Share

68. Biarkan Seperti Ini

last update Last Updated: 2024-03-17 23:02:23

"Honeymoon?" ucap Dinda setengah berbisik. "Kenapa bisa honeymoon?"

"Bukankah saya sudah mengatakannya kemarin? Besok mama dan papa datang ke rumah kamu. Setelah lamaran resmi besok, minggu depan kita nikah.

"Eh, begitu?"

"Begitu. Dan hari ini kamu harus menemani saya ujian S-2."

Dinda lupa, jika dirinya belum tahu alasan Arya mengajaknya pergi hari ini. Ia pikir mereka akan berkonsultasi di hari-hari terakhir sebelum sidang skripsi digelar. Ia tidak tahu jika hari ini, pria idamannya akan bertarung memperebutkan satu tiket beasiswa S2 ke luar negeri.

Belum hilang rasa kaget Dinda, Arya kembali mengatakan hal yang membuat jantungnya jempalitan.

"Saya ingin kamu menjadi saksi perjuangan saya dan menjadi yang pertama tahu hasil ujian itu."

Dinda melayang saat itu juga, mendengar ucapan Arya. Ia merasa tersanjung. Kalimat Arya terdengar begitu manis di telinganya. Ia lantas terkekeh sendiri.

"Jangan becanda deh, Pak Arya. Mentang-mentang saya lugu begini, ngegombal terus bicara
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   69. Lamaran

    "Bagaimana kalau nanti saya ketagihan?" Dinda berteriak sekeras-kerasnya di atas bantal tidurnya. Kegilaan apa yang sudah merasuki otaknya hingga menggerakkan bibirnya, mengucap kata yang membuatnya harus merasakan kecupan Arya untuk kesekian kalinya hari itu. Setelah mendengar pengakuan Dinda yang tidak direncanakan gadis itu, Arya kembali menghadiahi Dinda sebuah ciuman yang tidak ringan. Ciuman yang lebih berat dari sebelumnya, karena dilakukan Arya dengan sepenuh hati. Pria itu mencurahkan semua perasaannya saat itu, dan berhasil membuat Dinda hanyut meski sesaat. Jika bukan karena telpon dari Mita, mungkin saja mereka masih bertukar saliva selama lima menit lamanya. "See. Baru begini saja kamu sudah ketagihan. Belum yang lainnya." Arya begitu percaya diri menjauhkan wajahnya dari Dinda. Wajah Arya begitu bahagia. Setidaknya, keraguan yang sempat membayanginya sirna sudah. Ia sudah mendapat jawaban Dinda, dan baginya, itu sangat berharga. Dinda mati kutu. Kejujuran yang tida

    Last Updated : 2024-03-18
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   70. Mega atau Mona?

    "Siapa dia?" "Dia ... Kakak iparmu. Sekarang sedang patah hati. Ia sedang mencari calon istri pengganti." "Hah?" Dinda tidak paham dengan apa yang dikatakan Arya barusan. Arya menghela napasnya. "Sebenarnya, .... " "Din!" Mita memanggil Dinda, menyela ucapan Arya yang belum selesai. Mita sekarang di depan meja yang masih penuh dengan aneka makanan. Dinda menoleh ke arah Mita dan Fahri. Dinda secara tidak sengaja justru terus menatap wajah Fahri. Ada sesuatu yang menggelitiknya saat melihat senyum yang mengembang di wajah Fahri. Tatapan Fahri pun menurutnya sedikit aneh. Ada sesuatu yang berbicara di sana. "Mau makan?" Dinda buru-buru mengalihkan pandangannya dari Fahri ketika pria itu mengedipkan mata sebelah kanannya ke Dinda. "Ayo. Katering yang dipilih mama keliatannya baru. Perlu kita coba." Arya berjalan sembari menggenggam tangan Dinda. Kini, ia jadi lebih leluasa menunjukkan perasaannya terhadap Dinda. Fahri terus menempel Mita yang juga terus menempel Dinda. Mita

