku ke dalam koper. “Cepat sedikit, Nungki! Kenapa hanya melihat saja!” Mataku melebar pada anak bungsuku Nungki yang baru saja pulang sekolah. “Mau ke mana, Ma?” Tanyanya tak mengerti. “Dengar!” Aku menghentikan berkemas sejenak dan melihat Nungki yang masih mematung. “Mama sedang dalam masalah. Tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sementara, kita pergi dulu dari sini agar aman,” kataku. Masalah apa, Ma? Jangan bilang Mama menipu orang.” Nungki menatap tajam. Aku menggeleng, “tidak! Mana tidak menipu, hanya memakai uang orang. Nanti juga dikembalikan,” sahutku dan kembali mengemasi barang-barang. “Sama aja, Ma.”bola mata Nungki memutar. “Nggak sama, lah.” aku berdiri dan mengambil lagi baju dari lemari sap atas. Nggak usah dibawa semua, bikin berat saja. “Terus, kenapa Mama mau lari?” Nungki yan
Saat Anakku Kaya 41Bab 41Menikah Sederhana dengan Miliarder “Sudah siap, Nun?” Syarifah, sepupuku masuk ke kamar dan bertanya padaku. “Wah, tambah cantik, kamu, Nun.” dia memuji penampilanku. Kebaya putih anggun dengan kain batik sebagai bawahannya memang membuat beda penampilanku. Riasan dari Bu Arum, perias kondang desaku juga sangat apik. Hari ini aku akan menikah dengan Mas Johan. Pernikahan diadakan di desa. Desaku terletak di lereng gunung Ungaran, agak pelosok tetapi, tidak terlalu dalam. Artinya masih ada angkutan masuk dan listrik. Mas Johan akan datang dari Semarang bersama beberapa kerabatnya. Bu Atika dan Pak Dendy juga sudah memastikan ikut dalam rombongan. Sayangnya, putri Mas Johan yaitu Karina tidak bisa datang. Melalui video call tadi malam, Karin mengobrol santai banyak denganku. Intinya, Karin setuju dengan pernikahan ini bahkan mengucapkan selamat. Karina juga berpesan, agar aku menjaga papanya selalu. Menikah lagi di usia senja, bukan semata-mata karena
Saat Anakku Kaya 42Bab 42Ko rup si Yuda “Mas, pokoknya, kamu harus cari cara supaya Mama tidak dipen jara. Cari uang buat melunasi hutang-hutang Mama. Aku nggak mau tau!” Ujar Lina, istriku memaksa. “Uang dari mana segitu banyak? Kamu tau sendiri, tabungan kita sudah habis untuk meningkat rumah dan membeli isinya sekalian. Semuanya mahal, selera kalian sangat bagus soalnya,” ucapku menyidir mertuaku. “Masa iya, kamu tega mengirim Mama ke pen ja ra, Yud?” Mama Sofi bertanya seolah tak percaya. Aku hanya melihatnya sekilas dan tidak menjawab. Itu bukan urusanku. “Jangan, Ma. Mama nggak boleh masuk pen ja ra!” Seru Lina dengan menggeleng tegas. Kembali istriku melihat padaku. Aku mengalihkan pandangan, berpura-pura tidak tau jika Lina sedang melotot. “Mas, bagaimanapun caranya, kamu harus mencari uang. Waktu terus berjalan, jika tidak ….” Lina menghentikan kalimatnya. Matanya tetap menatapku. “Jika tidak, kenapa?” Aku bertanya was was. “Kalau Mama beneran masuk penjara, maka
Saat Anakku Kaya 43Bab 43Karma YudaAku semakin ketagihan menilep uang perusahaan dengan cara memanipulasi data. Pekerjaanku sangat rapih, sehingga sulit untuk dilacak. Ibuku pernah bilang, jika aku ini anak yang cerdas. Dan aku membuktikan, meskipun bermain kotor tetapi tetap bersih. Pertama melakukan suatu kejahatan memang rasanya gelisah dan takut, tetapi lama-lama, aku jadi terbiasa. Malahan, kalau tidak melakukan kecurangan sekali saja, rasanya aku kecewa. Hahaha. Mobil baru seharga dua ratus jutaan sudah aku beli. Hutang Mama juga sudah lunas meskipun, untuk membayarnya aku terpaksa menggadai sertifikat rumah. Sedangkan membeli mobil, aku menggunakan uang hasil ko rup si. Tak apa-apa, ini perusahaan besar, omset dan asetnya banyak. Lina bertambah senang dan bahagia. Setiap hari aku mengguyurnya dengan uang. Jatah bulanan pun, meningkat drastis. Istriku itu, tidak pernah menanyakan dari mana aku mendapatkan uang berlimpah, mobil baru, dan gaya hidup mewah. Lina tidak pedu
Saat Anakku Kaya 44Bab 44Bingung Masih POV Yuda “Hati-hati, ya, Mas. Cari uang yang banyak.” Lina, istriku membetulkan letak simpul dasi di kerah kemejaku sambil tersenyum manis. “Iya,” jawabku tak bersemangat. Semalam, aku tidak dapat tidur karena memikirkan nasibku yang sekarang menjadi pengangguran. Aku sama sekali tidak bercerita pada orang rumah, termasuk pada Lina. Harus mulai dari mana, aku tidak tau. Membayangkan reaksi Lina pun, aku tidak berani. Pasti istriku itu akan menangis, menjerit dan histeris. Lina selalu begitu, meluap-luap jika emosi. “Kok, sarapannya nggak dihabiskan, cuma dikorek-korek doang, sih?” Lina kembali dengan wajah cemberut.“Bihun goreng buatanku nggak enak, ya?” Tanyanya menatap. Aku menggeleng. Jangankan makan, selera makanku pun saat ini sudah tiada. Aku bingung harus ngapain. Pagi ini saja, aku masih mengelabuhi Lina dengan pura-pura berangkat ke kantor. Padahal, tau sendiri, kan, aku sudah dipecat dengan tidak hormat. “Lagi nggak berseler
Saat Anakku Kaya 45Bab 45Dapat Warisan “Dek Ainun … pakai ini. Semuanya buat kamu.” Mas Johan memberikan sebuah kotak perhiasan beludru berwarna merah dengan lis warna emas padaku. Kotak unik mirip miniatur kotak harta Karun yang ada dalam cerita di dongeng. Ukuran alasnya hampir sama dengan sebuah buku tulis anak sekolah. Aku berkesan hingga menatap tak berkedip. “I-ini, apa, Mas?” Tanyaku dengan menggerakkan bola mata ke atas, melihat suamiku. Mas Johan tersenyum lalu membuka pelan kotak perhiasan itu. Suamiku lalu mengajak duduk bersebelahan di bibir tempat tidur. Tangan Mas Johan meraup isi dari kotak tersebut dan menunjukkan dekat di wajahku. Mata ini, membelalak seketika. Gelang, kalung, cincin, bros, giwang, bahkan peniti emas menjuntai di depan mataku. Tak hanya satu tetapi, banyak. Bahkan, ada yang bertahtakan berlian. Aku menggeleng, “tidak, Mas … a-aku tidak berani ….” ucapku lirih. Tanganku, mendorong tangan Mas Johan yang menggenggam emas menjauh. “Kenapa?” Mas