    Last Updated : 2024-03-20
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   71. Pasangan Arya

    Arya ditarik paksa mengikuti wanita bergaun merah marun. Pegangan tangannya dengan Dinda secara otomatis terlepas begitu saja. Arya berjalan terus dengan terpaksa, mengikuti wanita di depannya. Kedua netranya tidak lepas dari sosok di depannya. "Siapa gerangan wanita kurang ajar ini?' geram Arya. Wanita itu terus saja melangkah tanpa memerdulikan Arya yang kebingungan dengan apa yang sedang terjadi pada dirinya. Terpaksa terpisah dengan calon istrinya. Arya menghentikan langkahnya secara mendadak, hingga membuat wanita yang menariknya paksa, tertarik sedikit ke belakang. "Kenapa berhenti tiba-tiba?" Wanita itu sontak memutar tubuhnya ke belakang. Kini mereka berdiri saling berhadapan. "Mengapa anda bersikap ceroboh?" Arya menatap tajam wanita di depannya itu. 'Andai dia laki-laki,' gumam Arya mengepalkan kedua tangannya. "Saya tidak begitu." Arya tidak ingin memperpanjang percakapan itu. Ia langsung kembali menuju Dinda yang masih berdiri menatap dirinya dengan tatapan bingung

    Last Updated : 2024-03-22
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   72. Dimana Mega?

    Arya memberikan snack kepada Dinda yang duduk persis di samping kanannya, sedangkan Mega duduk di sebelah kirinya. Keberadaan cincin di jari manis tangan kiri Arya mengejutkan Mega. Kilau cincin itu menyilaukan netranya, akibat pantulan sinar lampu yang berada tepat di atas mereka. Cincin dengan satu batu permata yang terletak di tengahnya. Sederhana tapi terlihat mewah. Mega ingin bertanya tapi, sayangnya acara inti sedang berlangsung. Sedangkan Arya sendiri begitu serius mengikuti acara demi acara . Tampaknya Arya sengaja melakukan itu, karena ia tidak ingin terlibat percakapan panjang dengan Mega. Baginya, Mega hanyalah sebuah iklan yang tidak menarik sama sekali. Sebuah iklan yang kehadirannya justru sangat mengganggu dan merusak moodnya. Mega duduk diam namun tidak dengan otaknya. Otaknya terus berputar mencari cara untuk mendapatkan perhatian Arya. Ia ingin menjadi sosok yang penting dalam hidup Arya. Ia ingin menjadi satu-satunya wanita yang berada di sisi dosen tampan it

    Last Updated : 2024-03-24
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   73. Hanya Dia

    Halaman parkir perlahan mulai sepi, Arya dan Dinda yang menunggu di pos satpam berjalan lebih santai menuju jeep milik Arya. Suasana malam yang gemerlap dengan bintang membuat Dinda, dan Arya tidak menyadari jika jarum jam sudah nyaris menuju angka 11. "Langsung pulang atau mau mampir kemana dulu?" Arya membawa mobilnya secara perlahan meninggalkan kawasan gedung resepsi. "Pulang. Sudah hampir tengah malam." Dinda menatap layar ponselnya yang menyala terang. "Baiklah." Jalanan mulai sepi, namun tidak begitu dengan jalan raya utama. Di sana, macet masih terjadi di beberapa titik, membuat Arya terpaksa merayap seperti semut. "Mereka semua baru saja pulang kerja?" "Sebagian besar. Sebagian lagi mungkin mereka baru berangkat kerja atau sekedar jalan-jalan bersama keluarga mereka." "Oh. Kalau Pak Arya juga pernah sampai jam selarut ini, pulang dari kampus?" "Sayang... Harus berapa kali aku memintamu untuk tidak lagi memanggilku dengan panggilan 'Pak'?" Dinda langsung tersipu mal

    Last Updated : 2024-03-27
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   74. Ajarin Gua, Dong?!

    Arya mengungkapkan alasan dibalik permintaannya itu secara gamblang di depan Dinda. Bukan tanpa alasan dirinya meminta Dinda memanggil dengan nama panggilan khusus untuknya. Perhatian Arya tiba-tiba jatuh pada tangan sebelah kiri Dinda. Ada sesuatu yang hilang di sana menurutnya. Ia menatap Dinda dengan seribu satu pertanyaan. "Kenapa tidak dipakai?" Tangan Arya meraih tangan kiri Dinda, lalu mengusap jari manisnya. "Apa?" Dinda belum menangkap maksud pertanyaan Arya. "Bukankah semalam masih terpasang cantik di sini?" Jari telunjuk dan ibu jari Arya mengusap jari manis tangan kiri Dinda. " Sengaja melepasnya?" Kini tatapan Arya beralih ke wajah Dinda yang terlihat panik. Gadis itu sontak berdiri. "Tadi pergi ke ... " Kedua tangan Dinda sibuk memeriksa kedua kantong celananya, akan tetapi yang ia cari tidak ada. Wajah Dinda semakin pucat. " Hi - lang? Tidak mungkin." Arya terus memperhatikan gerak-gerik calon istrinya itu. 'Apakah cincin tunangan mereka hilang?' "Terakhir pe

    Last Updated : 2024-03-29
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   75. Keterlaluan

    Dinda menatap papan pengumuman di depannya. Wajahnya yang semula ceria, mendadak muram. Apa yang terpampang di depannya membuatnya kembali galau. Apa yang akan terjadi dengan sidangnya jika yang ditulis di sana benar adanya? Ingin rasanya ia langsung menuju ruangan Arya tapi mengingat Arya sedang mengajar di gedung dua, Dinda langsung mengurungkan niatnya. Ia mencari Mita, kalau saja sahabatnya itu berada di sekitarnya. Namun sayangnya, Mita tidak terlihat olehnya. "Mungkin langsung bertanya ke bagian pendidikan lebih baik," gumam Dinda. Ia langsung memutar tubuhnya kembali ke lorong administrasi kampus. Ia harus mengecek kebenaran pengumuman hari ini. Langkahnya ia buat selebar mungkin, khawatir jangan-jangan petugas sudah tidak berada di tempat. Benar saja. Kekhawatiran Dinda menjadi kenyataan. Ruang administrasi pendidikan lengang. Tidak tampak seorang pun di sana. 'Kemana orang-orang ini?' Dinda celingukan. Suara printer yang berasal dari ruang sebelah, mengganggunya. Dinda kel

    Last Updated : 2024-03-30
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   76. Denny

    Denny sedang asyik menonton film terbaru di ponselnya ketika sebuah ketukan cukup keras terdengar di pintu kamar kos-nya. Denny bangkit lalu membuka pintu kamarnya. "Ada apa?" tanyanya pada Aris, yang tinggal di kamar sebelah. "Dicariin tuh. Cewek. Spanyol. Katanya penting. Honornya gede." "Hah?!" Denny terperangah. Ia tidak merasa memiliki kenalan seorang gadis di kampus. Teman-teman seangkatannya sudah lama meninggalkannya sendiri di kampus itu. Ia adalah satu-satunya yang tersisa, yang terpaksa mengikuti semua perkembangan yang berlangsung di kampus ekonomi. "Cepetan! Dia buru-buru katanya." "Lu kira-kira dong! Ini gua baru aja bangun tidur. Bekas iler gua aja masih nempel,"gerutu Denny kesal. Pacar bukan tunangan apalagi, tapi tamu tak diundang itu sudah semena-mena terhadapnya. Menyuruhnya untuk segera menemuinya? Mimpi! "Udah. Buruan aja kenapa sih?" jawab Aris sebal. Ia jadi ikut terganggu. Beberapa menit waktunya terbuang percuma, untuk meladeni cewek seksi yang tiba-tiba

    Last Updated : 2024-03-31

Latest chapter

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   144. Brilian dan Fahriza

    Suasana kediaman Dermawan begitu ramai. Bagaimana tidak, hari itu diadakan acara syukuran sekaligus akiqah kelahiran dua cucunya. Seluruh tetangga di komplek mereka undang, tanpa kecuali. Bahkan tukang martabak, es doger dan tukang sate yang sering mangkal di dekat rumah mereka juga ikut hadir.Malam itu menjadi malam bahagia semua orang. Broto dan Sari pun hadir, termasuk orang tua Mita, Candra dan Susan. Kedua bayi mungil itu tidur pulas di boks masing-masing. Mereka sama sekali tidak terganggu. Pun saat keduanya diajak keliling setelah acara potong rambut. Kedua bayi itu hanya bergerak sedikit lalu kembali tidur. Dermawan mengadakan acara itu secara besar-besaran sebagai ungkapan rasa syukurnya karena Tuhan memberikan dua cucu sekaligus kepadanya dan Anggun, dan memiliki dua menantu yang sama-sama pintar dan cantik. Acara berlangsung meriah dan khidmat selama hampir dua jam. Menjelang sore, tamu mulai berkurang hingga tersisa keluarga besar beserta besan-besan Dermawan."Khusus

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   143. Jackpot Untuk Dermawan - Persalinan (4)

    "M-Mas....!" seru Mita lebih keras karena Fahri masih tertegun dengan suara tangisan bayi yang baru saja ia dengar."Eh? Gimana? Sakit?" Ia langsung mendekatkan dirinya.Mita memejamkan kedua netranya. Ia kembali mengatur napasnya. Gelombang rasa sakit yang datang bertubi-tubi, tidak memberikan waktu sedikit pun untuk Mita beristirahat.Bulir keringat berdatangan memenuhi dahinya. Ia mulai merasa rasa mulas yang sangat hebat. "Nggak kuat. Sakit." Rintihan Mita membuat Fahri panik. "Kita operasi saja kalau begitu.""Hush! Nggak mau! Sakit.""Lah. Katanya tadi sakit. Nggak kuat. Ya udah kalau begitu operasi saja.""Nggak mau."Anggun yang tadi sudah berada di luar bilik Mita, kembali masuk. "Kenapa?" "Sakit, Ma." Wajah Mita sudah tidak seperti sebelumnya. Ia terlihat berusaha kuat untuk menahan rasa sakitnya akibat kontraksinya yang meningkat.Fahri panik dan menekan tombol berulang kali. Seorang perawat datang. "Bagaimana, Pak?""Sakit, Sus. Istri saya merasa sakit lagi.""Oh. Saya pe

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   142. Drama Bersalin Dinda- Persalinan (3)

    "Bayinya sehat. Semoga bayinya sehat dan kuat ya, Bu Dinda." Ucapan yang samar terdengar, mengejutkan Mita. "Hah?! Itu Dinda yang dimaksud istri Pak Arya, bukan? Dinda sudah lahiran? Beneran udah lahiran?" Kedua netra Mita membola sempurna. Rasa bahagia tiba-tiba datang menyelimuti dirinya. Namun, dirinya tidak seratus persen yakin. "Terus Pak Arya kemana? Masa iya nggak nemenin Dinda lahiran?"Fahri tertegun. Masa iya, adik iparnya sudah melahirkan? Cepat sekali. Ia baru saja bertemu dengan Arya, dan tidak mengatakan apapun, kecuali ia harus segera menemani Mita."Dinda yang lain mungkin. Tadi masih aman-aman aja kok. Dia duduk di dalam nggak ikut keluar. Cuma da-da-da doang.'"Benarkah?" Mita tidak mau percaya begitu saja. Tiba-tiba satu tonjolan muncul di perutnya. Seakan mengerti kode yang diberikan dari dalam perutnya, Mita mengangkat alis kanannya. "Kalian ... ?""Apa? Kami tidak menyembunyikan sesuatu." Ia merasa pertanyaan itu diajukan padanya. Arya tadi mengantarkan tas ini

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   141. Persalinan (2)

    Mita masih menunggu kedatangan dokter kandungannya. Kali ini, ia merasa perutnya mengejang sesaat. Ada mulas yang tiba-tiba datang. Mita mendesis. Sakit apa ini? Perut bagian belakangnya terasa tegang. Kandungannya terasa turun sedikit, membuat Mita takut. Rasanya seperti akan jatuh.Mita mencari sosok Fahri, tapi tak kunjung ia temukan. "Kemana, sih? Istri sedang seperti ini kok malah pelesiran kemana-mana.""Dokter Susan sedang dalam perjalanan kemari." Perawat yang usianya nyaris separuh baya itu kembali masuk dan mengganti alas tidur Mita yang sudah basah dengan yang baru. "Kenapa sekarang terasa mulas ya, Sus?""Mulas?"Mita hanya mengangguk. Perutnya terasa begitu melilit, mulas seperti ingin buang air besar. Pertama hanya terasa mulas sebentar, kemudian rasa itu hilang. Namun, tidak berapa lama, rasa yang sama datang kembali, membuat Mita tidak lagi meringis, tapi sekaligus mendesis."Sudah sejak tadi atau baru saja?""Baru aja nih, Sus, dan sekarang aduh..." Mita memejamkan k

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   140. Persalinan (1)

    "Jangan lupa bawakan tas hijau.""Tas?" Arya belum paham kemana arah perintah kakaknya."Tsk. Cari saja tas warna hijau di samping meja rias."Dengan masih memegang ponsel, Arya bergegas ke kamar Fahri. Ia mencari tas hijau yang dimaksud dan berhasil menemukannya."Ada?" Fahri berjalan hillir mudik di depan resepsionis. Ia sedang mengurus kamar untuk Mita. "Done. Harus diantar sekarang?" Pria ini masih belum menyadari kepanikan yang dialami sang kakak."Satu abad lagi, bolehlah.""Ya udah kalau begitu ...""Jelas sekaranglah! Berangkat segera! Dinda tidak perlu ikut. Jangan cerita apapun!""Bagaimana bisa, orang sejak tadi dia menguping," sahut Arya melirik Dinda yang mengikutinya kemana pun dirinya melangkah."Pokoknya, suruh dia diam di rumah saja. Takutnya istrimu ikut panik.""Dia sudah panik." Arya mengusir Dinda secara halus namun, Dinda bergeming. Sorot matanya memaksa Arya untuk menceritakan apa yang sedang dibicarakan."Terserahlah. Sekarang segeralah meluncur kemari. Mama su

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   139. Menjelang Persalinan

    Dinda berjalan mengitari kamarnya. Rasa sakit mulai sering dirasakan. Untuk mengurangi rasa sakit, ia memilih untuk berjalan-jalan. Melihat pemandangan kebun belakang kediaman mertuanya, Dinda tiba-tiba ingin melihat kolam ikan di sudut taman. Ia berjalan keluar kamar lalu mengarahkan kakinya ke ruang keluarga yang langsung terhubung dengan kebun belakang."Kamu mau kemana?" Arya tiba-tiba mencegat Dinda."Mau kesana," tunjuk Dinda ke sudut taman. "Nggak kesakitan lagi?" Akhirnya, Arya memutuskan untuk menemani istrinya. Ia menggandeng tangan kiri Dinda, karena tangan Dinda sibuk mengusap perut besarnya. "Masih. Lebih sering malah. Apa mungkin malam nanti lahirannya?" "Kamu takut?""Sedikit. Gimana kalau nanti nggak kuat ngeden?" Hal yang sangat dikhawatirkan selama ini. Ia tidak mau menjalani operasi caesar. Ia sebelas dua belas dengan Mita. Sama-sama takut dioperasi."Bisa. Pasti bisa. Dedek bayinya diajakin ngomong terus.""Udah. Sudah sejak umur 3 bulan, tapi keliatannya posisi

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   138. Kontraksi

    Dengan sangat terpaksa, Dinda harus menyetujui usul Arya yang disertai dengan sedikit ancaman jika ia akan melapor kepada Sari soal ini. Nama Sari sangat keramat bagi Dinda, khususnya saat-saat seperti ini. Ia tidak mau proses persalinannya nanti menjadi tidak lancar, karena membuat suami dan mamanya menaruh kesal padanya. Ia ingin semuanya kelak berjalan lancar dan damai.Fahri menyanggah kepala Mita yang kini tertidur pulas di sampingnya. "Begini kok masih mau lanjut belanja."Arya terkekeh. "Biasalah. Tidak mengukur kemampuan. Maunya jalan terus padahal kaki-kaki sudah bengkak semua.""Bukan begitu, Mas. Maksud kita itu, biar sekalian jalan. Jadi besok-besok nggak usah belanja lagi," jelas Dinda yang masih terjaga. Ia memegang perutnya sambil sedikit meringis. Seketika ia ingat dengan pesan dari instruktur senam hamilnya, untuk menarik napas ketika kontraksi mulai dirasakan."Ada apa?" Arya rupanya menangkap gerakan Dinda. Ia melihat dengan tatapan khawatir."Nggak apa-apa. Seperti

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   137. Bumil

    Tujuh bulan berlalu. Kehamilan Dinda semakin besar. Berbagai macam petuah mempersiapkan kelahiran bayi mulai pagi hingga malam datang, terus saja didengungkan Anggun kepada Arya. Ia terus mewanti-wanti agar putra keduanya itu mulai mengatur jadwal yang mendukungnya menjadi suami siaga."Duh, Mama. Setiap hari itu saja yang dibicarakan. Arya sampai membuat buku sendiri untuk mencatat semua nasihat Mama." Arya segera mengeluarkan sebuah buku catatan berukuran tanggung dari tas kerjanya, lalu menyodorkan buku ke hadapan Anggun.Anggun tersenyum senang. "Anak pintar!""Tapi, kenapa cuma Arya saja yang dapat kuliah beginian?""Nah! Kamu protes?" Salah satu alis Anggun meninggi. "Yang kelahirannya sudah dekat kan kamu, kalau kakakmu masih enam minggu lagi. .""Yaa, Mama. Dulu waktu Dinda hamil muda, Mama juga begini. Segala macam diributin. Yang inilah-yang itulah," sungut Arya sebal. Tiba-tiba ia merasa telah diperlakukan tidak adil oleh Anggun. Ia tidak pernah melihat Fahri mengalami hal

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   136. Test Pack

    "Selamat! Sebentar lagi, Pak Arya akan menjadi Ayah." Tangan putih sang dokter mengangsur ke depan, menyalami Arya yang masih bingung, mencerna kalimat barusan. Senyum tulus tidak lupa diberikan oleh Rizky.Dinda yang semula ternganga langsung tertawa kecil. "Dokter bercanda pasti. Masa iya saya hamil?"Ia tidak dapat menerima mentah-mentah kabar baik itu. Pernikahannya dengan Arya belum ada satu bulan masa iya dia langsung hamil. Berbeda dengan Arya. Rasa hangat mulai merayap ke dalam hatinya. Ayah? Benar ia akan segera menjadi ayah? "Saya tidak bermimpi?" Arya menyangsikan namun besar harapannya itu kabar nyata.Rizky mengangguk. Dokter muda itu memberi isyarat agar sang perawat memberikan test pack yang tadi digunakan untuk mengetes kandungan hormon hCG pada urine Dinda."Dua garis merah ini menunjukkan jika Ibu Dinda positif hamil. Usia kandungannya masih sangat dini. Sekitar satu minggu. Jadi, pesan saya jangan bekerja terlalu berat. Hindari mengangkat beban yang berat. Serahka

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status